• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Inkonsistensi hasil pada studi pembentukan kalus merupakan salah satu kenyataan yang ditemukan pada studi tersebut. Persentase antera membentuk kalus berkisar antara 11-67% dengan 2.3-4.0 jumlah rata-rata antera yang membentuk kalus per perlakuan. Pada beberapa studi ditemukan bahwa medium yang optimal untuk pembentukan kalus, juga sesuai untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus seperti yang dilaporkan pada anturium (Rachmawati, 2005), gerbera (Kumar dan Kanwar, 2007). Beberapa yang lain dilaporkan bahwa tiap tahap perkembangan tanaman memerlukan medium yang berbeda seperti yang dilaporkan pada gerbera (Aswath dan Chaudary, 2002), dan Viola wittrockiana (Wang dan Bao, 2007), sehingga variasi dan optimasi medium perlu dilakukan. Optimasi media dasar terseleksi untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus dapat dilakukan melalui (1) pengujian ulang media dasar terseleksi yang dikombinasikan dengan pemberian NH4NO3 pada konsentrasi yang berbeda, (2) memvariasikan pemberian 2,4-D

dengan TDZ, (3) glutamin dan serin, (4) sukrosa dan glukosa (George, 1993). Pengaruh nyata perlakuan-perlakuan tersebut dalam optimasi medium dasar diuraikan pada bagian berikut.

MW-1 dan MWR-3-3 merupakan medium yang sesuai untuk pembentukan kalus. Setengah antera yang dikultur pada medium tersebut juga menunjuk kan respon pertumbuhan yang positif. Setengah antera yang dikultur berdediferensiasi, membentuk sel-sel meristematik hingga kalus, meskipun sebagian besar mati akibat pencoklatan. Modifikasi kandungan garam mineral media pada elemen makro, mikro dan vitamin telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan media dalam pembentukan kalus, meskipun konsistensi hasil belum ditemukan. NH4NO3 merupakan elemen makro penting dalam pembentukan kalus. Diduga bahan ini juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan regene rasi kalus. Oleh karena itu kombinasi perlakuan media dasar terseleksi dan pemberian NH4NO3 yang berbeda untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus perlu dipelajari lebih lanjut.

Setiap perubahan konsentrasi NH4NO3 dilakukan maka perubahan rasio

NH4+ : NO3- juga terjadi (Matsubayashi dan Sakagami, 1998; Nowak et al., 2007;

Roosta et al., 2009). Perubahan rasio NH4+ : NO3- tersebut berpengaruh terhadap

pembentukan kalus, embrio, regenerasi tunas, dan berat biomasa ekaplan (Robert

et al., 1987; Matsubayashi dan Sakagami, 1998; Chauhan dan Kothari, 2004; Nowak et al., 2007; Roosta et al., 2009). Pada kultur asparagus, rasio amonium- nitrat 0.30 mM merupakan rasio optimal untuk menjaga proliferasi sel (Matsubayashi dan Sakagami, 1998). Pada Prunus domestica 1:2 atau 1:4 rasio NH 4 + :NO 3 – paling sesuai untuk regenerasi eksplan (Nowak et al., 2007).

Pemberian 5 mM NH4NO3 terus menerus menurunkan kemampuan regenerasi

ketimun (Roosta et al. 2009). Sedangkan pada kultur antera anturium, konsentrasi NH4NO3 550-750 mg/l sesuai untuk pembentukan kalus, namun konsentrasi

tersebut belum optimal. Karena itu modifikasi konsentrasi amonium nitrat dalam media dasar terseleksi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan regenerasi kalus dalam kultur antera anturium.

Pemberian ZPT merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan. Pada beberapa kasus ZPT menjadi faktor pembatas inisiasi, pertumbuhan dan regenerasi kalus. Pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur jaringan tanaman dikendalikan oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen (Laslo dan Vicas, 2008). ZPT berpengaruh langsung terhadap mekanisme- mekanisme seluler terkait pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Beberapa ZPT sintetik juga dapat memodifikasi dan mempengaruhi ZPT endogen, yang kadang bersifat menurun pada generasi berikutnya. 2,4-D dan TDZ merupakan auksin dan sitokinin yang diaplikasikan untuk menginduksi pertumbuhan dan regenerasi kalus tanpa atau bersama dengan hormon yang lain.

