• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

C. Tahapan Rencana Pemecahan Masalah

Langkah ketiga di GIM adalah merencanakan perencanaan apa yang harus dilakukan. Perencanaan mengikuti penilaian dalam proses pemecahan masalah. Perencanaan tujuan untuk mengarahkan secara langsung suatu kegiatan. Penentuan tujuan akan lebih efektif jika ada pembagian proses, dimana klien mempunyai tanggungjawab utama untuk memutuskan kebutuhan yang akan dan perlu dipenuhi serta bagaimana mewujudkannya.

Proses penentuan tujuan merupakan proses timbal balik dalam upaya menemukan kebutuhan yang harus dipenuhi dan tindakan yang perlu diambil guna mengatasi masalah. Pemberian kesempatan dan tanggungjawab kepada klien akan dapat meningkatkan komitmennya dalam proses pemecahan masalah. Klien akan merasa dan menyakini bahwa tujuan yang telah

ditetapkan benar-benar sesuai dengan pilihan dan relevan dengan keinginanya. Proses rencana pemecahan masalah (planning) yang dilakukan pekerja sosial adalah pertama sesudah memahami permasalahan klien, pekerja sosial kemudian bekerja dengan klien, dalam arti pekerja sosial harus melibatkan klien secara aktif dalam mengenal masalahnya, dalam tahapan ini klien harus lebih dominan daripada pekerja sosial. Peran pekerja sosial dalam tahapan ini adalah sebagai fasilitator. Kedua, pekerja sosial bertugas untuk menyelesaikan prioritas permasalahan klien dari beberapa permasalahan yang dialami klien. pekerja sosial berusaha mengutamakan suatu masalah yang lebih penting daripada yang lain untuk diatasi atau dipecahkan. Sehingga permasalahan klien bisa diselesaikan secara kasus per kasus. Ketiga, pekerja sosial menjadikan masalah itu sebagai kebutuhan untuk dibantu penyelesaiannya untuk segera dicarikan solusi alternatif yang baik untuk mereka. Kempat, pekerja sosial mengevaluasi tingkat intervensi dari aspek mikro, mezzo dan makro agar proses perubahan yang akan di rencanakan dapat dirasakan dari berbagai aspek sehingga sifatnya menyeluruh. Kelima, pekerja sosial dan klien menetapkan tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses penyelesaian masalah klien. Keenam, pekerja sosial dan klien melakukan penetapan tujuan mengenai siapa yang akan menjalankan proses perubahan tersebut agar dapat membantu proses pertolongan, dan apa yang akan dilakukan untuk melihat perubahan dari permasalahan klien. Ketujuh, pekerja sosial akan membuat kontrak kesepakatan rencana perbaikan antara

klien dan pekerja sosial. Penjelasan dari prosesplanningyang akan dilakukan pekerja sosial seperti dibawah ini:

a. Bekerja dengan klien

Pekerja sosial harus bekerja dengan klien, dalam arti pekerja sosial harus melibatkan klien mengenal masalah yang dialaminya. Pekerja sosial dan klien harus sama-sama menciptakan pemecahan masalah yang baik untuk klien. Klien yang terlibat dalam relasi dengan pekerja sosial, juga harus merasakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Pekerja sosial melakukan perencanaan dengan melibatkan secara aktif klien “R” dan klien “V” untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya, dengan begitu dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan.

Pada bagian ini, pekerja sosial didorong untuk menjalankan peran sebagai fasilitator. Dari peran ini, pekerja sosial diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari intervensi nantinya sulit untuk dicapai. Tanpa peran dan usaha yang aktif dari kedua klien ini untuk mengatasi permasalahannya, maka upaya yang dilakukan pekerja sosial tidak akan membawa hasil yang diinginkan.

