• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan Fiskal Regional dalam Mendorong Potensi Ekonomi Daerah

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 117-122)

BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA

6.3. Tantangan Fiskal Regional dalam Mendorong Potensi Ekonomi Daerah

Prospek dan tantangan perekonomian Provinsi Babel sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia dan kondisi perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Babel relatif resisten terhadap gejolak ekonomi. Perekonomian Babel tahun 2019 mengalami pertumbuhan PDRB sebesar 3,32 persen, lebih lambat dari tahun sebelumnya yaitu 4,46 persen.

Sementara itu 2019 pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera mencapai 4,57 persen, meningkat dibanding tahun 2018, yaitu sebesar 4,55 persen. Total PDRB ADHB Pulau Sumatera pada tahun 2019 mencapai Rp3.427,23 triliun atau sekitar 21,31 persen dari total PDRB 34 provinsi di Indonesia. Sementara PDRB Provinsi Babel hanya memberikan sumbangan sebesar 2,21 persen terhadap PDRB Pulau Sumatera dan 0,47 persen terhadap total PDRB 34 provinsi di Indonesia.

Melambatnya perekonomian Babel tercermin dari kontraksi pada salah satu sektor unggulan Provinsi yaitu sektor Pertambangan dan Penggalian yang mempunyai porsi 9,49 persen PDRB (ADHB). Sedangkan sektor tersebut didominasi oleh subsektor Pertambangan Bijih Logam yang mencatat pertumbuhan minus pada tahun 2019 sebesar minus 0,29 persen dan menyumbang 5,57 persen terhadap perekonomian Babel. Dengan menurunnya subsektor Pertambangan Bijih Logam hal ini menyebabkan sektor Industri Pengolahan yang sebagian besar ditopang oleh subsektor Industri Logam Dasar dengan kontribusi sekitar lima puluh persen tiap tahunnya.

Sektor penopang perekonomian daerah dapat dikembangkan di sektor pertanian khususnya perkebunan, perikanan serta sektor pariwisata. Sektor perkebunan dapat dikembangkan dengan membangun industri hilir supaya memiliki nilai tambah terhadap produknya.

Tantangan berikutnya yang dihadapi pemerintah Provinsi Babel adalah ketersediaan infrastruktur pendukung industri hilir yang masih lemah dan tingkat fluktuasi harga komoditi utama seperti bahan pangan yang masih bergantung pada provinsi lain. Dengan pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi sektor unggulan dan potensial di Babel sebagaimana telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, antara lain pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata diharapkan mampu memberikan

kontribusi besar terhadap perekonomian Babel secara berkelanjutan sehingga nantinya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masayarakat Babel. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya perlu dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangan sektor tersebut antara lain dalam hal regulasi/kebijakan serta dalam hal fiskal dalam bentuk alokasi anggaran. Selanjutnya, untuk melihat komitmen pemerintah pusat dalam mengembangkan potensi ekonomi unggulan tersebut, dapat dibuat rasio belanja sektoral terhadap kontribusi sektor kepada PDRB.

6.3.1. Tantangan Fiskal Pemerintah Pusat

APBN 2019 merupakan instrumen fiskal tahunan yang terakhir dari dalam mendukung pencapaian sasaran-sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019). Melalui APBN 2019, pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang optimal dan berkelanjutan, perluasan kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan serta menjaga stabilitas fundamental perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut maka tema kebijakan fiskal yang diangkat dalam APBN 2019 adalah “APBN untuk Mendorong Investasi dan Daya Saing”.

Upaya menjaga kesehatan fiskal akan dilakukan antara lain dengan mendorong APBN menjadi lebih produktif, efisien, berdaya tahan, serta mampu mengendalikan risiko. Sementara upaya mendorong iklim investasi dan ekspor antara lain akan dilakukan melalui simplifikasi dan kemudahan investasi dan ekspor, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta pemberian insentif fiskal untuk peningkatan daya saing investasi dan ekspor.

Pada sektor pertambangan, pemerintah tidak melakukan intervensi dalam hal alokasi anggaran, melainkan lebih banyak dalam hal regulasi/kebijakan terkait sektor tersebut. Kebijakan tersebut antara lain mengenai ketentuan ekspor timah yang tidak boleh diekspor dalam bentuk mentah, ketentuan perpajakan pada pertambangan timah, dst. Ekspor timah oleh perusahaan swasta terhenti dikarenakan persyaratan Competent Person Indonesia (CPI), peraturan tersebut berdasarkan keputusan Menteri ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan menteri tersebut, disebutkan bahwa perusahaan harus memiliki Competent Person Indonesia (CPI) dan yang hanya memiliki CPI di Babel ini PT Timah. Jadi perusahaan yang belum memiliki CPI terpaksa berhenti.

