• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu ide usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari ide suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu ide usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial

benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.

2) Perumusan

Tahap perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu rencana proyek yang kongkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.

3) Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen, dan finansial.

4) Pemilihan

Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai.

5) Implementasi

Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.

22

3.2.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan

Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek. Dengan demikian dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, harus meliputi sekurang-kurangnya aspek-aspek sebagai berikut:

a) Aspek pasar dan pemasaran b) Aspek teknis dan teknologis c) Aspek manajemen

d) Aspek sosial ekonomi dan lingkungan e) Aspek finansial

3.2.1.1 Aspek Non Finansial a) Aspek Pasar dan Pemasaran

Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga. Salah seorang ahli pemasaran, Stanton, mengemukakan pengertian lain tentang pasar, yakni merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk belanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Jadi, ada tiga faktor utama yang menunjang terjadinya pasar, yaitu orang dengan segala keinginannya, daya beli, serta tingkah laku dalam pembeliannya.

Pengkajian aspek pasar dan pemasaran penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh proyek tersebut dan jika pasar yang dituju tidak jelas, prospek, bisnis ke depan pun tidak jelas, maka risiko kegagalan menjadi besar. Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen tersebut (Husnan dan Suwarsono 2000).

Pada pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dibagi menjadi empat kebijakan pemasaran yang biasa disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran atau 4P dalam pemasaran terdiri dari produk (product), harga (price),distribusi (place), dan promosi (promotion). Bauran

23 pemasaran untuk produk jasa lebih luas daripada bauran pemasaran produk barang. Pada bauran pemasaran untuk jasa, baurannya dapat diperluas lagi dengan menambah tiga elemen lagi, yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence) dan proses jasa (process) (Kotler 1997).

b) Aspek Teknis dan Teknologis

Aspek teknis dan teknologi berkaitan dengan aktifitas mempelajari bagaimana secara teknis proses produksi dilaksanakan. Aspek teknis bertujuan untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak, baik saat pembangunan atau operasional secara rutin (Umar 2005).

Beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapatkan jawaban dari aspek teknis ini adalah:

1) Lokasi proyek, yakni di mana suatu proyek akan didirikan baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik.

2) Seberapa besar skala operasi atau luas produksi ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis.

3) Kriteria pemilihan mesin dan equipment utama serta alat pembantu mesin dan

equipment.

4) Bagaimana proses produksi dilakukan dan layout pabrik yang dipilih, termasuk juga layout bangunan dan fasilitas lain.

5) Apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat, termasuk didalamnya pertimbangan variabel sosial. (Husnan dan Suwarsono 1994)

Pemilihan mesin, peralatan, serta teknologi yang akan diterapkan dewasa ini hampir tidak dapat dipisahkan. Beberapa kriteria yang tidak dapat dipisahkan dalam pemilihan teknologi antara lain kesesuaian dengan bahan mentah yang dipakai, keberhasilan teknologi di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi, dan kemampuan antisipasi terhadap teknologi lanjutan (Umar 2005).

c) Aspek Manajemen

Manajemen berfungsi untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (Umar 2005). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), analisa manajemen operasional meliputi deskripsi

24 pekerjaan, yang akan dilakukan, persyaratan untuk melakukan pekerjaan tersebut, serta struktur organisasi perusahaan.

Aspek manajemen operasional juga perlu mengkaji mengenai legalitas atau aspek yuridis dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakini apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah dibuat dapat dinyatakan layak atau tidak layak dihadapan pihak yang berwajib dan masyarakat.

d) Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Analisis terhadap aspek sosial dan lingkungan merupakan suatu analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu usaha terhadap sosial yang terjadi (Gittinger 1986). Beberapa manfaat proyek terhadap kondisi sosial dan lingkungan antara lain perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak usaha terhadap kelestarian lingkungan.

3.2.1.2 Aspek Finansial

Aspek finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud.

Studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu menganalisis bagaimana perkiraan aliran kas akan terjadi. Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio,

Payback Period dan Break Even Point.

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan salah satu metode perhitungan

kelayakan investasi yang banyak digunakan karena mempertimbangkan nilai waktu uang (Arifin 2008). NPV yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekararng dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk

25 menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar 2005).

b) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga

yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Umar 2005). Sedangkan menurut Arifin (2008), metode IRR dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed (keuntungan bersih sesudah pajak ditambah dengan depresiai) yang diharapkan akan diterima (PV of future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital outlays).

c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Ukuran berdiskonto manfaat proyek yang lainnya adalah rasio manfaat terhadap biaya (B/C Ratio). Rasio ini diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Dalam prakteknya, B/C Ratio jarang menggunakan manfaat dan biaya bruto, akan tetapi lebih baik membandingkan nilai sekarang manfaat neto dengan nilai sekarang dari biaya investasi ditambah biaya operasi dengan pemeliharaan. Rasio ini tidak sering digunakan di negara-negara yang sedang berkembang, karena nilai rasio ini berubah tergantung kepada selisih arus-arus manfaat dan biaya. Namun, suatu keuntungan dari Net B/C adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik (Gittinger 1986).

d) Payback Period (PP)

Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode

atau jangka waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto (Arifin 2008). Metode Payback Periode ini cukup sederhana sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya yaitu metode ini tidak memperhatikan konsep nilai waktu dari uang di samping juga tidak memeperhatikan aliran kas masuk setelah payback. Jadi, pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung metode lain yang lebih baik (Umar 2005).

26

e) Break Even Point (BEP)

Analisis pulang pokok atau Break Even Point adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antarbeberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikelurkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar 2005). BEP merupakan keadaan di mana penerimaan pendapatan perusahaan (Total Revenue atau TR) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (Total Cost atau TC).

3.2.2 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Pada saat kita menganalisis perkiraan arus kas di masa datang, kita berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas kertas dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek usaha dalam beroperasi untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.

Suatu variasi pada analisis sensitifitas adalah switching value. Dalam analisis sensitivitas secara langsung kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis usaha dan kemudian kitadapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik usaha. Sebaliknya, bila ingin menghitung switching value maka kita harus menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalan analis usaha yang akan diganti agar usaha dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya usaha sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran kemanfaatan proyek (Gittinger 1986).

Dokumen terkait