• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan DAn Praktikum Dan Revisi.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan DAn Praktikum Dan Revisi.docx"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik. Laporan ini disusun untuk melengkapi tugas praktikum mata kuliah perubahan sosial dan struktur dan pranata sosial.

Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapat banyak bantuan dan masukan dari berbagai pihak, sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih pada :

1. Kepala Jurusan Sosiologi Universitas Brawijaya yang telah memberikan izin terlaksananya praktikum ini

2. Dosen Pengampu mata kuliah perubahan sosial dan struktur dan pranata sosial

3. Kepala Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang yang telah mengizinkan kami untuk mengadakan penelitian

4. Bapak Suryo yang telah memberikan penginapan, serta warga Desa Kemantren yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini

5. Co-Asisten Praktikum yang telah membantu dan membimbing kami dalam penelitian dan penulisan laporan ini.

Sebagai penyusun kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Sehingga kritik dan saran dari teman-teman pembaca ataupun dosen penguji sangat dibutuhkan untuk menyempurnakannya. Harapan kami, laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan membantu pengembangan penelitian berikutnya.

Malang, Juni 2016

(2)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...i

Daftar Isi... ii

Daftar Tabel dan Diagram...iii

BAB IGambaran Umum Lokasi Penelitian...1

1.1 Struktur Geografi dan Ekonomi...1

1.2 Struktur Demografi...4

1.3 Struktur Sosial dan Budaya...5

1.4 Permasalahan Desa...7

1.5 Asosiasi Formal dan Informal...9

BAB II Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga...11

2.1 Karakteristik Responden...11

2.1.1 Usia Responden...11

2.1.2 Pendidikan Terakhir...12

2.2 Karakteristik Kepala Rumah Tangga...14

2.2.1 Usia Kepala Rumah Tangga...14

2.2.2 Anggota Keluarga...15

2.2.3 Keterangan Kesehatan...16

2.2.4 Pendidikan Kepala Keluarga...25

BAB III Status Sosial dan Ekonomi...29

3.1 Kondisi Fisik dan Keadaan Perumahan...29

3.2 Pengeluaran Rumah Tangga...38

3.3 Sumber Penghasilan...41

3.4 Teknologi dan Informasi...47

3.5 Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga...51

3.6 Stratifikasi Sosial...53

BAB IV Partisipasi Kegiatan...66

4.1 Partisipasi Kegiatan Sosial...66

4.2 Partisipasi Kegiatan Keagamaan...76

BAB VPartisipasi Politik...83

BAB VI Kesimpulan...99

Daftar Pustaka...100

(3)

Daftar Tabel dan Diagram BAB II

Tabel 2 1 Usia Responden...11

Tabel 2 2 Jenis Kelamin Responden...13

Tabel 2 3 Usia Kepala Rumah Tangga...14

Tabel 2 4 Anggota Keluarga dan yang mengikuti Pendidikan Prasekolah ... 15

Tabel 2 5 Keluhan Kesehatan...17

Tabel 2 6 Lama Terganggu/hari...19

Tabel 2 7 Tindakan Jika Sakit...20

Tabel 2 8 Jenis Obat...21

Tabel 2 9 Total Hari Perawatan...22

Tabel 2 10 Total Hari Rawat Inap...23

Tabel 2 11 Jaminan Kesehatan...24

Tabel 2 12 Klasifikasi Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga...26

Diagram 2 1 Jenjang Pendidikan terkahir Responden...12

Diagram 2 2 Gambaran umum tingkat kesehatan penduduk...16

Diagram 2 3 Terganggunya Pekerjaan...18

Diagram 2 4 Keluhan Penyakit yang masih terasa...19

Diagram 2 5 Rawat Jalan 1 Bulan Terakhir...21

Diagram 2 6 Rawat inap 1 tahun Terakahir...23

Diagram 2 7 Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga...25

BAB III Tabel 3 1 Luas Bangunan...32

Tabel 3 2 Luas Tanah...33

Tabel 3 3 Pekerjaan utama dan Tingkat Pendapatan...42

Tabel 3 4 Pekerjaan Sampingan...43

Tabel 3 5 Jenis Pekerjaan lain dan tingkat Pendapatan...44

Tabel 3 6 Jenis Pekerjaan dan penghasilan selain Kepala Rumah Tangga... 45

Tabel 3 7 Jenis Pekerjaan dan tingkat Pendapatan anak...46

Tabel 3 8 Sumber Informasi utama...48

Tabel 3 9 Media dan Tempat akses Internet...50

Tabel 3 10 Pengambilan Keputusan...52

Tabel 3 11 Kepemilikan Ternak...54

Tabel 3 12 Kepemilikan Kendaraan...59

Diagram 3 1 Tingkat Keadaan Rumah Penduduk...29

Diagram 3 2 Status Tempat Tinggal...30

Diagram 3 3 Jenis Bahan Rumah...31

Diagram 3 4 Sumber Air...34

Diagram 3 5 Jarak Sumber air ke Penampungan...34

Diagram 3 6 Fasilitas BAB...35

(4)

Diagram 3 8 Tempat Pembuangan Akhir...36

Diagram 3 9 Sumber Penerangan...37

Diagram 3 10 Bahan Bakar untuk Memasak...37

Diagram 3 11 Pengeluaran Kebutuhan Pokok...38

Diagram 3 12 Tingkat Konsumsi...39

Diagram 3 13 Tingkat Pengeluaran bukan Makanan...40

Diagram 3 14 Tingkat Penghasilan...41

Diagram 3 15 Tingkat Teknologi dan informasi...47

Diagram 3 16 Jenis Media dan Kepemilikan alat Komunikasi...49

Diagram 3 17 Tingkat Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga51 Diagram 3 18 Tingkat Stratifikasi Sosial...53

Diagram 3 19 Luas Lahan Tegalan...56

Diagram 3 20 Luas Lahan Sawah...57

Diagram 3 21 Jumlah Kendaraan...61

Diagram 3 22 Posisi Sosial Kepala Rumah Tangga...64

BAB IV Tabel 4 1 Jenis Kegiatan Sosial...67

Tabel 4 2 Keikutsertaan Kegiatan Sosial...68

Tabel 4 3 Kegiatan Kerja Bakti...69

Tabel 4 4 Kegiatan Bersih Desa...70

Tabel 4 5 Kegiatan PKK...72

Tabel 4 6 Kegiatan Arisan...73

Tabel 4 7 Kegiatan Rewang...74

Tabel 4 8 Kegiatan Karang Taruna...75

Tabel 4 9 Jenis Kegiatan Keagamaan...77

Tabel 4 10 Keikutsertaan Kegiatan Keagamaan...78

Tabel 4 11 Intensitas Kegiatan Keagamaan dalam 1 bulan...79

Tabel 4 12 Intensitas Kegiatan Keagamaan dalam 3 bulan...80

Tabel 4 13 Durasi setiap Kegiatan Keagamaan...81

Tabel 4 14 Kontribusi dalam Kegiatan Keagamaan...81

Diagram 4 1 Tingkat Kegiatan Sosial...66

Diagram 4 2 Tingkat Kegiatan Keagamaan...76

BAB V Tabel 5 1 Keikutsertaan Sosialisasi Pemilu...85

Tabel 5 2 Pendapat Tentang Pemilu...87

Tabel 5 3 Partisipasi Pemilu...88

Tabel 5 4 Pengetahuan Tentang Pemilu...90

Tabel 5 5 Pertimbangan dalam Memilih Calon...91

Tabel 5 6 Dorongan Mengikuti Pemilu...93

Tabel 5 7 Bentuk Bantuan dalam Pemilu...94

Tabel 5 8 Sikap Jika Calon yang dipilih kalah...95

Tabel 5 9 Pengetahuan tentang kecurangan Pemilu...97

Tabel 5 10 Sikap Jika Mengetahui ada Kecurangan Pemilu...98

Diagram 5 1 Tingkat Partisipasi Politik...83

(5)

Diagram 5 3 Bentuk Sosialisasi Pemilu...84

Diagram 5 4 Memilih Calon Sesuai dengan Sosialisasi...86

Diagram 5 5 Pendapat Mengenai Sosialisasi Pemilu...86

Diagram 5 6 Diskusi Tentang Politik...89

Diagram 5 7 Memberi Pengaruh Terhadap Orang lain...89

Diagram 5 8 Mencari Informasi Sebelum Pemilu...90

Diagram 5 9 Pendapat Tentang Cara Pemilu...91

Diagram 5 10 Tanggapan dan Keikutsertaan Pemilu...92

Diagram 5 11 Bantuan Parpol Menjelang hari H...94

Diagram 5 12 Keikutsertaan Pemilu Jika tidak ada serangan Fajar...95

(6)

BAB I

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.1 Struktur Geografi dan Ekonomi

Secara geografis, Desa Kemantren terletak di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang yang berjarak sekitar 18 km dari kota Malang dan 102 km dari Ibukota Jawa Timur. Wilayah Kecamatan Jabung memiliki iklim dengan kelembapan yang cukup tinggi. Pada bulan Desember, kelembabannya bisa mencapai 90,74 %. Sedangkan kelembaban terendah terjadi pada bulan Mei yaitu sekitar 87,74 %. Jumlah tersebut merupakan rata-rata kelembaban yang terjadi di wilayah Kabupaten Malang. Tingginya tingkat kelembaban, menyebabkan tingginya curah hujan setiap tahunnya.

