• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Hukum Kegiatan Investasi Bidang Pertambangan Di Indonesia

1. Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Pengaturan mengenai investasi bidang pertambangan di Indonesia dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Sampai masa orde barupun, masih tetap menggunakan produk hukum zaman kolonial Belanda yang langsung diadopsi menjadi hukum pertambangan di Indonesia pada masa itu.24 Pengaturan pengelolaan pertambangan pada masa itu disebut dengan Indische mijnwet 1899.

Cikal bakal dari terbentuknyaIndesche mijnwet ini adalah regulasi dari Undang-Undang Pertambangan tahun 1810 yang menggantikan Undang-Undang-Undang-Undang 1791 di kota Limburg.25 Awalnya, Undang-Undang tahun 1910 tersebut ditolak karena Undang-Undang tahun 1791 masih berlaku. Untuk mengatasi penolakan tersebut, maka dikeluarkan Dekrit Kaisar 6 Januari 1811 yang menyatakan bahwa berlakunya Undang-Undang Pertambangan tahun 1810.26

Semasa Hindia belanda, usaha petambangan dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh swasta dengan menggunakan berbagai pola atau bentuk perizinan.

Semula memang telah menjadi kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda untuk

24 Tri Hayati,Op.cit.,hal.25

25Ibid,hal. 25

26 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 8

mengusahakan sendiri tambang-tambang besar yang dinilai vital seperti tambang batubara dan timah. Akan tetapi untuk proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di Sulawesi tenggara, pengusahaannya dilakukan oleh pihak swasta berdasarkan suatu kontrak khusus dari pemerintah. Kontrak ini dikenal dengan sebutan kontrak 5a contract karena didasarkan pada ketentuan pasal 5a Indische Mijnwet.27

Pada masa pemerintahan Belanda, telah dilakukan beberapa kajian terkait pertambangan, yakni :28

a. Berdasarkan Undang-Undang Pertambangan tahun 1810, dilakukanlah konsesi pertambangan yang diberikan kepada swasta Belanda untuk penambangan Timah di Pulau Belitung,

b. Tahun 1899, Pemerintah Hindia Belanda berhasil mengundangkan indische Mijn Wet, yaitu Undang-Undang Pertambangan yang diberlakukan di Hindia Belanda. Sedang pengaturan pelaksanaannya baru terbit pada tahun 1960 dalam bentuk Mijnordonantie sebagai peraturan pelaksana dari Indische Mijn wet 1899.

c. Tahun 1910, dilakukan amandemen terhadap Indische Mijn Wet, yaitu dengan berhasilnya melakukan penambahan Pasal 5A Indische Mijn Wet yang memberikan dasar hukum bagi penanaman modal asing di bidang pertambangan.

27 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Jogjakarta: UII Press, 2004), hal. 64

28 Tri Hayati, Op. cit., hal. 26

d. Tahun 1918 dilakukan amandemen Pasal 5A bahwa perjanjian yang hanya menyangkut eksplorasi yang tidak perlu disahkan dengan Undang-Undang.

Sampai tahun 1938 terdapat 471 izin penambangan, dengan rincian 268 konsesi bahan galian yang tercantum dalam Indische Mijn Wet 1899; 148 konsesi yang tidak tercantum dalam Indische Mijn Wet 1899, 14 izin eksplorasi 5A; 43 izin eksplorasi dan eksploitasi 5A; 2 izin penambangan oleh swasta yang bekerja sebagai kontraktor pemerintahan dan 3 izin penambangan Badan Usaha Milik Negara.29

2. Periode Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan tahun 1945, Negara Indonesia mengalami masa transisi dikarenakan baru terlepas dari penjajahan Kolonial Belanda. Pada masa ini, keadaan politik dan sistem pemerintahan sangat tidak stabil. Masih terdapat konflik disana-sini. Masih terjadi gejolak di dalam tubuh pemerintahan sehingga struktur pemerintahan belum terbentuk sepenuhnya. Begitu pun dengan gejolak yang terjadi dalam pengelolaan pertambangan. Gejolak yang terjadi dalam hal pengelolaan pertambangan terjadi dikarenakan adanya isu panas yang peka mengenai pengelolaan tambang emas dan minyak bumi yang masih dikuasai oleh modal asing.30

Untuk mengatasi gejolak tersebut, maka Dewan Perwakilan Sementara Republik Indonesia (DPRS) menyusun mosi mendesak pemerintah agar

29Ibid, hal 27

30 Abrar Saleng, Op. cit., hal. 70

membenahi sistem pengelolaan pertambangan di Indonesia. Adapun isi mosi tersebut ialah mengatur tentang:31

a. Membentuk suatu komisi negara urusan pertambangan dalam jangka waktu 2 bulan dengan tugas sebagai berikut :

1) Menyelidiki masalah pengolahan tambang minyak, timah, batubara, tambang emas/perak, dan bahan mineral lainnya;

2) Mempersiapkan rencana undang-undang pertambangan Indonesia yang sesuai dengan dewasa ini;

3) Mencari pokok pikiran bagi untuk menyelesaikan/ mengatur minyak di Sumatera khususnya dan sumber-sumber minyak tempat lain;

4) Mencari pokok pikiran bagi pemerintah mengenai penetapan pajak dan harga minyak;

5) Mencari pokok pikiran bagi pemerintah mengenai status pertambangan di Indonesia;

6) Membuat usul-usul lain mengenai pertambangan sebagai sumber penghasilan negara.

b. Menunda segala pemberian izin, konsesi, eksplorasi, maupun memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu hasil pekerjaan panitia negara urusan pertambangan.32

3. Periode UU nomor 11 Tahun 1967

31 Tri Hayati, Op. cit., hal. 25

32 Departemen Pertambangan dan Energi, 50 Tahun Pertambangan dan Energi dalamPembangunan.( Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi, 1995), Hal 142-143.

