• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENGHAYATAN IMAN KAUM MUDA DAN KATEKESE

B. Kaum Muda

1. Tantangan Penghayatan Iman Kristiani Kaum Muda

Pembinaan iman kaum muda merupakan suatu kegiatan yang mutlak perlu dilaksanakan untuk menghindarkan pengaruh negatif dari perkembangan zaman yang kuat mempengaruhi perkembangan hidup manusia dalam berpikir, menentukan pilihan dan bertindak. Bagi kaum muda pandangan kritis terhadap dunia tempat mereka hidup

menghantarkan mereka kepada pertanyaan-pertanyaan rumit bidang keagamaan. Mereka bertanya apakah agama dapat memberikan jawaban atas masalah- masalah mendesak yang menyangkut kemanusiaan. Kaum muda secara menggebu-gebu mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan akan kehidupan keagamaan dan menemukan nilai-nilai personal dalam kehidupan beragama. Kaum muda selalu mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan, antara mereka dengan Gereja yang institusional. Pada umumnya kaum muda lebih menekankan nilai- nilai personal, persahabatan dan menekankan norma-norma moral individual sementara kaum tua lebih menekankan agama yang dilembagakan, yang dalam hal ini adalah Hierarki.

Pesatnya perkembangan dan kemajuan zaman serta peningkatan taraf hidup seseorang membawa dampak yang tidak sedikit. Kaum muda sekarang mudah terserang penyakit seperti materialisme di mana mereka dengan senang hati mengikuti trend-trend yang membuat mereka diakui oleh lingkungannya. Maka tidak mengherankan kalau mereka selalu berusaha untuk menjadi lebih. Penyakit yang lain yaitu hedonisme dan konsumerisme. Kaum muda yang memiliki paham atau sikap hedonisme dan konsumerisme biasanya mempunyai kebiasaan hidup susah diatur dan hidup menurut kemauannya sendiri saja sehingga mereka kurang mau berusaha untuk memperjuangkan hidupnya di masa mendatang. Melalui tingkah lakunya, sebenarnya mereka memprotes sikap para orang tua.

Melihat begitu banyaknya tantangan yang dihadapi oleh kaum muda, maka Gereja perlu menyadari betapa pentingnya peran kaum muda bagi tumbuh dan berkembangnya Gereja itu sendiri. Oleh karena itu Gereja perlu memberikan suatu pembinaan sejak dini bagi kaum muda. Dalam hal ini Gereja dapat berarti Gereja pada umumnya dan Gereja kecil yang tidak lain adalah keluarga. Gereja pada umumnya maupun Gereja kecil

mempunyai peranan yang besar dalam perkembangan dan penghayatan iman kaum muda. Ada pun peranan itu adalah:

a. Peranan Gereja pada umumnya terhadap Penghayatan Iman Kaum Muda

Kaum muda merupakan generasi dan penerus perkembangan serta keberadaan Gereja, maka kaum muda bukanlah tanpa arti bagi Gereja. Keberadaan mereka di dalam Gereja, baik secara individual maupun kolektif disadari sebagai sumbangan yang berharga bagi Gereja. Makna eksistensial tersebut telah mendapat perhatian yang amat besar dari Konsili Vatikan II dalam dekritnya tentang pendidikan Kristen di mana kaum muda menjadi prioritasnya. Tentang kaum muda Konsili Vatikan II menegaskan bahwa mereka harus dibina untuk berperan serta dalam kehidupan kemasyarakatan sedemikian rupa sehingga dilengkapi dengan sarana yang dibutuhkan dan serasi, mereka dapat mengintegrasikan diri secara aktif dalam kelompok masyarakat, dapat berdialog dengan orang lain dan mengusahakan kepentingan bersama secara suka rela. Hanya dalam dan melalui partisipasi yang aktif kaum muda dapat menyatakan diri serta menyatukan semua potensinya ke dalam masyarakat dan dengan itu turut membangun dunia sekaligus mempersiapkan diri untuk menata hari esok. Maka tugas Gereja dalam hal ini adalah melibatkan mereka dalam kehidupan masyarakat. Untuk merealisasikan himbauan konsili tersebut Gereja telah mengusahakan sarana-sarana yang tepat dan khas baginya. Perhatian Gereja yang terungkap dalam berbagai kemungkinan bertujuan untuk mengikutsertakan kaum muda dalam pembangunan dewasa ini, sebagai sarana untuk belajar sekaligus sebagai sumbangan yang berharga untuk masyarakat.