Berdasarkan batas geografisnya, Desa Kemantren berbatasan dengan :

Sebelah utara : Desa Jabung

Sebelah timur : Desa Mindi

Sebelah barat : Desa Gading Kembar

Sebelah selatan : Desa Sukolilo

Desa Kemantren memiliki Dusun yaitu Dusun Boro Kemantren, Kuto Bedah, Alas Kulak, dan Dusun Krajan. Berdasarkan administrasi wilayah desa, keempat Dusun tersebut terdiri dari :

Dusun Krajan : RW 1, RW 2, dan RW 4

Dusun Alas Kulak : RW 3 dan RW 5

Dusun Boro Kemantren : RT 1, 2 dan 3 di RW 6

Dusun Kuto Bedah : RT 5 dan 6 di RW 6

(7)

area militer di wilayah Desa Kemantren memisahkan wilayah desa menjadi dua bagian. Dusun Krajan dan Alas Kulak disebelah timur, dan Dusun Boro Kemantren serta Kuto Bedah di sebelah barat. Pemisahan ini juga berdampak pada ketimpangan ekonomi di wilayah desa. Penduduk Dusun Krajan dan Alas Kulak umumnya bekerja sebagai pedagang sehingga menjadi pusat ekonomi desa. Hal tersebut juga didukung dengan fasilitas umum yang terdapat di kedua Dusun tersebut seperti sekolah dan rumah sakit. Adanya ketimpangan wilayah ini disebabkan karena wilayah geografis Dusun Boro Kemantren dan Kuto Bedah yang bersebelahan langsung dengan sawah dan tegalan. Aliran sungai hanya melewati Dusun Krajan dan Alas Kulak yang biasanya digunakan untuk irigasi sawah dan ladang. Sedangkan Dusun Boro Kemantren dan Kuto Bedah hanya mengandalkan air tandon untuk mengairi sawah dan tegalan. Lebih dari itu, jarak kedua Dusun tersebut juga cukup jauh dari pusat pemerintahan desa yang berada di Dusun Krajan yaitu sekitar 5 KM dengan kondisi jalan yang berlubang. Bahkan tidak jarang warga Boro Kemantren dan Kuto Bedah lebih memilih memeriksakan kesehatannya di desa lain yang jaraknya lebih dekat.

(8)

Merujuk pada tingkat kebersihannya, Desa Kemantren tergolong cukup bersih. Tanggung jawab pengolahan sampah diberikan pada petugas kebersihan desa. Umumnya, masyarakat tidak membuang sampah kesungai, dan lebih memilih untuk menumpuknya di tong sampah untuk diangkut. Hal ini juga didukung dengan kegiatan rutin warga yang melakukan kerja bakti tiap bulannya. Namun hal serupa tidak terjadi di wilayah Boro Kemantren dan Kuto Bedah. Lingkungan fisik warga belum tergolong bersih dan terjaga. Mata pencaharian warga yang sebagian besar sebagai buruh tani dan peternak, menyebabkan lingkungan sekitar Dusun menjadi kurang terawat. Hal tersebut sedikit berbeda dengan mata pencaharian penduduk di Dusun Krajan dan Alas Kulak yang bekerja sebagai buruh dan kuli bangunan.

Tingkat kesejahteraan penduduk di Desa Kemantren umumnya tidak dapat dilihat dari keadaan rumah dan pekerjaan. Meskipun umumnya rumah masyarakat terbuat dari tembok dan genteng, pekerjaan warga tidak berbanding lurus dengan keadaan rumah. Namun tingkat kesejahteraan masyarakat tergolong meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka harapan hidup masyarakat dan akses pendidikan. Klasifikasi sosial berdasarkan penduduk kaya dan miskin relatif merata di setiap Dusun. Pengelompokan antara penduduk kaya dan penduduk miskin tidak terjadi disebagian besar wilayah Kemantren. Umumnya, pengelompokan penduduk yang dikategorikan kaya berada di wilayah markas TNI di RW 8 dan RW 7 yang notabennya adalah pendatang dari daerah lain.

(9)

dimaksimalkan setiap tahunnya, sehingga Desa Kemantren menjadi salah satu pemasok tebu terbesar di dua perusahaan gula di Kabupaten Malang.

1.2 Struktur Demografi

Secara demografi, penduduk Kemantren berjumlah sekitar 12.075 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki yang lebih dominan. Adanya area TNI juga menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk laki-laki tersebut. Namun dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 150 wanita janda dan sekitar 50 lebih duda. Tingginya angka wanita janda, umumnya disebabkan karena sakit, dan kecelakaan kerja. Hal ini juga berkaitan dengan mayoritas mata pencaharian penduduk yang bekerja sebagai buruh. Melalui kebijakan yang ditetapkan desa, setiap tahun para duda dan janda tersebut mendapatkan santunan dalam bentuk sembako.

Profesi masyarakat yang juga sebagai buruh bangunan, menimbulkan adanya suatu inovasi baru di kalangan masyarakat Kemantren. Salah satunya adalah munculnya kegiatan arisan yang disebut sebagai arisan gotong royong. Setiap warga yang memenangkan arisan ini, akan mendapatkan perbaikan rumah secara gratis dan dilakukan melalui sistem gotong royong. Tidak ada angka yang jelas mengenai jumlah iurannya, karena di beberapa tempat dapat bereda-beda. Bergantung pada sejauh mana kebutuhan dan kepentingan mereka untuk melakukan perbaikan rumah. Namun dengan adanya inovasi ini, masyarakat Desa Kemantren menjadi lebih mandiri dan berkembang.

(10)

Hal ini dapat dilihat dari hubungan kerjasama keduanya ketika mengadakan kerja bakti dan bersih desa.

Merujuk pada mobilitas sosial penduduk, Desa Kemantren berada pada posisi yang stagnan. Hampir tidak ada mobilitas sosial yang kentara baik dari miskin menjadi kaya ataupun sebaliknya. Umumnya, mobilitas sosial hanya akan terjadi jika penduduk tersebut mendapat harta warisan ataupun bangkrut karena terlilit utang. Hampir tidak ditemukan adanya inovasi penduduk dalam bidang pekerjaannya. Status dan peran orang tua biasanya akan diturunkan pada anaknya. Mobilitas sosial menjadi sulit dicapai dengan regenerasi masyarakat yang demikian. Disamping itu, tingkat kekayaan dan kemiskinan masyarakat tidak dapat diukur berdasarkan pekerjaan dan keadaan fisik rumah. Sehingga klasifikasi antara penduduk miskin dan kaya menjadi bias, karena struktur sosial masyarakat yang bersifat paradoks.

Disamping tingkat mobilitas sosial yang pasif, tingkat kelahiran penduduk Kemantren juga relatif lebih tinggi dibanding tingkat kematian. Adanya perbedaan tersebut didorong oleh peningkatan angka harapan hidup masyarakat dan tingkat pendidikan yang semakin baik. Adanya peningkatan mutu di bidang pendidikan menjadi pendorong perkembangan masyarakat. Meningkatnya jumlah sekolah dasar hingga menengah atas di wilayah desa menjadi salah satu faktor pendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan formal. Namun demikian, untuk mengendalikan peningkatan jumlah penduduk, pemerintah desa mentapkan kebijakan pembatasan usia menikah bagi wanita pada usia 16 tahun dan 19 tahun bagi penduduk pria.

1.3 Struktur Sosial dan Budaya

(11)

penyeimbang tradisi di dalam masyarakat. Dominannya nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian dari pranata sosial yang mengendalikan status dan peran masyarakat dalam struktur sosialnya. Hampir tidak ada pertentangan yang terjadi di dalam masyarakat mengenai nilai-nilai tersebut. Penerimaan masyarakat pada sesuatu yang bersifat transenden menjadi sangat kuat serta tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Satu-satunya potensi pertentangan nilai yang ada hanya terdapat di wilayah markas TNI. Namun keberadaan kesatuan TNI, berhasil menjadi pengontrol dan penyatu masyarakat desa dan warga asing di wilayah TNI terseut. Keberadaan mereka dianggap membawa suatu keuntungan baru bagi masyarakat desa, sehingga mereka lebih terbuka dengan adanya pengaruh-pengaruh baru.

Merujuk pada persebaran tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh di dalam masyarakat, Dusun Krajan dan Alas Kulak menjadi tempat yang sangat dominan. Kepala desa, tokoh agama, tokoh adat, hingga dokter, hampir semuanya menetap di kedua Dusun tersebut. Adanya kepentingan politik tertentu menjadi sangat kentara. Hampir tidak ada orang-orang yang dikatakan berpengaruh yang berasal dari Dusun Boro Kemantren dan Kuto Bedah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa terjadi suatu ketimpangan sosial di wilayah Desa Kemantren. Hampir semua fasilitas umum seperti rumah sakit, kantor polisi, dan posyandu tidak terdapat di daerah Dusun Boro Kemantren dan Kuto Bedah. Namun tidak terlihat adanya kecemburuan sosial oleh kedua Dusun tersebut terhadap dua Dusun lainnya. Sebagian besar warga hanya menerima keadaannya dan enggan pindah. Bahkan dari jumlah penduduk sekalipun, kedua Dusun tersebut jumlahnya tidak lebih dari 500 orang.

(12)

mayoritas penduduk miskinnya hanya menggarap sawah dan tegalan tersebut. Tetapi tidak ada pengelompokan khusus mengenai tempat tinggal masyarakat kaya dan miskin di seluruh desa. Hal yang sama juga terjadi pada etnisitas ataupun agama tertentu. Satu-satunya wilayah yang terpisah dari pemerintahan desa adalah wilayah markas TNI yang tidak termasuk kedalam bagian dari lokasi penelitian kami.

