• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya (Peta dan Pemanfaatan)

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR AKSI PERUBAHAN (Halaman 21-0)

BAB III RENCANA AKSI PERUBAHAN

C. Sumberdaya (Peta dan Pemanfaatan)

C. Sumberdaya (Peta dan Pemanfaatan) 1. Identifikasi stakeholders.

Aksi perubahan ini melibatkan stakeholder yang mempunyai pengaruh dan/atau dipengaruhi oleh objek perubahan ini. Stakeholder yang telibat terbagi dalam dua kategori, yaitu:

STAKEHOLDER INTERNAL 1. Inspektur Daerah Provinsi

Sulawesi Utara (Mentor) 2. Sekretaris Inspektorat Daerah

Provinsi Sulawesi Utara

3. Inspektur Pembantu Wilayah I – IV Inspektorat Daerah Provinsi

Sulawesi Utara

4. Para Kepala Sub Bagian

STAKEHOLDER EKSTERNAL 1. Gubernur Sulawesi Utara

2. Wakil Gubernur Sulawesi Utara 3. Sekretaris Daerah Provinsi

Sulawesi Utara

4. Asisten Administrasi Umum 5. Kepala Dinas Pariwisata

Daerah Provinsi Sulawesi Utara

2. Peta stakeholders.

LATENS

1. Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara

2. BPKP Perwakilan Sulawesi Utara

APPATHETIC

1. Usaha Bidang Pariwisata 2. Dinas Pariwisata Daerah

Kab/Kota

PROMOTERS

1. Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulawesi Utara 2. Inspektorat Daerah Provinsi

Sulawesi Utara.

DEFENDERS

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Utara

2. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara

3. Tugas tim kerja.

Peran dan tugas dari masing-masing tim kerja pendukung aksi perubahan adalah sebagai berikut:

a. Project leader adalah Inspektur Pembantu Wilayah V atas nama Janetta H.

A. Lapian, ST., MT., CfrA.

1) Menyusun rencana kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan.

2) Mengkoordinasikan dan membagi tugas Tim Efektif dalam pencapaian tujuan aksi perubahan.

3) Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan stakeholder untuk mendukung pencapaian tujuan aksi perubahan.

4) Melaksanakan seluruh kegiatan untuk tercapainya tujuan aksi perubahan.

b. Mentor adalah Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Utara atas nama bapak Drs. Meiki M. Onibala, M.Si:

1) Membimbing dan memberikan arahan kepada Project Leader dalam perumusan masalah sebagai dasar pelaksanaan aksi perubahan.

2) Memberikan persetujuan terhadap ide gagasan dan rancangan aksi perubahan.

3) Memantau perkembangan sesuai milestone yang ditetapkan.

4) Memberi inspirasi dan dukungan terkait pelaksanaan aksi perubahan.

c. Coach adalah bapak Drs. Djefri A. Sambur, MAP:

1) Memberikan motivasi, masukkan dan melakukan monitoring terhadap perkembangan penyusunan rancangan aksi perubahan.

2) Memberikan feedback terhadap laporan perkembangan aksi perubahan.

d. Tim Efektif, terdiri dari Tim Kerja Pengumpulan Data, Tim Kerja Aspek Legal dan Tim Kerja Sistem Informasi:

1) Tim kerja Pengumpulan Data yang terdiri dari Auditor Muda Wilayah V mempunyai tugas menyiapkan data dan permasalahan terkait optimalisasi pengelolaan retribusi objek wisata.

2) Tim Kerja Aspek Legal yang terdiri dari Auditor Muda Wilayah V mempunyai tugas menyiapkan peraturan perundangan atau pedoman terkait pengawasan optmalisasi retribusi objek wisata.

3) Tim Kerja Sistem Informasi yang terdiri dari Auditor Muda Wilayah V mempunyai tugas menyusun rancangan dan pembangunan sistem Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata berbasis aplikasi.

e. Stakeholders, mempunyai peran memberikan dukungan dan masukkan terkait pelaksanaan aksi perubahan.

SEKDA

Gambar Tata Kelola Aksi Perubahan

4. Penilaian stakeholders.

Hubungan stakeholder dapat dilihat dalam stakeholder Net-Map sebagai berikut:

5. Analisa stakeholders.

a. Dalam gambaran Net-Mapping Stakeholder diatas terlihat hubungan masing-masing stakeholder serta sikap dan pengaruhnya terhadap rencana aksi perubahan yang akan dilaksanakan.

