INDUSTRI KAKAO
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
1.1. Pengelolaan fasilitas
Manajemen fasilitas Seberapa besar dana yang dihabiskan untuk maintenance cost pabrik/gudang?
Stabilitas produksi
Seberapa besar jumlah produk yang diproduksi mengalami kenaikan dan penurunan dalam jangka pendek?
Teknologi Apakah untuk pengelolaan Rantai Pasok perusahaan menggunakan teknologi modern?
1.2. Lokasi
Kedekatan fasilitas Seberapa jauh letak pabrik dengan sumber bahan baku?
Infrastruktur jalan
Bagaimana Kondisi jalan yang dilalui armada pengiriman bahan baku dan barang jadi saat ini.
1.3. Kapasitas fasilitas
Utilitas gudang Seberapa tinggi tingkat penggunaan gudang perusahaan anda? Utilitas pabrik Seberapa Tinggi tingkat penggunaan pabrik perusahaan anda? Utilitas kendaraan Seberapa tinggi tingkat penggunaan
kendaraan perusahaan anda?
1.4. Fleksibilitas fasilitas
Fleksibilitas kendaraan
Apakah kendaraan perusahaan anda
memungkinkan untuk mengangkut beberapa jenis produk?
Fleksibilitas gudang
Apakah gudang perusahaan anda
memungkinkan untuk menyimpan beberapa jenis produk?
Fleksibilitas Pabrik Apakah peralatan pabrik memungkinkan untuk memproduksi beberapa jenis produk?
B. Persediaan
Persediaan adalah bagian dari rantai pasok yang merupakan pemicu biaya (cost driver) terbesar (Manikas dan Terry 2009; Randal et al. 2011; Blackburn dan Scudder 2009; Boulaksil et al. 2009). Oleh sebab itu tidak mungkin mengabaikan persediaan dalam penilaian rantai pasok. Dengan alasan inilah Randal et al. (2011) dan Blackburn dan Scudder (2009) melakukan penelitian terkait dengan persediaan terutama perputaran produk dan kuantitas barang. Dua driver tersebut dinyatakan memiliki andil besar terhadap keberhasilan efisiensi rantai pasok perusahaan.
Randal et al. (2011) dan Blackburn dan Scudder (2009) memberikan bukti bahwa perputaran produk yang cepat berarti rantai pasok berkinerja baik. Perputaran produk memiliki dua faktor yaitu aliran barang (Randal et al. 2011) dan decay rate (Blackburn dan Scudder 2009), terutama pada produk yang cepat habis atau berumur pendek (fast moving product). Decay rate adalah tingkat (dalam persen) kerusakan barang (Blackburn dan Scudder 2009). Sementara itu, aliran barang (bahan baku dan produk jadi) diukur dengan menilai ketepatan waktu produk (Randal et al. 2011) sedangkan decay rate diukur dengan kuantitas barang (bahan baku dan produk jadi) yang mengalami kerusakan (Blackburn dan Scudder 2009).
Pengaruh kuantitas barang terhadap efisiensi rantai pasok didukung oleh penelitian Boulaksil et al. (2009). Boulaksil et al. (2009) menambahkan faktor keamanan stok (bahan baku dan produk). Kekurangan stok produk menyebabkan tidak terlayaninya permintaan konsumen, sedangkan kekurangan stok bahan baku menyebabkan proses produksi macet. Keamanan stok produk diukur dari frekuensi terjadinya proses produksi macet karena kehabisan stok bahan baku dan frekuensi terjadinya order produk yang tidak terlayani akibat tidak ada stok produk. Disisi yang lain, stok barang yang terlalu besar membuat rantai pasok tidak efisien. Alasan inilah yang mendasari Randal et al. (2011) untuk memasukkan streamline stock dan Blackburn dan Scudder (2009) untuk memasukkan optimalisasi pengiriman sebagai bagian penting dalam efisiensi rantai pasok. Streamline stock diukur dengan tingkat keketatan perusahaan meminimalisir stok barang untuk meminimalisir biaya penyimpanan barang. Optimalisasi pengiriman diukur dengan preferensi kebijakan perusahaan untuk memilih opsi pengiriman.
