Pada tahap ini individu memastikan atau memantapkan diri akan tetap mengadopsi inovasi baru atau menolak suatu inovasi setelah mengimplementasikan inovasi baru.
Menurut Rogers dalam Hanafi (1987: 49) tahap konfirmasi ini berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak selama
commit to user
jangka waktu yang tak terbatas. Ini juga merupakan tahap di mana seorang individu menguatkan keputusan yang telah dibuatnya, tetapi ia mungkin berbalik jika memperoleh isi pernyataan yang bertentangan.
Pada penelitian ini, peneliti hanya meneliti pada jangka waktu enam bulan sejak diputuskannya rencana tindak lanjut yang merupakan bagian dari program Pemicuan Stop Jentik, maka pada jangka waktu maksimal inilah warga memberikan keterangan mengenai pemantapannya untuk menerima atau menolak kesepakatan program dalam Pemicuan Stop Jentik. Sehingga meski ada kemungkinan pada waktu selanjutnya seorang atau sekelompok warga berbalik keputusannya pada tahap konfirmasi ini, bukan merupakan ranah dan tanggungjawab peneliti. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keberlanjutan program Pemicuan Stop Jentik di keua wilayah ini, yakni RW 14 dan RW 33 Kelurahan Kadipiro.
Berikut adalah hasil dari pemantapan antara sekelompok warga RW 14 dan RW 33.
RW 14
Dari hasil penelitian yang dilakukan, setelah memutuskan dan mengimplementasikan kesepakatan program dalam Pemicuan Stop Jentik, adopter pada RW 14 belum merasa puas.
“Ya begini ini mbak. Dikatakan puas ya puas, dikatakan tidak ya bisa. Masalahnya kayak cuma setengah-setengah gitu lho saya rasa, kurang total masyarakatnya sini itu.” (Hasil wawancara Taryani, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
commit to user
“Puas nggak puas, puas karena ya ada hal baru kan istilahnya. Enggak puasnya kok nampaknya itu warga juga banyak yang nggak ngeh tentang kesepakatan-kesepakatan ini, nggak keseluruhan gitu lo mbak yang tahu. Soalnya kan kesepakatannya cuma itu-itu saja yang berjalan.” (Hasil wawancara Sisilia, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
“Halah nggih mboten ngertos kula, wis penting nglakoni. Ra paham nggih puas napa mboten, nggih ngeten-ngeten mawon.” (Hasil wawancara Sikem, Warga RW 14, 15 Januari 2016) “...anu nggih ngoten niku. Hehehe. Nggih, puas menawi...Pripun nggih? Puas-puas mboten...amergi kula sing mboten patoso paham menawi.” (Hasil wawancara Sarimo, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
Bahkan opinion leader-nya pun masih juga belum merasakan puas. Hal ini dibuktikan dalam pernyataan berikut:
“Kalau yang dulu setahu saya itu ketoke anu banget gitu lho mbak, kelihatan banget. Dulu kan ada tho penimbunan sampah itu...Itu lho usaha untuk mencegah DB itu kan 3M itu, tapi kok ketoke sekarang nggak begitu digalakkan banget gitu lho mbak. Ketoke paling sekarang lebih praktis wis pokoke bersih, sing penting kelihatan bersih gitu. Kalau dulu kan kelihatan sayuk e gimana, usahane juga. Tapi kok sekarang ketoke semakin cuek gitu ya. Kalau menurut aku sih. Kalau selama PSN itu pokoke „Mbak, ini ada jentik‟. „Oh yaudah bersihke‟, gitu. Tapi kalau sampai mendetail seperti dulu itu enggak. Kalau warga di sini begitu.” (Hasil wawancara Sih Dwi Lestari, Kader Kesehatan RW 14, 15 Januari 2016)
Dari kutipan wawancara terhadap kader kesehatan Sih Dwi Lestari yang merupakan opinion leader di atas, dapat diketahui bahwa opinion
leader dari RW 14 yang merupakan ujung tombak keberhasilan suatu
inovasi itu sendiri pun belum merasa puas dengan keberadaan program Pemicuan Stop Jentik, dan justru merasa nyaman pada program yang sebelumnya. Hal ini pula yang mempengaruhi pemantapan pada
warga-commit to user
warga yang lainnya. Berikut adalah hasil pemantapan yang diungkapkan oleh beberapa warga dan opinion leader RW 14.
