Pada tahap keputusan ini, seseorang akan terlibat dalam kegiatan yang mengarah pada pemilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. Lebih terfokus, pada tahap ini seseorang harus memilih satu di antara dua alternatif saja., yakni menerima atau menolak ide baru (Rogers dalam Hanafi, 1987: 48).
Namun di sisi lain, seseorang menyatakan menerima atau menolak suatu inovasi juga dilatarbelakangi dari penilaiannya teradap suatu inovasi, apakah inovasi tersebut baik atau buruk bagi dirinya, sesuai atau tidak bagi dirinya, dan bermanfaat atau tidak bagi dirinya. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Totok Mardikanto dalam bukunya Komunikasi Pembangunan (2010: 13) bahwa penerimaan dpengaruhi
commit to user
penilaiannya terhadap baik atau buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Masyarakat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek-aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional.
Hal ini juga terjadi pada masyarakat yang menjadi sasaran inovasi program Pemicuan Stop Jentik, yakni warga RW 14 dan RW 33 yang juga memiliki penilaian tersendiri untuk keputusan mereka dalam mernerima atau menolak inovasi Program Pemicuan Stop Jentik.
RW 14
Sebagian warga RW 14 memiliki penilaian tersendiri yang menjadikan alasan apakah seseorang tersebut menerima atau menolak inovasi program Pemicuan Stop Jentik, namun sebagian warga yang lain ada yang tidak memiliki alasan dan penilaian apapun terhadap inovasi program Pemicuan Stop Jentik.
Sri Lestari sebagai salah satu warga yang ikut andil dalam acara
launching program Pemicuan Stop Jentik memiliki penilaian positif dan
mengetahui manfaat dari program tersebut dilihat dari aspek sosial. “Ya setuju saja saya. Kan juga bagus kalau secara sosial, bisa makin dekat sama tetangga, bisa ngasih penyuluhan ke tetangga-tetangga yang lainnya.” (Hasil wawancara Sri Lestari, Warga RW 14, 8 Januari 2016)
Setelah mengetahui manfaat dan melakukan penilaian, Sri Lestari menyatakan setuju dengan keberadaan inovasi program Pemicuan Stop
commit to user
Jentik. Ada lagi yang menjadi salah satu cara menilai inovasi tersebut akan diterima atau tidak adalah dengan mengertinya bahwa program Pemicuan Stop Jentik adalah inovasi yang dibuat oleh pemerintah demi terciptanya keadaan kesehatan yang lebih baik, atau aspek kesesuaian dengan pembangunan nasional.
“Setuju, saya ngikut saja. Lagipula kan ini demi kesehatan masyarakat juga kan biar nggak ada korban DB lagi, makanya diadakan upaya-upaya seperti itu.” (Hasil wawancara Taryani, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
“Ya dengan melaksanakan itu kan otomatis saya setuju. Puskesmas mesti ingin yang lebih baik buat masyarakat kita, sudah gitu aja saya mikirnya” (Hasil wawancara Sisilia, Warga RW 14, 11 Januari 2016)
Namun ada pula sebagian warga yang tidak memiliki alasan dan penilaian apapun mengenai program Pemicuan Stop Jentik. Beberapa warga ini bersikap apatis dengan keberadaan program Pemicuan Stop Jentik. Mereka merasa melakukan sekedarnya dan tidak ada interest khusus yang membuat mereka memiliki penilaian baik dari aspek apapun terhadap inovasi program Pemicuan Stop Jentik. Namun demikian mereka tetap melakukan beberapa kesepakatan yang terdapat dalam program Pemicuan Stop Jentik.
