• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM

DIVESTASI PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (ESDM) NOMOR 09 TAHUN 2017

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NIM : 130200309 EVAN P. SITOMPUL

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ANALISIS YURIDIS TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM

DIVESTASI PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (ESDM) NOMOR 09 TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 130200309 EVAN P. SITOMPUL

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui/Diketahui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 1956003291986011001 Prof. Dr. BismarNasution, S.H, M.Hum

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum

NIP. 197302202002121001 NIP.198612122014042001 Tri Murti Lubis, SH, MH

(3)

ABSTRAK

TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM DIVESTASI PADA KEGIATAN USAHA

PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (ESDM) NOMOR 09 TAHUN 2017

Evan P. Sitompul*) Mahmul Siregar **) Tri Murti Lubis ***)

Kegiatan divestasi dalam investasi di Indonesia, terkhususnya dalam bidang pertambangan merupakan suatu usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun belum ada peraturan yang mengatur mengenai divestasi secara khusus, tetapi divestasi diwajibkan kepada para pemegang IPU Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 9 tahun 2017. Dengan adanya divestasi ini diharapkan peserta Indonesia menjadi mayoritas dalam memiliki saham perusahaan asing. Permasalahan yang diatur dalam skripsi ini adalah bagaimanakah investasi bidang pertambangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimanakah pengaturan divestasi saham dalam kegiatan investasi di Indonesia, dan bagaimanakah tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi pada kegiatan pertambangan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 9 tahun 2017.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif, yakni dengan melakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang diperlukan, meliputi bahan primer, sekunder, dan tersier yang terkait dengan permasalahan. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan divestasi di Indonesia bukanlah hal yang baru mengingat kegiatan divestasi juga berkaitan erat dengan kegiatan investasi, terkhusus dalam bidang pertambangan. Tetapi meskipun kegiatan divestasi tidak hal yang baru, tetapi mengenai tata cara divestasi saham serta bagaimana mekanisme penetapan harga saham divestasi merupakan hal yang baru.

Hal itu dapat dilihat dari peraturan yang mengaturnya, yakni tahun 2013 yang kemudian dirubah pada tahun 2017. Adapun tata cara divestasi saham yakni melalui penawaran langsung kepada pemerintah dan pemerintah daerah dan dengan cara lelang jika kepada BUMN, BUMN, dan Badan Usaha Swasta Nasional. Mekanisme penetapan harga saham divestasi ialah dengan cara melihat harga pasar yang wajar (fair market value.)

Kata Kunci:Investasi, Divestasi, Kontrak Karya, Investor

*) Penulis

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan Karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan dan kekuatan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN ARGA SAHAM DIVESTASI PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ESDM NOMOR 9 TAHUN 2017”

adalah guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada gading yang tidak retak, dan tidak ada pula manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penulis menyadari masih terdapat banyak keterbatasan serta kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Dikarenanya, penulis tetap membutuhkan saran serta masukan dari pihak lain agar kedepannya penulis dapat lebih memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi substansi isinya maupun metodologi penulisannya.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan studi penulis, antara lain :

(5)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.,M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara ;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing akademik penulis ;

3. Bapak Prof. Bismar Nasution, SH., M.hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah menyetujui judul penulis ;

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M. Hum., selaku dosen pembimbing I penulis yang telah memberikan banyak masukan serta arahan kepada penulis

5. Ibu Tri Murti Lubis, SH., MH., selaku dosen pembimbing II penulis ; 6. Kedua orang tua penulis, ayah dan ibu, yang selalu mendorong penulis

untuk tetap semangat kuliah dan yang selalu membantu penulis, baik dari segi materi maupun rohani ;

7. Kepada adek-adek penulis, yang selalu menanyakan “kapan abang wisuda?” ;

8. Kepada kakak penulis, Katrina Sitompul yang selalu cerewet mengenai skripsi penulis ;

9. Kepada Nuri Tarigan, yang selama 5 tahun bersama selalu menyemangati penulis dalam menjalani kuliah ;

10. Team Dota 2 penulis, Jimmy, Addy, Roni, Nudin ;

(6)

11. Kepada seluruh teman-teman penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu menemani penulis sehari-harinya di kampus, yang tidak bias penulis sebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membaca dan memahaminya.

Medan, April 2017

Penulis,

NIM: 130200309 Evan P. Sitompul

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II INVESTASI DALAM BIDANG PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Sumber Hukum Kegiatan Investasi Bidang Pertambangan Di Indonesia ... 18

B. Tata Cara Investasi Bidang Pertambangan ... 26

C. Kontrak Karya Sebagai Bentuk Investasi Bidang Pertambangan ... 35

D. Kewajiban Penanam Modal Dalam Kegiatan Investasi Bidang Pertambangan ... 49

E. Pengawasan Terhadap Kegiatan Investasi Bidang Pertambangan ... 52

BAB III DIVESTASI SAHAM DALAM KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Divestasi Saham ... 58

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Divestasi ... 58

2. Tujuan dan Manfaat Divestasi Saham... 63

(8)

3. Objek Divestasi Saham ... 65

4. Investasi, Divestasi, dan Nasionalisasi ... 70

B. Sumber Hukum Kegiatan Divestasi Saham Dan Perkembangannya ... 78

C. Syarat-Syarat dan Larangan Dalam Divestasi Saham ... 82

BAB IV TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM DIVESTASI PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ESDM NOMOR 09 TAHUN 2017 A. Tata Cara Divestasi Saham Pada Kegiatan Pertambangan Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri No. 9 Tahun 2017 ... 85

B. Perkembangan Pengaturan Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Pertambangan Di Indonesia ... 93

C. Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2017 ... 96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, termasuk mineral dan batubara. Tambang mineral dan batubara ini tersebar luas di Indonesia, seperti Tambang Emas Natarang Mining dii Sumatra Selatan, Tambang Timah Koba Tin di Kepulauan Bangka Belitung, Tambang Batubara Baturona Adimulya di Sumatera Selatan, sampai yang tambang terbesar emas terbesar yakni Tambang Emas PT Freeport di Provinsi Papua.1

Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam alinea IV UUD 1945 ialah "memajukan kesejahteraan umum". Paling tidak, itulah salah satu tujuan negara ini yang diamanahkan oleh para founding father negara kita.

Salah satu sektor yang diutamakan dalam mewujudkan tujuan tersebut ialah sektor ekonomi. Pemerintah telah banyak berupaya untuk melakukan pembangunan di sektor ekonomi. Salah satunya yakni dibidang pertambangan.