Pada kultur Paphiopedilum philippinense, 4.52 µM 2,4-D and 0.45 µM TDZ menginduksi pembentukan tunas, tetapi jumlah tunas tertinggi hingga 4.52 tunas per eksplan ditemukan pada medium MS yang hanya ditambah 4.52 µM 2,4- D (Chen et al., 2002). Pada hibrida yang lain, 4.52 µM 2,4-D dan 0.45 µM TDZ pada medium MS merupakan kombinasi yang sesuai untuk mendapatkan

regenerasi tunas yang tinggi (Chen et al., 2004). Pemberian 0.5 mg l- 1 TDZ and 1.0 mg l- 1 NAA pada medium NN merupakan kombinasi TDZ yang optimal untuk regenerasi tunas tertinggi mencapai 93.3% persentase regenerasi dan 3.83 tunas per eksplan pada lili (Fei et al., 2009). Frekuensi tinggi regenerasi tunas dengan jumlah tunas per eksplan yang tinggi pada Carthamus tinctorius ditemukan pada medium yang ditambah dengan TDZ + NAA pada kisaran konsentrasi yang luas (Radhika et al., 2006). Pada kultur antera Dianthus, regenerasi tunas tertinggi ditemukan pada medium B5 yang ditambah dengan 1 mg L-1 TDZ + 0.1 mg L-1 NAA (Nontaswatsri et al., 2007). Kombinasi 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA pada MWR-3 dan 0.5 mg/l TDZ, 1.0 mg/l BAP dan 0.01 mg/l NAA pada MW-1 merupakan kombinasi ZPT yang sesuai untuk pembentukan kalus pada kultur antera anturium. Penambahan 0.5 mg/l 2,4-D pada MW-1 potensial untuk pembentukan kalus, tetapi pada MWR-3 terjadi sebaliknya. Variasi aplikasi 2,4-D dan TDZ dalam pertumbuhan dan regenerasi kalus diduga juga dapat meningkatkan pertumbuhan dean regenerasi kalus hingga membentuk tunas.

Asam amino juga merupakan salah satu faktor penunjang yang menentukan keberhasilan kultur jaringan tanaman (George et al., 2007). Senyawa ini merupakan salah satu sumber nitrogen (Saunders et al, 1997) yang berperan dalam pembentukan kalus, regenerasi tunas adventif, embriogenesis dan androgenesis eksplan (Masaaki et al., 2000; Ogita et al., 2001). Beberapa jenis asam amino yang dapat digunakan ialah: alanine, arginine, asparagine, cysteine, glutamin, glycine, leucine, isoleucine, lysine, methionine, ornithine, phenylalanine, proline, serine, threonine, tryptophane tyrosine, dan valine (Ogita et al., 1997 dan 2001; Ashok- Kumar and Murthy. 2004). Di antara asam amino tersebut glutamin merupakan asam amino yang sering digunakan (Masaaki et al., 2000; Ogawa et al., 2000; Ogita et al., 2001), juga serin (Pola et al., 2007; Anonymous, 2009b).

Pemberian 3.5 g/l glutamin pada medium N6 meningkatkan respon androgenesis pada kultur antera kacang tanah (Willcox et al., 1991). Aplikasi 200 mg/l glutamin pada medium ½ MS sesuai untuk pembentukan dan regenerasi kalus (Yam et al., 1991). Penggunaan 5 mM glutamin pada medium N6 meningkatkan deferensiasi plantlet pada kultur antera padi (Ogawa et al., 2000). Aplikasi 5 mM

glutamin pada medium B5 meningkatkan regenerasi antera padi (Masaaki et al., 2000). Pemberian 1000 mg/l glutamin dan serin pada medium meningkatkan regenerasi tunas Shorgum bicolor (Pola et al., 2007). Pada kentang, medium MSU93 yang ditambah dengan 7.3 mg/l glutamin dan 6.6 asparagin meningkatkan regenerasi tunas hingga 27 tunas / 100 antera (Tai dan Xiong, 2003). Pada Linum usitatissimum, 750 mg/l glutamin paling baik untuk pembentukan kalus (Nichterlein, 2003). Pada kultur antera apel, glutamin (1256 mg/l) sesuai untuk pembentukan dan regenerasi kalus (Höffer, 2003). Pemberian glutamin (200 mg/l) sesuai untuk embriogenesis pada kultur antera jeruk (Germana, 2003). Pada penelitian ini, pemberian glutamin dan serin dilakukan untuk meningkatkan pembentukan, pertumbuhan dan regenerasi kalus.

