• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menjelaskan mengenai struktur nafkah rumahtangga petani di wilayah banjir (Desa Wonosoco) dan wilayah tidak banjir (Desa Kalirejo) yang terdiri atas struktur pendapatan, pengeluaran, dan saving capacity. Struktur pendapatan digambarkan melalui grafik yang dibagi ke dalam tiga lapisan, yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas berdasarkan status sosial rumahtangga. Ketiga lapisan menggambarkan pendapatan rumahtangga petani dari sektor on farm, off farm, dan non farm.

Pendahuluan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, rumahtangga memanfaatkan berbagai sumber nafkah untuk memperoleh pendapatan bagi rumahtangganya. Menurut data Sensus Pertanian yang dilakukan BPS (2013), jumlah rumahtangga petani di Indonesia mencapai 63,5 juta rumahtangga pada tahun 2013. Rumahtangga tersebut terdiri atas berbagai sektor pertanian dalam arti luas, diantaranya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian.

Sebagian besar rumahtangga di pedesaan memiliki prioritas sumber nafkah pada sektor on farm atau pertanian. Hal ini dipengaruhi karakteristik pedesaan di Indonesia hingga sekarang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan sebagai sumber nafkah utama rumahtangga. Ellis (2000) menyatakan bahwa tiga klasifikasi sumber nafkah mengacu pada tiga sektor, yaitu sektor farm income, sektor off farm income, dan sektor non farm income. Sektor farm income

merupakan sektor yang memberikan penghasilan bagi rumahtangga dari hasil budidaya pertanian yang dilakukan rumahtangga di lahan milik mereka sendiri. Sektor off farm income merupakan sektor yang memberikan penghasilan bagi rumahtangga dari hasil menjadi buruh tenaga kerja pertanian di lahan bukan milik mereka sendiri. Sedangkan sektor non farm income merupakan sektor yang memberikan penghasilan bagi rumahtangga di luar sektor pertanian. Pada bab ini dijelaskan mengenai sumber-sumber nafkah rumahtangga berdasarkan Ellis (2000) dengan menganalisis struktur pendapatan, struktur pengeluaran, dan struktur saving capacity rumahtangga petani di wilayah banjir dan tidak banjir. Rumahtangga dibagi menjadi tiga lapisan menurut pendapatan, yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas.

Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani di Kedua Wilayah

Pendapatan rumahtangga petani di wilayah banjir diperoleh dari sektor on farm dan non farm. Adapun pekerjaan sektor off farm hanya dilakukan pada waktu tertentu oleh hampir semua petani, yaitu pada musim tanam dan musim panen. Selain itu lebih dari 90 persen rumahtangga petani memiliki hak kepemilikan atas lahan pertanian mereka sendiri.

Rumahtangga petani di wilayah banjir memiliki struktur nafkah yang berbeda dengan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir. Rumahtangga petani di wilayah banjir memiliki sebaran struktur nafkah yang bervariasi. Berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari sektor on farm dan off farm, rumahtangga petani dapat dibagi ke dalam tiga lapisan, yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Rumahtangga petani di wilayah tidak banjir juga dibagi menjadi tiga

lapisan yang terdiri dari lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan bawah. Secara keseluruhan, sektor on farm mendominasi pendapatan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir secara signifikan. Berikut pemaparan struktur pendapatan antara rumahtangga petani di wilayah banjir dan tidak banjir.

Gambar 4 Struktur nafkah rumahtangga petani rata-rata per tahun menurut lapisan di wilayah banjir, Desa Wonosoco tahun 2014-2015

Berdasarkan Gambar 4, secara rata-rata sektor on farm merupakan sektor utama sumber pendapatan rumahtangga petani di wilayah banjir. Sektor on farm

mendominasi hampir di seluruh lapisan, kecuali lapisan bawah. Hal ini dikarenakan sektor on farm pada lapisan bawah tidak mampu mendukung aktifitas nafkah rumahtangga sehingga banyak rumahtangga beralih memanfaatkan sektor

non farm sebagai sumber pendapatan. Berbeda dengan lapisan menengah dan atas, sektor on farm masih menjadi prioritas sumber nafkah rumahtangga petani karena dinilai masih mampu mendukung aktifitas nafkah rumahtangga petani.

