• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUSMAN SOLEMAN

PEMBAHASAN Asuransi

5. Tarif Pajak PPh

Tarif pajak bisa berupa suatu jumlah tetap per suatu objek atau suatu persentase digunakan untuk menghitung pajak terutang. Contoh tarif pajak berupa flat rate adalah tarif Bea rneterai sebesar Rp 3.000 atau Rp 6.000 per satu dokumen. Tetapi pada umumnya tarif pajak berupa persentase, baik persentase tetap seperti dalam UU PPN maupun persentase berbeda seperti dalam UU PPh.

a. Tarif Pasal 17

Tarif pasal 17 diterapkan untuk menghitung PPh terutang tahunan oleh WP Dalam Negeri (Badan, Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi) dan Wajib Pajak bentuk Usaha Tetap.

Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Wajib Pajak BUT:

Untuk lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Berjumlah sampai Rp. 50.000.000,00 10%

Berjumlah diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 15%

Berjumlah di atas Rp 100.000.000,00 30%

Contoh:

Penghitungan pajak terhutang untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap:

Jumlah penghasilan kena pajak --- Rp. 250.000.000,00 Pajak penghasilan terhutang:

10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00

Jumlah = Rp. 57.500.000,00

b. Tarif Pasal 26

Kepmenkeu Nomor 624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri

1. Dikenakan potongan PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto 2. Besarnya perkiraan penghasilan neto, yaitu dari premi yang dibayar:

a. oleh tertanggung kepada asuransi di luar negeri baik Iangsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar

b. oleh perusahaan asuransi di Indonesia, baik langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar

c. oleh perusahaan reasuransi di Indonesia baik langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar

3. Yang wajib melakukan pemotongan adalah yang melakukan pembayaran premi (tertanggung, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi)

Contoh:

1. Perusahaan penyewaan gedung kantor, PT. Ananda, mengasuransikan bangunan bertingkat langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 2002 sebesar Rp 1 miliar. Besarnya perkiraan pengIasilan neto perusahaan asuransi luar negeri adalah 50% x Rp 1 miliar = Rp 500.000.000,00.

114

Besar PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT. Ananda selama tahun 2002 adalah 20% x Rp 500.000.000,00 = Rp 100.000.000,00. (10% x Rp 1 miliar).

2. Jika PT. Ananda mengasuransikan kepada perusahaan asuransi dalam negeri, PT. Bagaswara, dengan membayar jumlah premi yang sama besar Rp I miliar, dan kemudian PT. Bagaswara mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp 500.000.000,00, maka besar perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah 10% x Rp 500 juta = Rp 50.000.000,00 dan PPh Pasat 26 yang

wajib dipotong oleh PT. Bagaswara adalah 20% x Rp 50.000.000,00 = Rp 10.000.000,00 (2% x Rp 500.000.000,00).

Pembayaran premi asuransi atau premi reasuransi dapat ditakukan oleh pembayara premi di Indonesia secara langsung kepada perusahaan asuransi di luar negeri atau melalui pialang. Pihak pembayar premi atau pemotong pajak di Indonesia wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan. Pasal 26 atas premi asuransi atau premi reasiransi dibayarkan kepada perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi di Luar negeri. Dengan demikian, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut dilakukan oleh:

1. Tertanggung, dalam hal dilakukan pembayaran premi oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang. 2. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan

pembayaran premi oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

3. Perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia, dapat dilakukan pernbayaran premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan berupa premi asuransi dan reasuransi yang diterima/diperoleh perusahaan asuransi di luar negeri tersebut, terutang pada akhir bulan dilakukannya pernbayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut wajib dilakukan oleh pemotong pajak setiap bulan selarnbat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya bulan saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank persepsi atau PT. Pos Indonesia.

Selanjutnya Pemotong Pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

c. Pengecualian

Khusus atas pembayaran premi asuransi ke perusahaan asuransi luar negeri berdasarkan tax treaty tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 26 jika dibayar ke WP Luar Negeri selain BUT yang berdomisili di negara-negara berikut: Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Bulgaria, Denmark, Finlandia, Hungaria, India, Inggris, ___________Dampak Usaha Asuransi terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi dan Peraturan..., Rusman Soleman

Italia, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Luxemburg, Norwegia, Pakistan, Perancis, Philipina, Polandia. Singapura, Srilangka, Swedia, Swiss, Thailand, Tunisia.

Walaupun Indonesia tidak berhak untuk momotong PPh pasal 26 atas premi yang dibayar ke WP Luar Negeri selain BUT yang berdomisili di negara-negara tersbut, secara administratif Pemotong PPh pasal 26 di Indonesia hanya meminta kepada perusahaan asuransi luar negeri itu untuk menunjukkan bukti bahwa dia benar-benar berdomisili di negara tersebut dengan menunjukkan Surat Keterangan Domisili (Certificate of Domisile) dari Menteri Keuangan atau pejabat berwenang lainnya (Competent Authority) dari negara domisili dari perusahaan asuransi luar negeri termaksud. Surat keterangan domisili yang asli harus disampaikan lewat Pemotong PPh pasal 26 kepada KPP tempat Pemotong PPh pasal 26 terdaftar. Pemotong PPh pasal 26 memegang fotokopi yang sudah dilegalisir oleh KPP tersebut. Jika Pemotong PPh pasal 26 tidak mempunyai Surat Keterangan Domisili termaksud dan PPh pasal 26 tidak dipotong, maka pada saat diperiksa Pajak Pomotong PPh pasal 26 akan dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari PPh pasal 26 yang tidak dipotong tersebut dan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan maksimal untuk 24 bulan. (Surat Dirjen Pajak Nomor 3428/PJ.432/1995 tanggal 5 Desember 1995 kepada Ketua Umum DAT tentang Pemotongan PPh pasal 26 atas penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri).

