• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA,

4.1 Bentuk Pertunjukan Tari Wura Bongi Monca

4.1.1 Struktur Pertunjukan…

Kata struktur mengandung arti susunan, yang jika dikaitkan dengan seni tari dapat diartikan sebagai sebuah susunan dari bagian-bagian yang saling terkait. Dalam hal ini, tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila memiliki struktur pertunjukann yang dibentuk oleh ragam gerak yang dirangkai menjadi sebuah pertunjukan tari , dibalut busana yang khas serta diiringi oleh musik iringan tari menjadi sebuah satu kesatuan tari .

Gerak merupakan salah satu unsur pokok dalam tari , sebagai media untuk berkomunikasi dengan penontonnya. Gerak memiliki peranan besar dalam tari . Karena, apabila gerakan dirangkai, ditata dan disatukan, serta ditunjang oleh

unsur-unsur lainnya seperti badan si penari, tata busana, tata rias, iringan musik, dan lain sebagainya, maka terciptalah sebuah tari an. Demikian pula halnya dengan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila.

Tari penyambutan pada umumnya memiliki gerakan yang bermakna menyambut para tamu, yang diungkapkan dengan gerak tari lemah gemulai, mengandung nilai estetika atau keindahan. Hal itu juga tampak pada tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila yang telah mampu menarik minat masyarakat penonton di Dompu.

Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila memiliki ragam gerak yang sederhana, dengan menggunakan gerak-gerak tari putri tradisional Dompu yang telah diolah dan dikreasikan lagi sehingga tampak dinamis. Ragam gerak tersebut dibawakan oleh penari putri yang ditari kan dengan lemah gemulai, dengan ekspresi senyum gembira. Ragam gerak tari Wura Bongi Monca terdiri atas 1 gerak pokok, yakni gerak kakiri kamai dan gerak tambahan lainnya, yakni lampa sadeda, lampa sere, ndewa, sere, kakuruku siku rima, lampa sere, ndewa-sere, weha bongi, lenggo, doho, lampa dihidi, horma, kidi, dan lampa.

Ragam gerak tari Wura Bongi Monca yang telah disebutkan di atas, disusun menjadi struktur pertunjukan yang indah dan diiringi oleh alunan musik pengiring yang menjadikan tari an ini nikmat untuk disajikan. Tari yang sederhana namun tampil menarik itu, kini telah manjadi sebuah sajian yang indah dan menghibur masyarakat Dompu.

I Gusti Ayu Tri Utama, yakni salah seorang yang mengembangkan tari penyambuta Wura Bongi Monca, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013:

Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila sangat sederhana, tapi tari an tersebut bisa paling diminati dibandingkan tari penyambutan Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh sangar-sangar tari lainnya yang ada di Dompu. Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh I Gusti Ayu Tri Utama di atas tersebut, salah seorang penonton tari Wura Bongi Monca, yakni H. Hilir juga mengungkapkan, pada wawancara tanggal 24 Desember 2013:

Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila tidak hanya sekedar indah dan menarik, tetapi tari an ini benar-benar ditari kan dengan penjiwaan yang tepat, yakni senang dan gembira. Para penari tampak selalu tersenyum setiap kali membawakan tari an ini, sehingga sebagai tamu undangan, saya merasa senang untuk menonton tari an ini.

Dari pernyataan yang diungkapkan oleh kedua informan tersebut di atas, menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila memiliki kelebihan pada tata cara penyajian, disertai penjiwaan karakter tari yang tepat dari para penarinya.

Adapun struktur pertunjukan yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila dibagi menjadi tiga, yaitu

a. Lu’u, yaitu bagian awal dari tari Wura Bongi Monca. Lu,u dalam bahasa Indonesia berarti masuk. Lu,u di sini dimaksudkan bahwa penari masuk ke atas panggung atau tempat pementasan. Pada waktu lu,u penari berdiri dengan posisi berbaris masuk ke panggung. Pada saat lu,u hanya terdiri atas dua ragam gerak, yaitu gerak lampa sadeda dilakukan 2 x 8 hitungan, diiringi dengan boe ndewa, dan dilanjutkan dengan lampa sere 2 x 8

hitungan diiringi dengan boe sere. Sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

b. Poko, yaitu bagian kedua yang merupakan bagian pokok atau inti dari pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Poko dalam bahasa Indonesia berarti pokok atau inti. Poko dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca dimaksudkan sebagai inti dari pertunjukan, karena pada bagian poko inilah ciri khas dari tari an ini ditunjukan, yakni gerak menabur beras kuning atau yang disebut dengan gerak kakiri kamai.