Selain itu, sektor pertambangan merupakan sektor yang sangat diandalkan dalam memberikan pendapatan berupa devisa negara.Pengelolaan sektor pertambangan Mineral hampir ada di seluruh Indonesia seperti Tembaga (Cu), Perak (Ag), Timah (Sn), Besi (Fe), Emas (Au), dll.. Selain itu, tambang barubata juga banyak tersebar di seluruh Indonesia.

1 Extractive Industries Transparency Initiative Indonesia, https://eiti.org , Diakses pada tanggal 20 Juni 2017.

(10)

sendiri telah tertuang dalam Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945, yang menyatakan bahwa:2

Pengertian "dikuasai negara" seperti yang tertera dalam pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 menunjukkan adanya "character state" yang memiliki kedaulatan, sehingga ia dapat bertindak kedalam dan keluar. Jadi dalam hal ini, penguasaan oleh negara merujuk pada penguasaan dan pelaksanaan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 33 UUD Tahun 1945 merujuk hak penguasaan (authory right) terhadap bahan galian berada di tangan negara, bukan pemerintah. sedangkan hak kepemilikan (mineral right) terhadap bahan galian berada di tangan Bangsa Indonesia. Selanjutnya, hak pengelolaan (mining right) berada di tangan Pemerintah dan hak pegusahaan (economic right) berada ditangan pelaku usaha.

Dengan demikian, pengertian dari pasal 33 ayat (3) yang menunjuk pengertian dikuasai negara harus diartikan mencakup maksud dikuasai negaradalam arti

"(2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara ;

(3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

2 Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945

(11)

luas, dimana didalamnya juga termasuk kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber daya alam.3

Pelaksanaan pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah tentu membutuhkan modal yang sangat besar. Modal tersebut dapat disediakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas. Namun dalam kenyataan, negara- negara berkembang, termasuk Indonesia tidaklah mampu melaksanakan pembangunan yang menyeluruh jika hanya mengandalkan modal dalam negeri saja.

Tidak dapat dipungkiri, perekonomian Indonesia sangat banyak bergantung pada pertambangan mineral dan batubara ini, terutama emas. Mengingat mineral dalam bentuk logam mulia emas sangat memegang peran penting dalam perekonomian dunia. Banyaknya eksploitasi mineral dan batubara ini menjadi bukti bahwa perekonomian dalam bentuk mineral dan batubara ini tidak dapat dipandang sebelah mata.

4

3 Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan Di Bawah Rezim UU NO..4 Tahun 2009, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia), hal. 54

4 Girsang, Adi Gustina, Kewajiban Divestasi Pada Penanaman Modal Asing Di Bidang Pertambangan Umum: Skripsi, (Medan: Universitas Sumatera Utara,2010), hal 1.

Hal itu disebabkan karena tingkat tabungan masyarakat masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, serta keterampilan yang belum memadai. Kendala-kendala tersebut kemudian dicoba diatasi dengan berbagai macam alternatif, diantaranya yakni dengan cara bantuan dan kerjasama dengan luar negeri.

(12)

Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, setidaknya ada tiga syarat yang dibutuhkan untuk mendatangkan investor, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi oleh situasi politik); ketiga, legal certainly atau kepastian hukum.5

Pembangunan instrumen penanaman modal sebenarnya telah dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).Penggairahan iklim penanaman modal pun terus berlanjut dengan disempurnakannya kedua undang- undang diatas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 diubah menjadi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang PMA, sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang PMDN telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang PMDN.6

Selanjutnya, perkembangan hukum tentang penanaman modal di Indonesia baik PMA maupun PMDN tidak lagi berdiri secara sendiri-sendiri lagi.

Saat ini, pengaturan mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam satu bentuk peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor

5 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi,(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.28

6Ibid, hal. 30

(13)

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.

Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi glibal. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal serta mendorong tumbuhnya bisnis. Untuk itu, tidak ada alternatif lain guna mengundang penanaman modal, khusunya penanaman modal asing ke Indonesia selain diperlukan adanya pengaturan pemerintah yang konsisten dan terpadu agar dapat memberikan keuntungan bukan hanya kepada penanam modal, khususnya penanam modal asing, tetapi juga kepada pemerintah Indonesia, terkhusus dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.7

Indonesia pada sejarahnya telah pernah melakukan divestasi atau nasionalisasi, antara lain pemerintah mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958, dimana perusahaan Belanda yang dialbila alih tersebut Membahas mengenai divestasi, khususnya divestasi dalam pertambangan, bukanlah hal baru lagi. Hal itu tampak dari banyaknya peraturan perundang- undangan yang membahas mengenai divestasi. Salah satunya yaitu Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2013.

Meskipun belum berbetuk perundang-undangan, hal itu tetap membuktikan bahwa pemerintah tetap memperhatikan masalah mengenai divestasi saham di bidang pertambangan.

7 Amiruddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal 64.

(14)

merupakan perusahaan rokok.8 Selain itu, pemerintah melakukan pengembalian perusahaan-perusahaan Inggris dan Amerika, pada waktu Indonesia mengadakan konfrontasi dengan Malaysia. Latar belakangnya ialah bahwa Indonesia menganggap bahwa Inggris dan Amerika Serikat sebagai pendukung utama pembentukan Malaysia, yang dimana bagi pemerintah Soekarno dianggap Neo- kolonialisme dan neo-imperialisme yang mengakibatkan Indonesia mengambil alih perusahaan Inggris dan Amerika Serikat serta membuka hubungan dengan Uni Soviet dan Negara-negara Eropa timur.9

Sebagai bentuk upaya strategis pemerintah tersebut, dengan mendasari pada konstitusi yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya alam. UUD 1945 pasal 33 ayat 1 “ Perekonomian disusun sebagai salah satu usaha bersama berdasar azas kekeluargaan”, maka pemanfaatan sumber daya alam ditujukan untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya yang dilakukan secara terencana, rasional, dan bertanggungjawab.10

Adapun tahapan divestasi saham yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 tahun 2017 tersebut harus memenuhi persentase sebagai berikut :11

1. Tahun keenam 20% (dua puluh persen);

2. Tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen);

8 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia, Anatomi Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, ( Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007), hal. 48

9Ibid, hal. 48

10 Penjelasan Umum, Undang-Undang Dasal Pasal 33 ayat 1

11 Tri Hayati, Op.cit., hal. 28

(15)

3. Tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen);

4. Tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen);

5. Tahun kesepuluh 51% (lima puluh persen), dari jumlah saham

Tata cara dan penetapan harga divestasi saham pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 23 tahun 2013. Tetapi, pada tahun 2017, Menteri ESDM mengeluarkan peraturan baru yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara. Dengan dikeluarkannya undang-undang yang baru ini, otomatis Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2013 tidak berlaku lagi. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017, ditetapkan seluruh perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produktif dan IUP Khusus Operasi Produksi yang merupakan penanaman modal asing, diwajibkan melakukan divestasi sahamnya sebanyak 51% setelah 5 (lima) tahun berproduksi. Pelepasan saham dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 10 tahun.

