• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Sistem Informasi Perpustakaan

2.2.2 Syarat Sistem Informasi Perpustakaan

Menurut Kochtanek dan Matthews (2002), untuk membangun sebuah sistem informasi perpustakaan yang baik terdapat lima hal yang perlu dipenuhi oleh sebuah sistem informasi perpustakaan, yaitu:

1. Integrated Library System

Perpustakaan harus memungkinkan seluruh proses di perpustakaan saling terhubung antara modul satu dengan modul lainnya sehingga kegiatan perpustakaan dapat dilakukan secara automasi.

2. Online database

Perpustakaan harus memiliki database informasi secara online. Online database biasanya dilanggan oleh perpustakaan melalui provider database. Oleh karena itu, dengan adanya online database pengguna dapat memanfaatkan informasi lebih luas.

3. Web-Base Resources

Perpustakaan harus dapat mempublikasi informasi secara online, salah satunya yaitu katalog perpustakaan. Dengan mempublikasikan katalog perpustakaan, pengguna dapat mengetahui koleksi yang dimiliki perpustakaan tanpa harus datang ke perpustakaan.

4. Digital Library Collection

Perpustakaan harus lebih fokus pada koleksi dalam format digital.

5. E-Book dan E-Journal

Perpustakaan harus memiliki koleksi berupa buku dan jurnal dalam bentuk elektronik, sehingga dapat didistribusikan kepada pengguna lebih luas dengan memanfaatkan teknologi yang diterapkan.

2.2.3 Jenis-jenis Sistem Informasi Perpustakaan

Jenis sistem informasi yang digunakan untuk sistem informasi perpustakaan menurut Kochtanek dan Matthews (2002), yaitu:

1. Sofware Komersial (Commercial Software)

Perpustakaan tidak dapat memodifikasi sistem informasi yang sudah ada tanpa ijin dari vendor pembuat sistem informasi tersebut, yang dikenal dengan nama Independent Software Vendors (ISV). Dengan demikian, perpustakaan akan membeli lisensi sistem informasi tersebut terkait dengan penggunaannya di perpustakaan dan perawatannya. Jika commercial software diimplementasikan di perpustakaan kelemahannya adalah perpustakaan tetap terikat dengan ISV namun dalam perkembangan pemakaiannya pihak perpustakaan tidak dapat memodifikasinya secara bebas tanpa ijin dari ISV tersebut.

2. Sistem Terbuka (Open System)

Karena sistem informasi menggunakan bentuk (platform) yang standar maka perpustakaan dapat mengkombinasikan antara sistem informasi yang satu dengan yang lainnya.

3. Sistem Sumber Informasi Terbuka (Open Source System)

Perpustakaan dapat memiliki kode sumber (source code) dari sistem informasi tersebut, sehingga perpustakaan dapat menggunakan, memodifikasi, dan menyebarkan sistem informasi secara bebas.

Sistem informasi yang diimplementasikan di perpustakaan memungkinkan untuk mendukung kegiatan manajemen perpustakaan. Karena dengan adanya sistem informasi perpustakaan suatu data dan informasi dapat disajikan secara

efektif yang nantinya dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan khususnya bagi pimpinan perpustakaan.

2.3 Model Penerimaan Teknologi

Perpustakaan perlu mengkaji apakah sistem informasi yang diterapkan diterima atau tidak. Teo (2001) menyebutkan bahwa “penerimaan teknologi dapat didefenisikan sebagai kesediaan pengguna untuk menggunakan teknologi dalam mendukung tugas yang telah dirancang”. Penerimaan pengguna terhadap implementasi sistem teknologi informasi dapat didefenisikan sebagai keinginan yang tampak di dalam kelompok pengguna untuk menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam pekerjaannya. Semakin menerima sistem teknologi yang baru, semakin besar pula keinginan pemakai untuk merubah praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai secara nyata pada sistem teknologi informasi yang baru, Succi and Walter, 1999 dalam Pikkarainen et.al, (2003). Akan tetapi apabila pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi yang baru, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan keuntungan yang banyak bagi organisasi atau perusahaan (Davis, 1989; Venkatesh and David 1996 dalam Pikkarainen et.al., (2004). Penerimaan terhadap sistem informasi dapat diukur dengan menggunakan model yang telah dikembangkan oleh para ahli. Banyak model yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana sistem informasi yang diterpakan diterima oleh penggunanya atau tidak, salah satunya adalah Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2).