Penelitian Manikas dan Terry (2009) menambahkan faktor warehouse management sebagai subdriver persediaan karena warehouse management memiliki pengaruh signifikan terhadap efisiensi utilisasi storage space terutama pada fast moving product. Efisiensi persediaan terjadi apabila penataan barang di gudang mampu memaksimalkan kapasitas penyimpanan dan arus barang (keluar- masuk barang) dapat berjalan dengan cepat (Manikas dan Terry 2009). Arus barang mempengaruhi lead time penurunan dan pemuatan barang dari dan ke kendaraan angkut. Lead time tinggi menyebabkan inefisiensi rantai pasok (Manikas dan Terry 2009). Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka driver persediaan dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 15).
Tabel 15 Dekomposisi driver inventori dalam aspek efisiensi
SUB DRIVER SUB SUB DRIVER PERTANYAAN
2.1. Perputaran produk
Aliran bahan baku Apakah pengiriman bahan baku tepat waktu sesuai kebutuhan produksi?
Aliran produk Apakah pengiriman produk jadi kepada konsumen tepat waktu dan tepat jumlah?
Decay rate produk Seberapa banyak produk yang rusak setelah dikirim sampai ke konsumen? Decay rate bahan
baku
Seberapa banyak bahan baku yang rusak setalah dikirim sampai ke pabrik?
2.2. Kuantitas barang
Keamanan stok produk
Seberapa sering terjadi order produk yang tidak terlayani akibat tidak ada stok produk? Keamanan stok bahan
baku
Seberapa sering terjadi produksi macet karena kehabisan stok bahan baku? Streamline stock
Seberapa ketat perusahaan meminimalisir stok barang untuk meminimalisir biaya penyimpanan barang?
Optimalisasi pengiriman
Dalam proses pengiriman barang bagaimana perusahaan anda mengelolanya?
2.3. Warehouse management
Penataan gudang Bagaimana penataan barang di gudang? Arus barang di
gudang
Seberapa lancar arus keluar masuk barang di gudang?
C. Transportasi
Daya angkut barang yang dibatasi dengan ketat di Amerika Serikat (AS) menyebabkan perusahaan AS kalah bersaing dengan perusahaan negara lain dari sisi efisiensi price of trip (Siry et al. 2006). Alasan ini mendasari Siry et al. (2006) untuk memasukkan price of trip yang diukur dari daya angkut truk ke dalam salah satu faktor yang ikut mempengaruhi efisiensi rantai pasok. Terkait dengan transportasi, Siry et al. (2006) dan Blackburn dan Scudder (2009) menambahkan dengan faktor pengiriman barang yang terjadwal dan ketepatan pengiriman. Pengiriman barang yang terjadwal dan ketepatan pengiriman memperlancar arus barang, baik di gudang maupun di tempat proses produksi, sehingga membuat meningkatkan efisiensi keseluruhan rantai pasok. Konsep ini sejalan dengan konsep JIT yang telah lama diterapkan di berbagai industri. Penjadwalan pengiriman diukur menggunakan tingkat keketatan jadwal (Blackburn dan Scudder 2009). Ketepatan waktu pengiriman diukur menggunakan frekuensi keterlambatan pengiriman barang (Blackburn dan Scudder 2009). Dari beberapa penelitian tersebut maka driver transportasi dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 16).
Tabel 16 Dekomposisi driver transportasi dalam aspek efisiensi
SUB DRIVER SUB SUB DRIVER PERTANYAAN
3.1. Vehicle flow
Penjadwalan pengiriman
Bagaimana penjadwalan pengiriman barang di perusahaan anda?
Ketepatan waktu pengiriman
Seberapa baik ketepatan waktu pengiriman barang?
3.2.Price of trip Daya angkut truk Seberapa banyak truk yang daya angkutnya dimaksimalkan untuk mengangkut barang?