1.4 Permasalahan Desa

Desa Kemantren sebagai salah satu desa dengan sawah dan tegalan yang cukup luas, juga tidak luput dari permasalahan. Kemiskinan, kekeringan, endemik penyakit, dan pacekelik, menjadi masalah yang umum dihadapi. Namun tidak ada permasalahan yang tergolong dominan untuk ditanggulangi secara serius oleh pemerintah desa. Umumnya, permasalahan juga datang dari warga masyarakat antara lain :

1. Kebiasaan merokok dalam ruangan dan banyaknya siswa SD yang juga merokok

Tingkat konsumsi rokok yang tinggi oleh sebagian besar masyarakat Kemantren tidak dibarengi dengan kesadaran lingkungan terhadap orang-orang disekitarnya. Sikap ini mendorong munculnya kebiasaan merokok di sembarang tempat, sehingga mengganggu kenyamanan orang lain. Hal ini semakin diperparah dengan siswa SD yang juga ikut merokok. Kebiasaan ini umumnya didapat dari lingkungan disekitarnya baik dari keluarga ataupun teman-temannya. Adanya kebiasaan buruk seperti ini, sangat membahayakan perokok ataupun orang lain karena dapat merusak kesehatan tubuh. Terlebih jika merokok diusia muda dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker paru-paru.

2. Lahan sawah dan tegalan di daerah Kuto Bedah dan Boro Kemantren yang mengalami kekeringan ketika musim kemarau

(13)

tersebut hanya dimanfaatkan untuk irigasi sawah dan tegalan di kedua Dusun. Sedangkan Dusun Kuto Bedah dan Boro Kemantren yang tidak dilewati oleh aliran sungai, hanya mengandalkan pasokan air dari sebuah tandon yang terletak sebuah tegalan yang terletak di wilayah Dusun Boro Kemantren. Namun pasokan air tersebut tidak cukup untuk mengaliri seluruh sawah dan tegalan warga, sehingga tidak jarang terjadi kekeringan di kedua wilayah tersebut. Hal ini juga diperparah dengan kondisi jalan menuju kedua Dusun tersebut yang berlubang. Jalan tersebut merupakan jalan milik pemerintah kabupaten sehingga pihak pemerintah desa tidak memiliki wewenang untuk memperbaikinya.

3. Daerah Kuto Bedah terdapat banyak pencuri ternak

Disamping masalah kekeringan, Dusun Kuto Bedah juga dihadapkan dengan masalah pencurian ternak. Mata pencaharian penduduk yang juga berternak menjadi sasaran utama dari pencuri. Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan hutan menjadikannya sebuah wilayah yang terpisah dari pusat desa. Sehingga wilayah ini menjadi sangat rawan dengan tindak kriminal.

4. Adanya pembagian BPJS yang tidak merata

Dari aspek asuransi kesehatan, terjadi pembagian BPJS yang tidak merata di masyarakat. Sehingga terjadi ketimpangan perlakuan dan kecendrungan penerima yang tidak tepat sasaran. Faktor utamanya berasal dari lambatnya data serta dana dari pemerintah daerah kepada pemerintah desa.

5. Adanya ketimpangan perlakuan terhadap daerah kepanjen

Dalam pemilihan Bupati tahun lalu, calon bupati yang diusung oleh sebagian besar penduduk Kemantren kalah dalam Pemilu. Sehingga bupati terpilih memiliki kecendrungan melakukan diskriminasi terhadap Desa Kemantren. Hal ini berbanding terbalik dengan wilayah kepanjen yang menjadi basis pendukung bupati terpilih.

(14)

Selain dalam asuransi kesehatan, penduduk Kemantren juga menghadapi penyakit diabetes dan darah tinggi. Umumnya, penyakit ini disebabkan oleh kebiasaan pola hidup masyarakat yang kurang bersih.

Dalam menghadapi permasalahannya, masyarakat umumnya harus menghadapi proses birokrasi yang cukup lama. Masyarakat harus melaporkan masalah tersebut kepada ketua RT. Laporan tersebut akan kemudian disampaikan kepada RW, lalu kepala Dusun sebelum akhirnya ditanggapi oleh kepala desa. Dalam mencegah timbulnya tindakan kriminal di wilayah desa, masyarakat biasanya melakukan ronda malam yang umumnya masih bersifat sukarela. Namun secara umum, wilayah Desa Kemantren tergolong cukup aman karena wilayahnya yang dekat dengan kantor polisi dan asrama TNI.

1.5 Asosiasi Formal dan Informal

Desa Kemantren memiliki beberapa asosiasi formal dan informal untuk mendorong perkembangan dan pemberdayaan masyarakat, diantaranya yaitu :

1. Karang Taruna

Dalam menunjang kegiatan pemuda desa, maka dibentuklah sebuah asosiasi karang taruna yang disebut PIKA RM. Secara umum, anggotanya terdiri dari pemuda di jenjang SMP hingga SMA. Bironya terletak di RT 3 RW 3 yang merupakan wilayah Dusun Alas Kulak. Kegiatan asosiasi ini umumnya adalah sosialisasi mengenai penanaman dan penghijauan, serta memberikan informasi mengenai reproduksi sehat. Disamping itu, mereka juga aktif membantu pelaksanaan hari-hari penting nasional. Namun disamping itu, mayoritas pemuda Kemantren tergolong agamis karena masih memegang erat keagamaannya. Meskpiun dari segi kegiatan, mereka belum terorganisasir dengan baik. Bahkan asosiasi ini tidak menyebar merata diseluruh desa. Hal ini disebabkan kurangnya tokoh pemuda yang mampu menjadi penggerak massa.

(15)

Asosiasi PKK merupakan sebuah wadah dalam upaya mendorong kreatifitas dan produktivitas ibu-ibu di Desa Kemantren. Asosiasi ini memiliki hierarkis organisasi hingga wilayah RT. Tapi tidak ada pertemuan rutin yang terjadwal dalam lingkup RT tersebut. Umumnya, setiap satu bulan sekali, ketua asosiasi dari masing-masing RT akan mengadakan pertemuan untuk membahas perkembangan dan evaluasi program di balai desa. Kegiatan utama asosiasi ini adalah jimpitan dan pengembangan keterampilan memasak dan menjahit. Pelaksanaan program ini juga didukung oleh antusiasme yang tinggi dari ibu-ibu PKK. Asosiasi PKK tergolong terencana dengan mengutamakan 4 pokok dasar programnya yaitu keagamaan, pendidikan dan keterampilan, sandang pangan, dan kesehatan.

3. Kelompok Tani

Kehidupan masyarakat Desa Kemantren yang melekat dengan pertanian dan perkebunan, mendorong dibentuknya asosiasi kelompok tani. Setiap petani di seluruh desa diwajibkan untuk terdaftar sebagai anggota karena merupakan syarat untuk mendapatkan jatah pupuk. Para petani juga diwajibkan membayar iuran berjumlah Rp. 2000,00-, perbulannya. Umumnya, asosiasi ini akan melakukan pertemuan setidaknya menjelang musim panen tiba. Topik utamanya menyangkut strategi, evaluasi dan langkah-langkah yang akan diambil petani dalam musim panen mendatang.

(16)
(17)

BAB II

Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga

2.1 Karakteristik Responden 2.1.1 Usia Responden

Ada beberapa indikator yang menjadi karakteristik dalam pengolongan responden. Salah satunya adalah melalui usia, yang akan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2 1 Usia Responden

19223031323334

3536373839404243454647484950

525354555660626570 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3

(18)

Merujuk pada pada tabel tersebut, maka rata-rata usia responden dapat dirumuskan sebagai berikut :

Persentase rata-rata usia responden : usia maksimumusia minimum

1+3.3 logn

Ket : n = jumlah responden Sumber: Asisten Praktikum

Sehingga persentase usia responden adalah sebagai berikut :

19-23 : 4.1 %

24-30 : 6.1 %

31-37 : 20.4 %

38-45 : 18.3 %

46-52 : 26.5 %

53-59 : 14.2 %

60-66 : 8.2 %

(19)

2.1.2 Pendidikan Terakhir

Jenjang pendidikan terakhir dari responden dapat dilihat dalam diagram berikut :

Jenjang pendidikan terakhir dari responden menunjukkan tingkat kesadaran penduduk terhadap pendidikan. Terdapat sekitar 43 % dari jumlah responden yang memiliki jenjang pendidikan terakhir sekolah dasar. Angka tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat investasi manusia (human

investment) di Desa Kemantren. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka semakin tinggi pula nilai yang dia miliki. Sebaliknya, semakin rendah jenjang pendidikan seseorang, maka semakin rendah pula nilai yang dia miliki. Klasifikasi pendidikan sebagai bentuk investasi manusia juga berkaitan dengan standarisasi yang ada di masyarakat. Lebih jauh, tingkat pendidikan memiliki

Diagram 2 1 Jenjang Pendidikan terkahir Responden

(20)

kecendrungan berbanding lurus dengan jenis pekerjaan dan statusnya di masyarakat.

Klasifikasi tingkat pendidikan berdasarkan 49 sampel responden, memberikan gambaran umum tentang tingkat pendidikan masyarakat di Desa Kemantren. Faktor-faktor teknis seperti sarana, prasarana, dan tenaga pendidikan masih menjadi isu utama rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa. Bahkan jumlah responden yang menempuh pendidikan hingga diploma I/II ataupun sarjana kurang dari 5 orang. Jumlah tersebut cukup memberikan gambaran tentang tingkat pendidikan ataupun prioritas dan pemaknaan penduduk terhadap pendidikan.