Philips Tangdilintin (1981: 61-63) mengungkapkan arah pembinaan bersifat pendampingan yang hendaknya dilakukan oleh Gereja bagi kaum muda adalah seperti berikut:

1. Kepribadian

B Memampukan kaum muda untuk mengerti harga diri, arti dan makna dirinya sebagai pribadi.

B Membimbing mereka mencari dan menemukan sendiri identitasnya, untuk menjadi “ Diri sendiri”, mempribadi.

B Mendampingi mereka meraih cita-cita hidupnya dengan menyadari sikap, kecenderungan dan sifat-sifatnya.

2. Spiritual / Iman Kristiani

B Mengantar kaum muda dengan cara yang menyenangkan, semakin dekat pada Kristus yang mereka imani.

B Membantu mereka menjadi manusia Kristia ni sejati dalam hubungan pribadi dengan Kristus.

B Menciptakan kemungkinan dan kesempatan bagi mereka untuk dikembangkan oleh Kristus sendiri: dijiwai, disemangati dan dihidupkan oleh Kristus sendiri. B Memampukan mereka melayani, baik satu sama lain dalam kelompok bina,

maupun dalam masyarakatnya.

B Menyuburkan hidup rohani yang mampu menggerakkan mereka masing-masing ke arah ungkapan dan perwujudan iman dalam tindakan nyata sehari-hari.

3. Ke-Gereja-an ( sebagai Institusi)

B Menolong kaum muda menyadari diri sebagai anggota Gereja yang penuh, dengan peranan dan tanggung jawab yang khas dalam ke- muda-annya.

B Mengantar kaum muda semakin menggereja, menstimulir partisipasi sebanyak mungkin kaum muda dalam Gereja.

B Memampukan mereka sebagai penjamin kontinuitas iman Gereja dengan bekal pengetahuan dan penghayatan iman yang seimbang.

B Memahami arti dan arah perkembangan Gereja, khususnya Gereja setempat dan tempat kaum awam didalamnya.

B Memahami dan menghayati Gereja sebagai komunitas iman dan

memampukan mereka membentuk serta menghidupkan komunitas iman itu dalam lingkungan / kelompok setempat.

B Menyadari pelayanan-pelayanan baru dari kebutuhan baru.

4. Masyarakat-Dunia

B Memampukan mereka semakin memasyarakat dengan keterlibatan, peranan dan tanggung jawab yang khas dalam ke-muda-annya.

B Memupuk kesadaran bahwa hidup sehari- hari dengan segala situasinya adalah wujud dari iman Kristiani mereka.

B Menolong mereka untuk memahami hambatan-hambatan struktural yang melestarikan keadaan-keadaan tak manusiawi seperti ketidakadilan, penindasan dan kemiskinan.

B Membuat mereka semakin mampu “Membiaskan” hidup, semangat dan nilai-nilai Kristiani melalui kehadiran dan karya di tengah masyarakat.

Keempat unsur di atas merupakan kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain karena mencakup totalitas pribadi manusia ya ng utuh.

b. Peranan Gereja Kecil atau Keluarga terhadap Penghayatan Iman Kaum Muda

Selain Gereja pada umumnya, keluarga yang merupakan Gereja kecil juga mempunyai peranan yang besar dalam terwujudnya perkembangan dan penghayatan iman kaum muda. Keluarga merupakan sekolah pertama dan utama dalam pertumbuhan iman sejak dini, maka orang tua dalam hal ini sungguh mempunyai peranan yang penting. Orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab pertama dan utama dalam hal: mendidik anak, bidang keagamaan, kesusilaan, seksualitas, kemurnian, budaya dan kemasyarakatan. Maka Tim Pusat Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo (2007: 23-25) memberi masukan tentang hal- hal yang perlu dip erhatikan oleh keluarga Katolik dalam mendidik putera-puterinya, seperti:

• Dalam rangka memenuhi tugas mendidik anak dalam bidang hidup keimanan, orang tua pertama-tama dituntut memiliki pengalaman iman yang baik, menampilkan peri laku hidup yang baik; sebab anak akan lebih mudah mencontoh apa yang diperbuat orang tua. Alangkah baiknya, setiap keluarga Katolik membiasakan diri untuk mengadakan doa bersama, membaca dan merenungkan Sabda Tuhan bersama. Dalam keluarga seorang anak sungguh dapat mengenal dan memahami Allah.