MENTOR

Drs. Meiki M. Onibala, M.Si

STAKEHOLDERS PROJECT LEADER COACH

Janetta H. A. Lapian, ST, MT Drs. Djefri A. Sambur, MAP

TIM EFEKTIF

ASPEK LEGAL PENGUMPUL DATA SISTEM INFORMASI

1. Yuanita I. M. Singal, ST, MSA 2. Yustinus Ada, SKM

1. Januar B. Saiyang, SE 2. Renaldo A. Jusuf, ST

1. David Ch. Sumarauw, ST 2. Charly S. T. Laloan, SE

b. Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Utara, dan Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulawesi Utara merupakan stakeholder internal yang dianggap mempunyai sikap yang positif terhadap pelaksanaan rencana aksi perubahan karena merupakan optimalisasi pengelolaan retribusi objek wisata merupakan salah satu tanggungjawab Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulawesi Utara dalam menjalankan fungsinya di pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara.

c. Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan rencana aksi perubahan, tanpa dukungannya yang positif dapat berpotensi menggagalkan pelaksanaan rancana aksi perubahan.

d. Kepala Dinas Pariwista Kabupaten/Kota dan Pengusaha Pariwisata adalah stakeholder eksternal yang bisa mempunyai sifat negatif atau positif, karena tidak memiliki kepentingan tinggi terhadap tujuan rencana aksi, juga tidak terlalu tinggi pengaruh dan potensinya untuk menggagalkan rencana aksi.

e. Namun potensi sikap dari masing-masing stakeholder harus dijaga agar tetap memberikan dukungan terhadap keberhasilan rencana aksi perubahan.

6. Mobilisasi stakeholders.

Selain analisis terhadap tingkat pengaruh dan kepentingan, bentuk strategi komunikasi terhadap masing-masing stakeholder juga perlu diidentifikasi.

Bentuk-bentuk komunikasi yang dapat digunakan antara lain:

a. Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulawesi Utara serta jajarannya masuk dalam kuadran Promotor (Key Player) karena memiliki pengaruh yang besar dan kepentingan yang tinggi, sehingga strategi komunikasi yang diterapkan lebih bersifat informatif dan konsultatif.

b. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara beserta jajarannya berada pada kuadran defender, karena memiliki kepentingan yang tinggi namun tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan aksi perubahan, sehingga strategi komunikasi dapat dilakukan secara informatif, edukatif, dan konsultatif.

c. Pada kuadran latens mempunyai pengaruh yang besar namun kepentingan yang kecil, berpotensi dapat mempengaruhi keberhasilan recana aksi

perubahan, maka perlu strategi komunikasi persuasive yang baik agar dapat positif mendukung pelaksanan rencana aksi.

D. Manajemen Resiko 1. Potensi kendala.

Dalam mengimplementasikan aksi perubahan selalu akan mengalami kendala yang menghambat tercapaiya target dalam aksi perubahan.

a. Kendala internal.

1) Terbatasnya sumber daya manusia bagian data dan informasi yang melakukan pengelolaan retribusi objek wisata sehingga pekerjaan tidak fokus dan tumpang tindih dengan pekerjaan lainnya.

2) Sumber pendanaan yang belum terencana dengan baik yang menyebabkan proses revisi anggaran yang memakan waktu lama sehingga jadwal pelaksanaan tertunda.

b. Kendala eksternal.

1) Masih adanya resistensi terhadap aksi perubahan dan menganggap menambah pekerjaan bagi pengelola retribusi objek wisata, serta pesimisme terhadap keberhasilan.

2) Belum adanya komitmen dan payung hukum yang tegas dalam pelaksanaan pengawasan optimalisasi pengelolaan retribusi objek wisata sehingga manfaat dari aksi perubahan masih dianggap belum optimal.

2. Resiko yang dihadapi.

Potensi-potensi permasalahan ke depan yang dapat menjadi kendala selama pelaksanaan rencana aksi perubahan serta strategi penyelesaian yang akan diambil antara lain:

Gambar Potensi Kendala dan Strategi Penyelesaian

• Dukungan stakeholder merupakan hal yang penting dalam keberhasilan rencana aksi perubahan ini, maka komunikasi yang intensif diperlukan agar menjaga hubungan yang baik setiap stakeholder.