“...penilaian apa tho mbak? Lha kula kan namung mireng-mireng mawon. Nggih mboten ngertos kula.” (Hasil wawancara Samirah, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
“...nggih mung mirengke lho mbak. Nek perkara pribadi carane pripun nggih kula mboten ngerti wong dasare kula niki wong bodho, wonge goblok, mboten ngerti upo bengkong tur wis tuwek. Nggih umpama mirengke oh iki kudu ngene, oh nggih. Oh iki kudune enake ngene, nggih mpun laksanakaken saben
commit to user
dinane.” (Hasil wawancara Wiryo, Warga RW 14, 8 Januari 2016)
“Mboten ngertos mbak. Dikandani kula ngertose mung PSN, nek pas kumpulan bapak-bapak nggih paling dikandani soal PSN, terus ken resik-resik. Nggih setuju mawon, nggih tak lakoni ning nggih sak kober e.” (Hasil wawancara Sarimo, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
“Anu mboten paham kula, lha kula dijelaskene intine ya aku kudu sregep ngresiki kolah, resik-resik lingkungan omah, nek reget nggih ra kober nguras nggih nyuwun abate, wis ngono mawon. Lha nek mung niku nggih mpun tak lakoni, ning nggih ra terus-terusan nduk, awak tuwa cepet kesel.” (Hasil wawancara Sikem, Warga RW 14, 15 Januari 2016)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa warga RW 14 hampir sebagian besar hanya mengikuti saja kesepakatan program yang ada tanpa memiliki penilaian khusus mengenai program Pemicuan Stop Jentik. Meski demikian, secara keseluruhan mereka melaksanakan kesepakatan program yang ada, hanya saja mereka tidak begitu interest yang ditandai dengan tidak memilikinya alasan dan penilaian terhadap tindakannya untuk melakukan kesepakatan program, dan hanya melakukan tanpa adanya motivasi yang kuat. Mereka melakukan karena kesepakatan program adalah sudah merupakan suatu konsensus masyarakat yang mau tidak mau mereka harus melaksanakan, di mana instruksi tersebut disampaikan oleh para opinion leader yang ucapannya seperti sebuah instruksi untuk dilaksanakan.
RW 33
Tahap keputusan yang dialami oleh warga RW 33 berbeda dengan yang dialami oleh mayoritas warga RW 14. Warga RW 33 yang
commit to user
menjadi narasumber dalam penelitian ini, mayoritas memiliki penilaian dan alasan yang membuat mereka menerima inovasi program Pemicuan Stop Jentik.
Masyarakat penerima manfaat yang dalam hal ini adalah warga RW 33, mereka menyadari betul apa manfaat yang akan mereka peroleh jika mengadopsi program Pemicuan Stop Jentik, sehingga mereka mempertahankan untuk tetap melakukan kesepakatan program yang mereka buat sendiri demi kebaikan lingkungan RW 33.
Seperti yang dirasakan oleh Sri Maryani yang mengatakan betapa pentingnya kesehatan, sehingga perlu untuk pelaksanaan kesepakatan program.
“Iya pasti saya setuju, masyarakat kan jadi tahu mbak, itu tadi kan pentingnya kesehatan, makanya kita menjaga lingkungan, jangan sampai air itu menggenang, nanti kan apa itu…jangan sampai jentik itu nanti tumbuh menjadi nyamuk, sebelumnya kan kita bersihkan, itu dengan kesepakatan kegiatan itu tadi” (Hasil wawancara Sri Maryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
Hampir sama dengan yang dirasakan oleh Sri Maryani, Titik Harini dan Sularmi juga sependapat.
“Nggih mestine kula setuju, wong kula nderek mesti nek pas kerja baktine ngoten. Tambah sregep resik-resik ngoten, kan setiap anu kerja bakti, kan dianjurkan setiap anu kerja bakti. Selalu kerja bakti, nggih rumahe diresiki.” (Hasil wawancara Titik Harini, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Setuju nggihan....kangge kebaikan. DB kan medeni, anak kula winginane nggih mpun kena. Makane wonten kesepakatan resik-resik niku wau.” (Hasil wawancara Sularmi, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
commit to user
Bahkan ada pula warga yang menilai dari aspek sosialnya, yang mengatakan bahwa adanya kesepakatan program yang salah satunya adalah kerja bakti dapat mempererat tali persaudaraan dan kekompakan antar warga. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Totok Mardikanto (2010: 13) bahwa masyarakat penerima manfaat dapat melakukan penilaian terhadap aspek teknis, maupun aspek lainnya seperti aspek ekonomi, aspek sosial budaya, ataupun aspek politis. Berikut Saryani, seorang warga RW 33 yang menilai dari aspek sosial budayanya.
