e. Keppres, Inpres
H. Sumber-sumber Hukum dalam Pengertian So- So-siologis dan Sejarah
Sumber-sumber hukum dalam arti sosiologis merupakan lapangan pekerjaan bagi seorang sosiolog hukum. Namun, penelaahan sumber-sumber sosiologis hukum juga dapat relevan bagi seorang yang mem-pelajari sumber-sumber hukum dalam arti yang formal.
Sumber hukum administrasi negara dalam arti sejarah mempunyai dua makna, yaitu:
1. sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu; 2. sumber tempat asal pembuat undang-undang menggalinya dalam
penyusunan suatu aturan menurut undang-undang.
Bagi para sejarawan hukum, hal yang penting adalah sumber per-tama. Yang dimaksud adalah dokumen-dokumen resmi kuno, buku-buku ilmiah, majalah-majalah, dan sebagainya.
I. Asas-asas Hukum Administrasi Negara
Asas dalam istilah asing disebut beginsel yang berasal dari kata begin, artinya permulaan atau awal. Jadi, asas itu adalah mengawali atau yang menjadi permulaan “sesuatu”. Dengan demikian, yang dimaksud dengan asas adalah permulaan sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tujuan berpikir, berpendapat, dan sebagainya.
Menurut Komisi De Monchy, asas-asas hukum administrasi negara harus dipergunakan oleh instansi administrasi tingkat banding. Adapun asas-asas yang ditemukan komisi itu seluruhnya ada 13, yaitu:
1. asas kepastian hukum ( principle of legal security); 2. asas keseimbangan ( principle of proportionality);
3. asas kesamaan dalam mengambil keputusan pafigreh (principle of
equating );
4. asas bertindak cermat ( principle of carefulness);
5. asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation); 6. asas jangan mencampuradukkan;
7. asas permainan yang layak; 8. asas keadilan atau kewajaran;
9. asas menanggapi pengharapan yang wajar;
11. asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup; 12. asas kebijaksanaan;
13. asas penyelenggaraan keputusan umum.
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara. Oleh karena itu, menurut Hooge Road, suatu lisensi tidak dicabut kembali apabila kemudian ternyata bahwa dalam pemberian izin atau lisensi tersebut terdapat kekeliruan dari administrasi negara. Jadi, suatu lisensi tidak dapat dicabut kembali apabila lisensi tersebut:
a. harus memenuhi syarat materiel (syarat kewenangan bertindak); b. telah memenuhi syarat materiel (syarat kewenangan bertindak); c. telah memenuhi syarat formal (syarat yang berkaitan dengan bentuk
keputusan tersebut).
Dengan demikian, tercipta kepastian hukum bagi seorang yang menerima keputusan, dan pemerintah harus mengakui lisensi yang telah diberikannya. Misalnya, dapat dikemukakan bahwa izin yang telah diberikan kepada seseorang untuk membangun supermarket tidak boleh ditarik kembali walaupun ternyata lokasi tempat supermarket itu diperlukan untuk kegiatan lain. Karena apabila izin telah diberikan ternyata masih ada kemungkinannya untuk ditarik kembali berarti jaminan kepastian hukumnya tidak ada.
Asas kepastian hukum ini penting peranannya dalam sistem pemerintahan di Indonesia, demi adanya perlindungan hukum bagi pihak administrabele . Sering terjadi suatu izin untuk membangun, sedangkan bangunannya belum selesai terbangun, sudah ditumpangi dengan ketetapan pelebaran jalan, di mana bangunan yang dibangun berdasarkan izin yang sah tersebut harus digusur berdasarkan ketetapan yang baru itu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tidak adanya asas kepastian hukum, pihak administrabele dapat dirugikan karena perbuatan alat administrasi negara.
2. Asas Keseimbangan (Principle of Proportionality)
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabat-an dengjabat-an kelalaijabat-an atau kealpajabat-an seseorjabat-ang pegawai. Artinya, hukumjabat-an
yang dijatuhkan tidak boleh berlebihan sehingga tidak seimbang dengan kesalahan yang dilakukan pegawai yang bersangkutan. Tidak tepat apabila karena tidak masuk kantor satu hari tanpa minta izin, seorang pegawai diturunkan pangkatnya atau dipecat.
Pada saat ini di Indonesia sudah ada Undang-Undang tentang Peradilan Negara (Undang-Undang No. 5 Tahun 1986) yang diharapkan lebih dapat menjamin pelaksanaan atas keseimbangan ini sehingga perlindungan hukum bagi pegawai negeri dapat lebih terjamin dan sempurna.
3. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan
Administrasi (Principle of Equality)
Asas ini menghendaki agar badan pemerintah atau administrasi dalam menghadapi kasus atau fakta yang sama alat administrasi negara dapat mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan).
Adanya asas ini akan menimbulkan kekaburan pengertian dengan asas yang pernah dikemukakan oleh Van Vollenhoven, yaitu asas kassuistis dalam melaksanakan tindakan administrasi negara. Prinsip/asas kassuistis ini menghendaki perbedaan tindakan atau keputusan tersendiri atas peristiwa tertentu sehingga keputusan itu pun tidak berlaku Undang-Undang.