PT Freeport merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus divestasi saham di sektor pertambangan yang tidak berjalan sesuai dengan semestinya. Berdasarkan uraian diatas, maka menjadi hal yang menarik untuk mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul :”Analisis Yuridis Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada

(16)

Kegiatan Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2017”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana investasi bidang pertambangan berdasarkan peraturan perundang- undangan di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan divestasi saham dalam kegiatan investasi ( penanaman modal) di Indonesia?

3. Bagaimana tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi pada kegiatan pertambangan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 09 Tahun 2017?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui investasi bidang pertambangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengaturan divestasi saham dalam kegiatan investasi (penanaman modal) di Indonesia.

(17)

c. Untuk mengetahui tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi pada kegiatan pertambangan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 09 Tahun 2017.

2. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara Teoritis

Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas akan menimbulkan pemahaman dan pengertian bari bagi pembaca tentang kegiatan investasi dan divestasi saham di Indonesia, serta tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi berdasarkan Peraturan Menter ESDM no 09 Tahun 2017.

b. Manfaat secara praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca baik kalangan akademisi maupun para pelaku dibidang usaha pertambangan, baik investor asing maupun investor dalam negeri. Selain itu, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para investor untuk dapat menerapkan tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi.

D. Keaslian Penulisan

(18)

Skripsi ini yang berjudul “Analisis Yuridis Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2017”.

Judul ini telah disetujui oleh ketua Departemen Hukum Ekonomi serta telah melalui tahap pengujian kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU.

Judul ini merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari karya tulis orang lain. Oleh karenanya, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik.

Berdasarkan uji kepustakaan yang dilakukan oleh perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa tidak ada satu judulpun yang sama dengan penulis. Meskipun ada satu skripsi yang membahas mengenai divestasi, tetapi konten serta isi materinya sangatlah berbeda.

Berikut skripsi yang dimaksud oleh penulis:

Nama : ADI AGUSTINA GIRSANG NIM : 060200028

Judul : Kewajiban Divestasi Pada Penanaman Modal Asing Di Bidang Pertambangan Umum.

Penulisan skripsi ini membahas tentang divestasi, terkhusus pada tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi pada kegiatan

(19)

pertambangan. Berbeda dengan skripsi yang dimaksud oleh penulis yang hanya berfokus pada kewajiban divestasi.

E. Tinjauan Kepustakaan

Kebijakan pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber hukum yang dalam hal ini mengenai bidang investasi dan divestasi yang ada di Indonesia, yang berkriteriakan sebagai berikut :

1. Peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam penanaman modal (investasi).

2. Peraturan perundang-undangan yang langsung mengatur kegiatan penanaman modal di sektor pertambangan.

3. Peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai kontrak karya.

4. Peraturan menteri yang secara langsung mengatur tentang tata cara divestasi saham dan mekanisme penetapan harga saham divestasi

5. Peraturan lain yang karena bentuk, sifat, ruang lingkupnya tidak termasuk kriteria diatas, tetapi akan berpengaruh pada kegiatan penanaman modal disektor pertambanga dan divestasi saham di sektor pertambangan.

Yang dimaksud dengan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.12

12 Undang-Undang Penanaman Modal, Psl. 1 angka 1

(20)

Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.13

Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing.14

Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia.15

Kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.16

Kontrak karya menurut pasal 1 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Nomor 150.K/20.01/DDJP/1998 tentang tatacara, persyaratan dan pemrosesan permohonan kontrak karya yaitu kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk

13Ibid., Psl.1 angka 3

14Ibid., Psl. 1 angka 4

15Ibid., Psl 1 angka 6

16 Lukman Santoso, HukumPerjanjian Kontrak, (Jakarta: PT Buana Ilmu Populer, 2012), hal . 8

(21)

melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara.17

Divestasi Saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia.18

Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.19

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atau IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai melaksanakan Izin Usaha Pertamabangan Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.20

Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi adalah izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi untuk melakuikan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.21

Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral.22

F. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian berupa:

17 Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya,(Malang: Setara Press, 2013), hal. 33

18 Peraturan Menteri ESDM No 09 tahun 2017 Tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, Pls 1 angka 1

19Ibid. Psl 1 angka 2

20Ibid. Psl 1 angka 3

21Ibid. Psl 1 angka 4

22Ibid. Psl 1 angka 15

(22)

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif atau metode kepustakaan. Penelitian normatif atau kepustakaan adalah suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder.

Penelitian ini bersifat deskriptif, artinya menguraikan atau mendeskripsikan data yang diperoleh secara normative, kemudian diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut.

Pada dasarnya, yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah aturan- aturan hukum mengenai penanaman modal asing di bidang pertambangan dan aturan hukum mengenai pengaturan divestasi saham bidang pertambangan di Indonesia. Dengan demikian, maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, yaitu metode penelitian dengan berusaha memahami asas-asas dari suatu perundang-undangan.

2. Jenis Data

Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian normatif, maka data-data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, yang mencakup:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat di masyarakat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yakni:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;

(23)

3) Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2013 tentang Tata Cara Dan Penetapan Harga Divestasi Saham, Serta Perubahan Penanaman Modal Di Bidang Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.

4) Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

5) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

6) Dan peraturan-peraturan lainnya yang ada dalam pembahasan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasn mengenai bahan hukum primer, dimana bahan hukum tersebut memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya, seperti buku-buku, hasil seminar, jurnal hukum, karya ilmiah, artikel majalah, maupun Koran serta artikel-artikel yang didapat dari internet.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Misalnya kamus, ensiklopedia, dan bibliografi yang terkait dengna pembahasan penulisan skripsi ini.23

6. Metode Pengumpulan Data

23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TinjauanSingkat,(

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal.13.

(24)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literature dengan sumber data berupa bahan primer dan sekunder dari berbagai bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah, buku-buku, peraturan-peraturan, juga dari majalah majalah dan media-media elektronik seperti internet dan sebagainya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

7. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisi secara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikanrujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Analisis kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini bertujuan untuk mempermudah pengertian dan pendalaman secara jelas. Adapun sestematika penulisan skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab, sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

BAB I merupakan pendahuluan. Dalam bab ini, diuraikan tentang hal-hal yang bersifat umum,antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan,

(25)

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dna sistematika penulisan.