• Komitmen Pimpinan dan stakeholder dalam hal utama, dengan adanya komitmen bersama keberhasilan rencana aksi sudah 50% tercapai.

• Tim Efektif merupakan motor penggerak keberhasilan rencana aksi perubahan, dengan koordinasi dan komunikasi yang baik kerjasama Tim Efektif dapat maksimal.

• Setiap rencana aksi perubahan tidak lepas dari unsur pendanaan, maka perlu dilakukan optimalisasi anggaran demi keberlangsungan rencana aksi perubahan.

3. Strategi Mengatasi Kendala

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mengantisipasi dan mencegah terjadinya kendala internal dan eksternal dilakukan beberapa hal antara lain:

a. Pembagian dan manajemen waktu dan tugas antara pelaksana kegiatan anggota Tim Efektif dan saling membackup bila ada permasalahan yang harus segera ditangani.

b. Strategi komunikasi baik secara formal maupun informal yang baik untuk dapat menjaga keberlangsungan jejaring kerja. Penggunaan teknologi komunikasi seperti Whatsapp group sangat membantu dalam mengefektifkan koordinasi.

c. Optimalisasi sumber pendanaan dan kolaborasi dengan Tim Efektif untuk pelaksanaan kegiatan sehingga masalah pendanaan dapat terpenuhi.

d. Terus melakukan sosialisasi terhadap penerapan atau implementasi Sistem Informasi dengan melakukan Try and Error dalam membangun prosedur yang user frendly.

e. Meningkatkan koordinasi dan monitoring pelaksanaan pekerjaan dalam tim efektif serta stakeholder untuk meningkatkan pemahaman terhadap aksi perubahan yang dilaksanakan.

f. Melakukan kontrol terhadap pembagian tugas secara terus menerus, sehingga waktu penyelesaian pekerjaan dapat dipantau.

A. Deskripsi Proses Kepemimpinan

a. Membangun Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi

Secara etimologis, kata integritas (integrity), integrasi (integration) dan integral (integral) memiliki akar kata Latin yang sama, yaitu “integer” yang berarti “seluruh” (“whole or entire”) atau “suatu bilangan bulat” (“a whole number”), bilangan yang bukan bilangan pecahan. Jadi, sesuatu yang berintegritas merupakan sesuatu yang utuh dalam keseluruhannya, sesuatu yang tidak terbagi, dimana nuansa keutuhan atau kebulatannya tidak dapat dihilangkan. integritas merupakan keutamaan/ kebajikan yang mendorong individu yang memilikinya untuk melakukan upaya partisipatif terbaik mewujudkan kehidupan bersama yang baik (the good life) melalui pengelolaan berfungsinya semua partikularitas yang individu tersebut miliki atau pengaruhi keterwujudannya. Individu yang dimaksud di sini bisa berupa seorang manusia atau suatu institusi/ organisasi yang secara fungsional dikendalikan atau dipengaruhi sekelompok manusia di dalamnya. Pada seorang manusia, integritas merupakan suatu karakter yang baik, sedangkan pada suatu institusi/

organisasi, integritas merupakan suatu budaya organisasi yang baik. Baik pada seorang manusia maupun pada suatu institusi/ organisasi, integritas menimbulkan daya dorong untuk mengarahkan berfungsinya partikularitas demi kebaikan umum yang sebanyak mungkin manusia bisa ikut merasakan (common good)

Pemimpin harus mampu memimpin dengan contoh dan menciptakan lingkungan kerja yang profesional bagi para bawahannya. Pemimpin bertanggung jawab untuk timnya, dan secara aktif mengelola kinerja timnya.

Pemimpin selalu memastikan bawahannya menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan organisasi, dan mematuhi manajemen risiko yang ada di tempat kerja. Pemimpin menjamin pelaporan internal memfasilitasi deteksi dini dan berkontribusi terhadap perbaikan terus-menerus dari organisasi. Peran kepemimpinan dalam membangun integritas kinerja organisasi dapat ditopang oleh lima hal pokok, yaitu:

1) Etika Kepemimpinan.

