• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syamsul Kurniawan

Dalam dokumen Pantang Larang dalam Pendidikan Karakter (Halaman 80-82)

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Email: syamsul_kurniawan@yahoo.com

Abstrak

TULISAN ini membahas pantang larang dalam pendidikan karakter pada anak usia dini orang Melayu Sambas Desa Sepinggan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, orang Melayu Sambas Desa Sepinggan telah mengenali pantang larang sebagai tata nilai atau aturan yang ti- dak tertulis yang mengikuti keseharian mereka sebagai suku Melayu. Hal ini telah berlangsung sejak lama dan turun-temurun. Pantang larang yang dimaksud adalah perbuatan atau perilaku yang pantang atau dilarang atau tabu untuk dilakukan. Apabila seseorang melanggar pantang larang konsekuensinya menerima akibat yang buruk atau menakutkan. Tapi di balik itu, pada pantang larang mencakup nilai-nilai atau pesan moral yang relevan dengan orientasi pendi- dikan karakter yaitu untuk menanamkan sifat/sikap kebajikan (goodness), dalam pengertian berpikir baik (thinking good), berperasaan baik (feeling good), dan berperilaku baik (behaving good).

Kata Kunci: Pantang Larang, Pendidikan Karakter, Anak Usia Dini

PENDAHULUAN

Lingkungan keluarga mempunyai peran vital dalam membangun karakter anak. Anak yang berasal dari latar belakang pendidikan keluarga yang baik, akan tumbuh dan berkembang menjadi anak dengan karakter yang baik. Sebaliknya, anak dengan pendidikan di lingkungan keluarga yang kurang baik, dapat tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak dengan karakter yang buruk. Oleh sebab itu, lingkungan keluarga seharusnya dapat menjadi tempat yang kondusif bagi pendidikan karakter seorang anak.

Inti dari orientasi pembentukan dan pembangunan karakter sendiri adalah kebajikan (goodness), dalam pengertian berpikir baik (thinking good), berperasaan baik (feeling good), dan berperilaku baik (behaving good). Sesuatu yang diandaikan dalam konteks ini yaitu adanya kesatuan pikiran, perasaan, dan perbuatan yang baik dari seseorang. Karakter yang tidak baik seperti suka menerabas, mengabaikan tanggung jawab, tidak punya malu, dan semacamnya menjadi sesuatu yang tidak baik dan harus diperbaiki (Listyati, 2012: 8).

Sebagai penganut ajaran Islam kita tentu menyadari tentang pentingnya karakter. Karakter yang dalam bahasa Inggris character yang berarti watak atau sifat (Echols dan Shadily, 2006: 107), dan berasal dari sebuah istilah Yunani dari kata charassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam (Bagus, 2005: 392), yang dalam Islam identik dengan kata akhlaq.

Book Two ~ Internasional Prooceeding Seminar “Konsepsi dan Implementasi Pendidikan Islam Anak Usia Dini” 69 kata khuluq). Kata tersebut bersinonim dengan kata khilqah (ciptaan Tuhan), ithah (bawaan

sejak lahir), thabi‘ah (sudah tercetak), dan wijdan (sudah terdapat dalam diri manusia) (Marbawi,

1350: 186). Jika potensi atau itrah manusia ini (yaitu akhlaq) termanifestasikan dalam

perbuatan keseharian, maka akhlaq menjadi perangai, adat kebiasaan, tata susila, atau budi pekerti, dalam istilah lain akhlaq disebut etika (Yunani: ethos) atau moral (latin: mores) yang berarti kebiasaan (Bakry, 1970: 17). Mengutip pendapat Ahmad Amin (1977: 17). Menurut Abdul Choliq Mukhtar (2004: 32), akhlaq merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan secara sadar, tidak terpaksa dan berulang kali sehingga dengan mudah mengerjakannya tanpa pertimbangan terlebih dulu. Jika kebiasaan itu baik disebut al-akhlaq al-karimah dan jika kebiasaan itu jelek disebut al-akhlaq al-mazmumah. Jadi akhlaq adalah persoalan yang menyangkut keadaan jiwa dan tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan khaliq dan makhluq, susila atau asusila. Dalam pengertiannya yang luas, akhlaq identik dengan karakter, karena tidak hanya menyangkut

adab sopan santun dalam pergaulan, tetapi juga mencakup semua aktiitas kehidupan manusia

lahir dan batin yang dilakukan dengan kesadaran tanpa paksaan dalam kebutuhan-kebutuhan intelektual, biologis, spiritual, sosial, dan emosional.

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad Saw adalah sebagai penyempurna akhlaq. Dengan demikian, pembahasan tentang karakter menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah, “innama buitstu liuttamimma makarima al-akhlaq (HR Bukhari dari Abu Daud) (Suyuti, 1966: 92). Kata innama berfungsi untuk membatasi tugas Rasulullah hanya satu yaitu menyempurnakan kemuliaan akhlaq. Sedangkan kata utammimma berarti menyempurnakan. Hal ini mengandung maksud bahwa benih-benih budi mulia itu sudah ada pada setiap diri manusia, Rasulullah hanya mengembangkan dan menyempurnakan saja.

Orang Melayu Sambas di Desa Sepinggan mempunyai banyak kearifan lokal yang mencakup tata nilai atau seperangkat aturan tidak tertulis tentang berperilaku dan berinteraksi dalam keseharian. Di antaranya adalah pantang larang pada anak usia dini yang diterapkan di lingkungan keluarga mereka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pantang adalah hal yang yang terlarang menurut adat atau kepercayaan, dan larang yang berarti memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu atau tidak boleh berbuat sesuatu (Depdiknas, 2013: 1016 dan 790). Jadi bisa disimpulkan pantang larang berisi tentang perintah supaya tidak melakukan sesuatu yang terlarang menurut adat atau kepercayaan. Demikian pula pantang larang yang dimaksud pada tulisan ini adalah perbuatan atau perilaku yang pantang atau dilarang untuk dilakukan. Ada juga yang menyebut tabu untuk dilakukan. Apabila seseorang melanggar pantang larang konsekuensinya menerima akibat yang buruk atau menakutkan, semisal ibu atau bapaknya meninggal, hewan piaraannya meninggal, susah memperoleh jodoh, dan lain sebagainya. Akibat yang buruk adalah dikucilkan secara sosial oleh masyarakat. Pantang larang ini berkembang sebagai bagian dari tradisi lisan masyarakat (Gatot Sarmidi, Jurnal Inspirasi Universitas Kanjuruhan Malang, Vol.5, Nomor 1 tahun 2015, hlm. 553).

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, orang Melayu Sambas Desa Sepinggan telah mengenali pantang larang sebagai tata nilai atau aturan yang tidak tertulis yang mengikuti keseharian mereka sebagai suku Melayu. Hal ini telah berlangsung sejak lama dan turun- temurun. Orang Melayu Sambas Desa Sepinggan telah memanfaatkan pantang larang sebagai strategi membentuk dan membangun karakter pada anak-anak usia dini dalam pendidikan keluarga mereka. Dengan demikian pantang larang telah menjadi bagian dari pendidikan karakter anak usia dini di kalangan orang Melayu Sambas Desa Sepinggan.

KEADAAN GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS DESA SEPINGGAN KABUPATEN SAM-

Dalam dokumen Pantang Larang dalam Pendidikan Karakter (Halaman 80-82)