BAB II berjudul Investasi (Penanaman Modal) bidang Pertambangan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Dalam bab ini, akan diuraikan secara rinci sumber hukum kegiatan investasi dalam bidang pertambangan di Indonesia. Bagaimana tata cara investasi bidang pertambangan, kontrak karya dalam bidang pertambangan, kewajiban para penanam modal,dan bagaimana pengawasan terhadap kegiatan investasi di bidang pertambangan.

BAB III berjudul Divestasi Saham Dalam Kegiatan Investasi Di Indonesia.

Dalam bab ini akan menjabarkan tinjauan umum mengenai divestasi saham yang mencakup pengertian dan unsur-unsur divestasi, tujuan dan manfaat divestasi, objek divestasi saham, serta hubungan antara investasi, divestasi, dan nasionalisasi. Juga akan dibahas mengenai sumber hukum kegiatan divestasi saham dan syarat-syarat serta larangan dalam kegiatan divestasi.

BAB IV berjudul Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2017. Pada bab ini, akan diuraikan secara jelas mengenai tata cara divestasi saham pada kegiatan pertambangan berdasarkan PERMEN ESDM nomor 09 tahun 2017, bagaimana perkembangan pengaturang penetapan harga saham divestasi pada kegiatan pertambangan di Indonesia serta akan dijelaskan pula bagaimana mekanisme penetapan harga saham divestasi berdasarkan Peraturan PERMEN ESDM nomor 09 tahun 2017.

(26)

BAB V berisi kesimpulan dari pembahasan sebelumnya dan merupakan jawaban dari pokok-pokok permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya.

Bab ini juga berisi saran yang dianggap perlu dan bermanfaat dari kesimpulan yang telah diuraikan tersebut.

(27)

BAB II

INVESTASI (PENANAMAN MODAL) BIDANG PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Sumber Hukum Kegiatan Investasi Bidang Pertambangan Di Indonesia.

1. Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Pengaturan mengenai investasi bidang pertambangan di Indonesia dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Sampai masa orde barupun, masih tetap menggunakan produk hukum zaman kolonial Belanda yang langsung diadopsi menjadi hukum pertambangan di Indonesia pada masa itu.24 Pengaturan pengelolaan pertambangan pada masa itu disebut dengan Indische mijnwet 1899.

Cikal bakal dari terbentuknyaIndesche mijnwet ini adalah regulasi dari Undang- Undang Pertambangan tahun 1810 yang menggantikan Undang-Undang 1791 di kota Limburg.25 Awalnya, Undang-Undang tahun 1910 tersebut ditolak karena Undang-Undang tahun 1791 masih berlaku. Untuk mengatasi penolakan tersebut, maka dikeluarkan Dekrit Kaisar 6 Januari 1811 yang menyatakan bahwa berlakunya Undang-Undang Pertambangan tahun 1810.26

Semasa Hindia belanda, usaha petambangan dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh swasta dengan menggunakan berbagai pola atau bentuk perizinan.

Semula memang telah menjadi kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda untuk

24 Tri Hayati,Op.cit.,hal.25

25Ibid,hal. 25

26 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 8

(28)

mengusahakan sendiri tambang-tambang besar yang dinilai vital seperti tambang batubara dan timah. Akan tetapi untuk proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di Sulawesi tenggara, pengusahaannya dilakukan oleh pihak swasta berdasarkan suatu kontrak khusus dari pemerintah. Kontrak ini dikenal dengan sebutan kontrak 5a contract karena didasarkan pada ketentuan pasal 5a Indische Mijnwet.27

Pada masa pemerintahan Belanda, telah dilakukan beberapa kajian terkait pertambangan, yakni :28

a. Berdasarkan Undang-Undang Pertambangan tahun 1810, dilakukanlah konsesi pertambangan yang diberikan kepada swasta Belanda untuk penambangan Timah di Pulau Belitung,

b. Tahun 1899, Pemerintah Hindia Belanda berhasil mengundangkan indische Mijn Wet, yaitu Undang-Undang Pertambangan yang diberlakukan di Hindia Belanda. Sedang pengaturan pelaksanaannya baru terbit pada tahun 1960 dalam bentuk Mijnordonantie sebagai peraturan pelaksana dari Indische Mijn wet 1899.

c. Tahun 1910, dilakukan amandemen terhadap Indische Mijn Wet, yaitu dengan berhasilnya melakukan penambahan Pasal 5A Indische Mijn Wet yang memberikan dasar hukum bagi penanaman modal asing di bidang pertambangan.

27 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Jogjakarta: UII Press, 2004), hal. 64

28 Tri Hayati, Op. cit., hal. 26

(29)

d. Tahun 1918 dilakukan amandemen Pasal 5A bahwa perjanjian yang hanya menyangkut eksplorasi yang tidak perlu disahkan dengan Undang-Undang.

Sampai tahun 1938 terdapat 471 izin penambangan, dengan rincian 268 konsesi bahan galian yang tercantum dalam Indische Mijn Wet 1899; 148 konsesi yang tidak tercantum dalam Indische Mijn Wet 1899, 14 izin eksplorasi 5A; 43 izin eksplorasi dan eksploitasi 5A; 2 izin penambangan oleh swasta yang bekerja sebagai kontraktor pemerintahan dan 3 izin penambangan Badan Usaha Milik Negara.29

2. Periode Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan tahun 1945, Negara Indonesia mengalami masa transisi dikarenakan baru terlepas dari penjajahan Kolonial Belanda. Pada masa ini, keadaan politik dan sistem pemerintahan sangat tidak stabil. Masih terdapat konflik disana-sini. Masih terjadi gejolak di dalam tubuh pemerintahan sehingga struktur pemerintahan belum terbentuk sepenuhnya. Begitu pun dengan gejolak yang terjadi dalam pengelolaan pertambangan. Gejolak yang terjadi dalam hal pengelolaan pertambangan terjadi dikarenakan adanya isu panas yang peka mengenai pengelolaan tambang emas dan minyak bumi yang masih dikuasai oleh modal asing.30

Untuk mengatasi gejolak tersebut, maka Dewan Perwakilan Sementara Republik Indonesia (DPRS) menyusun mosi mendesak pemerintah agar

29Ibid, hal 27

30 Abrar Saleng, Op. cit., hal. 70

(30)

membenahi sistem pengelolaan pertambangan di Indonesia. Adapun isi mosi tersebut ialah mengatur tentang:31

a. Membentuk suatu komisi negara urusan pertambangan dalam jangka waktu 2 bulan dengan tugas sebagai berikut :

1) Menyelidiki masalah pengolahan tambang minyak, timah, batubara, tambang emas/perak, dan bahan mineral lainnya;

2) Mempersiapkan rencana undang-undang pertambangan Indonesia yang sesuai dengan dewasa ini;

3) Mencari pokok pikiran bagi untuk menyelesaikan/ mengatur minyak di Sumatera khususnya dan sumber-sumber minyak tempat lain;

4) Mencari pokok pikiran bagi pemerintah mengenai penetapan pajak dan harga minyak;

5) Mencari pokok pikiran bagi pemerintah mengenai status pertambangan di Indonesia;

6) Membuat usul-usul lain mengenai pertambangan sebagai sumber penghasilan negara.

b. Menunda segala pemberian izin, konsesi, eksplorasi, maupun memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu hasil pekerjaan panitia negara urusan pertambangan.32

3. Periode UU nomor 11 Tahun 1967

31 Tri Hayati, Op. cit., hal. 25

32 Departemen Pertambangan dan Energi, 50 Tahun Pertambangan dan Energi dalamPembangunan.( Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi, 1995), Hal 142-143.