Rp- Rp5 Rp10 Rp15 Rp20 Rp25 Rp30 Rp35 Rp40 Rp45

Bawah Menengah Atas Rata-rata

Rp8,1 Rp23,9 Rp27,1 Rp19,7 Rp3 Rp2 Rp5 Rp13 Rp4 Rp14 Rp11 x R p1. 000 .000 / T ah un

31

Gambar 5 Struktur nafkah rumahtangga petani rata-rata per tahun menurut lapisan di wilayah tidak banjir, Desa Kalirejo tahun 2014-2015 Berdasarkan Gambar 5, sektor on farm lebih mendominasi dibandingkan sektor off farrm dan non farm. Pendapatan dari sektor on farm di wilayah tidak banjir tergolong tinggi. Komoditas tanaman yang dibudidayakan di wilayah tidak banjir lebih beragam dibandingkan komoditas tanaman yang dibudidayakan di wilayah banjir. Komoditas tanaman yang dibudidayakan di wilayah tidak banjir, diantaranya tanaman padi, tanaman hortikultura (melon, semangka, cabe), dan tanaman ladang lainnya. Sedangkan komoditas tanaman di wilayah banjir cenderung hanya membudidayakan tanaman padi. Pada lapisan bawah diketahui bahwa pendapatan rata-rata rumahtangga petani dari sektor on farm dan non farm

masing-masing yaitu Rp 24,1 juta dan Rp 9 juta. Pada lapisan menengah diketahui pendapatan rumahtangga petani dari sektor on farm, off farm dan non farm

masing-masing yaitu Rp 38,5 juta, Rp 5 juta dan Rp 20 juta. Sedangkan pada lapisan atas diketahui pendapatan ruumahtangga petani dari sektor on farm dan

non farm yaitu Rp 99,1 juta dan Rp 32 juta. Pada lapisan bawah dan atas tidak dijumpai kontribusi sektor off farm terhadap pendapatan rumahtangga petani. Hal ini dikarenakan jarang dijumpai rumahtangga yang bekerja pada sektor off farm di wilayah tidak banjir.

Rp- Rp20 Rp40 Rp60 Rp80 Rp100 Rp120 Rp140

Bawah Menengah Atas Rata-rata

Rp24,1 Rp38,5 Rp99,1 Rp53,9 Rp- Rp5 Rp- Rp2 Rp9 Rp20 Rp32 Rp20 x R p1. 000. 000 / T ah un

Gambar 6 Komposisi pendapatan rata-rata rumahtangga petani menurut lapisan di wilayah banjir, Desa Wonosoco tahun 2014-2015

Secara rata-rata, hampir 60 persen pendapatan rumahtangga petani di wilayah banjir berasal dari sektor on farm. Rumahtangga petani sangatbergantung pada lahan pertanian mereka. Banjir yang datang dalam kurun waktu lama menyebabkan gagal panen yang berpengaruh signifikan pada penurunan tingkat pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu, pada lapisan bawah rumahtangga beradaptasi dengan beralih pada sektor non farm untuk mempertahankan aktifitas nafkahnya pada saat krisis banjir.