D. Sourcing
Menurut Siry et al. (2006), Shukla et al. (2011), Noor dan Pitt (2009), Ellegaard (2008), dan Pretty et al. (2008), proses perusahaan mendapatkan bahan baku atau sourcing mempengaruhi kinerja rantai pasok. Ada tiga cara umum yang digunakan untuk mendapatkan bahan baku. Pertama, perusahaan membeli ke pemasok langsung tanpa menggunakan perantara, agen, atau logistic provider. Kedua, perusahaan menggunakan inhouse-outsource. Ketiga, perusahaan menggunakan logistic provider atau agen. Ketiga cara ini bisa digunakan bersamaan atau hanya salah satu saja. Perusahaan yang menggunakan cara pembelian langsung perlu memperhatikan manajemen pemasok (Noor dan Pitt 2009), peningkatan kemampuan pemasok (Noor dan Pitt 2009), penetapan kriteria tertentu untuk menjadi pemasok (Ellegaard 2008), dan penerapan pertanian berkelanjutan (Pretty et al. 2008). Jika perusahaan menggunakan cara pembelian bahan baku langsung kepada pemasok, maka rantai pasok efisien bisa diperoleh dengan mengharuskan adanya keempat sub-driver tersebut (Noor dan Pitt 2009; Ellegaard 2008; Pretty et al. 2008). Manajemen pemasok diukur dengan kualitas pengelolaan pemasok (Noor dan Pitt 2009). Peningkatan kemampuan pemasok diukur dengan kualitas upaya perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pemasok (Noor dan Pitt 2009). Kriteria pemasok diukur dengan tingkat keketatan perusahaan menerapkan kriteria pemasok (Ellegaard 2008). Pertanian berkelanjutan diukur dengan menggunakan tingkat kecenderungan perusahaan untuk memperhatikan penerapan pertanian berkelanjutan oleh pemasok (Pretty et al. 2008).
Penerapan pembelian bahan baku menggunakan inhouse-outsource menyebabkan rantai pasok efisien mengharuskan adanya integrasi pemasok dengan perusahaan. Integrasi dengan pemasok dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pemasok ke dalam rantai pasok (Siry et al. 2006). Semakin dalam pemasok terlibat di rantai pasok, semakin efisien kinerja rantai pasok (Siry et al. 2006). Integrasi pemasok diukur dengan tingkat kualitas integrasi aktivitas produksi dengan pola pasokan bahan baku.
Cara perolehan bahan baku ketiga yaitu dengan menggunakan logistic provider memerlukan tingkat hubungan yang erat antara perusahaan dengan logistic provider (Shukla et al.. 2011). Hubungan erat antara perusahaan dengan logistic provider menyebabkan rantai pasok efisien (Shukla et al. 2011). Keeratan hubungan antara perusahaan dengan logistic provider diukur dengan jangka waktu
kerja sama yang telah berjalan di kedua belah pihak (Shukla et al. 2011). Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka driver sourcing dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 17).
Tabel 17 Dekomposisi driver sourcing dalam aspek efisiensi
SUB DRIVER SUB SUB DRIVER PERTANYAAN
4.1. Penilaian supplier
Manajemen pemasok Bagaimana pengelolaan pemasok di Perusahaan anda? Peningkatan
kemampuan pemasok
Bagaimana upaya perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pemasok? Kriteria pemasok Seberapa ketat perusahaan menggunakan
kriteria tertentu ketika memilih supplier? Pertanian
berkelanjutan
Seberapa tinggi kecenderungan perusahaan untuk memperhatikan supplier agar menerapkan pertanian berkelanjutan ? 4.2. Integrasi pemasok Integrasi pemasok Bagaimana integrasi aktivitas produksi
dengan pola pasokan bahan baku? 4.3. Keeratan hubungan
pemasok Hubungan pemasok
Seberapa lama jangka waktu hubungan dengan pemasok ?
E. Informasi
Frayret et al. (2007) dan Waller (2004) melakukan penelitian tentang penggunaan integrasi dan koordinasi informasi untuk peningkatan kinerja rantai pasok. Informasi yang semakin terintegrasi pada suatu rantai pasok menyebabkan rantai pasok tersebut semakin efisien, terutama integrasi informasi permintaan produk (Waller 2004). Integrasi informasi pada rantai pasok diukur dengan ketersediaan integrasi informasi dalam rantai pasok. Koordinasi informasi diukur dari output koordinasi informasi yaitu perencanaan rantai pasok (Frayret et al. 2007) dan pengendalian aktivitas produksi (Randal et al. 2011), (Frayret et al. 2007). Perusahaan dengan perencanaan rantai pasok berkualitas dan kontrol yang kuat atas aktivitas produksi memiliki rantai pasok yang efisien karena tidak dimungkinkan adanya aktivitas yang merugikan. Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka driver informasi dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 18).
