• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Pengakaran eksplan bukan masalah serius dalam penyiapan plantlet anturium yang akan diaklimatisasi. Pengakaran secara in vitro mudah diinduksi dengan cara menanam tunas pada medium kultur dengan sedikit atau tanpa ZPT (Aswath dan Biswas, 1999). Tunas-tunas diploid dan triploid hasil kultur antera anturium mudah diinduksi pengakarannya pada medium MW-1 dengan atau tanpa ZPT. Jumlah akar bervariasi dari 1-7 akar per tunas. Akar yang terbentuk umumnya ialah akar udara, yaitu akar lateral yang tumbuh pada ketiak daun. Akar tumbuh ke arah samping atau atas tanpa menyentuh media sedangkan akar yang tumbuh ke dalam media sangat terbatas. Pengakaran justru menjadi masalah pada tunas-tunas haploid. Hasil percobaan pendahuluan, tunas-tunas tersebut lebih sulit berakar dengan jumlah akar yang terbatas.

Pengakaran level in vitro pada kultur antera anthurium memiliki dua manfaat penting, yaitu: (1) menyiapkan plantlet yang sehat untuk tujuan aklimatisasi dan (2) menyiapkan akar yang berkualitas untuk evaluasi sitologi. Aklimatisasi plantlet hasil kultur in vitro anthurium bukan merupakan masalah. Keberhasilan aklimatisasi tersebut berada pada kisaran yang tinggi (50-100%) (Winarto et al., 2005). Sedangkan evalusi ploidi pada level in vitro memiliki tingkat keberhasilan yang rendah (1-15%) sebagai akibat dari kuaitas donor yang tidak optimal. Kalus, daun muda dan akar udara hasil kultur in vitro tidak memberikan hasil pewarnaan kromosom yang baik. Pewarnaan kromosom yang tidak jelas dan mosaik kromosom menjadi hasil akhir evaluasi ploidi seperti yang dilaporkan pada bunga matahari (Cavallini dan Lupi, 2006). Kondisi tersebut menjadi hambatan besar juga dalam evaluasi ploidi pada anturium. Oleh karena itu mempersiapkan donor yang baik untuk pewarnaan kromosom menjadi penting dalam penelitian ini.

Pembentukan akar pada level in vitro dipengaruhi oleh genotipe, umur eksplan, medium (jenis media dasar, konsentrasi NH4NO3, kandungan garam

mineral), ZPT, jenis dan konsentrasi agar, serta cahaya (Geier, 1986; Geier, 1990; Chen et al., 1997; Aswath dan Biswas, 1999; Martin et al., 2003; Keatmetha dan Suksa-Ard, 2004). Geier (1986) menggunakan medium dasar Nitsch yang mengandung 720 mg/l NH4NO3. Chen et al. (1997) memodifikasi medium MS

yang mengandung 2.2 µM BA pada cahaya yang rendah. Martin et al. (2003) menggunakan ½ medium MS yang ditambah 0.54 mM NAA dan 0.93 mM kinetin. Keatmetha dan Suksa-Ard (2004) memanfaatkan ½ medium MS tanpa ZPT yang mengandung 8 g/l arang aktif, 30 g/l sukrosa, 12 g/l agar atau 1.5 g/l phytagel. Media tersebut sesuai untuk induksi akar pada tunas hasil regenerasi jaringan vegetatif, tetapi tidak sesuai digunakan untuk tunas yang berasal dari jaringan generatif. Tunas diploid dan triploid berhasil diinduksi pembentukan akarnya pada medium MW-1 tanpa ZPT, tetapi masih belum berhasil pada tunas haploid.

Penggandaan kromosom secara spontan dalam kultur antera merupakan fenomena penting, sering terjadi dan berdampak positif terhadap produksi tanaman haploid ganda. Beberapa peneliti melaporkan kejadian ini de ngan variasi keberhasilan. Kahrizi dan Mohammadi (2009) melaporkan bahwa frekuensi penggandaan kromosom secara spontan pada kultur antera barley mencapai 65- 76%, pada Brassica rapa ssp. chinensis mencapai lebih dari 70% ( Gu et al., 2003), pada kentang antara 4-67% (Chauvin et al., 2003). Pada kultur antera

Anemone coronaria, 11 dari 19 plantlet yang berhasil diregenerasi (58%) merupakan tanaman haploid ganda yang terjadi secara spontan (Laura et al., 2006). Pada tanaman dengan persentase pengggandaan kromosom secara spontan yang tinggi, maka aktivitas penggandaan kromosom umumnya tidak diperlukan lagi.