Pemberian gula dalam medium sangat diperlukan dalam kultur in vitro sel, jaringan dan organ tanaman. Pada kenyataannya hanya sejumlah kecil spesies tanaman yang dikultur in vitro mampu menyediakan gula sendiri melalui aktivitas fotosintesis (bersifat autotropik) (George, 1993). Banyak tanaman autotropik yang memiliki kemampuan fotosintesis rendah dalam kultur in vitro karena ketersediaan CO2 yang terbatas. Sebagian besar spesies tanaman yang diperbanyak secara in vitro memerlukan pemberian gula sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Gula atau sakarida diketahui berperan sebagai sumber energi, agen osmotikum, pelindung stres dan molekul sinyal pada tanaman (Lipavska dan Konradova, 2004 ). Ramage dan Williams (2002) menyatakan bahwa pada spesies tanaman yang sulit diperbanyak secara in vitro memerlukan karbohidrat untuk mengoptimalkan kenerja ZPT. Sumber karbohidrat ini memiliki peran yang mendasar pada proliferasi dan pertumbuhan tunas, serta ketahanan hidup eksplan (Priyakumari et al., 2002).

Sukrosa merupakan salah satu jenis sumber karbon dan energi yang telah banyak digunakan dalam perbanyakan in vitro untuk berbagai tujuan (Priyakumari

et al., 2002; Ramage dan Williams, 2002; Lipavska dan Konradova, 2004). Dua hingga lima persen (2-5%) merupakan konsentrasi gula yang paling lazim digunakan dalam kultur jaringan pada berbagai jenis tanaman (Br idgen, 1994). Pada kultur antera, bahan ini digunakan pada kisaran antara 2%-13% tergantung

respon antera yang dikultur (Sopory dan Munshi, 1996; Maluszynski et al., 2003a) baik untuk tujuan induksi pembentukan kalus, embriogenesis maupun regenerasinya. Pada kultur antera lili digunakan 6% sukrosa (Han et al., 1997) sementara Arzeta-Fernandez et al. (1997) menggunakan 1.5% sukrosa pada tanaman yang sama. Pemberian glukosa 3% dan maltosa 3% sesuai untuk kultur antera bunga matahari (Saji dan Sujatha, 1998), tetapi Thangene et al. (1994) menggunakan sukrosa 4%, Coumans dan Zhong (1995) menggunakan 12% sukrosa untuk tanaman yang sama. Penggunaan sukrosa 3% sesuai untuk kultur antera Cyclamen (Ishizaka, 1998). Pada anturium digunakan sukrosa pada konsentrasi 3% (Rachmawati, 2005; Winarto dan Rachmawati, 2007).

Glukosa juga merupakan salah satu sumber karbon dan energi untuk menunjang kultur antera. Glukosa ini telah diaplikasikan pada kultur antera kubis (Arora dan Bhojwani, 1988). Glukosa yang dikombinasikan dengan sukrosa sesuai untuk kultur antera asparagus (Wolyn dan Nichols, 2003). Meskipun aplikas inya dalam kultur antera masih terbatas, kombinasi sukrosa dan glukosa pada anturium memberikan pengaruh positif dalam pembentukan kalus (Winarto et al., 2005). Pada studi awal diketahui bahwa kombinasi 20 g/l sukrosa dan 10 g/l glukosa pada medium terseleksi memberikan hasil yang lebih baik dibanding medium tanpa glukosa. Pada kultur antera gandum, selain potensi osmotikum medium, glukosa dilaporkan menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan pembentukan kalus (Last dan Brettell, 1990). Peran sukrosa dan glukosa dalam regenerasi tunas dilaporkan pada almond (Gürel dan Gülsen, 1998), pada gladiol (Kumar et al., 1999), pada peach (Younas et al., 2008) dan Linum usitatissimum (Chen dan Debnenki, 2004).