2.4.1 Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2)

Model Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2) yang dikembangkan oleh Vankatesh, et al. (2012) merupakan pengembangan dari Model Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT) yang dikembangkan oleh Vankatesh, et al. (2003). UTAUT merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yeng dikembangkan dengan mengulas, mengidentifikasi dan menggabungkan fitur-fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori. Kedelapan teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Theory of Reasoned Action (TRA) 2. Technology Acceptance Model (TAM) 3. Theory of Planned Behavior (TPB) 4. Motivational Model (MM)

5. Combined TAM and TPB

6. Model of PC Utilization (MPCU) 7. Innovation Diffusion Theory (IDT) 8. Social Cognitive Theory (SCT)

Setelah melakukan analisis dan identifikasi kedelapan model tersebut dengan mengambil konstruk utama yang paling penting, maka UTAUT memiliki empat konstruk yang mempengaruhi niat perilaku untuk menggunakan teknologi, yaitu performance expectancy, effort expectancy, social influence, dan facilitating conditions serta empat variabel moderator, yaitu gender, age, experience, dan valuenteriness of use Vankatesh, et al. (2003). UTAUT terbukti lebih berhasil dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen varian pengguna. Untuk melihat secara singkat teori-teori yang mendasari terbentuknya model Unified Theory of Acceptance and Use dapat dilihat dalam

Tabel 2.1 Teori-teori konstruk yang mendasari Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology

No Nama Teori Peneliti tersebut dengan cara membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku dimana tujuan

kinerja suatu

affect &

anxiety

memberikan

kerangka untuk memahami,

memprediksi, dan mengubah perilaku manusia.

Sumber: Vankatesh, et al (2003)

Kemudian pada tahun 2012 terori Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT) dikembangkan kembali menjadi Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2) oleh Vankatesh, et al. (2012) yang bertujuan untuk mempelajari penerimaan dan penggunaan teknologi dalam konteks konsumen. Dalam model Model Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2) terdapat penambahan tiga konstruk baru yaitu Hedonic Motivation, Price Value, dan Habit dan menyertaan tiga variabel moderator yaitu Age, Gender, dan experience (Vankatesh et al,. 2012). Dengan adanya penambahan tiga konstruk, maka jumlah konstruk dalam Model Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2) berjumlah tujuh konstruk yaitu Performance Expectancy, Effort Expectancy, Social Influence, Facilitating Conditions, Hedonic Motivation, Price Value, dan Habit.

Sumber: Vankatesh, et al. (2012)

Penjelasan:

1. Performance expectancy dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin 2. Effort expectancy dipengaruhi oleh usis, jenis kelamin, dan pengalaman 3. Social influence dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan pengalaman

4. Facilitating condition yang berpengaruh terhadap perilaku pengguna dipengaruhi oleh usia dan pengalaman

5. Hubungan yang baru ditunjuukan dengan garis yang lebih hitam

Gambar 2.2 Model Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2)

2.3.1.1 Performance Expectancy (Ekspektensi Kinerja)

Performance expectancy (ekspektasi kerja) dapat diartikan sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan menggunakan sistem tersebut akan membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-keuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konstruk performance expectancy terdapat lima variabel yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan

Performance

penggunaan sistem informasi. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perceived Usefulness (Persepsi Terhadap Penggunaan)

Perceived usefulness (persepsi terhadap kegunaan) didefenisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanya.

2. Extrinsic Motivation (Motivasi Ekstrinsik)

Extrinsic motivation (motivasi ekstrinsik) didefenisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil yang memiliki nilai berbeda dari aktivitas itu sendiri, seperti kinerja pekerjaan, pembayaran, dan promosi-promosi.