“Belum tahu ya, ya mungkin lanjut mungkin tidak. Kan tergantung kadernya tho mbak. Kalau yang kesepakatan yang cuma membersihkan lingkungan dan rumah masing-masing ya pastinya tetap saya lakukan. Tapi kalau yang lain kan kader yang tahu.” (Hasil wawancara Taryani, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
“....yang namanya bersih-bersih kan memang saya juga melakukan setiap harinya, sebelum ada pemicuan juga. Tapi kalau yang pemberian abate, didengungkan PSN, itu kan tugasnya kader. Kalau kerja bakti berjalan, mungkin bisa jadi patokan, sayangnya kan nggak berjalan.” (Hasil wawancara Sisilia, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
“Nggih manut kula, wong tuwa ndeyek-ndeyek ya angger kon apa-apa manut wae.” (Hasil wawancara Sikem, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
“Kirangan niku. Mangke nek pas kempal bapak-bapak terose pripun. Yen ngresiki omahe kula piyambak nggih niku wau kula sanjang lak sak kober e. Lha mangke ken napa malih kan tergantung.” (Hasil wawancara Sarimo, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
“Dilihat perkembangannya dulu mbak. Kalau selama ini saya lihat sih tidak begitu ada perubahan ya, kayaknya ya cuma gini-gini aja. Ya mungkin dilanjut yang emang memungkinkan saja, yang penting nanti kalau ditanya laporan dari Puskesmas kan ada yang dilaporkan. Hehehe.” (Hasil wawancara Sih Dwi Lestari, Kader Kesehatan RW 14, 15 Januari 2016)
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa baik warga maupun kader sendiri masih belum yakin dengan keberlanjutan program Pemicuan Jentik di daerahnya. Mereka hanya melaksanakan sekadarnya, dan hanya bersifat formalitas untuk dilaporkan kepada Puskesmas. Warga bergantung pada keputusan kader, namun kader sendiri juga masih ragu-ragu. Ini artinya, pada tahap konfirmasi,
commit to user
mereka masih setengah-setengah. Ada kemungkinan yang besar untuk kedepannya program ini tidak berlanjut, hanya kecil kemungkinan keberlanjutan program ini di wilayah RW 14, dilihat dari pesimisnya warga dan kader.
RW 33
Berbeda dengan RW 14, dari hasil penelitian yang dilakukan, setelah memutuskan dan mengimplementasikan kesepakatan program dalam Pemicuan Stop Jentik, adopter pada RW 33 merasa puas. Hal ini dibuktikan dalam kutipan-kutipan wawancara berikut ini:
“Puas. Ya itu tadi mbak, kita jadi lebih tahu betapa pentingnya menjaga kesehatan, untuk anak-anak kita, kebersihan, untuk menjaga diri dari DB itu. Kan sejak itu juga kayak digalakkan juga kebersihan wilayah sini.” (Hasil wawancara Sri Maryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Nggih baik, baik sekali. Ngoten, saget dianukke ting masyarakat ngoten le nek umapamane nderek. Mangke nek umpamane anu kan saget kagem kebersihan bersama, ngoten niku, kalih keluarga.” (Hasil wawancara Sueni, Warga RW 33, 29 Januari 2016)
“Nggih positif. Puas ngoten....lha nggih sae niku wau marakke guyub wargane”. (Hasil wawancara Titik Haryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Ya baik ya mbak, sangat baik itu karena warga juga tau, mudah membersihkan rasah dioyak-oyak, oh ki wis anu ngoten kan dah terbiasa, dah sadar.” (Hasil wawancara Sri Winarsih, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Puas sekali. Saya rasa, khusus untuk DB ya? Khusus untuk DB itu lebih berhasil Pemicuan Stop Jentik ini. Untuk DB lho, karena ya itu, jadi ee.. sosialisasinya ke masyarakat itu lebih mengena. Di samping itu kan ee.. peningkatan kebersihan juga lebih mengena. Dan terbukti kan korban juga..istilahnya..korban DB juga berkurang drastis sekali itu. Jadi masyarakat kan ya sedikit takut juga, dieman-eman gitu,
commit to user
kalau sudah bagus bersih kan korbannya tidak ada.” (Hasil wawancara Andreas Sunarima, Warga dan opinion leader RW 33, 27 Januari 2016)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh kader kesehatan Sunarti yang berperan sebagai opinion leader RW 33, mengungkapkan bahwa program Pemicuan Stop Jentik sangat bagus dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat RW 33.
