• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Tata Ruang Kota

Dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dinyatakan bahwa struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan dan sistem prasarana maupun sarana. Struktur ruang merupakan pembangkit berbagai aktivitas di dalam wilayah dan sangat berpengaruh dalam menentukan arah penggunaan lahan di masa yang akan datang (Tarigan, 2004). Struktur ruang kota adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem sarana maupun prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (Geovani Jason J, 2015).

Struktur ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang memiliki jangkauan pelayanan lebih dekat hingga yang paling berjauhan.

Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan

satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarakan lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup sistem prasarana yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang ditetapkan.

Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional dan jaringan jalan.

Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikan kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural berhubungan satu sama dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota diantaranya meliputi hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota dan

pusat lingkungan yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor dan lokal.

Secara konsepsional, unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakan oleh banyak pakar. Menurut Setiawan (2004) struktur ruang kota terdiri dari kependudukan, guna lahan dan jaringan jalan. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97), antara lain:

a. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

b. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.

c. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.

d. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat diatas.

Berdasarkan kajian literatur terkait struktur ruang kota maka penulis dapat menyimpulkan beberapa unsur pembentuk struktur ruang kota (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Unsur Pembentuk Struktur Ruang

Referensi Unsur Pembentuk

Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan, 2008

1. Pusat Kegiatan 2. Kawasan Fungsional 3. Jaringan Jalan

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Referensi Unsur Pembentuk Setiawan, 2004 1. Kependudukan

2. Guna Lahan 3. Jaringan Jalan Sinulingga, 2005 1. Pusat Pelayanan.

2. Permukiman

3. Jaringan Transportasi Geovani Jason J, 2015 1. Penduduk

2. Fasilitas Umum 3. Jaringan Jalan 4. Terminal

Berdasarkan rangkuman dari unsur pembentuk struktur ruang kota, peneliti menyimpulkan beberapa unsur pembentuk yang dominan. Unsur-unsur pembentuk struktur ruang tersebut adalah 1) Kependudukan, 2) Pusat Pelayanan, dan 3) Jaringan Jalan.

Kawasan perkotaan memiliki struktur ruang yang beragam dan selalu berkembang. Keberagaman struktur ruang kota dipengaruhi oleh banyak faktor.

Adapun beberapa faktor tersebut antara lain kependudukan, pusat pelayanan dan jaringan jalan. Adapun teori-teori yang melandasi struktur ruang kota antara lain:

1. Teori Konsentris (Burgess, 1925)

Menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau CBD (Central Bussiness District) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi,

budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Daerah Pusat Kota (DPK) atau CBD (Central Bussiness District) tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama,

bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

Gambar 2.1 Model Konsentris Sumber: Burgess, 1925 2. Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

Menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau CBD (Central Bussiness District) memiliki pengertian yang sama dengan yang

diungkapkan oleh Teori Konsentris. Dalam teori ini yang lebih berfokus pada pola sewa tempat tinggal cenderung terbentuk sebagai pola sektor - sektor dan bukannya pola zona konsentris.

Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan) menuju daerah perbatasan.

Gambar 2.2 Model Sektoral Sumber: Hommer Hoyt, 1939 3. Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman, 1945)

Menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau CBD (Central Bussiness District) adalah pusat kota yang letaknya relatif di

tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”.

Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak Daerah

Pusat Kota (DPK) atau CBD (Central Bussiness District) dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.

Gambar 2.3 Model Pusat Berganda Sumber: Harris dan Ullman, 1945

Harris dan Ullman berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Inti-inti kota tersebut akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda karena kita tentunya akan tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka disekitarnya akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti kota ini.

Adapun beberapa model struktur ruang kota apabila dilihat dari pusat-pusat pelayanannya (Sinulingga, 2005), antara lain:

1. Mono Centered

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.

2. Multi Nodal

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.

3. Multi Centered

Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.

4. Non Centered

Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat.

Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.

Gambar 2.4 Model Struktur Ruang Sumber: Sinulingga, 2005

2.2 Kependudukan

Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian yang menyusun suatu kota yang menunjukkan keterkaitan antar bagian. Penjabaran struktur kota membentuk pola kota yang menginformasikan antara lain kesesuaian lahan, kependudukan, gun lahan, sistem transportasi dan sebagainya, dimana semuanya memiliki kaitan satu sama lain.

Menurut Handajani (2010), struktur kota mencakup luas, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan PDRB. Bentuk kota adalah wujud terakhir dari akumulasi peningkatan jumlah penduduk, perilaku, kegiatan, serta kebijakan-kebijakan pembangunan yang dibuat warganya (Bambang Heryanto, 2011).

Pada dasarnya pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya berbagai faktor, antara lain faktor kependudukan, serta adanya interaksi antara kota dengan kota lainnya dalam lingkup wilayah maupun luar wilayah dalam suatu daerah.

Perkembangan faktor tersebut (penduduk, kegiatan penduduk dan interaksi kota dengan wilayah lain) merupakan pemicu tumbuh dan berkembangnya wilayah yang berdampak terhadap terjadinya perubahan fisik. Perkembangan fisik ini menyebabkan terjadinya pergeseran pola struktur tata ruang kota. Hal serupa dinyatakan oleh Marianto (2010) pertambahan penduduk di perkotaan menyebabkan berkembangnya wilayah perkotaan yang berdampak terhadap perubahan struktur ruang.

Perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan suatu kota ditentukan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk, pergerakan penduduk, perkembangan perekonomian serta perkembangan sistem jaringan. Faktor inilah yang ikut

mempengaruhi corak kehidupan masyarakat yang berakibat pada bentuk fisik dan struktur ruang kota (Aryunto, 2012)

Dokumen terkait