2) Manajemen dan pengawasan aktif 3) Pemilihan orang yang tepat

4) Proses yang efektif

5) Pelaporan yang professional

BAB IV

DESKRIPSI PROSES DAN HASIL IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN AKSI PERUBAHAN

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan adalah memimpin dengan integritas. Orang-orang sungguh ingin melihat para pemimpin mereka menjadi sumber dari nilai-nilai yang dapat dipercaya dan juga integritas. Mereka melihat kepada para pemimpin untuk jaminan dan keyakinan, untuk kejelasan, visi dan tujuan khususnya pada masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian. Seperti dikatakan oleh W. Clement Stone, “Have the courage to say no. Have the courage to face the truth. Do the right thing because it is right. These are the magic keys to living your life with integrity.”

(Milikilah keberanian untuk mengatakan “tidak”. Milikilah keberanian untuk menghadapi kebenaran. Lakukanlah hal yang benar karena hal itu memang benar).

Akuntabilitas merupakan sebuah konsep yang tidak asing di dalam organisasi pelayanan publik, di mana selalu menjadi sorotan publik dalam pelaksanaannya. Menurut Mardiasmo (2006), akuntabilitas adalah bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodic. Menurut LAN dan BPKP, prinsip-prinsip akuntabilitas adalah sebagai berikut:

1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.

2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh.

5) Harus jujur, objektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

Lingkungan yang akuntabel tercipta dari atas ke bawah dimana pimpinan memainkan peranan yang penting dalam menciptakan lingkungannya.

Pimpinan mempromosikan lingkungan yang akuntabel dapat dilakukan dengan memberikan contoh pada orang lain (lead by example), adanya komitmen yang tinggi dalam melakukan pekerjaan sehingga memberikan efek positif bagi pihak lain untuk berkomitmen pula, terhindarnya dari aspek-aspek yang dapat menggagalkan kinerja yang baik yaitu hambatan politis maupun keterbatasan sumber daya, sehinggadengan adanya saran dan penilaian yang adil dan bijaksana dapat dijadikan sebagai solusi.

Dalam memimpin Aksi Perubahan Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Ketua Tim wajib menjalankan nilai-nilai integritas, karena Ketua Tim sebagai pemimpin yang akan dipandang terlebih dahulu oleh orang lain, dijadikan contoh dan teladan terutama bagi bawahannya. Saat pemimpin menerapkan nilai-nilai integritas, ia akan diterima sekaligus dipercaya oleh bawahannya sebagai sosok panutan. Ia akan bisa mempengaruhi orang lain karena ketegasan dan keselarasannya atas pikiran dan perkataan.

Salah satu integritas yang diwujudkan adalah dengan memimpin langsung aksi perubahan yang dilakukan melalui rapat, koordinasi tim, analisis, desain pedoman serta impelementasi pedoman yang dilakukan sesuai jadwal, dan melalui tahapan tahapan berdasarkan komitmen bersama. Hal terpenting dari membangun integritas dari aksi perubahan Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara adalah merubah pola pengawasan, yang selama ini pemungutan retribusi diawasi tanpa adanya pedoman yang baku, sekarang sudah menjadi lebih baik, dan bahkan dapat lebih meningkatkan PAD karena dengan adanya pedoman ini, pengelolaan retribusi bisa lebih diperketat lagi (target jangka pendek). Diharapkan selanjutnya juga dapat dikembangkan dari Monitoring dan Evaluasi manual menjadi digital, artinya pengawasan yang selama ini rentan dengan manipulasi digantikan dengan sistem digital yang lebih akurat, efisien , dan bertanggung jawab (target jangka menengah).

Sebelum dilakukan Aksi Perubahan, penerimaan PAD bersumber dari retribusi pada Objek Wisata Sumaru Endo, diawasi tanpa menggunakan pedoman monitoring dan evaluasi yang baku (diformalkan). Hasil observasi oleh Tim Efektif di lokasi wisata, diketahui bahwa selama ini pencatatan penerimaan retribusi hanya dilakukan secara manual. Penerimaan dari penggunaan kolam hanya menggunakan bukti lembar karcis, sedangkan penginapan maupun sewa aula untuk kegiatan/acara hanya menggunakan invoice/kuitansi. PAD yang diterima juga tidak langsung disetor pada hari bersangkutan, tapi kadang menunggu beberapa hari baru disetor sekaligus. Hal ini menyebabkan pungutan retribusi di Kawasan wisata Sumaru Endo rentan disalahgunakan.