“Kalau saya jelas optimis dan puas nggih memang sudah bisa dilihat perubahannya, apalagi oleh masyarakat luar RW 33....” (Hasil wawancara Sunarti, Kader Kesehatan RW 33, 22 Januari 2016)
Tingkat kepuasan yang diperoleh warga, berpengaruh juga pada pemantapan mereka terhadap suatu inovasi, apakah akan melanjutkan pelaksanaan suatu inovasi tersebut ataukah tidak. Dalam penelitian inipun berlaku demikian. Warga RW 33 cukup puas dengan hasil yang dicapai semenjak keberadaan program Pemicuan Stop Jentik untuk mengurangi angka kepadatan nyamuk dan kasus Demam Berdarah, hal ini berpengaruh pada pemantapan mereka pada tahap konfirmasi ini. Dengan mantap mereka memutuskan untuk terus melanjutkan program yang sudah berjalan ini.
“Lha kan saya sudah tahu sendiri gimana susahnya kalau anak kena DB, saya tetap lanjut jelas itu.” (Hasil wawancara Sri Maryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Lanjut nggih mboten napa-napa wong sae, mboten enten rugine.” (Hasil wawancara Sueni, Warga RW 33, 29 Januari 2016)
“....selama niku sae nggih ayo kula tumut, dilaksanakke bareng-bareng malah nyenengake.” (Hasil wawancara Titik Haryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
commit to user
“Lanjut saja. Menurut saya sih bagus, lha kan aku kadang melu ngancani kader njentik kan mbak. Dadi aku ngerti, eh iki Pemicuan kok marakke apik. Lanjut wae.” (Hasil wawancara Sri Winarsih, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“....kan makanya saya bilang penyuluhan-penyuluhan yang dulu itu kok kurang berhasil di situ, tapi Pemicuan di sini kan lebih mengena. Ya jadi sebaiknya lanjut, mumpung cocok.” (Hasil wawancara Andreas Sunarima, Warga dan opinion leader RW 33, 27 Januari 2016)
Sebagai opinion leader, Sunarti pun mengkonfirmasi bahwa sampai sekarang program Pemicuan Stop Jentik ini masih berjalan dan kedepannya akan terus dijalankan karena terbukti lebih mampu memicu kesadaran masyarakat, yang kemudian mampu mengurangi angka kepadatan nyamuk (House Index).
“Masih berjalan dan Insya Allah kedepannya masih terus berjalan, tapi ya pelan-pelan. Tapi ya soal kebersihan itu memang harus sedikit dipaksa, terserah dia seneng opo ora, dheweke nganggep e sama kita gimana, saya nggak tahu nggih. Yang penting kita ya menerapkan apa yang harus kita lakukan, karena demi kebaikan dan kebersihan lingkungan masing-masing. Kan mendapatkan juara itu pun juga nggak mudah. Itu kan kriterianya kan banyak sekali nggih, jadi memang nggak mudah, ya memang harus seperti-seperti ini orang-orang ini yang bisa membawa nggih. Jadi masyarakat itu benar-benar sadar lah. Alhamdulillah sekarang bisa lumayan sadar, seperti itu nggih.” (Hasil wawancara Sunarti, Kader Kesehatan RW 33, 22 Januari 2016)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adopter RW 33 telah mengalami tahap konfirmasi atau pemantapan. Adopter RW 33 telah memutuskan untuk terus melaksanakan rencana tindak lanjut atau kesepakatan program dalam Pemicuan Stop Jentik. Alasan mereka akan
commit to user
terus melanjutkan adalah hampir sama, yakni mengenai manfaat yang mereka peroleh.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa
adopter RW 14 dan adopter RW 33 sama-sama menerima program
Pemicuan Stop Jentik dan telah mengimplementasikannya, meski dengan tingkat keseriusan yang berbeda. RW 14 yang ada salah satu kesepakatan program yang tak dilaksanakan, dan RW 33 yang seluruh kesepakatan programnya dilaksakan. Antara keduanya pun dalam tahapannya memiliki perbedaan, sebagian besar RW 14 yang tidak mengalami tahap persuasi, dan RW 33 yang mengalami tahap persuasi. Selanjutnya pada tahap yang lainnya kedua kelompok masyarakat ini sama-sama mengalami, hanya saja menghasilkan data yang berbeda, seperti yang sudah diuraikan pada penjelasan sebelumnya.