• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian pustaka

2.1.3 Puisi

2.1.3.3 Struktur Puisi

Menurut teori strukturalisme dalam sastra, bahwa secara definitif strukturalisme memberi perhatian terhadap analisis unsur-unsur karya dalam hal ini karya sastra. Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur yang berbeda. Lebih lanjut Ratna (2011: 93) mengungkapkan dengan hal ini, maka karya sastra memiliki ciri khas otonom dan tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Unsur- unsur pokok dari puisi yakni tema, gaya bahasa, imajinasi, rima atau persajakan dan diksi atau pilihan kata. Sejalan dengan hal ini, Waluyo (1995: 66-97) memaparkan tentang struktur fisik atau disebut juga metode puisi terdiri dari diksi, pengimajinasian, tata wajah atau tipografi, kata konkret, dan versifikasi (rima). Tarigan (2005: 10.49) mengungkapkan bahwa semua bentuk puisi memiliki unsur-unsur seperti tema, diksi, tipografi, rima baik itu dalam puisi dewasa remaja dan anak-anak. Namun, pada puisi anak kadangkala tidak harus memenuhi kadar mutlak memenuhi semua unsur yang ada.

Hal ini bergantung pada tingkat kesederhanaan puisi anak. Semakin sederhana puisi tersebut, semakin berkurang unsur yang ada. Biasanya, unsur yang pasti ada pada puisi

anak adalah tema, diksi dan tipografi. Hal ini sejalan pula dengan pendapat Kurniawan (2013: 94) yang mengungkapkan bahwa struktur fisik puisi anak itu terdiri dari tema, rima, diksi dan amanat. Dapat disimpulkan dari keempat pendapat tersebut bahwa puisi memiliki struktur fisik terdiri dari beberapa unsur, yang terdiri dari tema, diksi, rima, gaya bahasa dan tipografi serta pengimajian. Namun, dalam penelitian ini peneliti merujuk pada pendapat yang diungkapkan oleh Tarigan. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini:

1. Tema

Aminudin (2010: 45) menyatakan bahwa tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa sesuatu yang memiliki nilai rohaniah.

Jabrohim (2010: 65) menyatakan tema bahwa adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang dan merupakan dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Tarigan (2011:

11) berpendapat bahwa setiap puisi mengandung suatu subject matter untuk dikemukakan atau ditonjolkan. Hal ini bergantung pada faktor-faktor tertentu, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan dan pendidikan sang penyair. Toha (2010: 2) mengungkapkan bahwa dilihat dari temanya di dalam karya sastra anak yang dalam hal ini pula termasuk puisi selalu berkaitan dengan dengan kehidupan anak yang dimulai dari kelahiran, hingga kematian dan berbagai soal diantaranya, apakah itu dalam pengertian baik secara umum dan secara khusus seperti perkelahian antar saudara perceraian orang tua yang dikasihi, dan terakhir tentu saja senang, girang, susah dan sedih yang mengikatnya. Sehubungan dengan hal itu Tarigan (2005: 10.43-10.49) turut menyatakan bahwa tema puisi anak adalah isi keseluruhan puisi yang terdiri atas pikiran, perasaan, sikap serta maksud dan tujuan penulisan. Kemudian di dalam puisi anak pada umumnya berisi rekaman kehidupan keseharian anak-anak yang tidak jauh dari kegiatan anak seperti: permainan, kesukaan, cita-cita, perasaan dan pikirannya. Sejalan dengan kedua pendapat di atas Kurniawan (2013: 95) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan anak, pengalaman hidup yang menggerakkan untuk menulis puisi berkaitan dengan kesedihan, kegembiraan, keterpukauan, dan keprihatinan. Jabrohim (2010: 65) mengungkapkan bahwa penulis (penyair) tidak pernah menyebutkan apa tema yang ditulisnya. Lalu untuk mengetahui tema yang diangkat dalam sebuah puisi, maka kita harus membaca keseluruhan puisi tersebut dengan cermat. Kecuali itu, kita harus

menyadari bahwa puisi berhubungan dengan penyairnya, dengan konsep-konsep yang terimajinasikan.