Gambar 7 Komposisi pendapatan rata-rata rumahtangga petani menurut lapisan di wilayah tidak banjir, Desa Kalirejo tahun 2014-2015

38% 77% 62% 56% 0% 9% 4% 14% 61% 14% 33% 30% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Bawah Menengah Atas Rata-rata

On Farm 0ff Farm Non Farm

74% 60% 76% 71% 8% 2% 26% 32% 24% 27% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Bawah Menengah Atas Rata-rata

33

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui secara persentase bahwa kontribusi sektor on farm pada rumahtangga petani lapisan bawah, menengah, dan atas lebih tinggi dibandingkan sektor off farm dan non farm. Kontribusi sektor on farm pada rumahtangga petani lapisan bawah sebesar 74 persen. Kontribusi sektor on farm

pada rumahtangga petani lapisan menengah sebesar 60 persen. Sedangkan kontribusi sektor on farm pada rumahtangga petani lapisan atas sebesar 76 persen. Dominasi sektor on farm terhadap total pendapatan rumahtangga petani dipengaruhi oleh pendapatan yang dihasilkan dari budidaya tanaman hortikultura, seperti melon, semangka, dan cabe yang dilakukan pada musim tanam III yang meningkatkan pendapatan rumahtangga petani secara signifikan.

Lapisan Bawah

Rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah banjir memiliki pendapatan kurang dari Rp 19,5 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut didominasi oleh sektor non farm sebesar 61 persen yang disusul oleh sektor on farm sebesar 38 persen. Ketergantungan rumahtangga petani lapisan bawah terhadap sektor non farm

tergolong tinggi. Lahan pertanian milik rumahtangga tidak mampu menjadi sumber pendapatan utama dikarenakan rentan terkena krisis banjir. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani yang berada di lapisan bawah yaitu 16 rumahtangga dari total 35 rumahtangga petani responden.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah pada sektor on farm rata- rata yaitu Rp 8 juta setiap tahun. Jumlah tersebut sangat sedikit dan kurang untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga selama satu tahun. Sedangkan rata-rata luas lahan pertanian rumahtangga petani lapisan bawah kurang dari 0,5 hektar. Sebagian beras hasil panen tidak dijual namun digunakan untuk konsumsi sendiri sehingga rumahtangga petani lapisan bawah tidak perlu membeli beras untuk konsumsi pangan mereka. Uang hasil pendapatan dari sektor on farm biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan lauk pauk, seperti daging, ikan, susu, buah-buahan dan lain-lain. Sebagian sisanya digunakan sebagai modal untuk berusahatani kembali pada musim tanam berikutnya.

Sektor non farm merupakan sektor pendukung pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah. Sebagian besar pendapatan rumahtangga lapisan bawah berasal dari usaha membuka warung kecil-kecilan di rumah. Usaha ini dapat membantu rumahtangga petani lapisan bawah rata-rata Rp 13 juta setiap tahun. Secara keseluruhan, sektor non farm berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah rata-rata sebesar 61 persen. Berikut penuturan dari Bapak SWD (55) :

“Warung ini buat usaha kecil-kecilan dek. Ya, hasilnya tidak seberapa tapi paling tidak bisa buat nambah-nambah pemasukan. Sehari-hari biasanya dapat Rp 10.000,- dari hasil penjualan di warung”

Berdasarkan penuturan Bapak SWD (55) pendapatan dari warung kecil- kecilan di rumah tergolong tidak tinggi. Namun usaha ini mampu membantu rumahtangga tetap bertahan dalam krisis. Warung menjadi sumber pendapatan lain selain bertani dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan on farm akibat banjir yang merendam sawah rumahtangga.

Sedangkan pada rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah tidak banjir memiliki pendapatan dibawah Rp 45 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut didominasi oleh sektor on farm sebesar 74 persen yang disusul oleh sektor non farm sebesar 26 persen. Ketergantungan rumahtangga petani lapisan bawah terhadap sektor on farm tergolong tinggi. Sebagian besar rumahtangga petani memanfaatkan sektor on farm sebagai sumber nafkah utama yang memiliki kontribusi tinggi terhadap pendapatan rumahtangga petani. Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah pada sektor on farm rata-rata yaitu Rp 24,1 juta setiap tahun. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan primer selama satu tahun di desa yang tergolong semiurban tersebut. Rata-rata luas lahan pertanian yang dimiliki rumahtangga petani lapisan bawah yaitu 0,77 hektar. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani yang berada di lapisan bawah yaitu 15 rumahtangga dari total 35 rumahtangga petani responden.