(31)

Setelah kemerdekaan Indonesia, investasi di bidang pertambangan mengalami penurunan yang sangat signifikan, terutama setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 Tentang Penanaman Modal Asing.

Alasannya ialah undang-undang tersebut dibentuk pada masa suasana demokrasi terpimpin, dimana investor asing tidak diperkenankan menanam modalnya pada kegiatan yang vital. Setelahnya, dibentuk Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1960 Tentang Pertambangan. Undang-undang ini memberikan kesempatan pada penanam modal asing dalam bentuk pinjamam modal asing yang dikembalikan dari hasil produksi. Kedua undang-undang inilah yang mengakibatkan menurunnya investasi pertambangan dikarenakan kedua undang-undang ini tidak memungkinkan para investor asing untuk menanamkan modalnya kecuali dalam bentuk pinjaman luar negeri.Menurunnya investasi pertambangan juga mengakibatkan pemasukan keuangan negara sangat menurun. Ironisnya, eksloitasi dalam pertambangan sangat besar-besaran, berbanding terbalik dengan penghasilan dari investasi pertambangan.33

Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah mengeluarkan Undang- Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang ini memungkinkan para investor asing untuk menanambak modalnya di Indonesia dalam berbagai aspek.34

33 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, (Jakarta:

PT Buku Seru, 2010), hal. 34

34 Tri hayati, Op.cit. hal 36

Pasal (8) undang-undang ini menyatakan bahwa penanaman modal dalam pertambangan harus didasarkan pada suatu

(32)

bentuk kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai perundang-undangan. Kemudian, Undang-Undang 1 tahun 1967 disesuaikan dengan pertambangan yang akhirnya dibentuknya Undang-Undang No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.Dalam ketentuan pokok pertambangan inilah yang memudahkan para investor asing untuk menanamkan modalnya dalam sektor pertambangan.

Kegiatan usaha pertambangan dalam Undang-Undang No 11 tahun 1967 menyebutkan bahwa usaha pertambangan dapat dilaksanakan oleh:35

a. Instansi Pemerintah.

Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/ satuan organisasi kementerian/ departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen, kesekretariatan lembaga tinggi negara, baik pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Instansi pemerintahan ini mengacu pada organisasi pemerintahan yang menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan yang berlaku serta menjalankan fungsi pemerintahan dengan menggunakan APBN/ dan APBD.36

b. Perusahaan Negara

Perusahaan negara adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan maupun dari Anggaran

35 Undang-Undang No 11 tahun 1967 pasal 5

36 Pengertian Instasi Pemerintah, http://id.m.wikipedia.org>wiki>instasi>pemerintah , diakses pada tanggal 7 Juli 2017.

(33)

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 menyebetkan bahwa perusahaan negara terdiri atas:

Perusahaan Jawatan (Departemental Enterprise), yakni perusahaan yang seluruh modalnya termasuk bagian dari anggaran belanja yang menjadi hak dari suatu departemen.

Perusahaan Umum (Public Enterprise), yakni perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki negara dan dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Perusahaan Perseroan (Public Company), yakni perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.37 c. Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain oleh undang-undang.38

d. Perusahaan dengan modal bersama negara dan daerah

Perusahaan dengan modal bersama negara dan daerah yakni perusahaan yang terbentuk dimana modalnya sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara dan daerah yang digabungkan.

e. Koperasi

37 Perusahaan Negara dan Jenis-Jenisnya, http://sirusa.bps.go.id>view , diakses pada tanggal 7 Juli 2017.

38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 pasal 2

(34)

Koperasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan pada asas kekeluargaan.39

4. Periode Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Setelah mengalami berbagai gejolak dalam investasi pertambangan, Undang-Undang No 11 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dirasa kurang cukup untuk mengatur investasi dibidang pertambangan. Banyaknya kekurangan dalam UU no 11 tahun 1967 mendorong pemerintah untuk menyusun suatu peraturan perundang-undangan baru. Selain itu, UU PMA dirasa tidak efisien karena hanya mengatur para investor asing, dimana investasi pertambangan tidak hanya dilakukan oleh para investor asing, tetapi juga investor dalam negeri. Untuk mempermudah pengaturannya, maka pemerintah membuat satu peraturan perundang-undangan yang mengatur baik investor asing maupun investor dalam negeri. Atas dasar itulah, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dengan lahirnya undang-undang baru ini, maka Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 yang disesuikan dalam Udnang- Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-

39 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1

(35)

Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.40

B. Tata Cara Investasi Bidang Pertambangan

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa sumber-sumber hukum investasi di bidang pertambangan sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Mulai dari Indische Mijn Wet 1899 pada masa kolonial Belanda, pembentukan Undang- Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 1967, hingga sekarang yakni Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 inilah yang sekarang menjadi dasar hukum investasi di Indonesia, termasuk dalam bidang pertambangan.

Sejak pertama kali diundangkan undang-undang penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, maka pelaksanaan penanaman modal di Indonesia mengalami pasang surut. Hal itu dapat dilihat dari laporan perkembangan penanaman modal pusat. Data dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 menunjukkan adanya fluktuasi perkembangan penanaman modal asing maupun dalam negeri.41

Pasang surutnya pelaksanaan penanaman modal di Indonesia memungkinkan pemerintah unutk tetap berupaya melakukan usaha guan menarik minat penanam modal semaksimal mungkin sesuai dengan laju pertumbuhan

40 H. Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal 70.

41 Aminuddin Ilmar, Op. cit., hal. 123

(36)

ekonomi Indonesia.42

1. Perusahaan penanaman modal asing yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk dan berkedudukan di wilayah Indonesia.

Untuk mencapai hal tersebut, maka pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam aturan yang terkait dengan pengaturan penanaman modal di Indonesia.