Dengan melibatkan klien secara aktif dalam menghadapi permasalahannya, dapat terlihat bahwa klien mempunyai peran yang

sangat besar atas kesembuhannya sendiri. Berbagai anjuran yang disampaikan oleh pekerja sosial akan menjadi tidak bermakna bila tidak ada keikutsertaan dari klien itu sendiri. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:

“Iyaa.. setiap permasalahan yang dialami klien pasti saya mengajak klien untuk berperan aktif juga dalam mengatasi permasalahannya. Misalnya nih yaa mereka sadar, mereka ada masalah, terus kita harus bantu supaya anak ini ngga begitu lagi. Kita tanya, kamu mau kan merubah sikap kamu, kamu mau kan bisa menjadi yang lebih baik. Terus dia jawab iya mau merubahnya .Terus kita kerjasama untuk bisa menjalankan apa yang sudah sama-sama kita rencanakan, dengan begitu klien merasa mempunyai peran dalam kesembuhan dari permasalahan yang mereka alami.”23

Dalam hal ini klien dan pekerja sosial bekerja dengan sama-sama untuk membantu permasalahan klien “V” dan klien “R” yang dialami dalam aspek mikro, mezzo dan makro yang sudah dibahas pada tahapan assesmen.

b. Memprioritaskan masalah

Dengan memprioritaskan masalah pada klien, maka pekerja sosial berusaha mengutamakan suatu masalah yang lebih penting daripada yang lain untuk diatasi atau dipecahkan. Dalam hal ini, pekerja sosial mulai menyusun permasalahan-permasalahan yang dialami klien“V” dan klien “R” baik dari aspek mikro, mezzo dan makroyang sudah dibahas.

Dengan melihat, berbagai permasalahan yang dialami klien, maka pekerja sosial dan klien memperioritaskan terhadap masalah pendidikan

23

terlebih dahulu. Karena permasalahan ini apabila di diamkan saja akan menjadi hal buruk dalam proses pendidikan yang sedang dijalani oleh kedua klien ini. Sehingga pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan penanganan kasus per kasus dan bukan pengeneralisasi cara penanganan masalah.

Permasalahan yang menjadi prioritas dalam hal ini adalah permasalahan membolos sekolah yang dilakukan oleh kedua klien ini. Karena permasalahan ini, yang membuat pendidikan klien menjadi jelek karena dirusak dengan hasil absensi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagi berikut:

“Kan tadi kita udah tau permasalahannya itu apa. Nah dari permasalahan yang ada, saya sama kedua klien ini sepakat menarik satu masalah yang akan kita jadikan sebagai prioritas masalah. Masalah yang kita pilih ini adalah masalah kedua klien yang sering membolos sekolah. karena kan kalo bolos sekolah pasti banyak ruginya kan, kaya misalnya materi ketinggalan, terus pas ujian ngga ngerti sama materi itu karena pas dijelasin ngga masuk, absensi juga jadi jelek. Padahal misalnya prestasinya bagus, tapi karena absensinya jelek ya tetep aja jadinya jelek kan. Ya begitu kira-kira”24

c. Masalah menjadi kebutuhan

Pekerja sosialmenjadikan masalah yang dialami oleh klien “R” dan klien “V” menjadi kebutuhan untuk segera dicarikan solusi alternatif yang baik untuk mereka. Pekerja sosial membantu mereka dalam membangun apa yang mereka butuhkan dengan melihat situasi yang dimiliki klien, sehingga lebih mudah untuk memutuskan solusi.

24

Pada tahapan ini, pekerja sosial berasumsi bahwa klien tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pemeran utama dalam perubahan klien adalah klien itu sendiri. Tugas pekerja sosial lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi klien. Klien “R” dan klien “V” diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta mereka diberi kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:

“kan tadi kita udah ketemu masalah apa yang menjadi prioritas, nah sekarang masalah tersebut itu dijadikan kebutuhan untuk dicarikan solusi alternatif yang tepat. Apa yang menjadi permasalahan klien, itu sudah menjadi kebutuhan yang harus segera diselesaikan, disini saya hanya berperan untuk membantu mereka dalam membangun apa yang mereka butuhkan dan menggali serta mengembangkan potensi yang dialami klien. apa yang dibutuhkan klien, hanya klien sendiri yang tahu.”25

Permasalahan yang menjadi kebutuhan klien “R” dan klien “V” dapat disimpulkan bahwa kedua klien ini membutuhkan pendampingan dan perhatian khusus dalam mengatasi sikap kedua klien yang sering membolos sekolah. Kemudian klien dan pekerja sosial bekerja sama merumuskan beberapa rencana intervensi nantinya yang akan mereka lakukan, untuk mendukung proses perubahan tersebut.