Gerakan yang digunakan dalam bagian poko ini, yaitu ndewa dilakukan 6 x 8 hitungan, dimana 5 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa dan 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe sere. Gerak selanjutnya adalah sere

Foto 1. Gerakan Lampa Sadeda Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri

Tanggal 21 Desember 2013.  

dan dilanjutkan menabur beras kuning (kakiri kamai) dalam 1 x 8 hitungan diringi boe sere, gerak horma 1 x 8 hitungan dan gerak karuku siku rima 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe ndewa. Kemudian dilanjutkan dengan gerak lampa-sere dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi boe qiu.

Selanjutnya gerak ndewa-sere dilakukan 2 x 8 hitungan, dengan 1 x 8 hitungan diiringi boe ndewa dan 1 x 8 hitungan lagi diiringi boe qiu. Gerak selanjutnya, yakni gerak weha bongi dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi boe ndewa. Setelah itu, dilanjutkan lagi dengan sere disertai menabur beras kuning (kakiri kamai) dilakukan 1 x 8 hitungan dengan iringan boe sere.

Setelah itu, dilajutkan dengan gerak lenggo 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa. Kemudian diulang kembali gerak sere disertai kakiri kamai dalam hitungan 1 x 8 hitungan dan dilanjutkan dengan doho dalam 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe sere.

Gerakan selanjutnya adalah gerak lampa yang disertai gerak menabur beras kuning atau disebut dengan lampa-kakiri kamai, dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa. Kemudian dilanjutkan lagi dengan jalan di tempat disertai dengan gerak menabur beras kuning atau yang disebut dengan gerak lampa dihidi-kakiri kamai dilakukan 5 x 8 hitungan, dengan 4 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa dan 1 x 8 hitungan diiringi boe qiu, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

b. Dula atau losa, yaitu bagian ketiga dari struktur pertunjukan, yang merupakan bagian akhir dari pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Dula dalam bahasa Indonesia berarti pulang dan losa berarti keluar. Kata dula atau losa dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca dimaksudkan bahwa ini adalah bagian akhir dari pertunjukan. Dula atau losa juga dimaksudkan bahwa penari keluar dari panggung atau tempat pementasan, yang menunjukkan bahwa pertunjukan telah berakhir atau selesai.

Pada waktu dula atau losa, ragam gerak yang dilakukan, yaitu lampa dilanjutkan dengan horma kemudian lampa kembali dan kemudian kidi dilakukan dalam 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe sere. Selanjutnya adalah para penari pulang dengan melakukan gerak lampa

Foto 2. Gerakan Menabur Beras Kuning (kakiri kamai) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri

Tanggal 21 Desember 2013.  

sere dalam 2 x 8 hitungan diiringi boe sere pula, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

Perbendaharaan gerak yang ada dalam tari Wura Bongi Monca tersebut di atas, belum pernah dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, perlu dijelaskan secara rinci. Adapun perbendaharaan gerak yang terdapat dalam tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila adalah sebagai berikut.

a. Lampa, yaitu gerakan berjalan biasa dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukanya: tangan kiri ditekuk dan tangan kiri memegang boko, tangan kanan lurus ke samping (arah diagonal), dengan jari-jari tangan lurus ke atas.