2.1.3 Jenis Kelamin

Berikut ini adalah klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 2 2 Jenis Kelamin Responden

0 5 10 15 20 25 30 35

Jenis Kelamin Responden

(21)

Perbedaan jumlah responden laki-laki dan perempuan juga berkaitan dengan waktu pengambilan sampel. Dalam penelitian ini, sebagian besar penelitian dilakukan ketika siang hingga sore hari. sehingga mayoritas responden adalah wanita. Hal ini juga berkaitan erat dengan struktur dan konstruksi masyarakat yang tumbuh dan berkembang di Desa Kemantren. Struktur pranata keluarga inti umumnya terdiri dari suami dan istri, namun ketika mereka memiliki anak, maka struktur keluarga tersebut akan berubah yang kemudian juga akan diikuti dengan perubahan pranata. Namun demikian, tingginya jumlah responden wanita menunjukkan bahwa sebagian besar pranata keluarga tidak banyak berubah, karena adanya anggapan bahwa laki-laki bekerja di ruang public

sedangkan wanita di ruang private. Pemaknaan ini masih tergolong sangat kuat dalam struktur masyarakat Desa Kemantren, sehingga beban pemasukan keluarga umumnya ditanggung seorang diri oleh suami. Namun demikian, pranata keluarga tersebut juga dapat berubah ketika anak mereka telah memasuki usia produktif dan mencari pekerjaan mereka sendiri.

(22)

Merujuk pada data yang ada di dalam tabel tersebut, kepala rumah tangga dengan usia termuda adalah 30 tahun, sedangkan usia tertua adalah 72 tahun. Sebagian besar usia kepala rumah tangga berada pada kisaran usia 49 hingga 60 tahun. Jika kita merujuk pada faktor usia tersebut, maka kita mendapatkan suatu gambaran umum tentang usia ideal pernikahan dari masyarakat Desa Kemantren.

Tabel 2 3 Usia Kepala Rumah Tangga

30 31 33 34 35 3839 40 42 47 48 49

50 51 52 53 54 5556 57 59 60 62 63 65 70 72 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Usia Kepala Rumah Tangga

(23)

Tabel 2 4 Anggota Keluarga dan yang mengikuti Pendidikan Prasekolah

Struktur keluarga inti umumnya hanya terdiri dari suami, istri dan anak. Pranata keluarga masyarakat mengatur tentang hubungan antar anggota keluarga inti tersebut. Merujuk pada hal tersebut, usia kepala rumah tangga menunjukkan klasifikasi usia matang untuk menikah. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam mempertimbangkan usia pernikahan telah meningkat. Aparat desa mengkonfirmasi hal tersebut dalam social mapping. Namun demikian, peneliti juga menemukan responden dengan usia 70 dan 72 tahun yang masih menjadi kepala keluarga. Dalam usia ideal pernikahan, rentang usia tersebut tidak lagi dapat dikategorikan produktif, sehingga tanggung jawab keluarga harusnya tidak lagi menjadi kewajibannya. Ada indikasi bahwa anggota keluarga belum mampu mandiri, sehingga beban nafkah keluarga masih menjadi tanggung jawabnya. Namun secara keseluruhan, masyarakat Desa Kemantren cukup mandiri dalam bekerja ataupun berkeluarga. Hal ini juga didorong dengan adanya larangan menikah muda dari pemerintah desa.

2.2.2 Anggota Keluarga

Selain informasi mengenai kepala rumah tangga, peneliti juga memberikan keterangan mengenai usia anggota keluarga responden. Berikut ini merupakan data mengenai karakteristik jumlah anggota berdasarkan umur tertentu.

Umur 0-4 Umur 5-9 Umur +10 0

Usia 0-6 tahun yang mengikuti pendidikan prasekolah

(24)

Berdasarkan perbandingan data yang disajikan dalam tabel tersebut, klasifikasi usia anggota keluarga menunjukkan adanya perbandingan jumlah usia penduduk diatas 10 tahun lebih banyak jika dibandingkan dengan anggota keluarga yang berusia dibawah 10 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat kelahiran penduduk di Desa Kemantren dalam beberapa tahun kebelakang dapat dikatakan rendah. Hal itu terlihat dari jumlah anggota keluarga usia 0-10 tahun dengan jumlah kurang dari 30 orang. Disamping itu, jumlah anggota keluarga yang mengikuti pendidikan pendidikan pra sekolah juga dapat dikatakan rendah. Hal tersebut terlihat dari diagram pie, dimana dari 30 anggota keluarga yang berusia 0-6 tahun, hanya 28 % diantaranya menempuh pendidikan prasekolah. Peneliti melihat bahwa kesadaran orang tua terhadap pendidikan prasekolah bagi anggota anggota keluarganya masih tergolong kurang. Padahal, pendidikan prasekolah ditujukan untuk persiapan peserta didik untuk mengikuti jenjang pendidikan formal di sekolah dasar. Kecendrungan usia anggota keluarga diatas 10 tahun menunjukkan tingkat-tingkat pematangan usia remaja. Disamping itu, usia tersebut juga menjadi suatu gambaran umum dalam melihat rentang usia anggota keluarga di Desa Kemantren.

2.2.3 Keterangan Kesehatan

kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat setempat. Berikut ini merupakan penggambaran keadaan kesehatan penduduk secara umum.

8.16%

48.98% 42.86%

Gambaran umum tingkat kesehatan penduduk

(25)

Diagram 2 2 Gambaran umum tingkat kesehatan penduduk

Diagram tersebut menunjukkan tingkat persentase kesehatan penduduk yang mengarah pada tingkat kesehatan yang cukup baik. Sebesar 43% penduduk dikategorikan memiliki kesehatan yang tinggi, sedangkan 49% masuk dalam kategori sedang, dan hanya 8% berada pada kategori rendah. Hal ini mengindikasikan tingkat kebersihan di Desa Kemantren terjaga dengan baik. Namun demikian, gambaran umum tersebut masih bersifat abstrak, sehingga peneliti juga menyajikan informasi mengenai beberapa penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang dialami oleh penduduk.

0 10 20 30 40 50 60

Keluhan Kesehatan

(26)

Tabel diatas menyajikan keterangan keluhan penyakit yang umumnya terjadi di masyarakat Desa Kemantren. Jika mempertimbangkan perbandingan antara berbagai penyakit tersebut, maka lingkungan hidup masyarakat tergolong cukup baik. Tingkat kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup memiliki hubungan yang berbanding lurus. Indikator-indikator keluhan ringan seperti batuk, pilek, ataupun panas masih di rasakan oleh penduduk, namun dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan responden yang memiliki keluhan yang sama. Keluhan tersebut pada dasarnya hanya muncul ketika musim hujan dan akan hilang ketika pergantian musim. Peneliti tidak menemukan jenis penyakit tertentu yang dominan dialami oleh responden. Jumlah keluhan seperti asma, sakit gigi ataupun diare juga memberikan angka yang sangat rendah.

Lebih jauh, peneliti menemukan keluhan responden yang cukup tinggi terhadap penyakit lain. Umumnya, penyakit tersebut merupakan penyakit usia menua seperti asam urat dan sebagainya. Namun disisi lain, kecelakaan kerja yang dialami oleh masyarakat yang umumnya adalah buruh dan kuli bangunan juga menjadi salah satu faktor penyebab sakit penduduk. Hal ini menjadi cukup mengkhawatirkan karena sebagian besar dari mereka tidak memiliki asuransi kesehatan kerja ataupun kartu miskin. Namun demikian, indikator kesehatan yang menunjukkan tingkat keluhan yang dialami penduduk sangat rendah, memberikan gambaran bahwa kualitas lingkungan hidup di Desa Kemantren tergolong cukup sehat.

Peneliti juga menemukan bahwa

21

Tabel 2 5 Keluhan Kesehatan

61.22% 38.78%

(27)

jenis keluhan yang sering dialami oleh penduduk umumnya juga berdampak pada pekerjaan mereka. Jenis pekerjaan sebagian besar penduduk Kemantren yang biasanya beraktivitas diluar rumah dan melakukan pekerjaan berat seperti buruh dan kuli bangunan, mengharuskan mereka untuk sehat sepenuhnya. Diagram berikut ini menunjukkan perbandingan antara jumlah responden yang merasa terganggu dengan keluhan penyakitnya dan yang tidak.

Diagram diatas memberikan gambaran yang cukup jelas terhadap dampak dari keluhan penyakit mereka dapat mengganggu pekerjaan. Sekitar 61 % dari mereka merasa tidak nyaman ketika sakit dan harus bekerja. Kondisi ini menjadi satu dilema ketika menghubungkannya dengan pranata keluarga yang mengharuskan terpenuhinya kebutuhan rumah tangga. Jumlah pendapatan yang tidak menentu menjadi kendala penduduk dalam menentukan pengeluaran keluarga, sehingga sakit menjadi salah satu hal yang menjadi masalah serius bagi keluarga mereka.

Lebih lanjut, diagram

berikut ini menunjukkan

perbandingan antara responden yang masih mengalami keluhan dengan penyakitnya dan mereka yang tidak.

Diagram 2 3 Terganggunya Pekerjaan

34.69%

65.31%

Keluhan Penyakit yang Masih Terasa

(28)

Dalam rangka mendukung data diatas, peneliti juga mengajukan pertanyaan lanjutan mengenai jumlah hari yang dialami oleh responden ketika terganggu oleh penyakit.

Tabel tersebut menunjukkan jumlah hari yang diderita responden ketika sakit. Peneliti menggolongkan jumlah hari dengan frekuensi jawaban penduduk. Hasilnya, peneliti menemukan bahwa responden merasa terganggu dengan jumlah

Diagram 2 4 Keluhan Penyakit yang masih terasa

Tabel 2 6 Lama Terganggu/hari

1 4 6 5 7 14 30 180 360 720 0

2 4 6 8 10 12 14

Lama Terganggu/hari

(29)

hari terlama adalah 720 hari. Sedangkan responden dengan durasi keluhan tersingkat adalah 1 hari. Umumnya, responden yang mengalami keluhan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun adalah mereka yang sakit karena kecelakaan kerja ataupun penyakit usia menua. Namun disamping itu, sebagian besar responden menjawab bahwa keluhan yang mereka alami akan hilang dalam 2 minggu. Keluhan tersebut tergolong ke dalam penyakit ringan seperti pilek, batuk, ataupun panas.