3. Job Fit (Kesesuaian Pekerjaan)

Job fit (kesesuaian pekerjaan) didefenisikan sebagai bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu sistem meningkatkan kinerja pekerjaan individual.

4. Relative Advantage (Keuntungan Relatif)

Relative advantage (keuntungan relatif) didefenisikan sebagai seberapa jauh mana persepsi seseorang dengan menggunakan sesuatu inovasi akan lebih baik dibandingkan menggunakan versi pendahulunya.

5. Outcome Expectations (Ekspektasi-ekspektasi Hasil)

Outcome expectations (ekspektasi-ekspektasi hasil) berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam ekspektasi-ekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasi-ekspektasi personal (personal expectations).

2.3.1.2 Effort Expectancy (Ekspektensi Usaha)

Effort expectancy dapat diartikan sebagai tingkat kemudahan penggunaan sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Dalam konstruk effort expectancy terdapat tiga variabel yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan sistem informasi. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perceived Easy of Use (Persepsi Kemudahaan Penggunaan)

Perceived easy of use (persepsi kemudahan penggunaan) didefenisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan memudahkannya dalam melakukan pekerjaan.

2. Complexity (Kompleksitas)

Complexity (kompleksitas) didefenisikan sebagai sejauh mana sistem dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan.

3. Easy of Use (Kemudahan Penggunaan)

Easy of use (kemudahan penggunaan) didefenisikan sebagai sejauh mana tingakat penggunaan sebuah inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang sulit atau mudah digunakan.

2.3.1.3 Social Influence (Faktor Sosial)

Social influence diartikan sebagai tingkat dimana seorang individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan sistem baru. Dalam konstruk social influence terdapat tiga variabel yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan sistem informasi. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Subjective Norms (Norma Subjektif)

Subjectives norms (norma subjektif) didefenisikan sebagai persepsi seseorang bahwa banyak orang penting yang berpikir bahwa dia harus melakukan atau tidak melakukan perilaku yang diminta.

2. Social Factors (Faktor Sosial)

Social factors (faktor sosial) didefenisikan sebagai perasaan dalam diri seseorang terhadap kebudayaan suatu kelompok dan persetujuan interpersonal yang dibuat seseorang dengan individu lain dalam situasi sosial tertentu.

3. Image (Pencitraan)

Image (pencitraan) sebagai sejauh mana seseorang yang menggunakan suatu inovasi dianggap dapat meningkatkan citra atau status seseorang dalam lingkungan sosial.

Faktor sosial menjadi faktor penentu terhadap tujuan perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang direpresentasikan sebagai norma subyektif dalam TRA, TAM, dan TPB, faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam teori difusi inovasi (IDT).

Menurut Venkatesh dan Davis (2000), “pengaruh sosial memiliki dampak pada perilaku individual melalui tiga mekanisme yaitu ketaatan (compliance), internalisasi (internalization), dan identifikasi (identification)”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna teknologi informasi untuk menggunakan suatu teknologi informasi yang baru maka semakin besar pula minat yang timbul dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan teknologi informasi karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya.

2.3.1.4 Facilitating Conditions (Kondisi yang Memfasilitasi)

Facilitating conditions atau kondisi yang memfasilitasi penggunaan teknologi informasi adalah tingkat dimana seseorang percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung penggunaan sistem. Dalam konsep facilitating conditions terdapat tiga variabel yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan sistem informasi. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perceived Behavioral Control (Persepsi Kontrol Perilaku)

Perceived behavioral control (persepsi kontrol perilaku) didefenisikan sebagai persepsi terhadap kendala internal maupun eksternal pada perilaku seseorang yang mencakup kemampuan diri, kondisi sumber daya dan teknologi yang tersedia.

2. Facilitating Condition (Kondisi yang Memfasilitasi)

Facilitating condition (kondisi yang emfasilitasi) didefenisikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang telah diobservasi dan disetujui sabagai hal yang dapat memudahkan sesuatu untuk dilakukan.