Sektor non farm merupakan sektor pendukung pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah. Posisi desa yang berada di sepanjang jalan utama lintas Kabupaten Kudus-Purwodadi memberi kesempatan pada rumahtangga petani lapisan bawah untuk memperoleh pendapatan dari sektor non farm. Hampir 26 persen pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah berasal dari sektor non farm yang diusahakan oleh rumahtangga petani, diantaranya bekerja sebagai sopir angkutan, buruh angkut, guru, pedagang pasar, maupun pedagang bibit padi. Keberadaan Pasar Kalirejo sebagai pusat ekonomi desa mendukung peningkatan pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah yang berasal dari sektor non farm. Secara keseluruhan, sektor non farm berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah rata-rata sebesar 26 persen atau Rp 9 juta rupiah setiap tahun.

Lapisan Menengah

Rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah banjir memiliki pendapatan antara Rp 19,5 juta hingga Rp 42 juta setiap tahun. Sektor on farm

masih mendominasi sebagai sektor utama yang berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Sektor on farm berkontribusi sebesar 77 persen, off farm sebesar 9 persen dan sektor non farm berkontribusi sebesar 14 persen dari total keseluruhan pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani lapisan menengah yaitu 7 rumahtangga dari total 35 rumahtangga petani responden.

Luas rata-rata lahan pertanian yang dimiliki rumahtangga petani lapisan menengah yaitu 0,85 hektar. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor on farm yaitu Rp 24 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari dan sebagian untuk keperluan konsumsi non pangan. Namun perlu diketahui, pendapatan tersebut akan turun atau hilang apabila banjir datang yang berakibat gagal panen. Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah akan turun 70 persen lebih. Ketergantungan lapisan menengah terhadap sektor on farm berada dalam kategori tinggi.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah didukung pula oleh sektor non farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor

35

petani lapisan menengah. Sektor non farm cukup membantu untuk mengurangi kehilangan pendapatan dari sektor on farm yang rentan saat banjir datang. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor non farn

yaitu Rp 4 juta setiap tahun. Sektor non farm yang mendukung rumahtangga lapisan menengah cukup beragam, diantaranya dengan menjadi pedagang warung, buruh bangunan, dan aparat desa. Namun pedagang warung merupakan pekerjaan

non farm paling banyak pada rumahtangga petani lapisan menengah.

Sedangkan rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah tidak banjir memiliki pendapatan antara Rp 45 juta hingga Rp 87 juta setiap tahun. Sektor on farm mendominasi sebagai sumber pendapatan utama rumahtangga petani lapisan menengah. Sektor on farm memiliki kontribusi sebesar 60 persen dari keseluruhan total pendapatan rumahtangga petani. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani lapisan menengah yaitu 12 rumahtangga dari total 35 rumahtangga petani responden.

Luas rata-rata lahan pertanian yang dimiliki rumahtangga petani lapisan menengah yaitu 1,1 hektar. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor on farm yaitu Rp 38,5 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut tidak hanya berasal dari hasil panen budidaya tanaman padi saja namun juga berasal dari hasil panen budidaya tanaman hortikultura. Budidaya tanaman hortikultura dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan menengah pada musim III. Komoditas tanaman hortikultura yang diusahakan, diantaranya melon, semangka, cabe, dan lain-lain. Rata-rata pendapatan dari hasil budidaya tanaman hortikultura pada rumahtangga petani lapisan menengah yaitu Rp 13,3 juta atau 34,5 persen dari total pendapatan sektor on farm rumahtangga petani lapisan menengah. Ketergantungan lapisan menengah terhadap sektor on farm tergolong tinggi.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah didukung pula oleh sektor non farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor

non farm menyumbang 32 persen dari total keseluruhan pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Rata-rata pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor non farm yaitu Rp 20 juta rupiah yang didominasi pendapatan menjadi pedagang Pasar Kalirejo. Dari total 12 rumahtangga petani lapisan menengah, 7 rumahtangga petani merupakan pedagang Pasar Kalirejo. Lapisan Atas