Kenyataan lain menunjukkan bahwa teknologi kultur antera dan/ atau mikrospora tidak disertai dengan persentase penggandaan kromosom secara spontan yang tinggi. Pada kubis penggandaan kromosom spontan hanya mencapai 15% (Chen et al., 1994). Ishizaka (1998) mendapatkan 12 tanaman (28%) dari 43 tanaman Cyclamen purpurescens mengganda secara spontan. Sementara pada

Allium cepa penggandaan kromosom spontan hanya mencapai 1% saja (Campion

penting penunjang keberhasilan produksi tanaman haploid ganda pada pengembangan teknologi haploid.

Beberapa bahan efektif agen penggandaan kromosom tanaman ialah kolkisin (Currah dan Ockendon. 1987; Chen et al., 1994; Hensen dan Andersen, 1998; Corredor dan Naranjo, 2007), orizalin (Chauvin et al., 2003; Petersen et al., 2003), trifuralin (Rey et al., 2002), amiprophos- methyl (APM) (Ramulu et al., 1991; Wang et al., 2006). Diantara bahan tersebut, kolkisin merupakan bahan antimitosis yang banyak digunakan untuk tujuan penggandaan kromosom. Kolkisin telah digunakan secara ekste nsif sejak tahun 1937 hingga saat ini untuk menghasilkan tanaman poliploid. Diaplikasikan untuk menahan tahap metafase pada pembelahan sel (Ramulu et al., 1991) dan menginduksi terjadinya variasi tanaman (Zaffar et al., 2003).

Keberhasilan aplikasi kolkisin untuk penggandaan kromosom telah dilaporkan pada Allium cepa (Campion et al., 1995), jagung (Saisingtong et al., 1996), cocayam (Tambong et al., 1998), Lilium formolongi (Ishimori dan Niimi, 2004), gandum (Navarro-Alvarez et al., 2006), jeruk (Zeng et al., 2006) dan kubis (Klíma et al., 2008). Kolkisin tersebut diaplikasikan dengan berbagai variasi konsentrasi, waktu dan metode aplikasinnya. Tetapi aplikasi kolkisin untuk tujuan penggandaan kromosom pada regenerant hasil kultur antera anturium belum pernah dilaporkan.

Penelitian pada tahap penyiapan plantlet dan penggandaan kromosom bertujuan untuk mengetahui (1) respon pembentukan akar atau plantlet berkualitas pada beberapa media pengakaran yang berbeda, dan (3) konsentrasi dan waktu aplikasi kolkisin terhadap keberhasilan penggandaan kromosom. Hipotesis yang diajukan ialah minimal (1) terdapat satu jenis medium pengakaran yang sesuai dan optimal untuk penyiapan donor akar yang baik dalam pewarnaan kromosom dan (2) minimal terdapat satu konsentrasi dan waktu aplikasi kolkisin yang sesuai untuk penggandaan kromosom.

Bahan dan metode

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah tunas-tunas hasil kultur antera anturium (baik tunas diploid/triploid maupun tunas haploid) dengan 1-3 daun yang membuka sempurna. Tunas tersebut merupakan tunas-tunas hasil penelitian sebelumnya.

Pengakaran tunas hasil kultur antera anturium

Pembentukan akar pada tunas-tunas hasil kultur antera anturium

Percobaan 18 mempelajari pengarakan pada tunas dengan 1-3 daun sempurna hasil kultur antera anturium. Konsentrasi arang aktif yang digunakan ialah (1) 0% dan (2) 1%. Media pengakaran yang digunakan ialah: (1) MWR-3 + 1,0 mg/l kinetin + 0,2 mg/l NAA (MP-1), (2) MW-1 + 0,05 mg/l TDZ + 1,0 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA (MP-2), (3) MW-1 + 0,05 mg/l TDZ + 1,5 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA (MP-3), (4) MW-1 + 0,05 mg/l TDZ + 2,5 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA (MP-4), (5) MW-1 + 1,0 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA (MP-5), (6) MW-1 + 2,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA (MP-6), (7) MW-1 tanpa hormon (MP-7), (8) MWR-3 tanpa hormon (MP-8).