Variasi pertumbuhan kalus yang berbeda juga ditemukan dalam percobaan ini. Terdapat kalus yang tumbuh cepat dan mudah diregenerasi membentuk tunas. Terdapat juga kalus yang tumbuh lambat, sulit diregenerasi untuk membentuk tunas dan umumnya menghasilkan tunas haploid. Kendala lain yang dihadapi pada perbanyakan eksplan haploid adalah pencoklatan dan kontaminasi oleh bakteri. Eksplan haploid yang disubkultur untuk tujuan perbanyakan seringkali eksplan hasil subkultur mengalami pencoklatan yang disertai kematian eksplan atau

terkontaminasi oleh bakteri. Eksplan yang berhasil tumbuh, memiliki pertumbuhan yang lambat dan sulit diregenerasi membentuk tunas (Rachmawati, 2005; Winarto

et al., 2005; Anonim, 2009). Oleh karena itu regenerasi dan perbanyakan kalus tumbuh lambat dan haploid menjadi langkah penting yang harus diupayakan dalam pengembangan kultur antera anturium dan beberapa media regenerasi diuji untuk tujuan tersebut.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa studi regenerasi kalus memiliki tujuan untuk (1) menguji dan meningkatkan medium terseleksi pada pembentukan kalus untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera anturium dan (2) meningkatkan kemampuan regenerasi kalus tumbuh lambat dan haploid dalam membentuk tunas. Optimasi medium terseleksi dilakukan dengan mengkombinasikan (a) perlakuan media dasar terseleksi dan konsentrasi amonium nitrat, (b) kombinasi konsentrasi 2,4-D-TDZ, (c) glutamin –serin, dan (d) sukrosa- glukosa. Diduga terdapat satu medium terseleksi yang optimal untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera anturium dan regenerasi kalus tumbuh lambat dan haploid.

Bahan dan Metode

Kalus, kalus tumbuh lambat dan kalus haploid hasil kultur antera dari penelitian sebelumnya digunakan dalam penelitian ini. Daun muda dan petiol dari sampel tanaman ha ploid no. 1, 16, 50, 166, 231, 306, 323, 330 dan 400. MW-1 dan MWR-3 sebagai medium dasar. Medium ini pada kondisi normal mengandung 3% sukrosa dan dipadatkan dengan 2.0 g/l gelrite, tetapi medium dimodifikasi sesuai tujuan percobaan yang dilakukan.

Penyiapan kalus untuk percobaan dilakukan dengan menanam antera pada MWR-3. Botol kultur yang telah ditanami antera selanjutnya diinkubasi ke dalam ruang gelap pada suhu 24±1ºC selama 2 bulan. Setelah itu botol kultur diinkubasi pada kondisi terang dengan lama penyinaran 12 jam pada suhu yang sama di bawah lampu fluoresen dengan intensitas cahaya ± 13 µmol.m-2.s-1 untuk pertumbuhan dan perkembangan kalus. Kalus hasil regenerasi selanjutnya

dipotong ± 3 mm panjang, lebar dan tingginya. Potongan ini selanjutnya dikultur pada medium uji. Pada regenerasi kalus tumbuh lambat, kalus dipotong dengan ukuran yang lebih besar (panjang:lebar:tinggi, 0.9 x 0.8 x 0.8 cm) untuk memperkecil pencoklatan. Eksplan tersebut kemudian dikultur pada media regenerasi yang diuji.

Eksplan daun muda dipanen dari tanaman donor, disterilisasi di bawah air mengalir selama 1 jam, kemudian digojok dengan detergen 1% selaman 30 menit, 1% benomil dan bactomycin selama 30-45 menit, 30% larutan natrium hipoklorida selama 3-5 menit, dan alkohol 70-80% selama 3 menit. Setelah itu eksplan dibilas dengan air destilasi steril 5-6 kali masing- masing 5 menit. Eksplan kemudian dikeringkan pada erlenmeyer besar dengan posisi terbalik, sedangkan untuk mengeringkan eksplan dari pengaruh air sterilan digunakan tissu kering steril.

Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera anturium.

Pengaruh media dasar dan konsentrasi amonium nitrat yang berbeda terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus

Pada percobaan 11, media dasar yang digunakan dalam percobaan ini ialah: (1) ½ MW-1, (2) ½ MWR-3-3, dan (3) MWR-3-3. Sedangkan konsentrasi amonium nitrat yang diaplikasikan ialah (1) 750 mg/l, (2) 550 mg/l, (3) 413 mg/l, (4) 206 mg/l, dan (5) 103 mg/l.