Diagram berikut ini akan menunjukkan tindakan responden ketika sakit.

Jika merujuk pada diagram diatas, peneliti menemukan bahwa 33 dari 49 responden memilih untuk membawa penyakit mereka ke tenaga medis. 12 orang

Tabel 2 7 Tindakan Jika Sakit

Dibiarkan hingga sembuh Membeli obat di warung Tenaga non medis Tenaga medis

0 5 10 15 20 25 30 35

Tindakan jika Sakit

(30)
(31)

Gambaran lebih lanjut akan tersaji dalam tabel berikut.

Tabel diatas menunjukkan perbandingan responden dalam menggunakan obat-obatan. Diagram tersebut menunjukkan suatu perbedaan yang sangat kentara antara responden yang menggunakan obat tradisional, modern, ataupun jenis obat lainnya. Responden memberikan gambaran bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Kemantren tidak menggunakan obat-obatan tradisional untuk menangani penyakit mereka. Umumnya, mereka lebih memilih untuk menggunakan tenaga medis yang telah terlatih untuk memeriksa keluhan ataupun penyakit mereka. Sedangkan hanya 1 orang responden yang menggunakan tenaga lainnya untuk menyembuhkan penyakit. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Kemantren selalu berhati-hati dalam penanganan penyakit mereka.

Tabel 2 8 Jenis Obat

Obat Tradisional Obat Modern Obat Lainnya

0 10 20 30 40 50 60

Jenis Obat

(32)

Lebih jauh, data dibawah ini memberikan

informasi mengenai

persentase penduduk yang menjalani rawat jalan dalam Jumlah tersebut tergolong sangat signifikan, yang menunjukkan bahwa kesehatan mereka cukup baik selama satu bulan terakhir. Lebih lanjut, berikut ini merupakan data tentang fasilitas yang digunakan untuk rawat jalan dalam 1 bulan terakhir.

Diagram 2 5 Rawat Jalan 1 Bulan Terakhir 20.41%

79.59%

Rawat Jalan dalam 1 bulan terakhir

Iya Tidak

(33)

Total hari pada tabel diatas merupakan total frekuensi dari lamanya responden mengalami rawat jalan. Disamping itu, data tersebut juga memberikan petunjuk mengenai pilihan responden ketika harus mengalami rawat jalan. Sebagian besar responden lebih memilih untuk menjalani rawat jalan di puskesmas dan poliklinik. Sedangkan sebagian kecil lainnya menggunakan tenaga kesehatan, rumah sakit swasta, dan rumah sakit pemerintah. Peneliti melihat bahwa pertimbangan utama responden adalah masalah biaya dan akses. Puskesmas dan poliklinik umumnya lebih murah dibandingkan rumah sakit milik swasta, ataupun pemerintah. Sedangkan masalah akses adalah letak desa yang cukup jauh dengan daerah kota, sehingga hanya mengandalkan fasilitas yang ada di sekitar desa. Namun demikian, jumlah rata-rata rawat jalan yang dilakukan responden hanya berkisar selama 1 hingga 2 hari dengan rawat jalan paling lama adalah 11 hari yang dilakukan di Poliklinik.

Selain melihatnya dalam hitungan bulan,

peneliti juga

membandingkannya dengan rawat inap dalam satu tahun terakhir. Berikut ini merupakan

perbandingan antara Tabel 2 9 Total Hari Perawatan

8.16%

91.84%

Rawat inap 1 tahun terakhir

(34)

responden yang menjalani rawat inap satu tahun terakhir dengan mereka yang tidak.

Rawat inap selama satu tahun terakhir merupakan indikator yang sangat penting dalam melihat kondisi kesehatan penduduk di Desa Kemantren. Data diatas menunjukkan angka dengan perbandingan yang sangat tinggi, dimana 92% responden tidak pernah menjalani rawat inap dalam 1 tahun terakhir. Data tersebut memberikan acuan bahwa penduduk Kemantren sangat jarang menjalani perawatan rawat inap dan bisa digolongkan memiliki kesehatan yang cukup baik dalam kurun waktu tersebut. Namun disamping itu, ada sebagian kecil penduduk yang juga menjalani rawat inap selama 1 tahun terakhir.

Berikut ini

merupakan grafik

frekuensi lama rawat inap yang mereka jalani. Diagram 2 6 Rawat

inap 1 tahun Terakahir

R.S Pemerintah R.S Swasta 0

5 10 15 20 25

Total Hari Rawat Inap

(35)

Diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjalani rawat inap di rumah sakit milik pemerintah dibandingakn milik swasta. Total frekuensi responden dalam menjalani rawat inap adalah 22 hari dengan rincian hari 11, 4, dan 8 yang masing-masing dialami oleh 1 orang responden. Sedangkan responden yang menjalani rawat inap di rumah sakit swasta paling lama adalah 2 hari dengan jumlah satu orang responden. Tingginya jumlah responden yang memilih rumah sakit milik pemerintah lebih banyak dari swasta, adalah karena karena aksesnya yang berada di lingkungan desa. Akses penduduk menjadi lebih mudah, dibandingkan rumah sakit milik swasta yang berada jauh dari wilayah desa.

Lebih dari itu, rawat inap terlama yang hanya berlangsung selama 11 hari menjadi tolak ukur peneliti dalam melihat parah tidaknya penyakit yang biasa di alami oleh masyarakat di Desa Kemantren. Disamping itu, rendahnya jumlah responden yang menjalani rawat inap juga dipengaruhi oleh tindakan mereka yang seringkali tidak memeriksakan penyakit mereka meskipun penyakit tersebut tergolong parah seperti penyakit jantung. Beberapa responden lebih memilih untuk mengobatinya menggunakan obat-obatan di warung ataupun puskesmas.

Disamping masalah kesehatan, peneliti juga melihat pertimbangan akses terhadap fasilitas kesehatan yang ada di desa. Jaminan kesehatan yang diterima oleh penduduk juga menjadi bagian dari kajian penelitian ini. Sehingga refleksi

Tabel 2 10 Total Hari Rawat Inap

0 10 20 30 40 50 60

Jaminan Kesehatan

(36)

mengenai keadaan penduduk menjadi lebih jelas untuk dikaji lebih lanjut. Berikut ini merupakan diagram yang menunjukkan jumlah penduduk yang mendapatkan jaminan kesehatan atau asuransi.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa jaminan kesehatan yang diterima oleh responden tergolong sangat rendah. Bahkan jika peneliti membandingkan antara jumlah responden yang menerima jaminan kesehatan dari masing-masing indikator selalu kurang dari 10 orang. Hal ini tentunya sangat memperihatinkan jika mengingat kecendrungan pekerjaan sebagian masyarakat di Desa Kemantren yang membutuhkan jaminan kesehatan. Baik dari perusahaan tempat mereka bekerja ataupun dari pemerintah. Jaminan kesehatan yang harusnya menjadi hak dari warga miskin seperti kartu sehat dan kartu miskin tidak tersalur dengan baik. Hal yang sama juga diakui oleh kepala Desa Kemantren ketika melakukan social mapping. Beliau mengatakan bahwa tidak meratanya jumlah penerima kartu miskin dan kartu sehat, karena adanya keterlambatan data dan dana dari pihak pemerintah daerah.

Jika menghubungkan masalah tersebut dengan pranata politik, maka terlihat bahwa tidak adanya transparansi dalam penyaluran dana dan data kartu jaminan kesehatan terhadap warga miskin di Desa Kemantren. Kurangnya pengawasan dari aparatur desa menjadi permasalahan yang umum terjadi dalam suatu implementasi kebijakan pemerintah. Disamping itu, sikap masyarakat yang cenderung menerima kebijakan secara apa adanya mendorong legitimasi yang semakin kuat dalam politik di kalangan petinggi desa.

(37)

2.2.4 Pendidikan Kepala Keluarga

Gambaran umum berikut

ini akan

menjadi

patokan peneliti dalam

menganalisis tingkat pendidikan kepala rumah tangga.

Gambaran umum tersebut merupakan tingkat pendidikan masyarakat berdasarkan beberapa indikator pendidikan. Sebesar 76% tingkat pendidikan kepala rumah tangga dikategorikan rendah sedangkan 24% sisanya terbagi kedalam kategori rendah dan sedang. Hal ini tentu menjadi suatu kendala dalam usaha pemberdayaan masyarakat di Desa Kemantren. Peneliti melihat bahwa rendahnya tingkat pendidikan tersebut, juga di dorong oleh tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap pendidikan. Peneliti melihat faktor ekonomi sebagai salah satu faktor yang cukup dominan terhadap alasan penduduk tidak bersekolah. Disamping itu, peneliti juga mempertimbangkan rendahnya akses terhadap pendidikan di masa lalu, sehingga sebagian besar kepala rumah tangga tidak memiliki keahlian yang cukup untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. Hal tersebut juga selaras dengan mayoritas pekerjaan masyarakat di Desa Kemantren yang bekerja sebagai pekerja kasar.

Diagram 2 7 Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga

75.51%

12.24% 12.24%

Tingkat Pendidikan Kepala rumah tangga

(38)

Berikut ini merupakan bentuk-bentuk partisipasi pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga.