Permasalahan ini dapat diselesaikan melalui penyusunan Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan untuk jangka menengah dapat disusun solusi berbasis Teknologi Informasi, dalam hal ini pengembangan Aplikasi Monitoring dan Evaluasi berdasarkan Pedoman yang telah dikeluarkan SIMA-ANET (Sistem Informasi Monitoring dan evAluasi – penerimaAN rETribusi). Dalam jangka pendek, Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akan memberikan solusi masalah pengawasan dengan yang formal dan terstruktur. Dengan adanya Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara ini diharapkan sistem pemantauan dan pengawasan dari penerimaan retribusi pada Objek Wisata Sumaru Endo lebih optimal, dan dengan adanya SIMA-ANET (Sistem Informasi Monitoring dan evAluasi – penerimaAN rETribusi) proses pengawasan menjadi lebih mudah, memerlukan dana yang lebih kecil dibanding dengan pengawasan on spot, selain itu penerimaan retribusi pada Objek Wisata Sumaru Endo dapat dimonitoring dan evaluasi secara real time.

b. Pengelolaan Budaya Kerja

Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya, dalam arti antropologi dan sejarah, adalah inti dari kelompok atau masyarakat tertentu, apa yang berbeda mengenai cara para anggotanya saling berinteraksi dengan orang dari luar lingkungan dan bagaimana mereka menyelesaikan apa yang dikerjakannya.

Sebenarnya budaya organisasi yang kuat, diakui secara luas sering kali disebutkan sebagai alasan suksesnya organisasi. Sejumlah organisasi menanamkan budaya tertentu seperti upacara, penghargaan, gaya dekoratif, dan berbagai bentuk simbolis lain dari komunikasi yang merupakan sifat budaya perusahaan yang menjadi pedoman tindakan anggota organisasi. Hal- hal yang seyogyanya dilakukan seorang pemimpin adalah mengubah budaya untuk mendorong perubahan organisasi. Namun mengubah budaya bukanlah perkara yang mudah karena memerlukan pengukuran budaya organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi Tahapan proses pembentukan budaya organisasi dimulai dari penyusunan nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi. Kemudian diinternalisasikan melalui sosialisasi yang meliputi komunikasi, internalisasi dan implementasi setiap anggota organisasi melalui pembentukan change agent. Serta penyusunan sistem dan prosedur untuk menjaga dan memelihara kesinambungan. Oleh karenanya, untuk membangun budaya organisasi diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menetapkan Visi dan Misi Organisasi. Visi dan misi organisasi ini akan mengarahkan organisasi dalam menjalankan bisnisnya, sehingga dibutuhkan analisis yang mendalam agar dapat menjadi branding organisasi.

2) Mensosialisasikan Visi dan Misi. Setelah visi dan misi ditetapkan langkah selanjutnya adalah sosialisasi kepada seluruh elemen organisasi agar mengetahui, memahami, menginternalisasi dan mengimplementasikan mengenai visi dan misi organisasi.

3) Menetapkan Budaya Kerja. Budaya kerja sebagai suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuasaan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu organisasi. Kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Oleh karena itu, memahami dan mengimplementasikan budaya kerja merupakan tugas berat yang harus dilakukan secara utuh dan menyeluruh karena menyangkut proses pembangunan karakter, sikap, dan perilaku manusia.

4) Mengimplementasikan Budaya Kerja secara Konsisten. Setiap budaya kerja yang sudah ditetapkan wajib diimplementasikan dalam praktik kerja sehari- hari di dalam maupun di luar organisasi. Fungsinya adalah agar masing- masing anggota organisasi terlatih untuk menjalankan budaya kerja yang sudah ditetapkan.

5) Mengukur Implementasi Budaya Kerja. Pengukuran implementasi budaya kerja ini untuk mengetahui hasil yang sudah dicapai dari penerapan budaya kerja secara periodik. Sehingga akan terbentuk sebuah proses sistim kerja yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dan berjangka waktu.

6) Memberikan Reward dan Punishment. Pemberian reward dan punishment terhadap anggota organisasi yang sudah ataupun belum menjalankan budaya kerja sangat dibutuhkan agar anggota organisasi tetap bersemangat mengimplementasikan budaya kerja.