Percobaan faktorial disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 ulangan. Tiap perlakuan terdiri atas 4 botol. Tiap botol berisi 4 tunas yang dikultur.

Tunas-tunas yang telah dikultur diinkubasi pada lama penyinaran 12 jam di bawah lampu fluoresen (± 13 mmol.m-2.S-1) pada suhu 24±1Cº hingga akar terbentuk.

Peubah yang diamati ialah (1) jumlah akar per tunas (JA), dan (2) persentase akar yang berkualitas (PJAB, %). Akar yang berkualitas dalam percobaan ini dinilai dari panjang daerah aktif tumbuh yang terlihat pada ujung akarnya. Akar dinilai berkualitas jika daerah aktif tumbuhnya lebih dari 1 mm. Pengamatan dilakukan ± 4.0 bulan setelah kultur inisiasi

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA) dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan akan diuji lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Pembentukan akar pada tunas haploid hasil kultur antera anturium

Enam media pengakaran dengan satu medium pembanding digunakan dalam percobaan 19. Enam media tersebut ialah (1) MS + 0.2 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA (MPH-1), (2) MS yang mengandung 0.1 mg/l BAP dan 0.01 mg/l NAA (MPH-2), (3) MW-1 yang ditambah dengan 0.5 mg/l IAA dan 5.0 mg/l BAP (MPH-3), (4) Medium MS (1/2 makro) yang mengandung 0.5 mg/l TDZ, 1.0 mg/l BAP dan 0.01 mg/l NAA (MPH-4), (5) Medium MS (1/2 makro) ditambah 0.5 mg/l IAA dan 5.0 mg/l BAP (MPH-5), dan (6) Medium MS (1/2 makro) dengan 1.0 mg/l IAA dan 10 mg/l BAP (MPH-6).

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 ulangan. Tiap perlakuan terdiri dari 4 botol. Tiap botol berisi 4 tunas haploid.

Tunas-tunas yang telah dikultur diinkubasi pada lama penyinaran 12 jam di bawah lampu fluoresen (± 13 mmol.m-2.S-1) pada suhu 24±1Cº hingga akar terbentuk.

Peubah yang diamati ialah (1) jumlah akar per tunas (JA), dan (2) persentase akar yang berkualitas (PJAB, %). Akar yang berkualitas dalam percobaan ini dinilai dari panjang daerah aktif tumbuh yang terlihat pada ujung akarnya. Akar dinilai berkualitas jika daerah aktif tumbuhnya lebih dari 1 mm. Pengamatan dilakukan ± 4.0 bulan setelah kultur inisiasi

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA) dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan akan diuji lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Penggandaan kromosom

Pada percobaan 20, plantlet haploid dengan 2-3 daun dan akar yang sehat digunakan sebagai sumber eksplan. Akar plantlet dicuci bersih dari pengaruh agar. Plantlet tersebut kemudian ditanam dalam botol kultur yang berisi arang sekam steril yang telah disiram dengan medium cair MW-1 yang telah ditambah kolkisin sesuai perlakuan. Botol kultur yang berisi plantlet selanjutnya diinkubasi dalam ruang kultur dengan lama penyinaran 12 jam dibawah lampu fluoresen pada suhu 24±1ºC.

Konsentrasi kolkisin yang diuji dalam percobaan ini ialah (1) 0.05%, (2) 0.1%, (3) 0.25%, dan (4) 0.5% (Lampiran 43). Lama perendaman kolkisin pada percobaan ini ialah 7 hari. Sedangkan lama perendaman kolkisin yang diuji ialah (1) 0 jam, (2) 24 jam, (3) 3 hari, (4) 5 hari, (5) 7 hari dan (5) 10 hari. Konsentrasi kolkisin yang digunakan ialah 0.05%. Dua percobaan ini tidak digabung mengingat keterbatasan plantlet haploid yang berhasil disiapkan. Pada kedua percobaan tersebut, tiap perlakuan terdapat 25 plantlet haploid yang ditanam.

Peubah yang diamati ialah (1) persentase kematian (%), (2) variasi ploidi tanaman, (3) persentase tanaman haploid ganda (PTHG, %) dan (4) persentase keberhasilan penggandaan kromosom (PKK, %). Pengambilan data dilakukan 5 bulan setelah perlakuan. Konfirmasi ploidi dilakukan menggunakan metode pewarnaan aceto-orcein Sharma dan Sharma (1994) yang telah dimodifikasi. Data yang ditampilkan dalam penelitian ini merupakan data total tanaman yang diamati.