Tabel 18 Dekomposisi driver informasi dalam aspek efisiensi
SUB DRIVER SUB SUB DRIVER PERTANYAAN
5.1. Integrasi
permintaan Integrasi permintaan
Apakah perusahan mengintegrasikan proses dan produk permintaan konsumen?
5.2. Koordinasi
Perencanaan yang baik
Bagaimana mekanisme perencanaan perusahaan anda?
Pengendalian Seberapa kuat perusahaan mengontrol aktivitas produksi?
Sub driver Rantai Pasok dari Aspek Responsivitas
Penilaian responsivitas rantai pasok terdiri dari 5 driver, yaitu fasilitas, persediaan, transportasi, sourcing, dan informasi. Dari kelima driver tersebut masing-masing terdiri dari beberapa sub driver yang merupakan faktor-faktor penentu kinerja responsivitas rantai pasok.
A. Fasilitas
Noor dan Pitt (2009) mengkaji manajemen fasilitas dalam kaitannya dengan penentuan keberhasilan responsivitas suatu rantai pasok. Fasilitas yang terkelola memiliki responsivitas lebih tinggi daripada fasilitas yang kurang terkelola (Noor dan Pitt 2009). Untuk mengukur tingkat responsivitas pengelolaan fasilitas, Noor dan Pitt (2009) menggunakan fleksibilitas fasilitas perusahaan dalam pemenuhan permintaan konsumen. Pengukuran fleksibilitas fasilitas juga diukur menggunakan besaran lead time ketika terjadi perubahan permintaan konsumen.
Penelitian Noor dan Pitt (2009) juga menunjukkan adanya pengaruh aliansi strategis yang menggunakan fasilitas tambahan semacam buying station dalam perdagangan kakao untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Pemanfaatan fasilitas yang meningkatkan hubungan dengan pelanggan seperti buying station tersebut terbukti mampu meningkatkan responsivitas rantai pasok (Noor dan Pitt 2009). Pengukuran aliansi strategis menggunakan buying station diukur dengan tingkat pemanfaatan fasilitas tersebut.
Lau et al. (2006) menjelaskan pentingnya penggunaan teknologi untuk meningkatkan responsivitas rantai pasok perusahaan. Integrasi fasilitas perusahaan dengan penggunaan teknologi dalam rantai pasok secara positif menunjang kinerja rantai pasok sehingga mampu meningkatkan responsivitas perusahaan. Penggunaan teknologi pada rantai pasok diukur dengan ketersediaan fasilitas teknologi yang terintegrasi dalam rantai pasok (Lau et al. 2006).
Penelitian Siry et al. (2006) tidak hanya menunjukan urgensi lokasi fasilitas terhadap efisiensi, tetapi juga secara tersirat membuktikan pengaruh lokasi yang strategis terhadap responsivitas. Lokasi fasilitas yang saling berdekatan membuat perusahaan lebih responsif terhadap permintaan konsumen. Prasarana penunjang lain seperti infrastruktur transportasi secara nyata memberikan kontribusi terhadap responsivitas rantai pasok (Siry et al. 2006). Kedekatan lokasi fasilitas diukur secara relatif subyektif pelaku usaha. Infrastruktur transportasi yang diukur adalah infrastruktur jalan dan pelabuhan karena dua infrastruktur inilah yang sering digunakan. Cara pengukuran adalah dengan menilai kualitas infrastruktur secara subyektif oleh pelaku usaha.
Masih terkait dengan pengelolaan fasilitas, fasilitas yang terkelola dengan baik sehingga memicu adanya fasilitas yang multiple use dan fleksibel membuat rantai pasok semakin responsif (Jahre dan Hatteland 2004; Soon dan Udin 2011; Waller 2004). Gudang, moda pengangkutan, dan pabrik yang mampu menyimpan, mengangkut, dan memproduksi beragam produk yang berbeda-beda mampu meningkatkan responsivitas rantai pasok (Jahre dan Hatteland 2004; Waller 2004). Fleksibilitas gudang, moda pengangkutan, dan pabrik diukur dengan ada atau tidaknya kemungkinan dilakukan multiple use. Dari beberapa hasil penelitian
tersebut maka driver fasilitas dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 19).