Foto 3.Gerakan Pulang (Lampa Sere) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri

Tanggal 21 Desember 2013.  

b. Lampa dihidi, yaitu gerakan berjalan di tempat dengan kaki kanan maju kemudian mundur kembali diulang-ulang. Dalam tari Wura Bongi Monca gerak lampa dihidi dipadukan dengan gerak kakiri kamai. Cara melakukannya: tangan kiri memegang boko, tangan kanan menabur beras kuning. Saat menabur kaki kanan maju ke depan, kaki kiri agak diangkat dan berada dibelakang kaki kanan. Saat tangan kanan mengambil beras kuning dari dalam boko, kaki kanan mundur berada sejajar dengan kaki kiri. Gerakan ini diulang berkali-kali sehingga disebut lampa dihidi-kakiri kamai.

c. Lampa sadeda, yaitu gerak berjalan pelan dalam tari tradisional Dompu. Cara melakukannya: kedua kaki melangkah maju secara bergantian, dengan cara salah satu kaki melangkah maju dan kedua kaki ditekuk. Ujung kaki yang dibelakang menjinjit. Gerakan ini diulang sekali lagi di tempat. Kemudian kaki yang di belakang tadi melangkah maju ke depan dengan kedua kaki ditekuk, ujung kaki yang di belakang menjinjit. Gerakan ini diulang satu kali lagi di tempat, dan seterusnya. Posisi tangan ketika berjalan adalah tangan kiri di tekuk ke arah sudut kiri depan memegang boko (lengan atas tangan di samping dan lengan tangan bawah agak ke depan) dan tangan kanan lurus ke samping agak ke bawah.

d. Lampa sere, yaitu gerak berjalan agak cepat dalam tari tradisional Dompu. Cara melakukannya: berjalan dengan kedua ujung kaki dijinjit dan tangan memegang boko tepat di depan perut. Pada saat berjalan penari menggerakan boko naik turun secara mengalun. Gerak tangan memegang boko naik sampai ke depan dada, lalu turun sampai pada depan perut.

e. Ndewa, yaitu gerak mengayunkan boko ke samping kanan dan kiri secara bergantian. Cara melakukannya: kaki kanan melangkah ke samping kanan diikuti oleh kaki kiri dan kemudian dilanjutkan dengn kaki kiri melangkah kesamping kiri diikuti oleh kaki kanan, dilakukan secara bergantian dengan kedua lutut kaki ditekuk. Gerakan kaki melangkah ke samping tersebut diikuti dengan gerakan kedua tangan memegang boko sambil digerakan ke samping kanan dan kiri secara mengalun. Arah hadap muka penari, ke depan dan arah badan agak ke samping mengikuti langkah kaki.

f. Weha bongi, yaitu gerakan mengambil beras kuning yang ada dalam boko, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

Foto 4. Gerakan Mengambil Beras Kuning (Weha Bongi) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri

Cara melakukannya: badan agak menghadap ke sudut depan samping kanan, tangan kiri ke depan agak ditekuk, tangan kanan solah-olah mengambil beras kuning yang ada dalam boko, kemudian tangan kanan perlahan ke samping kanan, dengan posisi kaki kanan lurus, ujung kaki kiri dijinjit dan lutut agak ditekuk. Selanjutnya tangan kanan mengambil beras kuning yang ada di dalam boko, tangan kiri memegang boko. ujung kaki kanan menjinjit dan lutut agak ditekuk, kaki kiri lurus.

g. Sere, yaitu gerakan berjalan dalam tari Wura Bongi Monca yang diiringi dengan boe sere. Gerak sere bisa digabungkan atau dipadukan dengan gerak ndewa (ndewa-sere), lampa (lampa-sere), dan kakiri kamai (sere-kakiri kamai). Ada 3 macam sere, yaitu: gerak sere yang pertama, yakni berjalan dengan salah satu kaki (ujung kaki) dijinjit, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak lampa. Gerak sere yang kedua, yakni berjalan dengan kedua ujung kaki dijinjit, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak ndewa. Gerak sere yang ketiga, yakni berjalan biasa dengan badan agak dibungkukan, lutut kaki ditekuk, arah hadap wajah agak ke bawah, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak menabur beras kuning (kakiri kamai).

