• Tidak ada hasil yang ditemukan

Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada tanggal 24 September 1960. Ketika itu, rancangan UUPA disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043, tentang Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 maka untuk pertama kalinya, pengaturan soal tanah meng- gunakan produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat. Bersamaan dengan itu Agrarisch Wet dinyatakan tidak berlaku lagi dan sekaligus menandai berakhirnya dualisme hukum Agraria di Indonesia.

Pada tahun 1964, melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1964, ditetapkan tugas, susunan dan pimpinan Departemen Agraria. Tugasnya adalah : (a) Menyelenggarakan landreform dalam arti luas; (b) Menyelenggarakan likuidasi hak-hak dan sisa-sisa feodal atas tanah; (c) Menyelenggarakan penyelesaian pembangunan Hukum Agraria Nasional; (d) Menyelenggarakan administrasi dalam arti luas.

Pada tahun 1964, Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1964 disempurnakan kembali dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1965 (Tentang Tugas Departemen Agraria serta Penambahan Direktorat Transmigrasi dan Kehutanan ke dalam Organisasi di Tingkat Pusat). Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa Urusan Agraria dipegang oleh Departemen Agraria dengan ruang lingkup tugas mengadakan Landreform dalam arti luas, yang meliputi : (a) Penjebolan dan pembangunan kembali sistem pemilikan dan penguasaan tanah (landreform dalam arti sempit); (b) Penjebolan serta penetapan kembali cara-cara penggunaan tanah (land use); (c)

Penjebolan Hukum Agraria Kolonial serta pembangunan kembali Hukum Agraria yang progresif revolusioner.

Pada kurun waktu ini pemerintah terlihat secara intensif melaksanakan kebijakan landreform. Implementasi ini ditandai dengan keluarnya berbagai kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan dan Surat Keputusan. Pada masa ini terbentuk Panitia Pertimbangan Landreform, Yayasan Landreform, dan Pengadilan Landreform.

Panitia Pertimbangan Landreform

Penyelenggaraan landreform dianggap bukan hanya tugas Departemen Agraria saja, melainkan menyangkut pula bidang berbagai instansi lain. Pelaksanaannya pun memerlukan ikut sertanya masyarakat, khususnya dari kalangan Tani. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi yang diwujudkan dalam bentuk Panitia-Panitia Landreform mulai dari tingkat Pusat sampai Desa.

Untuk pertama kalinya organisasi penyelenggaraan landreform diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 1961 tentang Organisasi Penyelenggaraan Landreform yang membentuk panitia- panitia landeform Pusat, Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, Kecamatan, dan Desa, yang bertugas menyelenggarakan pimpinan, pelaksanaan, pengawasan, bimbingan serta koordinasi. Panitia Pusat mempunyai Badan Pekerja dan diperlengkapi dengan Panitia Pertimbangan dan Pengawasan Pelaksanaan Landreform

Keppres Nomor 131 Tahun 1961 kemudian diperbaharui dengan Kepres Nomor 131 Tahun1961 tentang Perobahan Keputusan RI tahun Nomor 131 Tahun 1961 yang mendudukan Bank Indonesia dan Koperasi Tani dan Nelayan dalam Panitya Landreform Pusat dan Badan Pekerja Landreform Pusat.

Kepres ini selanjutnya disempurnakan oleh Kepres Nomor 263 Tahun 1964 tentang Penyempurnaan Panitya Landreform Sebagaimana Termaksud Dalam Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 1961.

Dengan Kepres ini dibentuk Panitya Negara dengan susunan sebagai berikut :

·Di tingkat Pusat disebut Panitya Landreform Pusat;

·Di tingkat Daerah Tingkat I disebut Panitya Landreform Daerah Tingkat I;

·Di tingkat Daerah Tingkat II disebut Panitya Landreform Daerah Tingkat II;

·Di tingkat Kecamatan disebut Panitya Landreform Kecamatan;

·Di tingkat Desa disebut Panitya Landreform Desa.

Tiap-tiap Panitya Landreform dari Pusat sampai dengan Daerah Tingkat II terdiri dari Panitya Paripurna dan Badan Pekerja serta diperlengkapi dengan Badan Pertimbangan dan Pengawasan Pelaksanaan Landreform. Tiap-tiap Panitya Landreform mempunyai suatu Sekretariat

Dengan pertimbangan untuk lebih mengintensifkan kelancaran penyelesaian pelaksanaan Landreform dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang aparat Landreform yang telah ada, Menteri Agraria saat itu (R. Hermanses, SH), pada tanggal 29 Oktober 1964 mengeluarkan Keputusan Menteri Agraria Nomor SK. 45/Depag/64 tentang Pembentukan Komando Penyelesaian Landreform yang disingkat KOMANDO dalam lingkungan Departemen Agraria, dengan tujuan agar semua masalah yang sampai pada Departemen diselesaikan oleh satu Komando

Berbagai peraturan di atas menunjukkan keseriusan Pemerintah saat itu untuk menjalankan secara intensif kebijakan Landreform. Setelah terjadinya 'Gerakan 30 September' yang menyebabkan menurunnya aktivitas dan keragu-raguan Panitia Landreform, Menteri Agraria selaku Ketua Panitya Landreform Pusat dan Ketua Badan Pekerja mengeluarkan Instruksi Panitya Landreform Pusat Nomor 42/P.L.P/1965 tentang Meningkatkan dan Mengamankan Pelaksanaan Landreform.