Sebelum berlakunya peraturan tersebut, ICDX mengeluarkan SEB pada 16 Oktober 2018. SEB bernomor 134/SEB/ICDX-ICH/X/2018 ini, berdasarkan pada laporan Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin lainnya. Langkah ICDX ini bertujuan untuk menghindari upaya pengusaha ''nakal'' yang mencoba memanfaatkan lembaga surveyor, dan menciptakan penambangan yang bersih serta sesuai aturan. Namun, samapai sekarang sudah ada beberapa perusahaan swasta yang sudah memenuhi persyaratan sehingga bisa melakukan ekspor kembali.

Grafik 6.11. Alokasi Belanja APBN dan DAK Fisik untuk Ekonomi Unggulan (miliar)

Sumber: Monev PA, OMSPAN (diolah)

Pada tahun 2019 sektor perkebunan, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp34,54 miliar, meningkat 4,18% dari tahun 2018 dengan realisasi sebesar Rp34,07 miliar. Selain itu, dukungan pemerintah pusat lainnya untuk perkebunan atau lebih luasnya untuk sektor pertanian, diberikan dalam bentuk alokasi DAK Fisik Reguler Bidang Pertanian. Pada tahun 2019, alokasi DAK Fisik tersebut naik 32,47 persen dibandingkan tahun 2018 yaitu sebesar Rp13,68 miliar. Dari sisi penyaluran, DAK Fisik tersebut telah terealiasi sebesar Rp13,26 miliar atau 96,97% dari pagu. DAK Fisik tersebut diantaranya digunakan untuk: perbaikan/pembangunan Balai Pelatihan Pertanian, pembangunan dam parit/embung/ longstorage, pembangunan jalan produksi dan jalan usaha tani, dan alat bantu pertanian.

Pembangunan sarana pendukung pertanian/perkebunan tersebut diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap perkebunan, misalnya pembangunan jalan produksi dan jalan usaha tani akan memperlancar jalur distribusi komoditas perkebunan sehingga dapat menekan biaya distribusi. Dengan begitu biaya yang dibayarkan oleh petani menurun sehingga NTP akan naik dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan petani perkebunan akan membaik.

33,15 30,05 2,53 34,54 25,14 1,75 10,00 20,00 30,00 40,00

Perkebunan Perikanan Pariwisata 2018 Pagu 2019 Pagu 10,33 14,67 5,93 13,68 13,73 15,57 5,00 10,00 15,00 20,00

Perkebunan Perikanan Pariwisata DAK 2018 Pagu DAK 2019 Pagu

Secara umum permasalahan yang mempegaruhi agribisnis lada Babel adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan hulu: petani umumnya masih menggunakan bibit dari kebun sendiri atau pekebun lainnya yang berkualitas rendah, petani juga mengalami hambatan dalam memperoleh sarana produksi, termasuk pupuk dan lainnya, banyaknya alih fungsi lahan menjadi tambang timah dan kelapa sawit serta ketidakpastian harga di tingkat petani.

b. Permasalahan di lokasi perkebunan: dalam budidaya lada sebagian besar petani masih menggunakan tajar mati, dan produktivitas lada rendah karena adanya serangan hama dan penyakit lada yaitu hama penggerek batang, penghisap buah dan bunga.

c. Permasalahan hilir: pengolahan lada masih tradisional (merendam, merontok, mengupas, menjemur), belum ada standarisasi dan sistem manajemen mutu di tingkat petani dan belum ada diferensiasi produk, serta pemasaran lada dengan bargaining power petani masih lemah.

d. Permasalahan faktor penunjang: peran penyuluh masih belum maksimal dalam membina petani, peran lembaga keuangan dalam pembiayaan petani belum berfungsi dengan baik, lembaga penelitian juga belum berperan dengan baik, sehingga belum optimal menghasilkan bibit berkualitas.

Selain permasalahan tersebut, kualitas Muntok White Pepper juga mulai diragukan oleh konsumen karena adanya praktik pencampuran/pengoplosan lada putih Babel dengan lada dari daerah lain.

Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui program pembagian bibit lada dan pembentukan Sistem Resi Gudang (SRG). Saat ini Babel memiliki dua gudang yaitu gudang di Desa Puding dan gudang di Sungai Selan. Pembagian bibit lada diharapkan akan bisa meremajakan tanaman lada yang sudah tidak produktif lagi. Sedangkan pembuatan resi gudang diharapkan akan melindungi harga lada dari fluktuasi yang dipermainkan oleh tengkulak. Pemanfaatan resi gudang tersebut harus dioptimalkan dengan menambah gudang serta publikasi yang lebih intensif kepada petani lada sehingga produktivitas lada lebih baik.