Rumahtangga petani lapisan atas di wilayah banjir memiliki pendapatan diatas Rp 42 juta setiap tahun. Sektor on farm masih mendominasi sebagai sektor utama yang berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga petani lapisan atas. Namun sektor non farm mulai mengalami peningkatan kontribusi pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dibandingkan rumahtangga petani lapisan menengah. Sektor on farm berkontribusi sebesar 62 persen dan sektor non farm

berkontribusi sebesar 33 persen dari total keseluruhan pendapatan rumahtangga petani lapisan atas. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani lapisan menengah yaitu 12 rumahtangga dari total 35 rumahtangga petani responden.

Luas rata-rata lahan pertanian yang dimiliki rumahtangga petani lapisan atas yaitu lebih dari 1 hektar. Dengan lahan yang cukup luas mampu meningkatkan pendapatan rata-rata sektor on farm rumahtangga petani. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas dari sektor on farm yaitu Rp 27 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari dan sebagian untuk keperluan konsumsi non pangan. Ketergantungan lapisan atas terhadap sektor on farm berada dalam kategori menengah.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas didukung oleh sektor non farm secara signifikan. Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor

non farm menyumbang 33 persen dari total keseluruhan pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan menengah yaitu Rp 14 juta setiap tahun. Sektor non farm yang mendukung rumahtangga petani lapisan atas lebih beragam, diantaranya dengan menjadi pedagang warung, buruh bangunan, penjahit, tenaga kerja luar negeri, dan lain- lain. Namun pada lapisan atas, pedagang warung tidak lagi mendominasi sektor

non farm. Pendapatan tinggi justru diperoleh dari pendapatan menjadi buruh bangunan, penjahit, dan tenaga kerja luar negeri. Berikut penuturan Bapak SYN (51) :

“Alhamdulillah dek, ya meskipun sawah terendam tapi Bapak dan Ibu masih punya kerjaan lain. Bapak jadi buruh bangunan, Ibu jadi penjahit. Ya lumayan buat nutupin kerugian gagal panen akibat banjir. Penghasilan Bapak per bulan bisa sampai Rp 1,5 juta, kalo Ibu lagi

ramai bisa Rp 1,5 juta juga”

Berdasarkan penuturan Bapak SYN (51) pekerjaan menjadi buruh bangunan yang dijalaninya dan penjahit yang dijalani Isteri mampu meberikan pendapatan yang tinggi bagi rumahtangga. Sektor non farm mampu menggantikan sektor on farm pada saat krisis banjir. Oleh karena itu, rumahtangga lapisan atas dengan pekerjaan non farm yang dijalani lebih mampu bertahan dalam menghadapi krisis.

Sedangkan rumahtangga petani lapisan atas di wilayah tidak banjir memiliki pendapatan diatas Rp 87 juta setiap tahun. Sektor on farm sangat mendominasi sebagai sektor utama yang berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga petani lapisan atas. Sektor on farm berkontribusi sebesar 76 persen dari total keseluruhan pendapatan rumahtangga petani lapisan atas. Berdasarkan data di lapang, jumlah rumahtangga petani lapisan atas yaitu 8 rumahtangga petani dari total 35 rumahtangga petani responden.

Luas rata-rata lahan pertanian yang dimiliki rumahtangga petani lapisan atas yaitu 1,85 hektar. Dengan lahan yang sangat luas tersebut mampu meningkatkan pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas dari sektor on farm yaitu Rp 99,1 juta setiap tahun. Pendapatan tersebut diperoleh hasil panen tanaman padi dan hortikultura. Pendapatan tersebut sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari dan keperluan konsumsi non pangan. Ketergantungan lapisan atas terhadap sektor on farm berada dalam kategori tinggi. Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas didukung oleh sektor non farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor non farm

37

lapisan menengah. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas dari sektor non farm yaitu Rp 32 juta setiap tahun. Sektor non farm yang dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan atas, diantaranya sebagai pedagang, buruh bangunan, guru, peternak, dan perangkat desa.