Panitia-panitia Pusat, Tingkat I dan TIngkat II terdiri atas Panitia Paripurna dan Badan Pekerja, yang diperlengkapi dengan suatu Badan Perimbangan dan Pengawasan Pelaksanaan Landreform. Menurut tingkatannya, Panitia Paripurna diketuai oleh Presiden, Gubernur, Bupati, Camat dan Kepala Desa. Badan Pekerja diketuai oleh Menteri Agraria, Kepala Inspeksi Agraria dan Kepala Agraria Daerah. Badan Pertimbangan (BP 3L) diketuai oleh pejabat-pejabat dari Agkatan Kepolisian. Panitia Pusat bertugas memegang pimpinan tertinggi menetapkan kebijaksanaan umum serta menyelenggarakan penga- wasan umum dalam melaksanakan landreform. Panitia Tingkat I bertugas dalam bidang perencanaan pelaksanaan, koordinasi, pengawasan dan bimbingan. Yang bertugas dalam bidang pelaksanaan landreform adalah Panitia Tingkat II, dibantu oleh Panitia Kecamatan dan Desa.

Dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Panitia- panitia Landreform dibubarkan. Tugas dan wewenangnya beralih kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikotamadya, Camat dan Kepala Desa, selaku wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotamadya dibentuk Panitia- panitia Pertimbagnan Landreform, yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur dan Bupati/Walikotamadya.

Penunjukkan Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten Garut tercantum dalam SK Bupati Kepala Daerah Garut Nomor 592/SK.288-Huk/87 tentang penunjukkan Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten Daerah Tingkat II Garut, yang sekaligus mencabut SK Bupati sebelumnya tahun 1981 tentang Susunan Panitia Pertimbangan Landreform. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1988, susunan personalia Panitia adalah sebagai berikut :

1. Ketua merangkap anggota: Bupati Kepala Daerah; 2. Wakil ketua merangkap anggota: Kepala Kantor Agraria 3. Sekretaris: Kepala Seksi Landreform pada Kantor Agraria

4. Anggota :

1) Kabag Pemerintahan Setwilda 2) Kabag Operasi POLRES 3) Kadin Pertanian

4) Kadin PU Prov Jabar wil Priangan Seksi Garut 5) Kakan Pembangunan Desa

6) Kakan Koperasi 7) Kakan Sospol 8) HKTI Cabang Garut

9) Staf Sie Landreform pada Kantor Agraria sebagai pembantu Sekretaris

Tugas dan kewajiban Panitia menurut SK. Bupati adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati mengenai segala hal yang bersangkutan dengan penyelenggaraan landreform. SK Panitia kemudian diganti pada tahun 2005

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Panitia Pertimbangan Landreform di Kabupaten, baik di Subang maupun Garut, dapat dikatakan vacum. Di Kabupaten Garut Panitia bersidang sekali setahun. Itu pun jika ada muncul masalah sengketa ke permukaan atau jika ada pengaduan dari masyarakat. Penanganan masalah landreform diperiksa dan diputus oleh Kantor Pertanahan setempat saja.

Yayasan Landreform

Untuk memperlancar pembiayaan landreform dan memper- mudah pemberian fasialitas-fasilitas kredit kepada para petani, Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 (pasal 16) mewajibkan dibentuknya suatu Yayasan yang berkedudukan sebagai badan hukum yang otonom, dengan nama Yayasan Dana Landreform. Yayasan Dana Landreform wajib menaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Panitia Landreform dan Menteri.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut pada tanggal 25 Agustus 1961 dibentuklah oleh Menteri Agraria Yayasan Dana Landreform (YDL). Yayasan Dana Landreform diurus oleh suatu Dewan Pengurus dan diawasi oleh susatu Dewan Pengawas. Sedang- kan pekerjaan sehari-hari ditangani oleh seorang Administratur.