3. Compability (Kompabilitas)

Compability (kompabilitas) didefenisikan sebagai sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada berdasarkan kebutuhan dan pengalaman seseorang.

2.3.1.5 Hedonic Motivation (Motivasi hedonis)

Hedonic motivation adalah motivas kesenangan yang berasal dari pengguna teknlogi informasi. Hedonic motivation juga dapat diartikan sebagai kesenangan yang berasal dari penggunaan teknologi. Motivasi hedonis juga berkaitan dengan pengalaman psikologis dan emosional pengguna teknologi yang dapat dipicu oleh sifat-sifat serta aspek kognitif yang dimiliki pengguna teknologi tersebut, dan telah terbukti memainkan peran penting dalam menentukan penerimaan teknologi.

2.3.1.6 Price Value (Nilai Biaya)

Price value dapat diartikan sebagai sejauh mana konsumen harus menanggung biaya yang berkaitan dengan penggunaan teknologi. Apabila manfaat yang dirasakan seseorang dalam menggunakan teknologi lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan, maka akan menimbulkan dampak yang positif bagi teknologi tersebut. Sehingga akan memunculkan niat dalam diri seseorang untuk menggunakan kembali teknologi tersebut.

2.3.1.7 Habbit (Kebiasaan)

Habit dapat didefenisikan sebagai sejauh mana orang cenderung untuk melakukan perilaku otomatis. Dalam kebiasaan terdapat 3 kriteria, yaitu:

1. Perilaku masa lalu

Perilaku masa lalu mengacu pada perilaku pengguna teknologi pada masa yang lalu.

2. Perlaku refleks

Perilaku refleks merujuk pada perilaku pengguna sebagai rangkaian atau kebiasaan rutin pada kehidupan sehari-hari.

3. Pengalaman individu

Pengalaman individu mengacu pada pengalaman berdasarkan rutinitas tetap, norma pengguna, dan kebiasaan untuk menggunakan teknologi.

2.3.1.8 Behavioral Intention (Niat Perilaku)

Behavioral intention didefinisikan sebagai tingkat keinginan atau niat pengguna menggunakan sistem secara terus menerus dengan asumsi bahwa pengguna memiliki akses terhadap informasi. Seorang akan berminat menggunakan suatu teknologi informasi yang baru apabila si pengguna tersebut yakin bahwa dengan menggunakan teknologi informasi tersebut akan meningkatkan kinerjanya, dapat memudahkan pekerjaannya, selain itu pengguna teknologi informasi tersebut juga mendapatkan pengaruh lingkungan sekitarnya dalam menggunakan teknologi informasi.

2.3.1.9 Use Behavior (Perilaku Penggunaan)

Perilaku penggunaan teknologi informasi (use behavior) didefinisikan sebagai intensitas dan atau frekuensi pemakai dalam menggunakan teknologi informasi. Perilaku penggunaan teknologi informasi sangat bergantung pada evaluasi pengguna dari sistem tersebut. Suatu teknologi informasi akan digunakan apabila pemakai teknologi informasi tersebut berminat dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena keyakinan bahwa menggunkan teknologi informasi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, menggunakan teknologi informasi dapat dilakukan dengan mudah, dan pengaruh lingkungan sekitarnya dalam menggunakan teknologi informasi tersebut. Selain itu, perilaku penggunaan teknologi informasi juga dipengaruhi oleh kondisi yang memfasilitasi pemakai dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena apabila teknologi informasi tersebut tidak didukung oleh peralatan-peralatan, dan fasilitas-fasilitas

yang diperlukan maka penggunaan teknologi informasi tersebut tidak dapat terlaksana.