Hasil

Pengakaran tunas hasil kultur antera anturium

Perlakuan arang aktif dan media pengakaran memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas akar yang dihasilkan pada tunas-tunas hasil kultur antera. Kedua perlakuan juga memberikan pengaruh interaksi nyata pada semua peubah yang diamati. Jumlah akar yang dihasilkan berkisar 2-6 akar per tunas dengan nilai rata-rata tertinggi 4.5 akar per tunas ditemukan pada MP-7.

Penggunaan arang aktif pada pembentukan akar memang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah dan kualitas akar yang dihasilkan. Jumlah akar yang dihasilkan ialah 3.3 per tunas pada medium tanpa arang aktif dan 3.5 akar per tunas pada medium yang ditambah 1% arang aktif (Tabel 36). Tetapi persentase jumlah akar berkualitas mencapai 66% dan lebih tinggi dibanding akar yang dihasilkan pada medium tanpa arang aktif yang hanya 41% (Tabel 37). Media pengakaran berpengaruh terhadap jumlah akar yang dihasilkan, meskipun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitasnya. MP-7 merupakan medium terbaik dalam menginduksi jumlah dan kualitas akar tertinggi dengan 4.1 akar per tunas dimana 63% nya merupakan akar yang berkualitas untuk uji kromosom (Gambar 18).

Grafik 18. Pengaruh media pengakaran terhadap jumlah akar. Histogram yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah ganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Kombinasi perlakuan arang aktif dengan media pengakaran ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyiapan akar yang berkualitas. MP-3 merupakan medium pengakaran yang maksimal dalam pembentukan akar, meski tidak berbeda nyata dengan MP-2 (Tabel 35). Penggunaan 1% arang aktif mengubah kemampuan medium dalam menginduksi pembentukan akar dan MP-7

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 M P-1 M P-2 M P-3 M P-4 M P-5 M P-6 M P-7 M P-8 Jumlah akar Media pengakaran b a ab abc abc bc bc bc

merupakan medium terbaik dengan jumlah akar mencapai 4.5 akar per tunas (Tabel 36). Penggunaan 1% arang aktif memberikan pengaruh yang maksimal terhadap persentase akar berkualitas yang dihasilkan oleh tunas-tunas yang dikultur di atasnya. Pada media pengakaran tanpa pemberian arang aktif, persentase akar berkualitas berada pada kisaran angka 30-54% (Tabel 37). Media pengakaran yang ditambah dengan 1% arang aktif persentase akar bekualitasnya mencapai 100%. Hal ini berarti semua akar yang dihasilkan dapat digunakan sebagai donor eksplan yang sesuai untuk pewarnaan kromosom. Persentase akar berkualitas tertinggi ditemukan pada tunas yang dikultur pada MP-7 yang mencapai 83% (Tabel 37).

Tabel 36. Pengaruh interaksi arang aktif dan media pengakaran terhadap jumlah akar.

===========================================================

Medium Jumlah akar per tunas

Pengakaran ---

(MP) Konsentrasi arang aktif (KAR, %)

--- KAR-1 (0%) KAR-2 (1%) --- MP-1 3.4 ab 3.0 bc MP-2 4.0 a 2.5 c MP-3 4.1 a 2.3 c MP-4 3.7 ab 4.0 ab MP-5 3.4 ab 3.8 ab MP-6 3.5 ab 3.3 bc MP-7 3.7 ab 4.5 a MP-8 2.5 b 3.0 bc --- Koefisien variasi (CV, %) 10.98 9.74 =========================================================== Angka rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah ganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Tabel 37. Pengaruh interaksi arang aktif dan media pengakaran terhadap persentase akar berkualitas (PAB, %).