Sebelum melakukan investasi, para investor asing yang akan menanamkan modalnya di bidang pertambangan diharuskan terlebih dahulu untuk membentuk suatu badan hukum seperti yang diisyaratkan dalam ketentuan pasal 3 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yang pada prinsipnya menetapkan sebagai berikut:

2. Pemerintah menetapkan apakah suatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagia terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri.43

Adanya pengaturan seperti pasal 3 tersebut sangat diharapkan agar penanam modal asing yang akan melakukan investasi di Indonesia tunduk kepada peraturan yang berlaku. Selain itu, pembentukan badan hukum Indonesia sebelum melakukan kegiatan investasi bidang pertambangan sangat diperlukan apabila dikemudian hari terdapat sengketa perihal investasi tersebut. Apabila terdapat sengketa, maka akan lebih mudah untuk memberlakukan yurisdiksi.

42Ibid, hal. 125

43 Aminuddin Ilmar. Hukum Penanaman Modal, (Jakarta:Fajar Interpretama Offset), hal. 127

(37)

Selain itu, pembentukan badan hukum Indonesia juga dapat mencegah ketidakpastian hukum. 44

Secara Umum, para investor asing yang akan melakukan investasi bidang pertambangan harus mengajukan permohonan pendaftaran ke PTSP BKPM.

PTSP BKPM ialah Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Koordinasi Penanaman Modal. BKPM ialah Badan Koordinasi Penanaman Modal yang bergerak sebagai penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah. Selain itu, BKPM diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dalam negeri maupun luar negeri. Permohonan yang diajukan ke PKPM ini harus dilakukan oleh investor asing baik sebelum berstatus badan hukum maupun sebelum berstatus badan hukum.45

Survey pendahuluan merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisi, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya panas bumi serta wilayah kerja.

Dalam investasi pertambangan, dilakukan beberapa tahapan yang meliputi survey pendahuluan, penetapan wilayah kerja pertambangan panas bumi (WKP), pelelangan WKP, eksploirasi, studi kelayakan, eksploitasi, dan pemanfaatan.

46

44 Tri Hayati, Op. cit., hal 56

45 IBR Supancana dan I B Wyasa Putra, dkk., Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal.( Jakarta:

Nasional Legal Reform Program, 2010), hal.137

46 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, pasal 1 angka 16

Pelaksanaan survey ini dilakukan secara terkoordinasi.

Menteri dapat menugaskan survey pendahuluan kepada pihak lain melalui

(38)

penawaran, dengan cara pengumuman melalui media elektronik maupun promosi melalui berbagai forum, baik itu bersifat nasional maupun internasional.

Wilayah kerja pertambangan merupakan wilayah dimana badan hukum asing itu akan melakukan kegiatan investasi nya. Dalam hal ini, penetapan wilayah kerja pertambangan direncanakan dan disiapkann oleh menteri ESDM.

Penetapan wilayah kerja ini dilakukan berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan sebelumnya.47

Penawaran wilayah kerja oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota kepada Badan Usaha dilakukan dengang cara lelang melalui media elektronik ataupun media lainnya. Dalam pelelangan, harus diadakan evaluasi terhadap penawaran yang masuk melalu dua tahap yakni :48

a. Evaluasi Tahap Kesatu, didasarkan pada evaluasi administrasi, teknis, dan keuangan.

i. Evaluasi administrasi, meliputi evaluasi terhadap kelengkapan:

1. Surat permohonan IUP kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/

Walikota sesuai dengan kewenangannya.

2. Identitas permohonan/ akta sesuai dengan kewenangannya 3. Profil perusahaan

4. Nomor Pokok Wajib Pajak

47Ibid, angka 29

48 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hal 235.

(39)

5. Surat pernyataan kesanggupan membayar harga dasar data Wilayah Kerja atau bonus

6. Surat pernyataan kesanggupan membayar konpensasi data

ii. Evaluasi teknis, meliputi evaluasi terhadap pengalaman perusahaan, kualifikasi tenaga ahli, struktur organisasi proyek dan program kerja.

Evaluasi program kerja ini meliputi:49 1. Pola pengusahaan total proyek

2. Jadwal eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi dan development serta eksploitasi dan pemanfaatan

3. Rencana teknis eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, dan development serta eksplorasi dan pemanfaatan

4. Perhitungan harga listrik

5. Waktu penentuan komitmen pengembangan

6. Rencana pengembangan lapangan yang meliputi sumur produksi, sumur injeksi dan sumur yang akan dikembangkan dan rencana biaya\

7. Kapasitas yang akan dikembangkan

8. Tahapan pengembangan pambangkit listrik tenaga panas bumi

9. Factor kapasitas pembangkit listrik tenaga panas buimi yang akan dikembangkan

iii. Evaluasi keuangan yang meliputi:50

49Ibid, hal. 242

50Ibid, hal. 254

(40)

1. Kesehatan uang perusahaan

2. Bukti penempatan jaminan lelang minimal 2.5% dari rencana biaya eksplorasi tahun pertama

3. Bukti penempatan dana jaminan pelaksanaan eksplorasi 4. Sumber pendanaan untuk pengembangan proyek

b. Evaluasi tahap kedua, didasarkan pada evaluasi harga uap atau harga tenaga listrik yang paling rendah yang dikaitkan dengan evaluasi teknis khususnya program kerja dan keuangan tahap kesatu.

Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisikal, geokimia, pengeboran uji dan pengeboran eksplorasi yang bertujuan untuk menambah informasi kondisi wilayah yang akan menjadi tempat kerja.51

Studi kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan panas bumi untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan usaha pertambangan panas bumi, termasuk pemboran sumur.52 Studi kelayakan tersebut meliputi :53

a. Penentuan cadangan layak tambang di seluruh wilayah kerja

b. Penerapan teknologi yang tepat untuk ekslpoitasi dan penangkapan uap dari sumur produksi

c. Lokasi sumur produksi

51 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, Op. cit., pasal 1 angka 15

52Ibid, pasal 1 angka 16

53 Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Peluang Investasi Sektor ESDM, (Jakarta:

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011), hal. 216

(41)

d. Rancangan sumur produksi dan injeksi e. Rancangan pemipaan sumur produksi

f. Perencanaan kapaasitas produksi jangka pendek dan jangka panjang g. Sistem pembangkit listrik dan sistem pemanfaatan langsung

h. Upaya konservasi dan kesinambungan sumber daya panas bumi

i. Rencana keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan dan teknis pertambangan panas bumi

j. Rencana pasca tambang sementara

Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan, pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya panas bumi.54

Pemanfaatan panas bumi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan panas bumi secara langsung adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi untuk keperluan nonlistrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung untuk tenaga listrik adalah kegiatan usaha pemanfaatan energy panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri.55

54 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Op. cit., pasal 1 angka 21

55 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Op.cit., hal. 216

(42)

Dalam ketentuan Keppres Nomor 33 Tahun 1922 pasal 2 telah disebutkan bagaimana tata cara penanaman modal dilakukan, termasuk dalam bidang pertambangan. Adapun tata cara yang disebutkan sesuai dengan pasal 3 Keppres Nomor 33 Tahun 1992 antara lain:56

1. Bahwa calon penanam modal asing yang akan melaksanakan investasi harus terlebih dahulu mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal. Dalam hal ini, untuk bidang pertamabangan merupakan bidang yang sangat terbuka bagi investoer asing sehingga penanam modal asing tidak perlu mempelajari dengan teliti ketentuan awal ini.