Setelah kemerdekaan Indonesia, investasi di bidang pertambangan mengalami penurunan yang sangat signifikan, terutama setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 Tentang Penanaman Modal Asing.

Alasannya ialah undang-undang tersebut dibentuk pada masa suasana demokrasi terpimpin, dimana investor asing tidak diperkenankan menanam modalnya pada kegiatan yang vital. Setelahnya, dibentuk Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1960 Tentang Pertambangan. Undang-undang ini memberikan kesempatan pada penanam modal asing dalam bentuk pinjamam modal asing yang dikembalikan dari hasil produksi. Kedua undang-undang inilah yang mengakibatkan menurunnya investasi pertambangan dikarenakan kedua undang-undang ini tidak memungkinkan para investor asing untuk menanamkan modalnya kecuali dalam bentuk pinjaman luar negeri.Menurunnya investasi pertambangan juga mengakibatkan pemasukan keuangan negara sangat menurun. Ironisnya, eksloitasi dalam pertambangan sangat besar-besaran, berbanding terbalik dengan penghasilan dari investasi pertambangan.33

Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang-undang ini memungkinkan para investor asing untuk menanambak modalnya di Indonesia dalam berbagai aspek.34

33 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, (Jakarta:

PT Buku Seru, 2010), hal. 34

34 Tri hayati, Op.cit. hal 36

Pasal (8) undang-undang ini menyatakan bahwa penanaman modal dalam pertambangan harus didasarkan pada suatu

bentuk kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai perundang-undangan. Kemudian, Undang-Undang 1 tahun 1967 disesuaikan dengan pertambangan yang akhirnya dibentuknya Undang-Undang No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.Dalam ketentuan pokok pertambangan inilah yang memudahkan para investor asing untuk menanamkan modalnya dalam sektor pertambangan.

Kegiatan usaha pertambangan dalam Undang-Undang No 11 tahun 1967 menyebutkan bahwa usaha pertambangan dapat dilaksanakan oleh:35

a. Instansi Pemerintah.

Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/ satuan organisasi kementerian/ departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen, kesekretariatan lembaga tinggi negara, baik pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Instansi pemerintahan ini mengacu pada organisasi pemerintahan yang menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan yang berlaku serta menjalankan fungsi pemerintahan dengan menggunakan APBN/ dan APBD.36

b. Perusahaan Negara

Perusahaan negara adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan maupun dari Anggaran

35 Undang-Undang No 11 tahun 1967 pasal 5

36 Pengertian Instasi Pemerintah, http://id.m.wikipedia.org>wiki>instasi>pemerintah , diakses pada tanggal 7 Juli 2017.

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 menyebetkan bahwa perusahaan negara terdiri atas:

Perusahaan Jawatan (Departemental Enterprise), yakni perusahaan yang seluruh modalnya termasuk bagian dari anggaran belanja yang menjadi hak dari suatu departemen.

Perusahaan Umum (Public Enterprise), yakni perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki negara dan dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Perusahaan Perseroan (Public Company), yakni perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.37 c. Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain oleh undang-undang.38

d. Perusahaan dengan modal bersama negara dan daerah

Perusahaan dengan modal bersama negara dan daerah yakni perusahaan yang terbentuk dimana modalnya sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara dan daerah yang digabungkan.

e. Koperasi

37 Perusahaan Negara dan Jenis-Jenisnya, http://sirusa.bps.go.id>view , diakses pada tanggal 7 Juli 2017.

38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 pasal 2

Koperasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan pada asas kekeluargaan.39

4. Periode Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Setelah mengalami berbagai gejolak dalam investasi pertambangan, Undang-Undang No 11 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dirasa kurang cukup untuk mengatur investasi dibidang pertambangan. Banyaknya kekurangan dalam UU no 11 tahun 1967 mendorong pemerintah untuk menyusun suatu peraturan perundang-undangan baru. Selain itu, UU PMA dirasa tidak efisien karena hanya mengatur para investor asing, dimana investasi pertambangan tidak hanya dilakukan oleh para investor asing, tetapi juga investor dalam negeri. Untuk mempermudah pengaturannya, maka pemerintah membuat satu peraturan perundang-undangan yang mengatur baik investor asing maupun investor dalam negeri. Atas dasar itulah, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dengan lahirnya undang-undang baru ini, maka Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 yang disesuikan dalam Udnang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Udnang-

Undang-39 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1

Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.40