=========================================================== Persentase akar berkualitas (PAB, %)

---

Medium Konsentrasi arang aktif (KAR, %)

Pengakaran (MP) --- KAR-1 (0%) KAR-2 (1%) --- MP-1 45.8 a 54.2 b MP-2 46.3 a 58.4 ab MP-3 30.2 a 66.7 ab MP-4 45.7 a 56.7 ab MP-5 45.5 a 79.2 ab MP-6 29.6 a 75.0 ab MP-7 43.6 a 82.5 a MP-8 54.2 a 58.4 ab --- Koefisien variasi (CV, %) 15.67 10.57 =========================================================== Angka rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah ganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Gambar 19. Jumlah dan kualitas akar yang maksimal pada MP-7 yang mengandung 1% arang aktif. A. Akar yang dominan tumbuh ke bawah menembus medium. B. Akar berkualitas dengan titik aktif tumbuh yang lebih panjang dan berada didasar medium. C. Akar berkualitas yang ujung akarnya aktif tumbuh.

Penggunaan arang aktif pada media pengakaran memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kualitas akar. Kondisi medium yang gelap akibat pemberian arang aktif menyebabkan akar tumbuh ke arah bawah,

menembus medium (Gambar 19A) dan memiliki ujung akar yang aktif tumbuh lebih panjang (Gambar 19B). MP-7 yang megandung 1% arang aktif paling sesuai untuk pembentukan jumlah dan kualitas akar yang terbaik.

Pembentukan akar pada tunas haploid berlangsung lebih lambat dibanding tunas lain hasil dari kultur antera anturium. Akar yang dihasilkan pun berada pada jumlah yang lebih terbatas. Pembentukan akar mulai terlihat 2.5 bulan setelah kultur inisiasi. Sementara tunas lain hasil kultur antera anturium mulai 1.5 bulan setelah kultur. Akar tumbuh lambat, dengan panjang akar yang hanya mencapai 0.5-1.0 cm. Jika jumlah akar diploid dan triploid berkisar antara 2-6 akar per tunas dengan 3.9 akar rata-rata per tunas (MPH-3d). Sedangkan pada tunas haploid hanya berkisar antara 1-4 akar dengan 2.5 rata-rata per tunas (MPH-1).

Media pengakaran berpangaruh nyata terhadap pembentukan akar pada tunas haploid. MPH-1 merupakan medium yang paling sesuai untuk pembentukan akar. Medium tersebut mampu membentuk akar hingga 2.5 akar per tunas (Gambar 20, Gambar 21B). MPH-3d mampu membentuk akar lebih banyak hingga 3.9 akar per tunas pada tunas diploid dan/atau triploid (Gambar 21A), namun tidak mampu meninduksi pembentukan akar yang maksimal pada tunas haploid (MPH-3h). Media lain memberikan hasil yang lebih rendah, bahkan pada MPH-4 tidak terdapat pembentukan akar .

Hasil percobaan kedua juga menunjukkan bahwa perbedaan level ploidi tunas hasil kultur antera anturium memberikan respon pembentukan akar yang berbeda. Medium yang maksimal untuk satu jenis tunas, tidak selalu memberikan hasil yang maksimal juga pada jenis tunas yang lain. Tunas-tunas haploid umumnya memberikan respon pembentukan akar lama, pertumbuhan yang lambat dengan jumlah akar yang terbatas.

Gambar 20. Pengaruh media pengakaran terhadap induksi pembentukan akar pada tunas haploid. Histogram yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Gambar 21. Induksi pembentukan akar tunas haploid pada MPH-3d dan MPH-1. A. Akar tunas diploid pada MPH-3d. B. Akar tunas haploid pada MPH-1.

Penggandaan kromosom

Penggunaan kolkisin dalam menunjang keberhasilan pengandaan kromosom plantlet haploid hasil kultur antera anturium. Sebagian tanaman yang

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Jumlah akar

Medium pengakaran haploid (MPH)

a

b

c

d d d d

diberi perlakuan mengalami perubahan jumlah kromosomnya. Tanaman berubah dari haploid menjadi haploid ganda/dihaploid dan triploid dengan variasi keberhasilan. Aplikasi kolkisin juga menyebabkan terjadinya kematian plantlet. Kematian tersebut berkisar 8-44% dengan nilai rata-rata mencapai 22%. Plantlet yang gagal tumbuh ditandai dengan munculnya penguningan di tepi daun (Gambar 26A). Daun kemudian menguning, selanjutnya berubah menjadi coklat yang diikuti dengan pembusukan (Gambar 22B) dan akhirya mati (Gambar 22C).