Pengaruh kombinasi konsentrasi 2,4-D dan TDZ yang berbeda terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus

Pada percobaan 12, konsentrasi 2,4-D yang digunakan ialah (1) 0 mg/l, (2) 0,5 mg/l, (3) 1,0 mg/l dan (4) 2,0 mg/l. Sedangkan konsentrasi TDZ yang digunakan dalam percobaan ini ialah (1) 0 mg/l, (2) 0,5 mg/l, (3) 1,0 mg/l dan (4) 2,0 mg/l.

Pengaruh kombinasi konsentrasi glutamin dan serin yang berbeda terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus

Percobaan 13 mempelajari pengaruh asam amino L- glutamin dan L-serin terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus. Konsentrasi L-glutamin yang digunakan dalam percobaan ini ialah (1) 0 mg/l, (2) 250 mg/l, (3) 500 mg/l, dan (4) 750 mg/l. Sedangkan konsentrasi L-serin yang digunakan ialah (1) 0 mg/l, (2) 250 mg/l, (3) 500 mg/l dan (4) 750 mg/l.

Pengaruh kombinasi konsentrasi sukrosa dan glukosa yang berbeda terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus

Percobaan 14 mempelajari pengaruh konsentrasi dan kombinasi antara sukrosa dan glukosa terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus. Konsentrasi sukrosa yang digunakan ialah (1) 20 g/l, (2) 40 g/l, (3) 60 g/l dan (4) 80 g/l. Sementara konsentrasi glukosa yang digunakan ialah (1) 0 g/l, (2) 10 g/l, (3) 30 g/l dan (4) 60 g/l.

Pada percobaan 11, 12, 13 dan 14, percobaan faktorial disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan. Tiap ulangan terdapat 3 botol. Tiap botol terdiri dari 4 eksplan dengan ukuran ± 3 x 3 x 3 mm.

Botol kultur yang berisi kalus diinkubasikan pada kondisi terang dengan lama penyinaran 12 jam di bawah lampu fluoresen yang berintensitas 13 mmol.m-

2

.s-1 untuk pertumbuhan dan regenerasi kalus.

Peubah yang diamati pada pertumbuhan dan regenerasi kalus ialah: (1) Persentase tumbuh kalus (PTK, %), (2) Volume kalus (VK, mm3), (3) Skor bakal tunas (SBT) – s/d ++++, dimana – tidak ada bakal tunas yang teramati, + terdapat 1-5 bakal tunas, ++ terdapat 6-10 bakal tunas, +++ terdapat 11-20 bakal tunas, dan ++++ terdapat lebih dari 20 bakal tunas per eksplan yang diamati), dan (4) Jumlah tunas (JT). Pengamatan dilakukan 2.5 – 3.0 bulan setelah kultur awal pada skoring bakal tunas, sedangkan jumlah tunas diamati 4.5 bulan setelah kultur inisiasi.

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA) dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata

perlakuan akan digunakani lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Pertumbuhan dan regenerasi kalus tumbuh lambat dan haploid

Pertumbuhan kalus, pembentukan bakal tunas dan tunas pada kalus tumbuh lambat

Pada percobaan 15, media regenerasi yang digunakan dalam percobaan ini ialah: (1) MRM-1, MWR-3 yang mengandung 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa (Kontrol), (2) MRM-2, MWR-3 yang mengandung 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa, (3) MRM -3, medium ½ MWR-3 yang ditambah dengan 413 mg/l NH4NO3, 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa,

(4) MRM -4, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa, (5) MRM-5, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 5.0 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa, dan (6) MRM-6, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 10.0 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa. Kalus tumbuh lambat yang telah dipotong-potong dengan ukuran yang hampir sama digunakan sebagai donor eksplan pada percobaan ini.

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Tiap perlakuan terdiri atas 3 botol. Tiap botol terdapat 3-4 kalus yang dikultur.