Merujuk pada tabel diatas, terlihat bahwa tingkat pendidikan formal dan nonformal di Desa Kemantren sangat rendah. Dari segi partisipasi pendidikan, lebih dari 50% responden mengatakan bahwa mereka pernah bersekolah. Namun dari jumlah tersebut, lebih dari setengahnya adalah lulusan sekolah dasar. Sedangkan sisanya tersebar di jenjang SMP, SMA, dan kurang dari 5 responden yang menempuh pendidikan hingga D3, S1 ataupun S2. Terlihat bahwa taraf pendidikan masyarakat di Desa Kemantren sangat rendah. Padahal jika dihubungkan dengan struktur masyarakat saat ini, jenjang lulusan sekolah dasar tidak mampu bersaing dalam dunia pekerjaan. Kecendrungan ini juga dapat dilihat dari sudut pandang pemahaman masyarakat tentang pendidikan. Mereka cenderung menganggap bahwa bekerja lebih penting dibandingkan sekolah. Tabel 2 12 Klasifikasi Tingkat Pendidikan Kepala

Rumah Tangga

Tidak ada biaya Bekerja menikah lainnya 0

Pernah Sekolah Tidak pernah sekolah

0

(39)

Pemahaman ini kemudian diwariskan melalui orang tua ataupun orang-orang disekitarnya.

Disamping itu, data tersebut juga memberikan suatu gambaran tentang jumlah penduduk yang tidak pernah menempuh bangku sekolah. Jumlahnya relatif lebih sedikit jika dibandingkan jumlah penduduk yang pernah menempuh pendidikan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya adalah tidak memiliki biaya, desakan untuk bekerja, menikah, serta alasan lainnya yang sejenis. Grafik menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut adalah pendorong utama masyarakat untuk tidak bersekolah. Tidak adanya biaya menjadi salah satu alasan utama responden disamping faktor lain yang juga dominan. Rendahnya penghasilan orang tua memperkecil peluang mereka untuk bisa bersekolah. Desakan dari struktur ekonomi, menjadi alasan utama dalam melihat fenomena tersebut.

Disamping itu, terjadi suatu konstruksi pola fikir di masyarakat Kemantren bahwa pendidikan adalah sesuatu yang dianggap kurang penting. Sekolah formal dianggap terlalu banyak menghabiskan biaya, sedangkan kebutuhan hidup terus meningkat. Sehingga untuk mensiasati hal tersebut, anak mereka harus bekerja sedini mungkin untuk membantu penghasilan keluarga. Statistik jenjang pendidikan formal semakin memperkuat hal tersebut. Pewarisan pola fikir orang tua yang cenderung pendek, juga terjadi di masyarakat Kemantren. Umumnya, mereka akan menikahkan anaknya dengan laki-laki yang dianggap telah mapan. Tujuannya adalah untuk meringankan beban hidup keluarga. Melalui pernikahan tersebut, diharapkan bahwa kehidupan wanita tersebut akan terjamin dan dinafkahi oleh laki-laki yang dinikahinya.

(40)

mengatakan bahwa mereka pernah mengikuti kursus keahlian seperti menjahit sedangkan sisanya mengikuti kursus dalam bentuk yang berbeda. Disini peneliti mendapatkan suatu gambaran bahwa pemerataan pemberdayaan masyarakat di Desa Kemantren masih tidak merata. Padahal jika merujuk pada hasil social mapping sebelumnya, beberapa organisasi dan program desa telah dijalankan. Namun peneliti melihat adanya kenyataan yang berbeda di lapangan. Perbandingan antara mereka yang mengikuti kursus dan tidak masih sangat jauh berbeda. Faktor lain yang mungkin terjadi adalah adanya antusiasme penduduk yang rendah terhadap program pemberdayaan masyarakat desa.

BAB III

Status Sosial dan Ekonomi

3.1 Kondisi Fisik dan Keadaan Perumahan

Kondisi fisik dan keadaan perumahan penduduk

merupakan salah

satu acuan

dalam melihat 36.73%

55.10% 8.16%

Tingkat Keadaan rumah penduduk

(41)

tingkat kemajuan perekonomian di suatu wilayah. Secara umum, tinggi rendahnya tingkat kondisi fisik dan perumahan penduduk, cukup mampu memberikan gambaran umum tentang kehidupan masyarakat di Desa Kemantren.

Diagram diatas menunjukkan perbedaan tingkat keadaan fisik rumah penduduk, dimana lebih dari 50% keadaannya berada pada kategori sedang. Hal ini juga menunjukkan bahwa terjadi pemerataan kondisi rumah di beberapa wilayah desa. Namun disamping itu, sekitar 37% rumah penduduk berada pada kategori rendah. Jumlah tersebut tergolong cukup tinggi mengingat hanya 8% penduduk yang memiliki rumah dalam kategori tinggi. Jika merujuk pada keterangan sekretaris desa, tingkat kesejahteraan penduduk tidak bisa diukur berdasarkan kondisi rumahnya. Peneliti sedikit banyak setuju dengan pendapat tersebut, karena beberapa rumah responden tergolong layak huni meskipun mereka bekerja sebagai buruh atau kuli sekalipun. Ada beberapa indikator yang menjadi pertimbangan peneliti dalam menentukan tingkat kesejahteraan penduduk. Rinciannya terdapat dalam beberapa tabel dan diagram berikut.

Merujuk pada hal tersebut, status

Diagram 3 1 Tingkat Keadaan Rumah Penduduk

4.00%

Status Tempat Tinggal

(42)

kepemilikan rumah menjadi salah satu perhatian peneliti sebagaimana dalam tabel berikut ini.

Jika mengacu kepada tabel diatas, terlihat bahwa 96 % status tempat tinggal penduduk adalah hak kepemilikan sendiri. Hal tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tinggak di kontrakan milik saudara yang berjumlah sekitar 4%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kemantren memiliki rumah hunian sendiri. Meskipun demikian, rumah tersebut umumnya adalah rumah warisan dan bukan rumah baru yang dibangun secara mandiri. Hal ini juga menunjukkan tingkat mobilisasi penduduk dalam hal pembangunan rumah secara mandiri yang cenderung rendah. Beberapa responden mengaku bahwa rumah warisan tersebut adalah hasil peninggalan dari orang tua mereka, sehingga telah menjadi suatu kebiasaan yang turun temurun. Disamping itu, tingginya tingkat kepemilikan rumah sendiri menunjukkan bahwa penduduk Kemantren memiliki tingkat kewajiban membayar pajak yang juga tergolong tinggi.

(43)

Adapun komponen lain terdiri dari jenis atap, dinding, dan lantai terluas bangunan.

2.00%

98.00%

Jenis Dinding

Bambu Tembok

2.00% 12.21%

10.21%

73.57%

2.00%

Jenis Lantai

Tanah Plester Tegel Keramik Marmer

18.82%

81.18%

Jenis Atap

(44)

Tabel diatas menyajikan beberapa data mengenai jenis atap, lantai dan dinding rumah penduduk. Sekitar 2% responden menyatakan bahwa jenis dinding tempat tinggal mereka adalah bambu. Sedangkan 98% sisanya merupakan warga yang pada umumnya sudah memakai bahan dinding berupa tembok. Ini menujukkan bahwa sebagian besar warga Desa Kemantren sudah mampu untuk memiliki bangunan layak huni serta tingkat perekonomian warga Kemantren yang bisa dikatakan cukup baik. Hal tersebut juga terlihat pada jenis atap dan lantai rumah penduduk.

Sekitar 19 % responden menggunakan Asbes sebagai atap rumah mereka. Selanjutnya 81 % responden menyatakan bahwa atap rumah mereka adalah genteng. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar warga Kemantren pada umumnya sudah menggunakan genteng sebagai jenis atap utama yang jauh lebih aman dan nyaman. Hal ini juga mengindikasikan tingkat daya beli penduduk terhadap atap juga tergolong tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada jenis dinding penduduk yang sebagian besar adalah tembok.

Analisis berikutnya, merupakan jenis lantai yang digunakan di rumah penduduk. Sebagian besar warga menggunakan jenis lantai berupa keramik Diagram 3 3 Jenis Bahan Rumah

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

(45)

dengan persentase sebesar 74%. Lalu 12 % penduduk menggunakan plester sebagai alas rumah mereka. Selanjutnya bahan bangunan lantai berupa tegel masih digunakan oleh beberapa rumah di dengan presentase hanya mencapai 10%. Sedangkan jumlah penduduk yang menggunakan jenis lantai yang dapat dikategorikan mahal seperti marmer hanya berkisar 2 %. Persentase dengan jumlah yang sama terlihat pada responden yang masih menggunakan tanah sebagai alas rumah mereka sebesar 2 %.

Diagram diatas menunjukkan tingkat variasi luas bangunan rumah responden. Merujuk pada data tersebut, rumah penduduk dengan luas terkecil adalah seluas 28 m2 dengan frekuensi berjumlah 1 orang. Sedangkan jumlah luas

rumah penduduk terluas adalah seluas 1000 m2 dengan frekuensi yang sama.

Terdapat perbedaan yang sangat jauh antara penduduk dengan luas bangunan terkecil dan terluas. Peneliti melihat bahwa terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara penduduk yang kaya dan yang miskin berdasarkan luas bangunan rumah. Berdasarkan informasi aparatur desa setempat, umumnya masyarakat banyak mendapatkan warisan dari orang tua mereka, sehingga sangat jarang terjadi pemberdayaan terhadap penduduk yang miskin oleh penduduk yang kaya. Namun disamping itu, luas wilayah rumah penduduk di Desa Kemantren berada pada kisaran 60 hingga 150 m2. Hal tersebut juga diperkuat melalui observasi langsung

(46)

peneliti terhadap luas bangunan rumah penduduk yang hampir merata di setiap tempat.

Selain mempertimbangkan luas bangunan, peneliti juga membandingkan hasil tersebut dengan luas tanah yang dimiliki oleh penduduk.