Kegiatan Yayasan Dana Landreform telah dibekukan. Untuk selanjutnya pelaksanaan landreform dibiayai dari Anggaran Penda- patan dan Belanja Negara (APBN). Dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1/1992 pembayaran uang pemasukan untuk tanah yang diredistribusikan, yang semula merupakan uang Yayasan Dana Landreform, dilakukan kepada Bank Rakyat Indonesia Unit Desa atau Cabang BRI di Kabupaten/Kotamadya setempat.

Pengadilan Landreform

Perkara-perkara yang timbul dalam melaksanakan peraturan- peraturan landreform perlu mendapat penyelesaian yang cepat, agar pelaksanaan landreform tidak menjadi terhambat oleh karenanya. Perkara-perkara landreform mempunyai sifat-sifat khusus. Karenanya dianggap perlu adanya badan pengadilan tersendiri, dengan susunan, kekuasaan dan acara yang khusus pula, yaitu pengadilan yang disebut Pengadilan Landreform.

Pejabat Presiden Dr. Subandrio pada tanggal 31 Oktober 1964 mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1964 tentang Pengadilan Landreform yang dicatat dalam Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1964; Pendj. T.L.N. No 2701) yang berisi tentang pembentukan Pengadilan tersendiri untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara yang berkaitan dengan Landreform di tingkat Pusat, Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang disebut dengan Pengadilan Landreform.

Pengadilan Landreform berwenang mengadili “perkara-perkara landreform” yaitu perkara-perkara perdata, pidana maupun administratif yang timbul dalam melaksanakan peraturan-peraturan

landreform (pasal 2 ayat 1). Dalam pasal 2 ayat 2 disebutkan secara rinci peraturan-peraturan mana yang dimaksudkan dengan “peraturan landreform”. Peraturan landreform tidak terbatas pada Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 serta peraturan-peraturan pelaksanaannnya. Turut disebut juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 38 Prp Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964.

Untuk menegaskan wewenang Pengadilan Landreform dalam hubungannya dengan wewenang Panitia Landreform dan Pengadilan negeri berturut-turut telah dikeluarkan Keputusan Bersama Presidium Kabinet, Menko Hukum dan Dalam Negeri/Ketua Mahkamah Agung, Menteri Agraria dan Menteri Pertanian Tanggal 23 Agustus 1965 Nomor Aa/E 106/1965 serta Ketetapan Mahkamah Agung tanggal 12 Juni 1967 Nomor 6/KM/845/MA. III/67 .

Pengadilan landreform terdiri atas pengadilan Landreform Pusat dan Pengadilan-pengadilan Landreform Daerah, yang tempat kedudukan dan daerah hukumnya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul Menteri Agraria. Dengan Susart Keputusan Menteri Kehakiman tertanggal 16 Nopember 1964 Nomor YB 1/2/9 telah dibentuk 18 Pengadilan Landreform Daerah yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia (kecuali Irian Jaya). Pengadilan Landreform Daerah merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan Landreform Pusat merupakan pengadilan banding dari Pengadilan Landreform Daerah. Terhadap putusan Pengadilan Landreform Pusat tidak dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali kasasi untuk kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung.

Yang berwenang mengadili suatu perkara landreform adalah Pengadilan Landreform Daerah dari daerah tempat letak tanah yang tersangkut dalam perkara itu. Pengadilan itu pada asasnya bersidang di tempat kedudukannya. Tetapi jika dipandang perlu dapat pula

memeriksa dan memutus perkara di tempat terjadinya perkara yang bersangkutan.

Susunan Pengadilan Landreform menyertakan wakil-wakil organisasi tani sebagai hakim anggota. Tiap Pengadilan Landreform (Pusat dan Daerah) terdiri dari satu kesatuan majelis atau lebih. Ttiap- tiap kesatuan majelis itu terdiri atas : seorang hakim dari Pengadilan Umum sebagai ketua, seorang pejabat dari Departemen Agraria sebagai anggota dan 3 orang wakil organisasi-organisasi massa tani sebagai anggota, namun ketiga organisasi massa tani itu harus mencerminkan poros Nasakom.

Dalam prakteknya peradilan landreform belum berjalan lancar, antara lain disebabkan karena wilayah hukum tiap Pengadilan Landreform Daerah terlalu luas. Berhubung dengan itu diusahakan untuk memperbanyak jumlah pengadilan menjadi kurang lebih 150 sesuai dengan banyaknya Pengadilan negeri (Keputusan Presidium Kabinet tanggal 15 Maret 1967 Nomor 58/U/REP/3/1967).

Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan peradilan perkara-perkara Landreform oleh Pengadilan Landreform mengalami kesulitan dan kemacetan, Pemerintahan Soeharto mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan Landreform. Sejak 31 Juli 1970 Pengadilan Landreform dihapuskan dan perkara-perkara yang termasuk wewenang Pengadilan Landreform dialihkan wewenangnya kepada pengadilan- pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Dokumen terkait