Tabel 19 Dekomposisi driver fasilitas dalam aspek responsivitas
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
1.1. Pengelolaan fasilitas
Manajemen fasilitas
Seberapa besar perubahan jumlah permintaan pelanggan yang mampu dipenuhi oleh fasilitas pabrik? Manajemen fasilitas
Seberapa besar perubahan waktu (lead time) pemenuhan permintaan pelanggan yang mampu dipenuhi pabrik?
Aliansi strategis
Dalam bekerjasama dengan supplier, seberapa penting perusahaan menggunakan fasilitas pembelian (seperti buying station)?
Teknologi
Dalam menanggapi dan mengelola permintaan pelanggan seberapa banyak perusahaan menggunakan teknologi
1.2. Lokasi fasilitas
Kedekatan
Seberapa jauh lokasi fasilitas
(misal:gudang atau pabrik) perusahaan dengan sumber bahan baku.
Infrastruktur jalan
Bagaimana kondisi jalan yang dilalui armada pengiriman bahan baku dan barang jadi saat ini.
Infrastruktur pelabuhan
Bagaimana kondisi pelabuhan untuk pengiriman bahan baku dan barang jadi saat ini.
1.3. Fleksibilitas fasilitas
Fleksibilitas kendaraan
Apakah kendaraan angkut yang dimiliki memungkinkan mengangkut beberapa jenis produk.
Fleksibilitas gudang
Apakah gudang yang dimiliki bisa digunakan untuk menyimpan beberapa jenis/sifat produk
Fleksibilitas pabrik
Apakah peralatan pabrik yang dimiliki memungkinkan untuk memproduksi beberapa jenis permintaan produk.
B. Persediaan
Persediaan adalah bagian dari rantai pasok yang merupakan cost driver terbesar dan menjadi area trade off antara responsivitas dan efisiensi (Manikas dan Terry 2009; Boulaksil et al. 2007; Blackburn dan Scudder 2009). Semakin besar biaya persediaan akan meningkatkan responsivitas (Randall et al. 2011; Boulaksil et al. 2007). Blackburn dan Scudder (2009) mengemukakan tentang decay rate, suatu tingkat rusaknya barang jika terlalu lama disimpan. Gagasan tentang decay rate (untuk bahan yang mudah busuk) menyebutkan perlunya high flow goods sehingga tidak ada barang yang rusak (Manikas dan Terry 2009). Decay rate
diukur dengan memperkirakan jumlah produk dan bahan baku yang rusak ketika sampai di tujuan.
Decay rate cenderung menekan jumlah persediaan, sebaliknya safety stock cenderung meningkatkan jumlah (Boulaksil et al. 2007). Boulaksil et al. (2007) menambahkan faktor safety stock (bahan baku dan produk). Agar semakin responsif rantai pasok maka safety stock harus ditingkatkan. Kekurangan stok produk menyebabkan tidak terlayaninya permintaan konsumen, sedangkan kekurangan stok bahan baku menyebabkan proses produksi macet (Boulaksil et al. 2007). Keamanan stok produk diukur dari frekuensi terjadinya proses produksi macet karena kehabisan stok bahan baku dan frekuensi terjadinya order produk yang tidak terlayani akibat tidak ada stok produk.
Decay rate dan safety stock berkaitan erat dengan arus barang. Arus barang yang tinggi menekan jumlah decay rate dan safety stock. Arus barang tinggi menuntut adanya warehouse management (Manikas dan Terry 2009). Manikas dan Terry (2009) menekankan perlunya pengelolaan gudang dengan penataan barang yang baik sehingga memperlancar arus barang. Warehouse management diukur dengan kualitas penataan barang di gudang dan tingkat kelancaran arus barang. Dari beberapa acuan penelitian tersebut di atas maka driver persediaan dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 20).
Tabel 20 Dekomposisi driver inventori dalam aspek responsivitas
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
2.1. Perputaran Produk
Decay rate produk Seberapa Banyak produk yang rusak setelah dikirim sampai ke konsumen Decay rate bahan baku Seberapa Banyak bahan baku yang rusak setalah dikirim sampai ke pabrik?
