• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6. Kerangka Teore

1.7.4. Lokasi dan Subyek Penelitian

1.7.4.2. Subyek Penelitian

Di lokasi penelitian, saya berhadapan dengan subyek-subyek penelitian. Mereka adalah kaum pria dan wanita yang terlibat dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Aksi-aksi penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa secara langsung mereka alami. Mengalami langsung berarti mereka melihat, merasa dan bahkan menjadi obyek aksi-aksi penyembuhan tersebut.

1.8. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis yang berjudul Makna Di Balik Fenomena Praktek Penyembuhan NonMedis Dalam Kelompok Persekutuan Doa Studi Kasus Di Kupang, Nusa Tenggara Timur disajikan dalam tujuh bab.

Bab pertama merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, relevansi penulisan, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan pemaparan pandangan tentang penyakit dan penyembuhan dari sudut pandang sistem medis tradisional. Pandangan ini sangat bermanfaat disajikan mengingat praktek penyembuhan nonmedis tidak terlepas dari efek-efek religius kultural. Dalam sistem medis tradisional penyakit selalu dipandang dalam korelasi antara penderita dan masyarakat di sekitarnya. Hal ini didasarkan pada perbedaan antara penyakit (desease) dan keadaan sakit (illness). Lebih lanjut sebab-sebab penyakit dan keadaan sakit ditentukan berdasarkan sistem medis personalistik

dan naturalistik. Menurut sistem personalistik penyakit disebabkan oleh agen aktif yang berwujud makhluk gaib, hantu, roh leluhur, tukang tenung, tukang sihir dan tukang santet. Sedangkan menurut sistem medis naturalistik penyakit disebabkan oleh gangguan oleh alam seperti panas, dingin, udara lembab, emosi yang meluap-luap dan ketidakseimbangan unsur-unsur dalam tubuh. Penyembuhan terhadap jenis-jenis penyakit tersebut tidak dilakukan dengan cara medis modern melainkan secara alternatif atau nonmedis. Penanganannya dilakukan oleh paranormal, hipnoterapis dan dukun. Para praktisi penyembuhan ini memiliki kelebihan dalam pendekatan terhadap pasien yaitu pola pendekatan manusiawi (holistik). Kehadiran mereka tidak bermaksud menandingi kemampuan dokter dan perawat dalam menangani berbagai kasus penyakit. Tetapi usaha mereka melengkapi bagian-bagian yang terabaikan dalam pelayanan medis modern.

Bab ketiga berisi pemaparan berbagai faktor yang melatarbelakangi pertumbuhan dan perkembangan kelompok-kelompok persekutuan doa. Berikut profil kelompok-kelompok persekutuan doa yang diobservasi. Bagian ini ditutup dengan motivasi orang bergabung di dalamnya.

Bab keempat merupakan deskripsi pelaksanaan ritus-ritus penyembuhan dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Setiap kelompok menyelenggarakan ritus penyembuhan dengan tujuan yang sama yakni memohon kesembuhan bagi pasien. Sedangkan perbedaannya terletak pada tata laksana ritusnya.

Bab kelima memuat respon masyarakat, umat, pendeta, pastor, dokter, tenaga medis dan pihak keamanan terhadap kehadiran kelompok-kelompok persekutuan doa.

Bagian ini diakhiri dengan sajian tentang dampak positif dan negatif kehadiran kelompok-kelompok tersebut.

Bab keenam memuat catatan-catatan reflektif peneliti terhadap praktek-praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Kesembuhan yang dialami pasien bukan akhir dari suatu usaha pengobatan. Tetapi hal itu merupakan pintu masuk dalam ruang-ruang makna. Di situ pasien larut dalam kekosongan eksistensial. Pemulihannya terjadi ketika seseorang mengalami penyembuhan integral yakni bekerjanya daya ilahi dalam dirinya. Suatu kekuatan yang memampukan dia menerima dan menghayati penderitaan. Kemampuan ini menumbuhkan motivasi untuk sampai pada penemuan makna hidup. Pengalaman perjumpaan dengan Yang

Kudus melalui partisipasi dalam ritus semakin memperdalam upaya tersebut. Atas cara demikian, orientasi hidup seseorang semakin terarah pada kebenaran sejati. Pencapaiannya ditempuh melalui tahap pengurbanan agar tercipta keharmonisan kosmis. Hal itu tidak terlepas dari kepenuhan jiwa seseorang yang telah mencapai persatuan (via unitiva) dengan Realitas Absolut.