Peubah yang diamati dalam percobaan ini ialah (1) volume kalus (VK, mm3), (2) skoring jumlah bakal tunas, (SJBT) – s/d ++++, dimana – tidak ada bakal tunas yang teramati, + terdapat 1-5 bakal tunas, ++ terdapat 6-10 bakal tunas, +++ terdapat 11-20 bakal tunas, dan ++++ terdapat lebih dari 20 bakal tunas per eksplan yang diamati, dan (3) jumlah tunas (JT) dan (4) jumlah akar (JA). Pengamatan dilakukan ± 4.0 bulan setelah kultur inisiasi.

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan akan

diujii lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Pertumbuhan k alus, pembentukan bakal tunas dan tunas pada eksplan haploid .

Pada percobaan 16, media regenerasi yang digunakan dalam percobaan ini ialah: (1) MRM-1, MWR-3 yang mengandung 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa (Kontrol), (2) MRM-2, MWR-3 yang mengandung 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa, (3) MRM -3, medium ½ MW R-3 yang ditambah dengan 413 mg/l NH4NO3, 1.5 mg/l TDZ, 0.75 mg/l BAP dan 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa,

(4) MRM -4, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa, (5) MRM-5, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 5.0 mg/l BAP , 0.02 mg/l NAA, dan 60 g/l sukrosa, dan (6) MRM-6, MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l TDZ, 10.0 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa. Kalus dari tanaman haploid sampel no 50 yang telah dipotong-potong digunakan sebagai donor eksplan pada percobaan ini.

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Tiap perlakuan terdiri dari 2 botol. Tiap botol terdapat 4 kalus yang dikultur.

Peubah yang diamati dalam percobaan ini ialah (1) volume kalus (VK, mm3), (2) skoring jumlah bakal tunas, (SJBT) – s/d ++++, dimana – tidak ada bakal tunas yang teramati, + terdapat 1-5 bakal tunas, ++ terdapat 6-10 bakal tunas, +++ terdapat 11-20 bakal tunas, dan ++++ terdapat lebih dari 20 bakal tunas per eksplan yang diamati, dan (3) jumlah tunas (JT) dan (4) jumlah akar (JA). Pengamatan dilakukan ± 4.0 bulan setelah kultur inisiasi.

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan akan diujii lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Pembentukan kalus dan regenerasi eksplan tanaman haploid.

Pada percobaan 17, eksplan yang digunakan ialah (1) daun dan (2) petiol muda. Tanaman haploid yang digunakan ialah sampel no 1, 16, 166, 231, 306, 323, 330 dan 400.

Percobaan faktorial disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan. Tiap perlakuan terdiri atas 2 botol. Tiap botol terdapat 3 eksplan yang dikultur.

Peubah yang diamati dalam percobaan ini ialah (1) volume kalus (VK, mm3), (2) skoring jumlah bakal tunas, (SJBT) – s/d ++++, dimana – tidak ada bakal tunas yang teramati, + terdapat 1-5 bakal tunas, ++ terdapat 6-10 bakal tunas, +++ terdapat 11-20 bakal tunas, dan ++++ terdapat lebih dari 20 bakal tunas per eksplan yang diamati, dan (3) jumlah tunas (JT) dan (4) jumlah akar (JA). Pengamatan dilakukan ± 4.0 bulan setelah kultur inisiasi.

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian dengan program SAS Release Window 6.12. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan akan diujii lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Hasil

Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera anturium.

Pengaruh media dasar dan konsentrasi amonium nitrat yang berbeda terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus

Kalus yang disubkultur ternyata mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik. Kalus yang berwarna kuning pada awal kultur berubah menjadi kehijauan atau kemerahan disertai perubahan bentuk dan ukuran kalus ± 1 bulan setelah kultur inisiasi (Gambar 10B). Kalus terus bertumbuh dan berkembang dan inisiasi bakal tunas terlihat jelas pada 2.5-3.0 bulan setelah kultur awal (Gambar 10C). Kemudian tunas dengan 1 hingga 2 daun dapat diamati pada 4.0-4.5 bulan setelah

kultur inisiasi (Gambar 10D). Jumlah tunas yang teregenerasi pada percobaan ini bervariasi antara 1-10 tunas per eksplan, dengan rata-rata tertinggi 5.3 tunas per eksplan ditemukan pada ½ MW-1 dengan 103 mg/l amonium nitrat (Gambar 10D). Perlakuan media dasar dan konsentrasi amonium nitrat ternyata memberikan pengaruh yang sangat nyata pada volume kalus (VK) dan jumlah tunas (JT) yang dihasilkan. Selain itu terdapat interaksi antara media dasar dan konsentrasi amonium nitrat yang nyata terhadap volume kalus (VK) dan jumlah tunas (JT) yang dihasilkan (Lampiran 20). Persentase tumbuh kalus sangat tinggi dan tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dan kombinasi.