2.2. Kuantitas Barang
Keamanan Stok produk Seberapa sering terjadi order produk yang tidak terlayani akibat tidak ada stok produk? Keamanan stok bahan baku Seberapa sering terjadi produksi macet
karena kehabisan stok bahan baku? 2.3. Pengelolaan
gudang
Penataan gudang Bagaimana penataan barang di gudang? Arus barang di gudang Seberapa lancar arus keluar masuk barang di
gudang?
C. Transportasi
Transportasi merupakan driver penting dalam responsivitas rantai pasokan. Terkait dengan transportasi, Siry et al. (2004) dan Blackburn dan Scudder (2009) menyebutkan pengiriman barang yang terjadwal dan ketepatan pengiriman mampu mempengaruhi responsivitas rantai pasok. Pengiriman barang yang terjadwal dan atau tepat waktu memperlancar arus barang baik di gudang maupun tempat proses produksi. Konsep ini sejalan dengan konsep JIT yang telah lama diterapkan di berbagai industri. Penjadwalan pengiriman diukur menggunakan
tingkat keketatan jadwal (Blackburn dan Scudder 2009). Ketepatan waktu pengiriman diukur menggunakan frekuensi keterlambatan pengiriman barang (Blackburn dan Scudder 2009). Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka driver transportasi dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 21). Tabel 21 Dekomposisi driver transportasi dalam aspek responsivitas
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
3.1. Vehicle flow
Penjadwalan pengiriman Bagaimana penjadwalan Pengiriman barang di perusahaan anda?
Ketepatan waktu pengiriman Seberapa baik ketepatan waktu pengiriman barang?
D. Sourcing
Menurut Siry et al. (2004), Shukla et al. (2011), Noor dan Pitt (2009), Ellegaard (2008), dan Pretty et al. (2008), proses perusahaan mendapatkan bahan baku atau sourcing mempengaruhi kinerja rantai pasok. Ada tiga cara umum digunakan untuk mendapatkan bahan baku. Pertama, perusahaan membeli ke pemasok langsung tanpa menggunakan perantara, agen, atau logistic provider. Kedua, perusahaan menggunakan inhouse-outsource. Ketiga, perusahaan menggunakan logistic provider atau agen. Ketiga cara ini bisa digunakan bersamaan atau hanya salah satu saja. Perusahaan yang menggunakan cara pembelian langsung perlu memperhatikan manajemen pemasok (Noor dan Pitt 2009), peningkatan kemampuan pemasok (Noor dan Pitt 2009), penetapan kriteria tertentu untuk menjadi pemasok (Ellegaard 2008), dan tingkat kepercayaan pemasok dengan perusahaan (Vachon et al. 2009; Lambert dan Cooper 2000). Jika perusahaan menggunakan cara pembelian bahan baku langsung kepada pemasok, maka responsivitas rantai pasok bisa diperoleh dengan mengharuskan adanya keempat sub subdriver tersebut (Noor dan Pitt 2009; Ellegaard 2008; dan Vachon et al. 2009). Manajemen pemasok diukur dengan kualitas pengelolaan pemasok (Noor dan Pitt 2009). Peningkatan kemampuan pemasok diukur dengan kualitas upaya perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pemasok (Noor dan Pitt 2009). Kriteria pemasok diukur dengan tingkat keketatan perusahaan menerapkan kriteria pemasok (Ellegaard 2008). Kepercayaan diukur dengan keberadaan kepercayaan diantara dua belah pihak (Vachon et al. 2009).
Penerapan pembelian bahan baku menggunakan inhouse-outsoure menyebabkan rantai pasok responsif, namun mengharuskan adanya integrasi pemasok dengan perusahaan. Integrasi pemasok-perusahaan dilakukan dengan cara mengintegrasikan pemasok ke dalam jaringan rantai pasok (Siry et al. 2006). Semakin dalam pemasok terlibat di rantai pasok, semakin responsif kinerja rantai pasok (Siry et al. 2006). Integrasi pemasok diukur dengan tingkat kualitas integrasi aktivitas produksi dengan pola pasokan bahan baku.