Bab ketujuh adalah kesimpulan dari seluruh pembahasan. Secara umum praktek penyembuhan nonmedis merupakan “data religius”. Dari situ peneliti menelusuri makna hakikinya sebagaimana terungkap dalam sistem simbol yang digunakan dalam ritus penyembuhan. Kegiatan tersebut dilakukan manusia-manusia religius dalam hubungannya dengan Yang Kudus.

BAB II

PAHAM KULTURAL TENTANG PENYAKIT DAN PENYEMBUHAN

2.1. Pengantar

Konsep penyakit dan penyembuhan selalu berhubungan dengan dimensi subyektif-kulturalistik. Kebenaran fakta ini dapat dicermati dari sistem medis tradisional. Kausalitas penyakit dan penyembuhan menurut sistem ini dijelaskan atas dasar paham kultural yang bersifat religius magis.44 Karena itu setiap masyarakat memiliki pandangan tentang penyakit dan penyembuhan sesuai pengalaman dan kebudayaannya. Dalam hal ini penyakit dan penyembuhan yang dirasakan oleh individu atau masyarakat dari kebudayaan tertentu berbeda dari individu atau masyarakat dari kebudayaan lain. 45 Pandangan ini berguna untuk mendalami fenomena praktek penyembuhan nonmedis yang pada prinsipnya tidak lepas dari efek-efek religius kultural.

2.2. Konsep penyakit

Penyakit selalu dialami sebagai pengaruh negatif yang menyerang siapa saja dan dari lapisan masyarakat mana saja. Fakta memperlihatkan bahwa penyakit merupakan fenomena kompleks yang selalu saja mengganggu kenyamanan hidup manusia. 46

Penyakit menghalangi terciptanya pola-pola relasi sosial antara penderita       

44

G. Haryana, op.cit., hal. 78

45

Moeljono Notosoedirdjo Latipun, Kesehatan Mental Konsep Dan Penerapan ( Malang : UMM Press, 2007),hal.5

46

dr. Benyamin Luminta., Penyakit, Citra, Alam dan Budaya. Tinjauan Fenomena Sosial (Yogyakarta : Kanisius, 1989 ), hal.17

dan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat memiliki cara-cara dalam mendefinisikan penyakit (desease) yang dibedakan dari keadaan sakit (illness). Penyakit berarti keadaan tubuh yang tidak normal karena sebab-sebab tertentu yang dapat diketahui dari tanda-tanda dan gejala-gejalanya (sign and symptoms). Keadaan sakit (illness) adalah perasaan pribadi seseorang yang mengalami kesehatannya terganggu, yang tampak dari keluhan sakit yang dirasakannya seperti tidak enak badan dan sebagainya. Dalam hal ini, seseorang bisa dikatakan mengidap suatu penyakit tanpa merasa dirinya dalam keadaan sakit. Sebaliknya ia dapat merasa dirinya dalam keadaan sakit tanpa mengidap suatu penyakit. Istilah penyakit dan keadaan sakit memperlihatkan sisi obyektif dan subyektifnya. Sisi obyektif berkaitan dengan tidak berfungsinya organ tubuh akibat serangan penyakit tertentu. Sedangkan sisi subyektif dihubungkan dengan perubahan perasaan nyata yang dialami pasien. Pengalaman sakit tidak hanya berpengaruh pada perubahan biologis tetapi juga keadaan sosial yang dipicu oleh penyimpangan yang terjadi dan tidak dikehendaki. Orang sakit disebut melakukan perilaku menyimpang karena ia tidak dapat berbuat sesuatu. 47

2.3. Etiologi penyakit secara kultural48

Penyakit ditumbulkan oleh berbagai sebab dan dapat menyerang ke sebagian atau ke seluruh tubuh. Pengetahuan tentang sebab-sebab penyakit merupakan tuntutan       

47

Ibid.,hal 179 - 180

48

Etiologi secara leksikal berarti ilmu yang mempelajari asal usul dan sebab suatu penyakit. (lih.Drs.Peter Salim dan Yenny Salim, op.cit.,hal.409). Bila dipandang dari segi kedokteran, etiologi berarti salah satu bagian ilmu kedokteran yang mempelajari sebab atau dasar terjadinya suatu penyakit. Penyebab suatu penyakit pada orang tertentu tidak terbatas pada penyebab langsungnya, seperti kuman tbc merupakan penyebab langsung penyakit tbc; penyebab penyakit juga meliputi faktor-faktor penunjang lainnya seperti keadaan kesehatan, kondisi kerja, lingkungan rumah, riwayat keluarga orang tersebut dan lain-lain. (lih. dr.E.Nugroho, Dicky Soetady (eds.), Ensiklopedi Nasional Indonesia

(Jakarta : PT. Delta Pamungkas, 1997 ), hal. 211).

mutlak bagi para pelaku penyembuhan. Hal ini bertujuan agar mereka dapat menemukan apa yang menggangu hubungan sosial pasien, ketidakseimbangan alam dan nasib buruk yang menimpa pasien.