Kekaburan pengertian ini dapat diatasi jika kita berpegang pada sikap bahwa badan-badan pemerintahan tetap bertindak secara kassuistis
dalam menghadapi masalah-masalah pada bidangnya masing-masing, tetapi bersamaan dengan itu harus dijaga pula dalam menghadapi peristiwa dan fakta yang sama jangan sampai mengambil keputusan yang bersifat saling bertentangan.
4. Asas Bertindak Cermat (Principle of Carefulness)
Dengan berpegang pada asas ini adalah menjadi kewajiban seorang walikota untuk memperingatkan para pengguna jalan untuk dapat bagian jalan yang rusak atau adanya perbaikan jalan. Seandainya ada jalan yang rusak tanpa dipancangkan papan peringatan dan kemudian terjadi ke-celakaan adalah kewajiban walikota untuk mengganti kerugian akibat kecelakaan itu.
Dengan demikian, asas ini mengingatkan agar administrasi negara senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat, sehubungan dengan asas tersebut ada
yurispru-densi Hooge Road tanggal 9 Januari 1942. Ditegaskan apabila ada bagian jalan yang keadaannya tidak baik dan dapat menimbulkan bahaya, harus memberikan tanda atau peringatan agar keadaan itu dapat diketahui oleh para pengguna jalan.
5. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan
Adminis-trasi (Principle of Motivation)
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan administrasi diberikan alasan atau motivasi yang cukup yang bersifat benar. Motivasi itu harus adil dan jelas. Dengan alasan atau motivasi ini, orang yang terkena ke-putusan itu menjadi tahu tidak menerimanya dapat memilih kontra argemen yang tetap untuk naik banding untuk memperoleh keadilan.
6. Asas Jangan Mencampuradukkan Kewenangan
(Principle of Non Misuse of Competence)
Badan-badan administtasi yang mempunyai wewenang untuk meng-ambil keputusan menurut hukum tidak boleh menggunakan wewenang itu untuk suatu tujuan, selain telah ditetapkan untuk wewenang tersebut.
Asas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan badan atau pejabat administrasi negara tidak menggunakan kewenangan atau kekuasaan di luar maksud pemberian kewenangan atau kekuasaan itu. Penggunaan kewenangan di luar maksud pemberiannya dalam hukum dikenal dengan detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang), satu istilah yang berasal dari tradisi hukum Prancis. Apabila pemerintah menggunakan uang untuk pembinaan olah raga yang diambil dari anggaran yang sebenarnya diberikan untuk pemberian KUD, tindakan pemerintah itu termasuk detournement depouvoir .
7. Asas Permainan yang Layak (Principle of Fairplay)
Asas ini menghendaki agar badan-badan pejabat administrasi dapat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain, asas ini sangat menghargai adanya atau eksesensi instansi banding, baik melalui instansi administrasi yang tinggi maupun melalui badan-badan peradilan.
Pentingnya asas ini adalah agar dapat dilakukan antisipasi. Jika ternyata instansi pemerintah memberikan keterangan yang kurang jelas, menyesatkan, berat sebelah, atau subjektif. Apabila penawaran
tertinggi satu tender diberitakan pada satu perusahaan secara rahasia agar perusahaan tersebut dapat memberikan penawaran, yang mem-beritahukan itu telah melakukan permainan yang tidak fair (melanggar asas fairplay). Jadi, asas ini menghendaki pemerintah administrasi tersebut harus memberikan keterangan yang jelas, terbuka, dan objektif.
8. Asas Keadilan atau Kewajaran (Principle of
Reasonableness or Rohibition of Arbitzaziness)
Berdasarkan asas ini, suatu tindakan yang willekeuring atau onredelijk adalah dilarang dan apabila badan administrasi bertindak bertentangan dengan asas ini, tindakan tersebut dapat dibatalkan.
9. Asas Menanggapi Pengharapan yang Wajar
(Principle of Meeting Raised Expectation)
Asas ini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbul-kan harapan yang wajar bagi yang berkepentingan. Untuk jelasnya mengenai asas ini, diberikan contoh sebagai berikut. Seorang pegawai negeri meminta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi ketika dinas. Untuk keperluan ia telah diberikan izin. Akan tetapi, ternyata bahwa kepada pegawai tersebut tidak mendapat kompensasi biaya. Melihat kenyataan itu, pejabat yang telah memberi izin menarik izin yang telah diberikan. Akan tetapi, Central Board for Appeal membatalkan penarikan izin yang telah diberikan karena hal itu dianggap bertentangan dengan
principle of meeting raised expectation.
10. Asas Meniadakan Akibat-akibat Suatu Keputusan
yang Batal (Principle of Undoing the Consequences
of an Annudlecl Decesion)
Asas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas satu ke-putusan, akibat dari keputusan yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehingga yang bersangkutan (terkena) harus diberikan ganti rugi atau rehabilitasi. Kadang-kadang keputusan tentang pemecatan seorang pegawai di negeri Belanda dibatalkan oleh Civil Servant Board. Dalam hal ini, badan administrasi yang telah melakukan pemecatan tidak hukum administrasi negara harus menerima kembali yang dipecat, tetapi juga harus membayar segala kerugian yang disebabkan oleh pemecatan yang tidak dibenarkan itu.