Gambar 22. Pertumbuhan tanaman haploid setelah aklimatisasi. A. Sepuluh hari setelah aklimatisasi, penguningan ditepi daun mulai terlihat. B. Satu bulan setelah aklimatisasi, seluruh daun menguning dan berubah menjadi coklat dan busuk. C. Satu bulan setengah setelah aklimatisasi, seluruh daun telah luruh dan tinggal sisa tangkai dan batang yang terus membusuk dan akhirnya mati.

Variasi konsentrasi kolkisin memberikan pengaruh yang nyata terhadap penggandaan kromosom. Semakin besar konsentrasi kolkisin, semakin besar peluang terjadinya penggandaan kromosom. Pada konsentrasi 0.5% yang diaplikasikan selama 7 hari, seluruh plantlet mengganda kromosomnya (Tabel 38). Tetapi berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu mendapatkan tanaman haploid ganda maka konsentrasi 0.25% merupakan konsentrasi yang maksimal dalam mendapatkan tanaman haploid ganda. Perlakuan ini mampu menghasilkan tanaman haploid ganda hingga 80% atau 16 tanaman dari 20 tanaman yang berhasil tetap tumbuh. Kolkisin konsentrasi tinggi menghasilkan kromosom tanaman mengganda hingga membentuk tanaman triploid.

Tabel 38. Rasio ploidi hasil perlakuan konsentrasi kolkisin yang berbeda pada plantlet haploid.

===========================================================

Konsentrasi Jumlah Jumlah Persentase Variasi ploidi tanaman PTHG

PPK

kolkisin tanaman tanaman kematian --- (%) (%) hidup (%) Haploid HD Triploid

--- 0.05% 25 17 32 12 5 0 29.4 29.4 0.1% 25 19 24 8 11 0 57.9 57.9 0.25% 25 20 20 3 16 1 80.0 85.0 0.5% 25 18 28 0 12 6 66.8 100.0 ================================================================

Keterangan: Data yang disajikan ialah total tanaman yang diberi perlakuan dan diamati. HD – haploid ganda, PTHG – persentase tanaman haploid ganda. PPK- persentase penggandaan kromosom.

Waktu aplikasi kolkisin juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap keberhasilan penggandaan kromosom. Makin lama waktu aplikasi kolkisin makin tinggi keberhasilan penggandaan kromosom. Meskipun waktu aplikasi maksimal belum ditemukan, namun 10 hari periode aplikasi kolkisin merupakan waktu perlakuan dengan hasil tanaman haploid ganda tertingi. Perlakuan tersebut menghasilkan tanaman haploid ganda hingga 13 tanaman dari 17 tanaman yang berhasil tumbuh (Tabel 39).

Tabel 39. Rasio ploidi hasil perlakuan 0.05% kolkisin pada waktu perendaman yang berbeda

================================================================ Waktu Jumlah Jumlah Persentase Variasi ploidi tanaman PTHG PPK perendaman tanaman tanaman kematian --- (%) (%)

hidup (%) Haploid HD Triploid

--- 0 jam 25 23 8 23 0 0 0.0 0.0 24 jam 25 14 44 14 0 0 0.0 0.0 3 hari 25 17 32 15 2 0 7.1 7.1 5 hari 25 23 8 19 4 0 17.4 17.4 7 hari 25 19 24 12 7 0 36.8 36.8 10 hari 25 17 43.3 4 13 0 76.5 76.5 ================================================================

Keterangan: Data yang disajikan ialah total tanaman yang diberi perlakuan dan diamati. HD – haloid ganda, PTHG – persentase tanaman haploid ganda. PPK – persentase penggandaan kromosom.

Gambar 23. Respon pertumbuhan tanaman akibat perlakuan kolkisin. Panah kuning ialah tanaman yang mengalami penggandaan kromosm. Panah putih ialah tanaman yang tetap haploid, yang sebagian mati.

Tanaman yang tetap dalam kondisi haploid umumnya memiliki pertumbuhan yang terhambat, tidak normal dan mudah mati (Gambar 23, panah putih). Sementara tanaman yang mengganda kromosomnya memiliki pertumbuhan yang sehat, vigor dengan ukuran yang lebih besar (Gambar 23, panah kuning). Hasil ini menunjukkan bahwa keterbatasan daya tumbuh dan adaptasi tanaman haploid berubah saat kromosom yang ada didalam selnya mengganda.