Cara perolehan bahan baku ketiga, yaitu dengan menggunakan logistic provider memerlukan tingkat hubungan yang erat antara perusahaan dengan logistic provider (Shukla et al.. 2011). Hubungan erat antara perusahaan dengan logistic provider menyebabkan rantai pasok lebih responsif (Shukla et al. 2011). Keeratan hubungan antara perusahaan dengan logistic provider diukur dengan jangka waktu kerja sama yang telah berjalan di antara kedua belah pihak (Shukla et al. 2011). Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka driver sourcing dapat diuraikan menjadi sub-sub driver berikut (Tabel 22).
Tabel 22 Dekomposisi driver sourcing dalam aspek responsivitas
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
4.1. Penilaian pemasok
Manajemen pemasok Bagaimana pengelolaan pemasok di perusahaan anda? Peningkatan kemampuan
pemasok
Bagaimana upaya perusahaan dalam meingkatkan kemampuan pemasok? Hubungan pemasok Bagaimana hubungan perusahaan dengan
supplier bahan baku?
Tingkat kepercayaan Bagaimana tingkat kepercayaan antara perusahaan dengan pemasok?
4.2. Integrasi
pemasok Integrasi aktivitas produksi
Bagaimana integrasi aktivitas produksi dengan pola pasokan bahan baku? 4.3. Keeratan
hubungan Jangka waktu hubungan
Seberapa lama jangka waktu hubungan dengan pemasok ?
E. Informasi
Rudolf et al. (2011), Saad dan Gindy (2007) dan Waller (2004) melakukan penelitian tentang penggunaan integrasi dan koordinasi informasi untuk peningkatan kinerja rantai pasok. Informasi yang semakin terintegrasi pada suatu rantai pasok menyebabkan rantai pasok tersebut semakin responsif, terutama integrasi informasi permintaan produk (Rudolf et al. 2011; Saad dan Gindy 2007; Waller 2004). Integrasi informasi pada rantai pasok diukur dengan ketersediaan integrasi informasi dalam rantai pasok. Koordinasi informasi diukur dari output koordinasi informasi yaitu perencanaan rantai pasok (Frayret et al. 2007) dan pengendalian aktivitas produksi (Randal et al. 2011; Frayret et al. 2007). Perusahaan dengan perencanaan rantai pasok berkualitas dan kontrol yang kuat atas aktivitas produksi memiliki rantai pasok yang efisien karena tidak dimungkinkan adanya aktivitas yang merugikan. Dari beberapa acuan penelitian tersebut maka driver informasi dapat diuraikan menjadi sub-sub driver Tabel 23.
SUB-DRIVER SUB SUB-DRIVER PERTANYAAN
5.1. Integrasi Integrasi proses dan produk
Apakah perusahan mengintegrasikan proses dan produk permintaan konsumen?
5.2. Koordinasi
Perencanaan Bagaimana mekanisme perencanaan perusahaan anda?
Pengendalian Seberapa kuat perusahaan mengontrol aktivitas produksi?
Hasil Penyusunan Kuesioner Pakar untuk Pembobotan Driver dan Kuesioner Industri
Instrumen survei yang disusun terdiri dari kuesioner pakar untuk pembobotan driver dan sub driver, dan kuesioner industri untuk pengukuran kinerja efisiensi dan responsivitas. Kuesioner untuk pembobotan driver dan sub driver didasarkan pada driver-driver dan sub-driver hasil dari proses dekomposisi. Format kuesioner pakar disesuaikan dengan perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan data. Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data bobot dari pakar adalah Expert Choice 2000 (Lampiran 1). Kuesioner untuk pengukuran Kinerja Efisiensi dan Responsivitas disusun berdasarkan pertanyaan yang dirumuskan dalam bentuk tabel dekomposisi (Lampiran 2).
Simpulan
Pengukuran kinerja rantai pasok memerlukan suatu metrik guna pengumpulan data lapangan yang bersifat operasional. Dengan melakukan dekomposisi driver kinerja rantai pasok akan dapat diperoleh variabel yang memudahkan dalam pengumpulan data guna pengukuran kinerja. Dengan tujuan mencapai daya saing rantai pasok industri kakao, penelitian ini telah berhasil malakukan identifikasi driver dan sub driver kinerja rantai pasok yang ditinjau dari aspek efisiensi dan responsivitas. Kedua aspek yang didekomposisi akan menyediakan sejumlah indikator yang mempermudah interpretasi bagi upaya perbaikan kinerja rantai pasok oleh perusahaan atau upaya tidak langsung untuk