• Dalam keluarga, seorang anak seharusnya juga mendapat pend idikan mengenai nilai- nilai moral. Untuk itu dalam keluarga, anak-anak dibiasakan belajar membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Berkaitan dengan pendidikan moral dan kesusilaan, orang tua harus menanamkan nilai- nilai luhur, penghormatan terhadap nilai-nilai kehidupan, penghargaan terhadap sesama manusia yang dimulai dalam lingkup keluarga.

• Keluarga juga menjadi tempat pertama dan utama dalam pendidikan kesetiakawanan dan semangat sosial anak. Bagaimana orang tua menciptakan iklim yang kondusif yang memungkinkan anak dapat saling berbagi dengan sesamanya, mau memperhatikan kebutuhan orang lain, menumbuhkan semangat mau saling membantu dan melayani, semangat rela berkorban dan mau saling menghargai.

• Orang tua juga memiliki tugas dan tanggung jawab utama dan pertama dalam menyelenggarakan pendidikan seksualitas, cinta dan kemurnian. Pendidikan seksualitas tentunya harus diberikan sedikit demi sedikit dan proporsional. Pendidikan seksualitas ini sangat penting untuk membantu pertumbuhan anak, bagaimana orang tua memberi penjelasan tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang dialami oleh putera-puterinya.

• Keluarga Katolik juga mempunyai tugas untuk berpartisipasi dalam misi pewartaan Gereja yang diterima dari Yesus Kristus, yaitu misi kenabian, keimaman dan rajawi. Melalui penghayatan cinta kasih dalam seluruh perjalanan hidup, mereka membangun keluarga yang dijiwai oleh semangat pelayanan, pengorbanan, kesetiaan, pengabdian, membagikan kekayaan rohani yang telah mereka terima dalam Sakramen perkawinan sebagai cerminan dari cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya.

• Dalam bidang kemasyarakatan, orang tua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anak dimensi sosial manusia. Anak dididik untuk memiliki jiwa dan semangat solider, setia kawan, semangat berkorban dan sehati sejiwa dengan mereka yang berkekurangan. Pendidikan dimulai dalam keluarga. Anak dilatih dan dididik untuk mau membagi apa yang dimiliki. Keluarga Katolik dipanggil untuk terlibat aktif dalam membangun persaudaraan sejati yang didasari cinta, keadilan dan kebenaran.

Ungkapan yang sama juga diungkapkan oleh Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang (2003: 34-35) yang terdapat dalam Nota Pastoral dengan tema “Menghayati Iman dalam Arus-arus Besar Zaman ini”. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, terutama dalam penanaman nilai-nilai iman. Tugas itu semakin relevan dalam era informasi ini. Tugas tersebut dapat terlaksana bila ada kasih yang tulus dalam kehidupan berkeluarga, sebagai sakramen kasih Allah sendiri kepada umat-Nya. Di dalam hidup keluarga yang didasarkan atas kasih inilah anak-anak dapat ”Semakin bertambah besar dan bertambah hikmatnya dan besarnya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk 2:52). Betapa pentingnya membangun budaya kasih dalam keluarga, agar hidup keluarga menjadi sehat. Bila keluarga sehat, masyarakat menjadi sehat pula. Anak-anak, kaum remaja dan kaum muda adalah bagian sangat penting untuk membangun masyarakat dan Gereja sekarang dan masa depan. Pendidikan nilai yang dilaksanakan sekarang merupakan sebuah bentuk kaderisasi berkelanjutan bagi

warga Gereja dan masyarakat. Kaum muda, remaja dan anak-anak berada di jantung hati Gereja. Pada merekalah terletak harapan Gereja dan masyarakat untuk membangun masa depan yang lebih baik. Karena itu perlu dikembangkan gerakan mencintai orang muda, remaja dan anak-anak melalui berbagai jalur: pendidikan nilai dalam keluarga, keterlibatan dalam hidup Gereja dan masyarakat.

Dokumen terkait