2. Setelah mengetahui bidang usaha dan lokasi proyek yang dibuktikan dengan surat konfirmasi pencadangan tanah dari Gubernur Provinsi serta kentuan- ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada ketua BKPM.

3. Berdasarkan penilaian terhadap permohonan penanam modal, ketua BKPM menyampaikan permohonan tersebut kepada presiden disertai dengan pertimbangan guna memperoleh keputusan.

4. Ketua BKPM menyampaikan tembusan surat permohonan dan pertimbangan tersebut kepada :

a. Departemen yang membina usaha penanaman mdoal yang bersangkutan b. Departemen keuangan

56 Anmiruddin Ilmar, Op.cit., hal 135

(43)

5. Persetujuan/ penolakan presiden mengenai suatu permohonan modal disampaikan kepada ketua BKPM.

6. Ketua BKPM menyampaikan pemberitahuan tentang keputusan presiden tersebut kepada calon penanam modal.

7. Ketua BKPM menyampaikan tembusan surat pemberitahuan keputusan presiden yang berlaku juga sebagai persetujan prisnip atau izin usaha sementara kepada:

a. Departemen yang membidangi bidang usaha penanam modal yang bersangkutan

b. Departemen keuangan RI

c. Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk menyelesaikan hak-hak atas tanah

d. Gubernur Provinsi yang bersangkutan untuk koordinasi penyelesaian izin lokasi

8. Apabila penanam modal telah memperoleh keputusa presiden berupa persetujuan penanaman modal setelah dipenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka ketua BKPM, atas nama menteri yang bersangkutan mengeluarkan:

i. Angka pengenal importer terbatas

ii. Keputusan pemberian fasilitas/ keringanana pajak dan bea masuk iii. Izin kerja bagi tenaga kerja asing pendatang yang diperlukan iv. Izin usaha tetap

(44)

9. Setelah memperoleh surat pemberitahuan persetujuan presiden dari ketua BKPM, penanam modal dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada BKPM daftar induk barang-barang modal, serta bahan baku dan bahan penolong yang akan diimpor.

10. Berdasarkan penilaian terhadap daftar induk yang akan diimpor, ketua BKPM mengeluarkan ketetapan mengenai fasilitas/ keringanan bea masuk dana pungutan impor lainnya

11. Permohonan untuk perubahan rencana penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan dari presiden, termasuk perluasan proyek, disampaikan oleh penanam modal kepada BKPM untuk mendapatkan persetujuan dengan mempergunakan tata cara yang ditetapkan oleh BKPM.

12. Setelah memperoleh semua persetujuan baik dari presiden dan ketua BKPM, maka penanam modal asing dapat melakukan kegiatan investasi bidang pertambangan.57

Dalam menunjang kegiatan penanaman modal di Indonesia, tercipta suatu sistem pelayanan yang dikhususkan kepada para penanam modal. Sistem ini dikenal dengan Sistem Pelayanan Satu Pintu (one door system). Sistem itu melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pusat sebagaimana diatur dalam Keppres Nomor 33 Tahun 1981 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal yang mencabut Keppres Nomor 286 Tahun 1968 tentang Panitia Teknis Penanaman Modal. Pelayanan terpadu satu pintu merupakan

57 Amiruddin Ilmar, Op. cit..hal. 135

(45)

pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah baik perizinan maupun non perizinan, yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai terbitnya sebuah dokumen dilakukan suatu tempat.58

C. Kontrak Karya Dalam Bidang Pertambangan A. Pengertian Kontrak

Dalam kegiatan investasi di bidang pertambangan, dikenal suatu kontrak yakni kontrak karya. Sebelum membahas mengenai kontrak karya, ada baiknya membahas mengenai gambaran umum mengenai kontrak di Indonesia. Di Indonesia, kontrak/ hukum kontrak sering kali disamakan dengan hukum perikatan. Hal ini jelas terlihat dari pasal 1233-1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”

Perikatan berasal dari bahasa Belanda “Verbintenis” atau dalam bahasa Inggris “Binding”. Verbintenis berasal dari bahasa Prancis “Obligation” yagn terdapat dalam code civil Prancis, yang selanjutnya merupakan terjemahan dari kata “Obligation” yang terdapat dalam Hukum Romawi “Corpus iuris Civilis”.59

Menurut Hoffman, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum, sehubungan dengan ini, seseorang

58Ibid., hal. 131

59 Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya.( Malang: Setara Press, 2013), hal. 15

(46)

mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang sedemikian rupa.60

Subekti memberikan defenisi dari perikatan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut.61

Dari pengertian diatas, dapat dilihat bahwa unsur-unsur perikatan terdiri sebagai berikut :

Dalam Buku III kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan secara gamblang pengertian dari perikatan. Tetapi secara ilmu pengetahuan, dianut rumusan perikatan adalah hubungan antara dua orang atau lebih, dimana satu pihak berhak untuk menuntut suatu hak dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi.

62

a. Hubungan hukum. Dalam hal ini, hubungan hukum yang dimaksud ialah suatu hubungan dimana satu pihak melekatkan hak dan pihak lain melekatkan kewajiban.

b. Kekayaan, yang dimaksud dengan kekayaan dalam kriteria perikatan ialah bahwa kekayaan tersebut merupakan ukuran yang dipergunakan terhadap suatu hubungan hukum tersebut.