Keadaan rumah penduduk juga dapat dilihat pada perbandingan luas antara bangunan rumah dan luas tanah. Peneliti telah membandingkan antara kedua indikator tersebut dan menemukan bahwa sebagian besar wilayah rumah penduduk memiliki luas yang hampir sama dengan luas tanah tempat bangunan

Tabel 3 2 Luas Tanah

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

(47)

berdiri. Disamping itu, perbandingan antara jumlah luas lahan dapat dikategorikan berbanding lurus dengan luas tanah,

dimana luas tanah terkecil adalah 32 m2 dan luas tanah terluas adalah 1500 m2.

Adanya jarak yang terlalu dekat antara luas wilayah rumah dan wilayah tanah, menyebabkan sebagian besar penduduk memiliki teras rumah yang sangat kecil. Bahkan di beberapa rumah responden, luas bangunan memiliki luas yang sama dengan dengan luas tanah. Namun secara umum, luas tanah penduduk berada pada kisaran 90 hingga 150 m2.

Diagram pie tersebut menjadi patokan peneliti dalam melihat akses air penduduk. Sebesar 59% penduduk menggunakan sumur pribadi sebagai sumber air utama. Terlebih untuk kegiatan seperti memasak, mandi dan bentuk pemanfaatan lainnya. Disamping itu, sebanyak 21% responden menggunakan sumur secara komunal. Dalam pranatanya, pemanfaatan sumur tersebut umumnya digunakan oleh masyarakat yang memiliki kekerabatan yang dekat. Hal tersebut

Diagram 3 4 Sumber Air

sumur komunal;

sumur komunal sumur pribadi PDAM lainnya

<10; 59.18% >10; 40.82%

JARAK SUMBER AIR KE TEMPAT PENAMPUNGAN

(48)

juga ditunjang dengan struktur perumahan penduduk yang mengelompok berdasarkan kekerabatan mereka. Lebih jauh, sebanyak 18% responden menggunakan aliran air dari PDAM. Namun distribusi penggunan air belum merata di seluruh desa. Umumnya penduduk yang dekat dengan pusat perekonomian desa seperti di wilayah Krajan dan Alas Kulak. Lebih lanjut, hanya 2% penduduk yang memanfaatkan sumber air lainnya.

Peneliti membandingkan antara jarak sumber air dengan tempat penampungan tinja, untuk mengetahui akses penduduk terhadap

kebersihan dan ketersediaan air bersih. Sekitar 59 % responden membuat penampungan tinja mereka kurang dari 10 m dari sumber air. Masyarakat Kemantren belum begitu sadar tentang pentingnya jarak antara sumber air dan tempat penampungan. Umumnya mereka hanya mempertimbangkan efektifitas akses terhadap air tanpa mempertimbangkan kebersihannya. Sedangkan 41 % sisanya telah memberikan jarak lebih dari 10 m antara sumber air dengan tempat pembuangan tinja.

Diagram 3 5 Jarak Sumber air ke

tidak ada;

2.04% bersama; 2.04%

sendiri; 95.92%

Fasilitas BAB

(49)

Statistik menunjukkan bahwa 96% masyarakat Kemantren telah memiliki fasilitas BAB sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kemantren sangat mempertimbangkan masalah kebersihan kamar mandi. Hal ini juga sangat berkaitan dengan berbagai jenis penyakit yang mungkin muncul jika kebersihan kurang dijaga. Namun demikian terdapat sebagian kecil responden yaitu sebesar 2% belum memiliki fasilitas BAB sendiri. Umumnya mereka menggunakan sungai. Sedangkan 2 % penduduk lainnya menggunakan sistem kamar mandi bersama.

44

Diagram 3 6 Fasilitas

Diagram 3 7 Jenis Kloset cemplung;

2.04% plengsengan; 6.12%

kloset jongkok; 79.59% kloset duduk;

12.24%

jenis kloset

LAUT/PANTAI/ SUNGAI/DANAU; 6.12%

KOLAM/ SAWAH/ TEGAL; 2.04% LAINYA; 4.08%

(50)

Masyarakat Desa Kemantren mengalami perubahan sosial dalam bentuk modernisasi fasilitas BAB. Dahulu, mereka memanfaatkan aliran sungai untuk buang air ke besar. Namun perubahan dalam peremajaan teknologi mendorong masyarakat untuk beralih dari kamar mandi umum menuju kamar mandi yang bersifat private. Penduduk yang belum mampu melakukan peremajaan fasilitas dianggap sebagai penduduk yang memiliki tingkat perekonomian yang masih rendah. Merujuk pada data yang ada, sekitar 80 % penduduk sudah memiliki kamar mandi pribadi dengan jenis kloset jongkok, 12 % kloset duduk, 6 % memanfaatkan plengsengan sebagai tempat buang air besar, dan 2% sisanya di cemplung. Stratifikasi juga dapat dilihat dari jenis kloset yang digunakan untuk buang air besar. Namun secara garis besar masyarakat Kemantren sudah memiliki tempat untuk buang air besar secara pribadi.

Diagram diatas

menunjukkan ada sekitar 88%

responden yang

menggunakan tangki sebagai tempat pembuangan akhir. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tingginya jumlah penduduk yang memiliki tempat buang air besar secara pribadi.

PELITA/SENTIR/

OBOR; 4.08% LISTRIK NON PLN; 2.04%

LISTRIK PLN; 93.88%

SUMBER PENERANGAN

(51)

Sebagian kecil sisanya yaitu sekitar 6 % menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir. 2 % memanfaatkan tegalan di dekat desa, dan 4 % sisanya memanfaatkan tempat-tempat umum lainnya.

Dari penelitian di Desa

Kemantren, hampir seluruhnya memanfaatkan listrik PLN dengan persentase sebesar 94%. Namun demikian, tidak semua responden menggunakan listrik dari PLN, dimana terdapat 2% responden menggunakan listrik non PLN seperti genset, dan 4% sisanya menggunakan obor. Hal ini dapat dilihat sebagai indikasi adanya penyaluran listrik yang tidak merata. Jumlah tersebut juga memberikan gambaran bahwa masih ada penduduk yang tidak mampu untuk mendapatkan akses listrik yang layak. Masyarakat yang tidak mendapatkan akses terhadap ketersediaan listrik menunjukkan bahwa di Desa Kemantren masih terdapat penduduk yang memiliki struktur ekonomi yang sangat rendah.

Diagram 3 9 Sumber

KAYU BAKAR; 16.33%

ELPIJI/GAS; 83.67%

bahan bakar untuk memasak

(52)

Pemanfaatan bahan bakar untuk memasak akan memberikan gambaran tentang akses penduduk terhadap ketersediaan sumber daya yang ada. Diagram tersebut menyajikan bahwa sebesar 84% responden menggunakan gas/elpiji untuk sebagai bahan bakar utama untuk keperluan memasak. Jumlah tersebut tergolong tinggi, yang menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan gas/elpiji juga tinggi. Disamping itu, terdapat sekitar 16% sisanya masih memanfaatkan kayu bakar. Masyarakat sudah melakukan perubahan dari kayu bakar ke gas/elpiji. Dahulu kayu bakar masih menjadi bahan bakar utama, namun sekarang masyarakat lebih cenderung menggunakan gas elpiji. Meskipun terkadang masyarakat juga menggunakan keduanya untuk kebutuhan sehari-hari.

3.2 Pengeluaran Rumah Tangga

(53)

Pengeluaran pokok rumah tangga diklasifikasikan dalam beberapa indikator yaitu intensitas beras dalam satu bulan, konsumsi umbi-umbian, sayur-sayuran, dan buah-buahan, pengeluaran rumah tangga sangat berkaitan erat dengan tingkat pendapatan keluarga dalam kurun waktu satu bulan. Klasifikasi dalam diagram diatas menunjukkan beberapa perbandingan, dimana 49% pengeluaran keluarga berada pada kategori rendah, 41% berkategori sedang, dan hanya 10% tingkat kategori tinggi.

Diagram 3 11 Pengeluaran Kebutuhan Pokok

48.98% 40.82%

10.20%

Pengeluaran kebutuhan Pokok

(54)

Berdasarkan observasi dan analisis peneliti, setiap bulannya rumah tangga setidaknya menghabiskan sebanyak 25 kg beras. Jumlah tersebut jika dirata-rata, maka pengeluaran beras perminggu berada pada kisaran 5 hingga 6 kg. Disamping pengeluaran beras, pengeluaran sayur-sayuran juga tergolong sedang dan rendah. Konsumsi penduk utamanya adalah sayur kangkung dan tahu serta tempe. Masyarakat umumnya tidak mengkonsumsi daging, ataupun ayam karena harganya yang tidak terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rendah dan sedang memiliki persentase yang hampir sama. Jenis konsumsi makanan pokok rumah tangga hampir merata di seluruh wilayah desa. Hanya 10% dari tingkat pengeluaran pokok tergolong tinggi. Artinya, hanya sebagian kecil penduduk yang mengkonsumsi makanan pokok dalam kategori tinggi seperti daging dan ikan ataupun pengeluaran makanan dalam jumlah besar. Umumnya, penduduk hanya mengkonsumsi makanan yang sama dalam kurun waktu satu minggu seperti tahu dan tempe. Variasi bahan makanan seperti makanan jadi sangat jarang dikonsumsi oleh penduduk. Disamping itu, tingkat pengeluaran untuk konsumsi rokok tergolong cukup rendah.

Tingkat konsumsi penduduk terhadap makanan jadi ditunjukkan oleh diagram tersebut dimana 90% responden berada pada kategori rendah. Bentuk-bentuk makanan jadi seperti roti, biskuit ataupun bakso dan gado-gado umumnya jarang dikonsumsi secara rutin. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis makanan tersebut yang bersifat sekunder, tidak menjadi prioritas utama penduduk.