Dapat disimpulkan dari penjelasan para ahli di atas bahwa tema merupakan gagasan utama yang berisi pokok-pokok baik itu pikiran, sikap dan perasaan dari sebuah puisi, dan apa-apa yang disampaikan penyair tidak jauh dari pengalaman dari sang penyair. Kemudian untuk mengetahui tema yang diangkat oleh seorang penyair, maka kita harus membaca dan memahami keseluruhan dari puisi tersebut. Begitu pula dengan puisi anak-anak, biasanya mereka menulis puisi seputar dengan pengalaman keseharian mereka mulai dari hobi, keluarga, cita-cita dan sebagainya.

2. Diksi

Keraf dalam Jabrohim (2011: 35) menyebutkan bahwa diksi disebut pilihan kata.

Senada dengan Keraf, Tarigan (2005: 10.49) menyatakan bahwa untuk puisi anak diksi yang digunakan lebih sering bermakna denotatif, karena puisi anak harus benar-benar menggunakan bahasa anak yang sederhana dan lugas. Kalaupun terdapat kata-kata konotatif itupun berbatas pada istilah yang sudah benar-benar lazim dikuasai oleh anak.

Putrayasa (2007: 4) mengungkapkan bahwa diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan dan keefektifan. Menurut Tarigan (2011: 30) yang juga menegaskan bahwa betapa pentingnya pilihan kata atau diksi bagi suatu puisi. Pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, amanat, efek dan nada suatu puisi dengan tepat. Melihat dari definisi dari para ahli maka diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata atau frasa dalam karya sastra. Kata-kata yang dipilih oleh penyair merupakan “kata pilihan” untuk mengungkapkan apa yang disampaikannya secara tepat dan indah. Dalam kaitannya dengan puisi anak hal ini menjadi lebih sederhana sesuai dengan penguasaan kosakata yang dimiliki oleh anak-anak. Dari pemaparan tentang diksi di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan kata-kata yang menjadi pilihan bagi penyair dalam rangkaian yang membentuk esensi dan nilai dari sebuah puisi. Maka dari itu bagi seorang penyair, pilihan kata menjadi perwakilan diri atau cerminan akan banyak hal dari dalam sebuah puisi, baik itu tema,makna, amanat, nada dan sebagainya.

Begitupun juga pada puisi yang ditulis oleh anak-anak. Mereka juga menggunakan diksi atau pilihan-pilihan kata tertentu. Namun, dengan segala karakteristik yang mereka

miliki tentunya puisi anak-anak lebih banyak menggunakan kata-kata yang relatif sederhana dan tidak banyak makna yang tersembunyi atau kiasan di dalamnya.

3. Rima

Menurut Waluyo (1995: 90) menyatakan bahwa rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau oskretasi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan bunyi pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya terdapat diakhir baris. Menurut Tarigan (2010: 133) bahwa rima merupakan salah satu aspek bunyi. Rima membantu menciptakan kualitas musikal sebuah puisi dan anak-anak menyenangi serta dapat menikmati “keberdendangan kata-kata” atau singingness of words. Dalam bahasa yang lebih sederhana Aminuddin (2010: 32) mengungkapkan bahwa rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi.

Namun demikian lanjut Tarigan (2010: 134) kepada anak-anak, guru harus berupaya membebaskan anak-anak dari dugaaan atau nosi bahwa semua puisi harus berirama agar dapat disebut puisi. Kepada anak-anak juga harus diperkenalkan beberapa puisi yang tidak berirama. Dapat disimpulkan bahwa rima merupakan salah satu aspek bunyi yang membantu menciptakan sebuah musikalitas di dalam puisi. Rima dapat dibagi menjadi rima tidak berpola dan rima berpola yang terdiri dari rima bergandeng, rimba berpeluk, rima berangkai. Kemudian, lebih lanjut guru juga harus memberi pengenalan dan pemahaman kepada murid bahwa agar dapat disebut sebagai sastra, sebuah puisi itu tidak harus selalu memiliki pola rima tertentu.

4. Tipografi

Menurut Aminuddin (2010: 146) bahwa tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual.

Waluyo (1995: 97) menambahkan pula bahwa tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodiset yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana yang tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa.

Ciri yang demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi. Sehubungan dengan hal tersebut Kurniawan (2013: 28) berpendapat bahwa secara tipografi, puisi anak ditulis dalam bentuk-bentuk bait-bait, dengan bentuk yang sederhana. Aminuddin (2010: 146) menjelaskan bahwa peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan aspek artistik visual, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Selain itu, tipografi juga berperan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.

Dokumen terkait