60Ibid, hal. 16

61 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 10

62 Nanik Trihastuti, Op. cit,. hal. 17

(47)

c. Para pihak, yakni tiap-tiap pihak yang saling mengikatkan diri. Biasanya para pihak bertindak sebagai objek hukum yang saling memiliki hubungan hukum.

d. Prestasi adalah macam-macam dari pelaksanaan perikatan tersebut, dan yang menurut pasal 1234 KUH perdata, dibedakan menjadi memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

B. Syarat Sahnya Suatu Kontrak

Dalam perikatan/ perjanjian, harus ada syarat yang menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian tersebut. Dalam pasal 1320 KUH Perdata disebutkan bahwa ada 4 yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain :

a. Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya

Dalam tiap perjanjian, kata sepakat merupakan unsur yang sangat diperlukan serta dibutuhkan. Jika tidak ada kata sepakat, maka mustahil suatu perjanjian itu muncul. Dalam menetukan kata sepakat, kedudukan para pihak harus seimbang. Dengan kata lain, tidak ada pihak yang lebih tinggi, dan tidak ada pihak yang lebih rendah. Sepakat juga dapat menjadi tidak sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau ancaman.63

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan yang dimaksudkan disini ialah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu perikatan. Dalam membuat perikatan. Kecakapan dinilai dari

63 J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian-Buku I), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1955), hal. 164

(48)

kedewasaaan seseorang. Dalam KUH perdata, dewasa dikatakan jika telah berumur 21 tahun. Dalam pasal 1329 KHUPerdata dikatakan bahwa setiap orang cakap dalam membuat perikatan-perikatan, kecuali oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Dengan kata lain, ada ketentuan bagi orang yang tidak cakap dalam melakukan perjanjian, seperti:

i. Orang orang yang belum dewasa

Orang-orang yang belum dewasa menurut hukum ialah orang orang yang belum berumur 21 tahun dan belum menikah.

ii. Mereka yang ditaruh dalam pengampuan

Orang orang yang ditaruh dalam pengampuan ialah orang orang yang telah dewasa tetapi memiliki kelainan seperti cacat. Lain lagi jika orang yang mengalami pailit juga akan dimasukkan dalam kategori dibawah pengampuan karena dianggap tidak mampu untuk mengelola keuangan.64

Buku III KUHPerdata tidak menentukan tolok ukur kedewasaan tersebut.

Ketentuan tentang batasan ditemukan dalam Buku I KUHPerdata tentang orang.

Berdasarkan Buku I Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut pasal 330 KUHPerdata belum berumur 21 tahun. Namun demikian, meskipun nbelum berumur 21 tahun apabila

64 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 29

(49)

seseorang telah atau pernah menikah dan dicatat maka dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.65

c. Suatu hal tertentu

Dalam setiap perjanjian, pastinya harus ada hal yang menjadi objek dari suatu perjanjian. Tanpa adanya objek perjanjian, maka perjanjian tersebut dikatakan dapat batal demi hukum. Dalam pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

Objek dalam perjanjian itu dapat berupa benda, yang sekarang ada, maupun nanti akan ada, kecuali warisan. Warisan tidak dapat dijadikan sebagai objek dari perjanjian karena telah disebutkan dalam pasal 1334 KUH Perdata bahwa tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk diminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok persetujuan itu. 66

d. Adanya sebab (causa) yang halal

Dalam bahasa Belanda, kata sebab disebut dengan oorzaak dan dalam bahasa Latin disebut dengan causa. Sebab yang halal merupakan syarat dari

65 Sonya Evalin Silalahi, Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi Oleh Konsumen Yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk: Skripsi, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2016), hal. 35

66 I Ketut Okta Setiawan, Hukum Perikatan.(Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal. 68

(50)

sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata. Causa dalam hal ini tidak berhubungan dengan hubungan sebab akibat. Yurisprudensi menafsirkan causa sebagai isi atau maksud dari perjanjian. Causa menempatkan perjanjian dibawah pengawasan hakim. 67

Tetapi, ada kalanya suatu perjanjian itu muncul tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab palsu atau terlarang. Sebab terlarang disini maksudnya ialah dilarang oleh Undang_Undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Perjanjian yang muncul dari sebab yang tidak hala atau terlarang tidak mempunyai kekuatan dan dapat dibatalkan demi hukum.68

C. Kontrak Karya Dalam Pertambangan Di Indonesia

Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan bahasa Inggris yakni work of contract. Ismail Sunny mengartikan kontrak karya sebagai kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya terjadi apabila penanaman modal asing berbentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerjasama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.69

Kontrak karya dalam hukum pertambangan di Indonesia dimulai sejak dicantumkannya pola kontrak karya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 pasal 8 Tentang Penanaman Modal Asing. Pasal 8 undang-undang inilah

67Ibid, hal. 69

68 J. Satrio, Op.cit., hal. 109

69 Kontrak Karya dan Jenisnya, https://Jhonnix.blogspot.com>2015/04>pengertian-kontrak- karya-dan-jenis-jenis-kontrak-karya , diakses pada tanggal 08 Juli 2017.

(51)

yang menjadi dasar hukumnya diberlakukannya kontrak karya dalam pertambangan di Indonesia.

Sebuah perusahaan swasta dapat memperoleh izin pengesahaan pertambangan dengan pola kontrak karya setelah perusahaan tersebut mengajikan permohonan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Perusahaan Kontrak Karya adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang biasanya memiliki kewenangan hukum atas perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha yang didirikan di dalamnya. Perusahaan harus mendirikan satu kantor pusatnya di Jakarta.70

Dalam mengajukan permohonan kontrak karya, maka investor sebagai pemohon harus mangajukan permohonan kontrak karya sebagai berikut :71

1. Peta wilayah yang dimohon ke Unit Pelayanan Informasi Pencadangan Wilayah Wilayah Pertambangan (UPIPWP).

2. Salinan tanda bukti penyetoran uang jaminan.

3. Laporan tahunan perusahaan 3 tahun terakhir.

4. Surat kuasa direksi atau komisaris utama perusahaan.

5. Perjanjian kesepakatan bersama (memorandum of understanding) bagi perusahaan joint venture.

6. Tanda terima SPT tahun terakhir/ NPWP.

70 Nanik Trihastuti, Op. cit. hal. 34

71 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 71

Referensi

Dokumen terkait

39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yakni dibentuk Undang-Undang baru yang menitikberatkan pengaturan pada

Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Tentang Hak dan Kewenangan Kepala Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (Studi Desa Silebo

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan mewajibkan Wajib Pajak

Dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden, berdasar pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 mengenai syarat formal dari suatu

Ketentuan dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas subyek normanya adalah Perseroan Terbatas, yang dikenai kewajiban untuk melaksanakan TJSL,

Pemilu Tahun 2014 diselenggarakan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Oleh karena itu yang menjadi permasalahan bagaimana kewenangan Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam pemungutan BPHTB pasca berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang

Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal Undang – undang RI Nomor 25 Tahun 2009 pasal 3 ayat 2 tentang penanaman modal  Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional  Menciptakan