Pelayanan publik bisa dibilang merupakan bagian penting dalam sebuah sistem pemerintahan karena dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat supaya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera. Tanpa adanya pelayanan publik yang baik, bisa dipastikan peluang masyarakat untuk hidup sejahtera pun berkurang. Pelayanan publik bisa berjalan secara optimal dengan adanya dukungan dari budaya kerja yang maksimal. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab, ASN menggunakan peraturan/pedoman sebagai sarana dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Adanya Pedoman Layanan Pengawasan Optimalisasi Retribusi Objek Wisata Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memudahkan ASN di Dinas Pariwisata Daerah untuk mengendalikan pengelolaan penerimaan retribusi, selain itu juga dapat digunakan oleh Inspektorat Daerah selaku APIP dalam melakukan peran dan fungsinya dalam mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan Perangkat Daerah.

c. Membangun Jejarin Kerja dan Kolaborasi

Membangun jejaring kerja (kemitraan) pada hakekatnya adalah sebuah proses membangun komunikasi atau hubungan, berbagi ide, informasi dan sumber daya atas dasar saling percaya (trust) dan saling menguntungkan diantara pihak-pihak yang bermitra yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman atau kesepakatan guna mencapai kesuksesan bersama yang lebih besar. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi dalam membangun Jejaring Kerja (kemitraan) yaitu sebagai berikut:

1) Meningkatkan partisipasi masyarakat; Salah satu tujuan membangun Jejaring Kerja (kemitraan) adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap eksistensi organisasi tersebut, menumbuhkan minat dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan organisasi.

Masyarakat disini memiliki arti luas tidak hanya pelanggan tetapi termasuk juga pengguna, dinas atau departemen terkait, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, Lembaga pendidikan, dunia usaha dan industri, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya.

2) Peningkatan mutu dan relevansi; dinamika perubahan/perkembangan masyarakat sangat tinggi. Sebagai contoh, lembaga kursus jika ingin tetap eksis harus mampu bersaing dengan competitor lain. Untuk itu, organisasi dituntut untuk terus melakukan inovasi, peningkatan mutu dan relevansi program yang dibuatnya sesuai kebutuhan pasar. Untuk itu, membangun Jejaring Kerja (kemitraan) diperlukan guna merancang program yang inovatif, meningkatkan mutu layanan dan relevansi program dengan kebutuhan pasar.

Langkah-langkah membangun jejaring kerja dan kolaborasi dalam organisasi dapat dilakukan dengan mengikuti Langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pemetaan. Setiap organisasi perlu melakukan pemetaan tentang lembaga/organisasi yang sekiranya bisa diajak bekerjasama baik di wilayah sekitarnya maupun jangkauan yang lebih luas. Adapun pemetaan didasarkan karakteristik dan kebutuhan setiap organisasi. Stakeholders dapat melibatkan Lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat.

2) Menggali dan mengumpulkan informasi. Setelah dilakukan pemetaan maka Langkah selanjutnya adalah menggali informasi tentang tujuan organisasi, ruang lingkup pekerjaan (bidang garapan), visi misi dan lain seb. Informasi ini berguna untuk menjajagi kemungkinan membangun jaringan dan kemitraan. Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan pendekatan personal, informal dan formal.

3) Menganalisis informasi Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selanjutnya kita menganalisis dan menetapkan mana pihak-pihak yang

perlu ditindaklanjuti untuk penjajagan kerjasama yang relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi.

4) Penjajagan kerjasama. Menindak lanjuti hasil analisis data dan informasi, perlu dilakukanpenjajagan lebih mendalam dan intens dengan pihak-pihak yang memungkinkan diajak kerjasama. Penjajagan dapat dilakukan dengan cara melakukan audiensi atau presentasi tentang profil

4) Penjajagan kerjasama. Menindak lanjuti hasil analisis data dan informasi, perlu dilakukanpenjajagan lebih mendalam dan intens dengan pihak-pihak yang memungkinkan diajak kerjasama. Penjajagan dapat dilakukan dengan cara melakukan audiensi atau presentasi tentang profil

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR AKSI PERUBAHAN (Halaman 21-0)

Dokumen terkait