Dari uraian-uraian di atas dapat diketahuai bahwa Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) yang dikemukakan oleh Venkatesh, et al. (2003) mengulas dan mengidentifikasi delapan teori utama yang menjelaskan penerimaan dan penggunaan teknologi oleh pengguna. Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) sangat cocok untuk menjelaskan perilaku penerimaan konsumen terhadap layanan berbasis teknologi, sehingga mampu menjelaskan 70% variasi pada minat penggunaan teknologi lebih tinggi dibandingkan delapan model sebelumnya. Kemudian Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) dikembangkan oleh Vankatesh, et al. (2012) menjadi Unified Theory of Acceptance and Use of Technology 2 (UTAUT 2) yang bertujuan untuk mempelajari penerimaan dan penggunaan teknologi dalam kontaks konsumen yang mencakup aspek Performance expectancy, Effort expectancy, Social influence, Facilitating conditions, Hedonic motivation, Price value, dan Habit.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodelogi penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan dan mengungkapkan fenmena yang terjadi berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Menurut Erlina (2011, 20):

Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasiona, industri atau perspektif lain. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang siapa, apa kapan, dimana dan bagaimana yang berkaitan dengan karakteristik populas atau fenomena tersebut.

Dengan metode ini, diarapkan dapat menjelaskan fenomena yang ada berdasarkan data dan fakta yang diperoleh.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Digital Library UNIMED yang beralamat di Jalan Willem Iskandar Pasar V Medan.

3.3 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi

Populasi merupakan objek penelitian yang diperlukan dalam penelitian.

Menurut Arikunto (2006,130), “Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek penelitian”. Berdasarkan penjelasan diatas maka penelitian ini melibatkan pustakawan ataupun staf perpustakaan Digital Library UNIMED yang dianggap sebagai pengguna sistem informasi Nawalib sebanyak 36 orang.

3.2.1 Sampel

Sampel dalam penelitian adalah suatu bagian dari populasi. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Arikunto (2006:131) “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sehingga teknik penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu total sampling yang termasuk bagian dari teknik non probability sampling yaitu teknik pengambilan samplel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, sehingga sampel berjumlah 36 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara membagikan angket kepada pustakawan ataupun staf Digital Library UNIMED untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Menurut Arikunto (2006, 151), “Angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”.

Dalam pengumpulan data penelitian, teknik yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Angket, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan daftar pernyataan kepada responden.

2. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan buku, jurnal, dan dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti merupakan data yang berhubungan dengan penerimaan sistem informasi pada Digital Library UNIMED dengan menggunakan model Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2). Sedangkan sumber data yang diperoleh berasal dari:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang dilakukan dengan pengisian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

1. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang digunakan untuk melengkapi data primer yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, internet, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3.6 Instrumen Penelitian

Setiap penelitian membutuhkan alat untuk mengumpulkan data yang disebut dengan instrumen penelitian. Instrumen penelitian menurut Hasan (2002, 76), “Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran, dalam hal ini alat untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian”.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah angket yang disusun dalam bentuk pernyataan yang memuat indikator-indikator yang dapat menjelaskan variabel penelitian.

3.1.2 Angket

Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data angket. Angket sebagai instrumen penelitian berisi sejumlah pernyataan yang akan diisi oleh responden sebagai sumber data dan angket tersusun dalam bentuk pernyataan.

Menurut Arikunto (2006, 151), “Angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”.

Bentuk angket yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah angket berupa pernyataan yang mengaharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif pilihan dari setiap pernyataan yang telah tersedia dan membantu responden memilih dengan cepat serta memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh pilihan angket yang telah terkumpul.

3.6.2 Kisi-Kisi Angket

Untuk membuat instrumen penelitian, diperlukan kisi-kisi yang disebut desain instrumen (layout). Kisi-kisi angket dibuat berdasarkan model penerimaan sistem informasi Unified Theory of Acceptance and Use Technology 2 (UTAUT 2).

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Angket

Variabel Indikator No.Item Jumlah Item

Penerimaan

Data yang telah terkumpul akan dianalisis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif persentase atau statistik deskriptif. Menurut Erlina (2011, 93), “Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data peneltian dalam bentuk tabulasi, sehinga mudah dipahami dan diinterpretasikan”.