Dalam sistem medis tradisional, etiologi adalah kerangka kognitif pada masyarakat-masyarakat nonBarat yang penting untuk “menjelaskan” tentang adanya penyakit.49 Foster dan Anderson berpendapat bahwa pada masyarakat yang disebut tribal, peasant dan preindustrial, etiologi penyakit merupakan konsep kausalitas penyakit yang bertitik tolak pada sistem medis personalistik dan naturalistik.50 Kedua sistem ini memaparkan konsep-konsep kausalitas yang juga mencakup pembahasan tentang seluruh sistem medis ( seluruh tingkah laku yang berhubungan dengan pandangan tersebut ).51

2.3.1. Sistem medis personalistik

Menurut sistem medis personalistik, penyakit berasal dari agen aktif baik dalam bentuk makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung atau tukang santet). Korban serangan penyakit adalah orang yang menderita sakit sebagai obyek agresi atau hukuman khusus kepadanya. Agen-agen aktif itu memakai cara-cara tertentu untuk menjatuhkan kekuatan mereka pada penderita. Menurut Leonard B. Glick agen-agen itu dapat berupa makhluk manusia (manusia super) atau bukan manusia. Mereka dapat menyusuri alam natural dan       

49

George M.Foster, Barbara Gallatin Anderson, Antropologi Kesehatan. Terjemahan Priyanti Pakan Suryadarma, Meutia Hatta Swasono (Jakarta : Universitas Indonesia, 1986), hal.63

50

Naniek Kasniyah, Etiologi Penyakit Secara Tradisional Dalam Alam Pikiran Orang Jawa

( Yogyakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1985) , hal.2

51

George M.Foster, Barbara Gallatin Anderson, op..cit.,hal.64 - 65

supranatural. Tukang tenung maupun makhluk supranatural seperti hantu, setan dan tukang sihir berpotensi menghadirkan berbagai penyakit pada masyarakat setempat. 52 Mereka biasanya menghadirkan kuasa gelap pada penderita yang sangat berpengaruh pada ketidaksimbangan dalam tubuhnya. 53 Bentuk-bentuk kuasa gelap yang menyerang penderita dapat disebutkan sebagai berikut :54

1. Energi negatif

Energi negatif yang dikirim ke organ-organ tubuh penderita bertujuan untuk merusakannya. Bila energi negatif masuk ke jantung atau paru-paru maka penderita mengalami sesak nafas. Bila energi negatif masuk ke ginjal maka kaki si penderita akan terasa amat sakit sehingga tidak dapat berjalan. Bila energi negatif masuk ke perut maka perut si penderita akan terlihat seperti menggelembung.

2. Program negatif

Setiap jenis kiriman memiliki program negatifnya. Ada program negatif yang dikirim ke organ-organ tubuh penderita untuk menimbulkan rasa sakit. Program negatif berupa kubus yang dikirim ke organ vital dapat mengakibatkan rasa ngilu dan kehilangan gairah seks.

3. Lingkaran belerang

Lingkaran belerang yang dikirim oleh agen-agen ke bagian tubuh penderita akan menimbulkan sakit kepala, mata, telinga, jantung, kanker, paru-paru, kanker payu dara, sakit perut, mencret, gatal-gatal, tumor di       

52

Ibid.

53

Ir. Fred Andries (ed.), op.cit., hal. 63

54

Ibid.

rongga perut dan mengganggu metabolisme tubuh. Para atlet yang berprestasi sangat mewaspadai lingkaran berlerang ini sebab menimbulkan rasa sakit ketika berjalan-jalan dan sebagainya. Organ tubuh vital yang terjaring lingkaran belerang akan menjadi frigid para kaum perempuan dan impotensia pada kaum laki-laki.

4. Benda-benda tajam

Benda-benda tajam seperti jarum yang dikirim para agen dapat menyebabkan infeksi pada kaki, tangan dan pada organ tubuh bagian dalam. Bila benda tajam dikirim ke jatung maka penderita akan mengalami akibat yang sangat fatal.