Struktur Pengeluaran Rumahtangga Petani di Dua Wilayah

Pengeluaran rumahtangga petani merupakan jumlah uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan seperti sandang, pangan, papan, listrik, kesehatan, pendidikan, rekreasi, transportasi, dan pajak lahan rumahtangga petani. Jumlah pengeluaran rumahtangga petani berbeda antara yang satu dengan lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan pengeluaran rumahtangga petani, diantaranya jumlah pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan tingkat kebutuhan masing-masing rumahtangga. Berikut pemaparan struktur pengeluaran rumahtangga petani yang digambarkan melalui perbandingan antara kebutuhan pangan dan non pangan dalam kurun waktu satu tahun.

Gambar 8 Struktur pengeluaran rumahtangga petani di wilayah banjir, Desa Wonosoco tahun 2014-2015

Berdasarkan Gambar 8, diketahui rata-rata pengeluaran rumahtangga petani di wilayah banjir untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan masing-masing yaitu Rp 15 juta dan Rp 10 juta. Rumahtangga petani lapisan menengah memiliki pengeluaran pangan paling sedikit dibandingkan rumahtangga petani lapisan bawah dan lapisan atas masing-masing yaitu Rp 12,8 juta, Rp 15,3 juta, dan Rp 17,1 juta. Sedangkan rumahtangga petani lapisan menengah memiliki pengeluaran non pangan paling sedikit dibandingkan rumahtangga petani lapisan bawah dan lapisan atas masing-masing yaitu Rp 9,2 juta, Rp 10,9 juta, dan 10,2 juta.

Dalam penelitian rumahtangga petani di wilayah banjir ini, kebutuhan pangan terdapat dua kategori, yaitu kebutuhan makan dan kebutuhan merokok. Rumahtangga petani lapisan bawah memiliki rata-rata pengeluaran makan dan pengeluaran merokok sehari-hari masing-masing sebesar Rp 27.850,00 dan Rp

15.322.500 12.857.143 17.100.000 15.093.214 Rp10.960.688,00 Rp9.239.286,00 Rp10.280.333,00 Rp10.160.102

Bawah Menengah Atas Rata-rata

Struktur Pengeluaran Rumahtangga Petani di Kawasan Banjir

10.350,00. Rumahtangga petani lapisan menengah memiliki rata-rata pengeluaran makan dan pengeluaran merokok sehari-hari sebesar Rp 26.150,00 dan Rp 15.850,00. Rumahtangga petani lapisan atas memiliki rata-rata pengeluaran makan dan pengeluaran merokok sehari-hari sebesar Rp 37.000,00 dan Rp 15.625,00. Sedangkan kebutuhan non pangan terdiri atas pengeluaran listrik, pendidikan, pajak, rekreasi, dan transportasi yang digunakan rumahtangga petani untuk mendukung kualitas hidup rumahtangga petani.

Gambar 9 Struktur pengeluaran rumahtangga petani di wilayah tidak banjir, Desa Kalirejo tahun 2014-2015

Berdasarkan Gambar 9 diatas, diketahui rata-rata pengeluaran rumahtangga petani di wilayah tidak banjir untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan masing-masing yaitu Rp 23,3 juta dan Rp 7,4 juta. Rumahtangga petani lapisan bawah memiliki pengeluaran pangan paling sedikit dibandingkan rumahtangga petani lapisan menengah dan lapisan atas masing-masing yaitu Rp 16,5 juta, Rp 20,4 juta, dan Rp 33 juta. Rumahtangga petani lapisan bawah pula memiliki pengeluaran non pangan paling sedikit dibandingkan rumahtangga

Dokumen terkait