h. Ndewa-sere, yaitu gerakan sere yang dipadukan dengan gerak ndewa. Cara melakukannya: kaki melangkah ke samping kanan dan ke samping kiri secara bergantian, dengan kedua lutut kaki di tekuk. Gerakan kaki melangkah ke samping diikuti dengan gerakan kedua tangan memegang boko sambil digerakan ke samping kanan dan kiri secara mengalun. Arah hadap muka

penari, ke depan dan arah badan agak ke sudut samping depan mengikuti langkah kaki, setelah itu dilanjutkan dengan sere, yakni kedua ujung kaki dijinjit berjalan di tempat (sebagai proses mengganti arah hadap), kemudian dilanjutkan kembali dengan gerakan ndewa.

i. Lampa-sere, yaitu gerak sere yang dipadukan dengan gerak lampa. Cara melakukannya: siku-siku tangan kiri ditekuk memegang boko, tangan kanan diayun-ayunkan ke depan dan ke belakang, kemudian ke depan secara berulang-ulang, sambil berjalan dengan ujung kaki kanan dijinjit.

j. Kakiri kamai, yaitu gerak menabur beras kuning. Gerakan ini merupakan gerak pokok dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukannya: tangan kanan lurus ke depan ke arah penonton menabur beras kuning, kemudian siku-siku tangan kiri ditekuk memegang boko. Posisi kaki dan badan tegap, seperti berdiri biasa.

k. Lampa-kakiri kamai, yaitu gerak berjalan sambil menabur beras kuning, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

Foto 5. Gerak berjalan di tempat (Lampa Dihidi-Kakiri Kamai) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri

Cara melakukanya: kaki kanan melangkah maju, dengan kaki kiri diangkat dan berada di belakang kaki kanan. Saat kaki kanan maju tangan kanan menabur beras kuning. Selanjutnya, saat tangan kanan mengambil beras kuning, kaki kanan mundur kemudian ditutup oleh kaki kiri. Saat lampa-kakiri kamai tangan kiri ditekuk ke depan memegang boko.

l. Horma, yaitu gerakan memberi hormat kepada penonton. Cara melakukannya: gerakan kedua tangan ditekuk ke depan memegang boko, badan agak membungkuk, wajah atau muka menghadap ke bawah atau ke tangan. Lutut kaki ditekuk, dengan kaki kanan berada di belakang kaki kiri, dengan jari-jari kaki kanan dijinjit.

m. Karuku siku rima, yaitu gerakan mengayunkan siku tangan kanan ditekuk kemudian siku tangan kanan digerakan ke samping dan ke depan secara perlahan-lahan kemudian agak cepat, yang dilakukan berulang-ulang, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini.

Cara melakukannya: kedua kaki ditekuk dengan kaki kanan berada di belakang kaki kiri, siku tangan kiri ditekuk ke depan membawa boko dan tangan kanan di samping ditekuk dengan siku tangan kanan digerakkan ke depan dan ke samping diulang 2 kali secara perlahan-lahan dan dilakukan 2 kali secara cepat

n. Lenggo, yaitu gerakan memindahkan boko dari tangan kanan ke tangan kiri dan sebaliknya. Cara melakukannya: gerakan kaki melangkah ke belakang secara bergantian, disertai dengan gerakan tangan memindahkan boko secara mengalun. Saat kaki kanan mundur ke belakang, arah hadap badan penari ke samping kanan, dan arah hadap wajah penari ke arah depan, tangan kanan ke belakang lurus, tangan kiri lurus ke depan memegang boko. Saat boko akan dipindahkan ke tangan kanan, arah hadap badan penari ke samping kiri, sementara arah hadap wajah penari ke depan, kaki kiri ke belakang, tangan kiri agak lurus ke samping, dan tangan kanan agak lurus ke depan.

o. Kidi, yaitu suatu posisi berdiri dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukannya: Penari berdiri biasa, dengan salah satu tangan lurus ke samping (diagonal), kemudian salah satu tangan memegang boko dengan siku tangan ditekuk, atau berdiri dengan biasa dengan kedua kaki lurus, badan tegap dan kedua tangan ditekuk di depan perut sambil memegang boko.

p. Doho, yaitu gerakan berputar di tempat dengan pelan, dapat dilakukan dalam posisi jongkok dan berdiri. Cara melakukannya: kaki kanan berada di depan kaki kiri, kemudian berputar dengan pelan. Arah putaran melawan arah jarum jam. Pada saat berputar, tangan kanan memegang boko dan tangan kiri ditekuk

ke samping kanan, tepat berada di depan perut penari agak ke bawah, seperti tampak pada foto di bawah ini.