Dukungan pemerintah pusat untuk subsektor perikanan justru mengalami penurunan hingga 16,35 persen, dari Rp30,05 miliar menjadi Rp25,14 miliar pada tahun 2019. Tidak hanya itu, pemerintah pusat juga mengalokasikan dana APBN dalam bentuk transfer yaitu DAK Fisik Reguler Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp13,73 miliar, turun 6,40 persen dari tahun 2018 yang sebesar Rp14,67 miliar. Dana tersebut telah

tersalur Rp11,16 miliar atau 81,27 persen dari pagu. Dana tersebut diantaranya digunakan untuk: penyediaan alat bantu penangkapan ikan dan Pembangunan/Rehab Kolam Ikan. Dengan adanya bantuan tersebut, diharapkan produktivitas nelayan semakin meningkat.

Sektor pariwisata yang digadang menjadi salah satu sektor unggulan Babel, faktanya dukungan secara finansial masih sangat kecil. Pada tahun 2019, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran untuk fungsi pariwisata sebesar Rp1,75 miliar, menurun 30,81 persen dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp2,53 miliar. Alokasi dana tersebut sangat kecil, bahkan kurang dari 0,1 persen jika dibandingkan total pagu APBN di Babel.

Bentuk dukungan Pemerintah Pusat lainnya berupa pemberian dana transfer ke daerah melalui DAK Fisik Bidang Pariwisata. Dana ini diberikan berdasarkan usulan dari daerah. Tahun ini, Babel menerima alokasi DAK Fisik bidang pariwisata sebesar Rp15,57 miliar, meningkat 162,57 persen dibandingkan 2018 yang sebesar Rp5,93 miliar dan telah tersalurkan sebesar Rp13,14 miliar. Dana ini digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang tempat wisata dengan output antara lain: Pengembangan Daya Tarik Wisata, Pembangunan Kios Cinderamata dan Pembuatan Tempat Parkir.

Pembangunan berbagai sarana dan prasarana penunjang tersebut diharapkan mampu menambah kenyaman pengunjung dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Subsektor perikanan tangkap masih terkendala dengan belum selesainya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Zonasi tersebut salah satunya akan mengatur penambangan timah di kawasan laut. Apabila penambangan disekitar pulau dilakukan maka dengan sendirinya potensi perikanan budidaya dan perikanan tangkap akan hilang. Nelayan juga semakin jauh melaut untuk bisa menangkap ikan sehingga biaya yang diperlukan lebih besar dan tidak efektif serta untuk ukuran nelayan tradisional.

RZWP3K juga berdampak ke pariwisata di Babel. Pemanfaatan Kawasan laut untuk pariwisata juga berbenturan dengan Kawasan penambangan timah. Tiga KEK Pariwisata yang telah ditetapkan terhambat pemabngunannya karena takut akan menyalahi zonasi wilayah tersebut. Selain itu denan adanya penambangan juaga akan merusak ekosistem laut yang menjadi daya tarik pariwisata.

6.3.2 Tantangan Fiskal Pemerintah Daerah

Permasalahan yang dihadapi dengan menjadikan sektor pertambangan timah sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Babel di antaranya adalah Pengelolaan SDA seperti sumberdaya tambang, yang masih mengabaikan kelestarian lingkungan sehingga akan mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan dan penurunan kualitas-kuantitas SDA. Masih kurang berfungsinya aparatur penegak hukum dalam menindak para penjahat lingkungan dapat mengakibatkan makin maraknya kegiatan perusakan lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat mengancam keberadaan SDA di Provinsi Babel. Masih rendahnya tingkat kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Selain itu juga dikarenakan belum optimalnya hilirisasi sumber daya mineral logam yang bisa menambah nilai dari hasil tambang.

Belum adanya penetapan zonasi laut yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan antar sektor terutama sektor kelautan dan perikanan, sektor pertambangan dan sektor pariwisata. Belum optimalnya nilai tambah industri produk olahan dan pemasaran hasil perikanan yang berdaya saing serta rendahnya produktifitas dalam peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Selain itu juga masih kurangnya akses permodalan dalam pengembangan usaha kelautan dan perikanan

Dalam sektor pariwisata terbatasnya kualitas serta kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan yang bergerak di dalamnya dan ekonomi kreatif untuk menopang pariwisata. Peran serta dan kerjasama antar pemangku kepentingan (masyarakat, pemerintah, swasta dan lainnya) dalam pengembangan pariwisata daerah. Belum optimalnya penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana serta pengelolaan kawasan dan daya tarik wisata. Pemasaran destinasi pariwisata harus terus digencarkan baik dengan target wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 117-122)

Dokumen terkait