5. Boneka atau foto

Para agen memanfaatkan boneka atau foto sebagai sarana untuk menebarkan penyakit pada penderita. Bagian tubuh tertentu pada boneka atau foto ditusuk jarum. Pada saat itu juga, penderita merasa sakit di bagian tubuh tersebut.

6. Angin negatif atau angin duduk

Bila angin negatif masuk di perut dan tidak bisa keluar maka penderita akan mengalami sakit perut dan berlanjut pada mencret. Rasa sakit yang terus bertambah akan mengakibatkan kematian penderita.

7. Roh penderita dimasukkan dalam botol

Dukun memasukan roh penderita ke dalam botol sehingga penderita menjadi lemas dan kehilangan tenaga. Keadaan ini lambat laun dapat mengakibatkan kematian.

8. Induksi

Dukun meminjam tubuh seseorang (orang yang menyuruh mengirim energi negatif) dan menyakiti bagian-bagian tubuhnya. Orang yang dipinjam tubuhnya tidak merasa sakit karena disediakan protektornya. Tetapi penderita merasa sakit. Dukun yang melakukan tindakan ini adalah dukun yang berilmu tinggi.

9. Sinar putih yang panas

Sinar putih yang panas dikirim ke organ-organ tubuh penderita dengan maksud untuk merusakkannya.

10.Shield negatif (pagar negatif )

Shield negatif yang dikirim ke tubuh penderita dapat menimbulkan penumpukan energi negatif. Semua penyakit bermuculan sehingga penderita merasa lemas. Shield negatif dapat dikirim ke mobil, rumah maupun benda-benda lainnya.

11.Dimensi

Semua energi negatif yang melayang-layang di udara oleh agen diundang masuk ke tubuh penderita. Akibatnya semua jenis penyakit mulai menggerogoti tubuh penderita sampai penderita merasa lemas. Dimensi dapat dikirim ke mobil, rumah dan benda-benda lainnya.

12.Media

Media dapat dikirim oleh tukang santet ke dalam tubuh seseorang atau ke benda-benda lain di sekitar kita. Media dapat pula dikirim ke pintu rumah atau pintu mobil penderita. Setiap kali melalui pintu tersebut,

penderita langsung “tertembak” program negatif yang dikirim oleh tukang-tukang santet.

13.Kaki belerang

Jin kuning dianggap sebagai penyebab kaki belerang dan berdiri di dekat kaki penderita. Gejala yang tampak adalah rasa panas di kaki dan telapak kaki menjadi besar. Belerang ini menyebar dan naik ke seluruh tubuh. Penderita yang diserang belerang dapat terkena penyakit mencret. Semakin luas daya jelajah belerang semakin banyak organ tubuh yang dirusakkannya.

Jenis kuasa gelap lain yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit adalah serangan pelet. Pelet adalah tindakan untuk memikat hati lawan jenis dengan memakai guna-guna.55 Penderita yang terserang pelet mengalami kerugian karena kehendak bebasnya “dikontrol” oleh orang lain. Tujuan si pengirim memelet seseorang adalah meraih harta yang dimiliki si penderita, harapan mendapat setumpuk materi bila menikah dengan si penderita, kebanggaan untuk mendapat si penderita yang cantik dan terkenal. Pemelet dapat menggunakan makanan dan minuman sebagai media untuk menyalurkan guna-guna kepada si penderita. Pengiriman guna-guna dapat pula dilakukan dengan menggunakan media paku besar berkepala segi empat yang melambangkan paku peti mati. Paku besar itu ditancapkan dari alis sebelah kiri ke indung telur kiri untuk wanita atau ke buah zakar kiri untuk pria. Tindakan ini berakibat pembengkakan pada indung kiri atau buah zakar kiri si penderita. Serangan pelet yang sangat kuat dapat membuat penderita seperti kerbau dicocok hidungnya.       

55

Drs. Peter Salim dan Yenny Salim,op.cit., hal. 1120

Semua kemauan si pengirim dituruti begitu saja oleh penderita. Bila serangan pelet tidak begitu kuat, maka keributan akan terjadi karena di antara si pengirim dan si penderita tidak saling cinta dan tidak ada kecocokan. Keadaan ini sering kali menimbulkan protes atau perlawanan dalam diri si penderita. Namun pergumulan batin si penderita tidak dapat diwujudkan karena terhalang oleh kekuatan lain yang menggagalkannya.56