Pembahasan

Induksi pengakaran tunas -tunas hasil kultur antera anturium

Penambahan arang aktif dalam medium kultur memiliki beberapa manfaat terkait dengan respon pertumbuhan eksplan yang di kultur. Menurut van Winkle dan Pullman (1995) arang aktif hanya memperbaiki kualitas dan kesegaran

tanaman, tetapi juga meningkatkan kemampuan hidup dan pertumbuhan tanaman, serta berat basah eksplan (Moraes et al., 2003). Manfaat positif dalam morfogenesis kemungkinan berkaitan erat dengan kemampuan arang aktif dalam menjaga keseimbangan pH medium (Wann et al., 1997; Pan dan Staden, 1999), menyerap senyawa-senyawa penghambat dan menurunkan metabolit yang bersifat racun, seperti fenol yang menjadi penyebab terjadinya pencoklatan eksplan (Thomas, 2008). Meskipun di sisi lain arang aktif juga menyebabkan reduksi penyerapan mikro elemen medium, khususnya ion Cu dan Zn karena diserap oleh bahan ini.

Penggunaan arang aktif dalam pembentukan akar pada tunas hasil kultur antera anturium tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar yang dihasilkan. Arang aktif tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas akar yang dihasilkan, seperti yang juga dilaporkan pada Picea abies (van Winkle dan Pullman, 1995). Penggunaan arang aktif (8 g/l) yang dikombinasikan dengan 30 g/l sukrosa, dan 1.5 g/l phytagel meningkatkan kecepatan pembentukan akar pada anturium hingga 93.3% dengan 3.0 akar per tunas dan 11.7 mm rata-rata panjang akar (Keatmetha dan Suksa-Ard, 2004). Seratus persen (100%) pengakaran Lilium morfolongi berhasil diinduksi pada medium MS yang mengandung 0.5 g/l arang aktif dan 0.25 mg/l NAA (Thao et al., 2006). Pada

Pinus pinaster, pemberian arang aktif meningkatkan kapasitas pembentukan akar hingga 78% (Dumas dan Monteuuis, 1995). Pada percobaan ini 1% arang aktif yang ditambahkan pada MP-7 menginduksi pembentukan akar hingga 4.5 akar per tunas dan 83% akarnya sesuai untuk pewarnaan kromosom. Hasil ini memperbaiki hasil penelitian sebelumnya (Rachmawati, 2005), dimana sebagian besar akar memiliki kualitas yang rendah untuk pewarnaan kromosom.

Pemberian ZPT sangat berpengaruh terhadap pembentukan akar. ZPT dari kelompok auksin (IAA, NAA, IBA pada konsentrasi yang bervariasi) diketahui memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan akar. Pada anturium, pemberian ZPT untuk pembentukan akar juga dilaporkan oleh Kuehnle et al. (1992) dan Martin et al. (2003) menggunakan medium MS yang mengandung 0.2 mg/l BA dan 2% sukrosa. Hamidah et al. (1997) modifikasi medium MS dengan

mena mbah 4.5 µM 2,4-D, dengan/atau tanpa 0.44 µM BA. Puchooa dan Sookun (2003) menggunakan medium Nitsch yang mengandung 1.0 mg/l IBA dan 0.04% arang aktif. Lima et al. (2006) menambahkan 5.71 mM NAA pada medium MS dan menginduksi pembentukan akar hingga 6.5 akar per tunas pada medium cairnya. Pada tunas diploid dan/atau triploid kultur antera anturium, tunas mudah berakar pada MP-7 (MWR-0) tanpa ZPT. Hasil menunjukkan bahwa pemanfaatan ZPT untuk pembentukan akar pada tunas-tunas tersebut tidak mutlak diperlukan.

Hasil yang berbeda terlihat pada tunas haploid. Enam media pengakaran diuji, tetapi sebagian besar media tidak sesuai untuk pemb entukan akar. MPH-3 yang sesuai untuk tunas diploid/triploid, ternyata tidak memberikan hasil yang baik pada tunas haploid. Tunas tidak menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Hasil penelitian ini juga makin memberi bukti bahwa eksplan haploid memiliki respon pertumbuhan dan perkembangan yang rendah, baik pada level in vitro maupun ex vitro. Selanjutnya MPH-1 (medium MS yang mengandung 0.2 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA) merupakan medium yang paling sesuai untuk pengakaran in vitro tunas haploid. Ini berarti ZPT dan medium yang

Dokumen terkait