Data yang terkumpul dari penyebaran angket pada penelitian ini ditabulasikan dengan menyusunnya ke dalam tabel, kemudian menghitung presentasinya. Selanjutnya dianalisa untuk menghitung presentasi jawaban yang diberikan responden. Menurut Sudijono (2005, 25) rumus untuk menghitung persentase data adalah:

Keterangan:

P = Persentase F = Frekuensi

N = Jumlah responden 100% =Bilangan tetap

Penafsiran data dan hasil distribusi terhadap jawaban kuesioner dilakukan dengan menggunakan pedoman penafsiran data dikemukakan oleh Arikunto (2006, 57) sebagai berikut:

0,00% : Tidak ada

1,00% - 24,99% : Sebagian kecil 25,00% - 49,99% : Hampir setengah

50,00% : Setengah

50,01% - 74,99% : Sebagian besar 75,00% - 99,99% : Pada umumnya 100% : Seluruhnya

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Gambaran Umum Digital Library Universitas Negeri Medan

UPT Perpustakaan Universitas Negeri Medan berdiri seiring dengan berdirinya Institusi induk yaitu IKIP Medan. Pada awalnya merupakan perpustakaan Fakultas FKIP USU. Pada tahun 1959 Perpustakaan dipimpin oleh Ny. Fondoh Hoeres. Pada tahun 1969 perpustakaan baru menempati gedung tersendiri dengan ukuran 800 m2 berlantai dua. Unsur pimpinan berganti pada tahun 1962 dipimpin oleh Ny. Hajani Adnan. Pada tahun 1963 beralih kepada Drs. M. Simatupang dan pada tahun 1965 pimpinan diserahkan kepada Drs. J.

Tumanggor serta pada tahun 1977 pimpinan perpustakaan dijabat oleh Drs. M.

Tambunan.

Sesuai dengan keluarnya PP 30 tahun 1980 maka status perpustakaan menjadi Unit Pelaksana Teknis, dimana Kepala UPT Perpustakaan bertanggung jawab langsung kepada Rektor dengan pembinaan sehari-hari dilakukan oleh Pembantu Rektor I.

Pada bulan Agustus 1984 Kepala Perpustakaan saat itu, Drs. M.

Tambunan, mengikuti tugas belajar ke Amerika Serikat maka perpustakaan dipimpin oleh Drs. Belling Siregar. Dan sejak bulan Mei 1986 setelah Drs. M.

Tambunan kembali dari tugas belajar kepala UPT Perpustakaan IKIP Medan kembali dipimpinnya.

Tahun 1987 UPT Perpustakaan IKIP Medan pindah ke lokasi kampus baru Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, dengan menempati gedung seluas 3.000 m2 berlantai tiga. Karena kampus IKIP Medan menempati tiga tempat yaitu kampus lama Jl. Merbau, kampus Jl. Pelajar dan Kampus baru Jl. Willem Iskandar Pasar V maka UPT Perpustakaan mengambil kebijakan, sejak tahun 1990 membuka Perpustakaan di tiap-tiap fakultas yang ada dengan sebutan Ruang Baca Fakultas, hal ini dimasudkan untuk mendekatkan koleksi kepada pemakai perpustakaan terutama bagi pengguna yang masih jauh dari UPT Perpustakaan di kampus baru.

Pada tanggal 15 Agustus 1989, pimpinan UPT Perpustakaan IKIP Medan diserahterimakan dari Drs. M. Tambunan, MLS kepada Drs. Belling Siregar.

Pada tahun 1992 kepala perpustakaan mengikuti tugas belajar di Inggris, maka perpustakaan dipimpin oleh Dra. Ratnawati Dora, SIP sampai tahun 1994.

Setelah Drs. Belling Siregar, MLib. Selesai tugas belajar UPT Perpustakaan kembali dipimpin sampai tahun 1998. Pada tanggal 14 Juli 1998 kepala UPT

Setelah Drs. Belling Siregar, MLib. Selesai tugas belajar UPT Perpustakaan kembali dipimpin sampai tahun 1998. Pada tanggal 14 Juli 1998 kepala UPT