Gambar 10. Pengaruh media dasar dan konsentrasi amonium nitrat terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anturium. A. Kalus pada awal kultur inisiasi. B. Kalus ± 1 bulan setelah kultur inisiasi, C. Kalus dengan bakal tunas 2.5-3.0 bulan setelah kultur inisiasi, D. Kalus dengan tunas yang teregenerasi 4.0-4.5 bulan setelah kultur inisiasi pada ½ MW-1 dengan 103 mg/l amonium nitrat. Bar merah=0.3 cm, bar hijau = 0.55 cm.

A B

Setengah MWR-3 merupakan media yang paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan regenerasi kalus, meskipun tidak berbeda nyata dengan ½ MW- 1. Media tersebut menstimulasi pertumbuhan kalus hingga 136 mm3per eksplan yang dikultur dengan 2.6 tunas per eksplan (Tabel 17). Sementara ½ MW meningkatkan pertumbuhan kalus hingga 123 mm3 dengan 2.4 tunas per eksplan. Jika dibandingkan dengan rata-rata volume kalus awal (27 ± 2.1 mm3 per kalus), maka pertumbuhan kalus pada ½ MWR-3 meningkat hingga 400%, sementara pada ½ MW-1 meningkat hingga 356%.

Perbedaan konsentrasi amonium nitrat ini memberikan pengaruh tidak simultan pada volume kalus. Pada konsentrasi amonium nitrat normal (750 mg/l), volume kalus meningkat nyata, tetapi penurunan konsentrasi ammonium nitrat hingga 550 mg/l menyebabkan penurunan volume kalus yang signifikan, kemudian meningkat kembali pada konsentrasi ammonium nitrat yang lebih reanda (Tabel 18). Volume kalus tertinggi ditemukan pada perlakuan amonium nitrat 103 mg/l, meskipun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 750 mg/l. Kondisi yang berbeda ditemukan pada jumlah tunas yang dihasilkan. Penurunan konsentrasi ammonium nitrat meingkatkan jumlah tunas yang dihasilkan. Amonium nitrat 103 mg/l merupakan konsentrasi terbaik. Respon ini diduga bersifat spesifik pada kultur antera anturium.

Tabel 17. Pengaruh media dasar terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus ===========================================================

Media dasar PTK (%) VK (mm3) JT

---

Setengah MW-1 91.7a 123a 2.4a

Setengah MWR-3 95.0a 135a 2.6a

MWR-3 98.3a 70b 0.2b

--- --- Koefisien variasi (CV,%) 13.32 11.83 12.54 =========================================================== Keterangan: PTK – persentase tumbuh kalus, VK – volume kalus, JT – jumlah rata-rata tunas per eksplan. Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda Duncan pada taaraf kepercayaa 5%.

Tabel 18. Pengaruh konsentrasi amonium nitrat terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus. ===================================================== ====== Konsentrasi PTK (%) VK (mm3) JT amonium nitrat (mg/l) --- 750 94.5a 123ab 1.3c 550 94.5a 93c 1.9ab 413 94.5a 96c 1.4c 206 97.2a 100bc 1.8b

103 94.5a 135a 2.3a

---

Koefisien variasi(CV, %) 13.32 11.83 12.54

=========================================================== Keterangan: PTK – persentase tumbuh kalus, VK – volume kalus, JT – jumlah rata-rata tunas per eksplan. Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Berdasarkan skor jumlah bakal tunas yang dihasilkan ternyata kombinasi media dasar dan konsentrasi amonium nitrat memberikan hasil yang bervariasi. Pada penelitian ini jumlah bakal tunas yang dihasilkan berkisar antara 6 s/d lebih dari 20 tunas per eksplan. Kombinasi antara ½ MWR-3 dengan konsentrasi amonium nitrat meningkatkan jumlah bakal tunas seiring dengan penurunan

Dokumen terkait