Seluruh gerak tari Wura Bongi Monca di atas tersebut kemudian disusun dengan pola lantai tari sehingga menjadi sebuah tari an yang indah dan tampak dinamis, yang diperagakan oleh para penari Wura Bongi Monca.

Pola lantai dalam tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila biasanya ditari kan oleh para penari dalam jumlah ganjil. Akan tetapi jumlah penari yang paling sering digunakan, yakni 5 orang penari. Hal itu dimaksudkan agar penataan pola lantai lebih gampang dibuat dan beragam. Oleh Sebab itu, pola lantai yang telah dibuatkan secara pasti adalah pola lantai dengan jumlah 5 orang penari. Adapun pola lantai tari Wura Bongi Monca tersebut, sebagai berikut:

Foto 7. Gerakan Berputar di Tempat (Doho) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri

No Pola Lantai Keterangan

1 Penari berjalan dari sisi

kiri tempat pertunjukan dengan melakukan lampa sadeda (hitungan gerak 2x8) menuju tempat dipentaskannya tari an ini.

2 Pada saat sudah

memasuki tempat

pertunjukan, penari terus berjalan menuju tengah-tengah tempat

pementasan dengan melakukan lampa sere. Pada saat tiba di tengah-tengah tempat

pementasan penari menghadap ke arah para tamu atau penonton dengan tetap atau masih melakukan lampa sere.

3 Setelah menghadap ke

arah para tamu atau penonton, penari

melakukan gerak ndewa .

4 Setelah ndewa,

dilanjutkan dengan gerak sere.

5 Setelah berjalan maju (sere), penari melakukan gerak menabur beras kuning (kakiri kamai).

6 Setelah menabur beras

kuning penari berjalan dengan melakukan sere kembali, sambil membentuk posisi berikutnya. 7 Setelah membentuk posisi, penari selanjutnya melakukan gerakan memberi hormat (horma) yang dilanjutkan dengan gerak karuku siku rima. ndewa-sere.

8 Setelah ndewa-sere,

para penari melakukan gerak ndewa sere 1 kali lagi yang disertai

dengan membentuk pola lantai atau posisi

9 Setelah membentuk posisi, penari masih melakukan gerakan weha bongi.

10 Selanjutnya penari

berjalan maju dengan melakukan gerakan sere.

11 Setelah sere, para penari

menabur beras kuning (kakiri kamai).

12 Penari membentuk

posisi baru dengan melakukan gerak sere.

13 Setelah membentuk

posisi, penari melakukan gerak lenggo.

14 Penari membentuk posisi selanjutnya dengan melakukan sere.

15 Setelah membentuk

posisi, para penari menabur beras kuning (kakiri kamai) lagi.

16 Para penari membentuk

posisi selanjutnya dengan melakukan sere.

17 Setelah membentuk

posisi, para penari melakukan doho, sambil membentuk posisi berikutnya

18 Setelah membentuk

posisi berikutnya, para penari membentuk posisi berikutnya dengan melakukan lampa-kakiri kamai.

19 Setelah penari membentuk posisi berikutnya, para penari melakukan gerak lapa dihidi disertai gerak kakiri kamai atau (lampa dihidi-kakiri kamai).

20 Para penari berjalan

membentuk posisi selanjutnya dengan melakukan lampa.

21 Setelah membentuk

posisi berikutnya, para penari melakukan horma. Setelah horma, para penari kidi sambil berputar ke arah belakang kemudian berjalan dengan melakukan lampa.

22 Setelah penari berjalan

ke belakang, penari berputar ke arah depan kembali.

23 Setelah penari

menghadap ke depan, penari kemudian kidi, dilanjutkan dengan menghadap ke samping kiri penari, akan

berjalan pulang.

24 setelah penari

menghadap samping, penari langsung menuju ke arah keluar dari tempat pementasan dengan melakukan lampa sere.

Tabel 1

Pola Lantai Tari Wura Bongi Monca.

Keterangan:

Dokumen terkait