11. Asas Perlindungan Atas Pandangan Hidup/Cara
Hidup Pribadi (Principle of Protecting the Personal
Way of Life)
Asas ini menghendaki agar setiap pegawai negeri diberikan ke-bebasan atau hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan (cara) hidup yang dianutnya. Untuk masyarakat Indonesia, asas ini tidak dapat dipergunakan karena bertentangan dengan dasar falsafah negara Pancasila. Oleh karena itu, penerapan asas ini di Indonesia haras ditekankan pada pembatasan dan garis-garis moral Pancasila yang merupakan falsafah hidup bangsa.
Dengan demikian, pandangan hidup itu dalam pelaksanaannya harus diberikan batasan moral sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang religius.
12. Asas Kebijaksanaan (Sapientie)
Asas ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya peme-rintah diberi kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi.
Tugas pemerintah pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai tindakan pelaksanaan, yaitu melaksanakan peraturan perundang-undangan. Selain itu, juga sebagai tindakan positif, yaitu menyeleng-garakan kepentingan umum. Unsur positif dari tindakan pemerintah/ administrasi adalah suatu ciri yang khas, yaitu dalam tugas mengabdi pada kepentingan umum badan-badan pemerintah/administrasi tidak perlu menunggu instruksi, tetapi harus dapat bertindak dengan berpijak pada asas kebijaksanaan.
Koentjoro Poerbopranoto menyatakan kecenderungan pada Notohamidjojo yang menggunakan bahwa pengertian hikmah kebijak-sanaan itu berimplikasi tiga unsur, yaitu:
a. pengetahuan yang tandas dan anaksasituasi yang dihadapi;
b. rancangan penyelesaian atas dasar staats ide ataupun rechts idee yang disetujui bersama, yaitu Pancasila bagi pemerintah kita Indonesia; c. mewujudkan rancangan penyelesaian untuk mengatasi situasi
dengan tindakan perbuatan dan penjelasan yang tepat, yang di-tuntut oleh situasi yang dihadapi.
Koentjoro Purbopranoto mengemukakan pula bahwa asas kebijak-sanaan ini jangan dikaburkan pengertiannya dengan freies ermessen
sebab freies ermessen pada hakikatnya memberikan kebebasan bertindak pada pemerintah dalam menghadapi situasi yang konkret, sedangkan kebijaksanaan merupakan satu pandangan jauh ke depan dari pemerintah. Oleh karena itu, freies ermessen harus didasarkan pada asas yang lebih luas, yaitu asas kebijaksanaan yang menghendaki bahwa pemerintah dalam segala tindakannya harus berpandangan luas dan selalu dapat menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu dengan gejala-gejala masyarakat yang harus dihadapinya serta pandai memperhitungkan lingkungan akibat tindakan pemerintahnya itu dengan penglihatan yang jauh ke depan.
Kemudian, agar mendapat hasil yang efektif, kebijaksanaan peme-rintah itu harus mendapatkan dukungan dari bawah (warga negara). Oleh sebab itu, segala tindakan pemerintah perlu mempunyai otoritas dan wibawa.
13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
(Principle of Public Service)
Asas yang menghendaki agar dalam penyelenggaraan tugas pe-merintahan, pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum. Jadi, setiap pejabat administrasi dalam menjalankan tugasnya harus berpijak pada asas ini. Adapun yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah juga kepentingan orang banyak yang mengatasi kepentingan daerah. Kepentingan umum atau kepentingan nasional selalu menjadi tujuan dari eksistensi pemerintah negara.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang dinamis ( walfera state, negara kesejahteraan) yang menuntut segenap aparat pemerintahan melakukan kegiatan-kegiatan yang menuju pada penyelenggaraan kepentingan umum. Oleh sebab itu, asas pe-nyelenggaraan kepentingan umum ini dengan sendirinya menjadi asas pemerintah/administrasi negara di Negara Republik Indonesia.
Setelah menguraikan asas-asas pemerintahan hukum administrasi negara yang dapat juga menjadi asas hukum administrasi negara se-bagaimana telah diuraikan, selanjutnya penulis mengutarakan pula asas-asas hukum administrasi negara yang dikemukakan oleh panitia ahli badan pembinaan hukum nasional Departemen Kehakiman, yaitu sebagai berikut.
a. Asas ketertiban hukum dan kepastian hukum
Semua penyelenggaraan kehidupan negara didasarkan pada per-aturan perundangan dan perper-aturan tertulis.
b. Asas perencanaan
Pembangunan dan penggunaan keuangan negara harus berdasar-kan pada suatu perencanaan ( planning-pola ) yang disetujui oleh DPR. c. Asas kesejahteraan antara hukum tata negara dan hukum administrasi