“Penak wi mbak, sarujuk mawon ah. Sing kerja bakti niku le marai guyub kok malahan. Seneng aku, sarujuk pokoke niku lah.” (Hasil wawancara Saryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
Selain penilaian dari aspek teknis, ekonomi, sosial budaya, dan politis, penilaian penerima manfaat bisa juga dilakukan berdasarkan aspek kesesuaian dengan pembangunan nasional (2010: 13). Adopter mengerti bahwa kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan agar terhindar dari berbagai macam penyakit masih rendah, sehingga pemerintah meluncurkan model baru untuk memicu kesadaran masyarakat yang tujuan akhirnya meminimalisasi korban Demam Berdarah. Seperti yang dikatakan oleh beberapa warga dalam kutipan wawancara berikut ini :
commit to user
“Ya saya rasa bukan masalah setuju atau nggak setuju sih ya. Karena menurut saya ini memang suatu keharusan yang seharusnya dilakukan. Mestinya puskesmas sama DKK kan mungkin kesel juga apa gimana kan, kok korban DB terbanyak lagi-lagi Kadipiro, selain padat masyarakatnya ya memang banyak masyarakat menengah kebawah jadi agak susah. Lha mungkin kan tujuannya ya pengen masyarakat dipicu sadarnya itu tho. Lain sama penyuluhan biasanya kan hanya dikasih tahu gitu saja.” (Hasil wawancara Andreas Sunarima, Warga RW 33, 27 Januari 2016)
“Sae....nggih sarujuk....nggih sae pokoke wong niku kan saking pemerintah nggih mestine sae, masyarakate ben purun resik-resik, ben mboten malih sing kenek DB. Kan ngoten tho?” (Hasil wawancara Sueni, Warga RW 33, 27 Januari 2016)
“Lha nek mboten sarujuk nggih pripun? Lha wong niki mpun kedarung disepakati warga kok nggihan. Penting karepe sae mawon wong saking pemerintah.” (Hasil wawancara Siyam, Warga RW 33, 27 Januari 2016)
Kemudian setelah melalui berbagai pertimbangan, adopter RW 33 menerima inovasi dengan mengikuti kesepakatan-kesepakatan program yang dibuat pada saat launching acara program Pemicuan Stop Jentik. Keputusan untuk mengikuti kesepakatan program dalam Pemicuan Stop Jentik berarti adopter telah berhasil mengalami tahap pengambilan keputusan. Hal ini diketahui dari beberapa kutipan wawancara berikut:
“Ikut mbak, Insya Allah sepanjang nggak ada halangan ya ikut” (Hasil wawancara Sri Maryani, Warga RW 33, 27 Januari 2016)
“Nderek. Nggih nek mboten wonten acara sing tubrukan nggih nderek. Umpami kula mboten saget nggih anak kula.” (Hasil wawancara Titik Harini, Warga RW 33, 27 Januari 2016) “....nggih pokoke kula manut, ken napa nggih tak lakoni, ken resik-resik nggih tak lakoni, ken kerja bakti nggih kula
commit to user
mangkat. Kengge kebaikan bersama nggihan.” (Hasil wawancara Sularmi, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Nderek sedaya. Kula kan sanjang wau, kula seneng nek warga-warga pating guyub. Nggih kula semangat nglakoni Insya Allah nggih.” (Hasil wawancara Saryani, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“....tentunya bagus ya saya ikuti. Kita lihat adanya buktinya juga kan bisa ada perubahan. Ya memang harus diikuti” (Hasil wawancara Andreas Sunarima, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Melu, eh anu nderek....nggih niku nek pas wonten kerja bakti nggih nderek, anu resik-resik omah opo lingkungan nggih ayo.” (Hasil wawancara Sueni, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
“Lha kan jenengan piyambak ngertos tho kae pas wonten kerja bakti lak ana kula. Tandane nggih kula purun nderek, mendukung. Mpun ngoten.” (Hasil wawancara Siyam, Warga RW 33, 26 Januari 2016)
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta bahwa adopter menilai baik dan buruk dari program Pemicuan Stop Jentik berdasarkan manfaat dan aspek sosial budaya, dan aspek kesesuaian dengan pembangunan sosial. Meski ada pula yang tidak memiliki penialaian tertentu, hanya melaksanakan kesepakatan program yang sudah ada sekedarnya tanpa menilai lebin lanjut tentang manfaat ataupun aspek-aspek lainnya, hal ini terjadi pada warga RW 14.