Diagram 3 12 Tingkat Konsumsi

(55)

Disamping itu, sekitar 67% penduduk berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Desa Kemantren tidak mengkonsumsi rokok dalam jumlah tinggi. Meskipun terdapat 29% sisanya mengkosumsinya dalam jumlah yang relatif tinggi.

Diagram diatas menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi dalam tingkat pengeluaran bukan makanan. Peneliti melihat adanya tingkat pengeluaran yang sangat tinggi di oleh beberapa responden. Ada beberapa indikator yang menjadi acuan dalam pengeluaran bukan makan diantaranya adalah pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan, pengeluaran rekening listrik, aneka barang dan jasa, pakaian, barang tahan lama, pajak, pungutan dan keperluan pesta. Deskripsi pengeluaran bukan makanan menunjukkan tingkat daya beli penduduk terhadap berbagai barang dan jasa. Persentase penduduk dengan tingkat pengeluaran berkategori rendah mengindikasikan bahwa kemampuan daya beli penduduk berada pada tingkat yang sama. Prioritas utama pengeluaran keluarga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Peneliti melihat rendahnya kemampuan beli masyarakat juga merupakan sebuah manifestasi dari penghasilan penduduk yang berkategori sedang.

Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Kemantren berjalan sangat lambat sehingga struktur ekonomi relatif stagnan. Kemampuan penduduk yang

Diagram 3 13 Tingkat Pengeluaran bukan Makanan 97.96%

2.04%

Tingkat Pengeluaran Bukan Makanan

(56)

umumnya mengandalkan kemampuan fisik dalam mencari nafkah menjadi salah satu alasan meratanya kemampuan ekonomi dalam daya beli barang. Peneliti melihat jauhnya ketimpangan tersebut, menunjukkan struktur masyarakat Kemantren juga dipengaruhi oleh kesenjangan dalam kemampuan ekonomi. Umumnya, penduduk memiliki kekayaan karena memiliki lahan tegalan ataupun sawah yang luas. Namun tingkat kekayaan tersebut tidak secara serta merta memberikan status yang tinggi di dalam masyarakat. Karena beberapa responden yang tergolong kaya, tetap menduduki peran sebagai warga biasa di dalam masyarakat.

3.3 Sumber Penghasilan

Diagram diatas menunjukkan tentang gambaran umum tingkat penghasilan penduduk. Sebesar 57 % responden memiliki penghasilan pada kategori sedang. Klasifikasi ini didasarkan pada beberapa indikator seperti jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga yang bekerja. Tingkat penghasilan yang tergolong sedang tersebut menunjukkan bahwa perekonomian masyarakat dalam hal pendapatan terbilang cukup mearata. Hal tersebut tidak terlepas dari pekerjaan sebagian besar penduduk sebagai pekerja kasar, sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat secara umum. Namun disamping itu, tingkat persentase penduduk yang dikategorikan rendah juga tergolong cukup tinggi yaitu sekitar 37%. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa penduduk yang mendapatkan penghasilan yang lebih rendah dibandingkan penduduk lain.

Diagram 3 14 Tingkat Penghasilan

34.69%

57.14% 8.16%

Tingkat Penghasilan

(57)

Rendahnya tingkat pendapatan tersebut disebabkan jenis pekerjaan penduduk yang tidak menetap dan cenderung berubah. Sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan mereka dalam kurun waktu tertentu. Hampir tidak ada jumlah pendapatan yang menetap, terlebih bagi penduduk yang bekerja sebagai pekerja kasar seperti kuli dan buruh.

Lebih jauh, beberapa tabel berikut juga memberikan rincian mengenai penghasilan penduduk.

Berikut ini data mengenai jenis pekerjaan penduduk dan tingkat pendapatannya.

Jika mengacu pada tabel di atas, berdasarkan pengamatan serta analisis yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa umumnya pekerjaan penduduk masuk dalam kategori lainnya. Artinya pekerjaan penduduk bervariasi pada tingkat lainnya. Umumnya, penduduk yang dikategorikan sebagai lainnya, adalah mereka para kuli dan jenis-jenis pekerjaan kasar lainnya. Perbedaan kategori ini juga didasarkan pada keterangan dari responden bahwa jenis-jenis pekerjaan kasar seperti buruh dan kuli memiliki pendapatan yang berbeda-beda.

(58)

Tingginya jenis pekerjaan kepala rumah tangga yang merupakan kuli, memberikan gambaran bahwa sebagian besar penduduk menggantungkan kehidupannya pada kemampuan fisik mereka dalam bekerja. Lebih jauh, jenis pekerjaan tersebut juga sangat mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Merujuk pada grafik tingkat pendapatan, terjadi perbedaan yang cukup tinggi di kalangan masyarakat Kemantren. Umumnya, profesi seperti TNI / Polri, wiraswasta, dan petani pemilik lahan, memiliki pendapatan yang tergolong tinggi dan cenderung tetap. Hal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah pendapatan para buruh dan kuli yang memiliki pendapatan bulanan kurang dari < 500.000 – 1.000.000. Terlihat bahwa tingkat pendidikan, keahlian serta modal ekonomi seseorang dapat mempengarui jenis pekerjaan dan tingkat pendapatannya. Disamping itu, Desa Kemantren ini dapat digolongkan sebagai desa berkembang dimana tingkat sumber daya manusia yang dimiliki masih relatif rendah dengan tingkat pendapatan yang tergolong sedang.

Disamping itu, tabel berikut ini menyajikan jenis pekerjaan sampingan serta pendapatan yang di peroleh oleh kepala rumah tangga.

(59)

Jika mengacu pada beberapa grafik di atas, terlihat bahwa sebagian besar warga Desa Kemantren tidak memiliki pekerjaan sampingan. Jenis pekerjaan mereka yang sebagian besar sebagai kuli dan buruh, mengharuskan mereka bekerja dari pagi hingga sore hari. Jam kerja yang demikian, kemudian menghambat mereka untuk melakukan pekerjaan sampingan. Disamping itu, tingkat keahlian dan pendidikan masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat inovasi mereka dalam menciptakan pekerjaan. Hanya sebagian kecil penduduk yang memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini terlihat dalam grafik diatas di mana jenis-jenis pekerjaan sampingan juga memerlukan modal dan keterampilan khusus.

Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk memiliki keterampilan yang masih kurang, sehingga mereka hanya mengandalkan pekerjaan pokok sebagai penghasilan utama. Perlu dikembangkan suatu bentuk sumber daya manusia untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Semakin bervasriasi keterampilan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat variasi pekerjaan dan pendapatan seseorang.

Lebih lanjut, berikut ini merupakan data pekerjaan Bapak / Ibu Selain Kepala Rumah Tangga.

54

Tabel 3 4 Pekerjaan Sampingan

0

(60)

Sedangkan penghasilan Bapak / Ibu selain Kepala Rumah Tangga tersaji dalam grafik berikut ini.

4

Struktur keluarga di Desa Kemantren umumnya menempatkan suami sebagai kepala rumah tangga. Istri menjalankan perannya sebagai pengurus anak dan hal-hal yang berkaitan dengan urusan dapur. Sedangkan suami akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini dapat dapat dilihat bahwa pranata keluarga di Desa Kemantren menempatkan ruang private kepada istri, sedangkan ruang public dijalankan oleh suami. Namun demikian, grafik diatas menunjukkan bahwa ada beberapa keluarga yang memiliki pranata yang berbeda. Ruang public tidak hanya menjadi milik suami, namun juga menjadi milik istri. Hal tersebut terlihat dimana istri juga ikut bekerja selain kepala rumah tangga.

Tabel 3 5 Jenis Pekerjaan lain dan tingkat Pendapatan

Tabel 3 6 Jenis Pekerjaan dan penghasilan selain Kepala Rumah Tangga

<500000-1 juta <2 juta-2,5 juta >2,5 juta 0

Penghasilan Selain Kepala Rumah Tangga

Gambar

Tabel 2 1 Usia Responden
Tabel 2 2 Jenis Kelamin Responden
Tabel 2 3 Usia Kepala Rumah Tangga
Tabel tersebut menunjukkan jumlah hari yang diderita responden ketika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya tari topeng atau Wayang T openg di Jawa membawakan cerita Panji yang  popular dengan sebutan :Siklus Panji, yaitu peristiwa yang menceritakan pengembaraan.. Raden

Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi obyek yang akan di teliti dalam hal ini adalah untuk memperoleh data-data secara langsung dari perusahaan tehnik yang di

Perbedaan hasil konversi pakan yang terjadi di antara ayam broiler sebagai kontrol dan yang dikenai perlakuan dapat terjadi diduga karena kurang efisiennya

Penilaian Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk melakukan penilaian terhadap rencana usaha Pokmas yang diajukan kepada BUMDesa untuk memperoleh pinjaman murah dana Jalin Matra

Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa MPR selama ini hanya menjadi institusi penonton yang tidak merepresentasikan kehendak rakyat padahal MPR yang

Di dalam Purana disebutkan bahwa Brahman yang menjadikan dirinya sendiri membagi ke dalam tiga fungsi utama, yakni sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur kembali alam

4. Mempermudah guru atau siswa untuk menyelidiki atau menunjukkan sifat-sifat yang berlaku pada suatu objek geometri. Berikut adalah tampilan dari software Geogebra

piranti sekitarannya, yang menggunakan jalur yang cukup panjang dalam ukuran mikrokornputer. Sebagai contoh untai isolasi yang disarankan menurut kebutuhannya adalah bus yang