25

d. Mengevaluasi tingkat intervensi untuk setiap kebutuhan

Dalam proses ini, pekerja sosial mulai membantu klien menganalisis dan mengkaji pokok permasalahan yang akan ataupun sedang mereka bahas bersama. Pekerja sosial dan klien mulai mencarikan solusi alternatif yang tepat dalam memilih tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan di setiap kebutuhan mereka dalam proses penyelesaian masalah ini. Solusi alternatif dapat berfokus pada perubahan di tingkat mikro, mezzo, atau tingkat makro. Dengan demikian, solusi alternatif untuk permasalahan pada tingkat mikro, mezzo dan makro yang sudah dispekati antara pekerja sosial dan klien adalah sebagai berikut:

1) Tingkat mikro

Klien “V” berusaha untuk merubah perilakunya untuk tidak membolos sekolah dengan tidak memperdulikan ajakan teman, melaksanakan tugas sekolah, dan tetap masuk sekolah meskipun dia malas dengan pelajaran atau gurunya. Sedangkan klien “R” tidak akan membolos sekolah lagi dengan berusaha berpenampilan rapi serta tidak lagi memiliki sikap pendiam dan kurang percaya diri.

2) Tingkat mezzo

Pihak lembaga memberikan pendampingan dan perhatian yang lebih lagi agar kedua klien ini tidak membolos lagi dan lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami di sekolahnya dan pihak lembaga juga harus lebih memperhatikan kemampuan klien dalam pendidikan seperti memberikan penghargaan (reward) kepada kedua

klien ini, apabila kedua klien ini bisa menunjukkan prestasi belajar yang baik dan tidak membolos sekolah lagi. Lalu memberi hukuman (punishment) kepada klien untuk membuat efek jera apabila klien melakukan kesalahan lagi.

3) Tingkat makro,

Pelayanan yang diberikan kepada kedua klien ini menjadi proses alat pendukung agar klien bisa merubah perilakunya agar tidak membolos lagi dan agar bisa lebih terlihat aktif lagi mengikuti kegiatan yang ada di panti. Pekerja sosial memberikan pelayanan konseling, pelayanan keagamaan sebagai bimbingan mental klien, bimbingan fisik, bimbingan sosial, pelayanan kesehatan, pelayanan keterampilan, pelayanan pendidikan, dan pelayanan tabungan.

Mengevaluasi tingkat intervensi dari aspek mikro, mezzo dan makro ini penting untuk dilakukan, agar pekerja sosial mengetahui apa yang akan klien lakukan dan harapkan dari ketiga aspek tersebut. Dengan begitu harapan klien akan penyelesaian dari masalah yang dialami dapat dibantu dari berbagai aspek. Pertama dari dirinya sendiri, kedua dari perhatian yang diperhatikan lembaga, dan ketiga dari pelayanan yang diberikan lembaga untuk mendukung proses perubahan klien agar menjadi yang lebih baik.

e. Menetapkan tujuan utama

Setelah mempertimbangkan berbagai alternatif yang ada dengan seksama, pekerja sosial dan klien menentukan tujuan utama dari program

ataupun kegiatan yang akan dilakukan. Dari beberapa alternatif tersebut kemudian diputuskan alternatif mana yang paling logis dan paling mungkin akan diterapkan serta program atau kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Mana yang benar-banar bisa dicapai dalam proses pemecahan masalah klien. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:

“ nah.. dengan sudah membuat rencana intervensi tadi dengan melihat dari individunya, bahwa dia ingin merubah supaya tidak membolos sekolah lagi dan bisa berpikir dewasa dengan didukung oleh perhatian dan kasih sayang yang akan diberikan pihak lembaga berupa penghargaan atas keberhasilan disekan dan juga didukung oleh pelayanan-pelayanan yang ada disini untuk membantu proses perubahan anak. Sehingga bisa kita temua alternatif pemecahan solusi yang bisa dicapai dan dapat memenuhi kebutuhan utama klien.”26

Dalam hal ini, pekerja sosial dan klien menentukan tujuan utamanya adalah kedua klien ini tidak membolos sekolah lagi dan bisa berpikir lebih dewasa terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan menetapkan tujuan utama ini, maka pekerja sosial berharap bahwa individu kedua klien ini bisa lebih baik lagi dengan menerima masukan dan perhatian serta kasih sayang yang diberikan oleh pengasuh kepada mereka.

f. Penetapan tujuan

Tujuan merupakan hal yang relatif, dan sangat tergantung dengan sasaran dan tujuan umum dari pekerja sosial. Pada dasarnya, ada dua macam tujuan. Pertama, tujuan yang menyeluruh dan berjangka panjang, dan yang kedua adalah yang bersifat khusus dan berjangka pendek.

26

Tujuan jangka pendek terkait dengan melihat tujuan utamanya adalah agar kedua klien ini tidak lagi membolos sekolah karena hal-hal yang tidak begitu penting. Tujuan jangka panjang nya adalah agar mereka terus menjadi orang yang lebih baik dalam segala hal dan selalu berpikir dewasa dalam memtuskan mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Berikut merupakan tabel kegiatan untuk mendukung proses pemecahan masalah agar bisa tetap terpantau dan dilihat keberhasilannya.

Tabel 8 Rencana Kegiatan Siapa ? Akan melakukan apa ?

Kapan ? Bagaimana akan

mengukur kesuksesannya ? Klien “V” dan “R” Berusaha untuk tidak membolos lagi dengan alasan yang tidak jelas.

Setiap hari (berangkat sekolah )

Dalam sebulan sekali meminta laporan dari wali kelas mengenai absen kedua klien ini. Klien “V” Mengerjakan tugas sekolah tepat waktu Setiap hari sekolah

Menanyakan ke klien tugas sudah dikerjakan atau belum dan mendampingi klien dalam mengerjakan tugas sekolah setiap hari. Klien

“V”

Menghilangkan sikap malas ke sekolah dan kepada guru yang mengajar.

Seminggu 2 x

Bekerjasama dengan teman terdekatnya dalam seminggu sekali untuk ikut membantu memantau klien hadir di sekolah atau tidak. Klien “R” Menghilangkan sikap pendiamnya dan kurang percaya dirinya.

Setiap hari Menanyakan ke teman sekelasnya mengenai keadaan klien “R” di sekolah setiap sebulan sekali apakah sudah mau beradaptasi dan

berinteraksi dengan teman-temannya di kelas.

Klien “R”

Merubah dirinya untuk terlihat lebih

Setiap hari Mengingatkan mengenai menjaga penampilan setiap

rapi. di panti dan saat berangkat sekolah.

Dengan penetapan tujuan tersebut, proses perencanaan akan menjadi terarah karena disini terlihat jelas klien akan melakukan proses perubahan seperti apa, dan berapa lama di lakukan lalu dilihat juga kesuksesan dari apa yang akan dilakukan klien itu seperti apa. Sehingga dapat mendukung rencana jangka panjang dan jangka pendek yang sudah dibuat antara pekerja sosial dank lien.

g. Menyusun kontrak

Disini klien dan pekerja sosial membuat kontrak yang berkaitan dengan cara dan rentang waktu dan kebutuhan untuk fokus pada masalah yang dirumuskan. Keduanya juga membahas hasil yang diantisipasi. Namun di panti ini pekerja sosial dan klien tidak membuat kontrak rencana perbaikan antara kesepakatan pekerja sosial dan klien. Karena menurut pekerja sosial ketika membuat kontrak, klien menjadi takut karena masalah yang dihadapi klien hanya masalah ringan. Begitu adanya kontrak anak malah menjadi takut tidak ingin bercerita mengenai permasalahannya. Pada saat diajak wawancara pun mengenai permasalahan yang dialami dia takut dan sulit sekali. Jadi proses rencana perbaikan disesuaikan dengan melihat perubahan anak itu sampai sejuah mana. Hal ini seperti diungkapkan oleh Loren Siska Ginting, S.ST sebagai berikut:

“Kalau untuk kontrak sih ngga ada pembuatan kontraknya di panti ini, jadi fleksibel aja. Justru disini kalau buat kontrak

malah horror kesannya. Karena disini itu anak-anaknya ngga bisa kaya gitu. Begitu ada kontrak, anaknya jadi takut. Orang wawancara kaya gini aja dia tuh jadi takut anaknya. Seakan-akan punya masah besar, padahal permasalahannya hanya ringan-ringan saja.”27

Dokumen terkait