Menurut Kepmenkeu Nomor 80/KMK.04/1095 tanggal 6 Februari 1995 tentang besamya dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 204/KMK.04/2000 tanggal 8 Juni 2000, sebagai berikut:

Bagi WP yang bergerak di bidang asuransi: a. Bagi Asuransi Kerugian boleh membentuk

1. cadangan premi sebesar 40% dan premi tanggungan sendiri

2. cadangan klaim sebesar klaim asuransi yang sudah dilaporkan resmi;

b. Bagi Asuransi Jiwa boleh membentuk cadangan premi yang besarnya sesuai perhitungan aktuaris

Cadangan premi untuk perusahaan asuransi kerugian pada prinsipnya merupakan jumlah premi yang diterima lebih dahulu oleh perusahaan asuransi. Oleh karena itu penghasilan yang diterima lebih dahulu tersebut baru akan merupakan objek pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Contoh:

Perusahaan asuransi B menerima atau memperoleh premi asuransi tanggungan sendiri dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp. 40.000.000.000,00. Besarnya cadangan premi yang diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya untuk tahun pajak adalah 40% x Rp. 40.000.000.000,00 atau sebesar Rp. 16.000.000.000,00. Jumlah cadangan premi sebesar Rp. 16.000.000.000,00 yang dibentuk pada tahun seluruhnya merupakan Objek Pajak Penghasilan dalam tahun pajak 1996.

Dengan demikian apabila dalam tahun 1996 perusahaan tersebut menerima atau memperoleh premi asuransi tanggungan sendiri Rp.50.000.000.000,00., maka

116

penghasilan kena pajaknya ditambah dengan jumlah cadangan premi yang dibentuk tahun 1995 sebesar Rp. 16.000.000.000,00 sedangkan cadangan premi dapat dibebankan sebagai biaya untuk tahun pajak 1996 adalah sebesar 40% x Rp. 50.000.000.000,00 atau sebesar Rp. 20.000.000.000,00.

Disamping cadangan premi, perusahaan asuransi kerugian diperkenankan juga untuk membentuk cadangan klaim untuk menutup klaim asuransi yang sudah dilaporkan akan tetapi perhitungan dan/atau pembayaran klaim tersebut masih dalam proses. Besarnya jumlah cadangan klaim tersebut ditetapkan sebesar perkiraan perhitungan klaim yang akan dibayar sesuai dengan perhitungan perusahaan asuansi yang bersangkutan.

Setiap akhir tahun, perusahaan asuransi kerugian wajib membuat perbandingan besarnya cadangan klaim yang telah dibebankan sebagai biaya tahun lalu dengan besarnya realisasi pembayaran klaim tahun ini. Dalam hal terdapat selisih lebih cadangan klaim jumlah kelebihan tersebut merupakan objek pajak penghasilan pada tahun ini, sedangkan apabila jumlah cadangan klaim tersebut tidak mencukupi untuk menutup pembayaran klaim pada tahun ini maka kekuarangan tersebut akan dibebankan sebagai biaya.

Contoh:

Perusahaan asuransi kerugian B secara komersial pada akhir tahun pajak 1995 membuat cadangan klaim sebesar Rp. 22.500.000.000,00 dengan perincian sebagai berikut:

a. Klaim yang sudah selesai diproses (besamya kerugian serta klaim yang akan dibayarkan telah dihitung dan telah setujui oleh kedua belah pihak) tetapi belum dilakukan pembayaran sebesar Rp. 10.000.000.000,00

b. Klaim yang belum selesai diproses (sudah dilaporkan oleh tertanggung tetapi jumlah klaimnya sedang dalam proses) sebesar Rp. 5.000.000.000,00.

c. Klaim yang berhubungan dengan adanya peristiwa yang telah terjadi dan diumumkan dikoran atau informasi lainnya akan tetapi belum dilaporkan (IBMR) oleh tertanggung sebesar Rp. 7.500.000.000,00

d. Berdasarkan ketentuan di atas, maka perusahaan asuransi kerugian tersebut secara fiscal dapat membebankan cadangan klaim sebagai biaya dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp. 15.000.000.000,00 yaitu Rp. 10.000.000.000,00 ditambah dengan Rp.5.000.000.000,00 sedangkan jumlah sebesar Rp. 7.500.000.000,00 atas IBNR tidak dapat dibentuk cadangannya. Perlu juga ditegaskan bahwa perkiraan besarnya cadangan klaim yang sedang dalam proses dihitung dengan memperhatikan besarnya tanggungan maksimum sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian polis.

Perusahaan asuransi jiwa dapat membentuk atau memupuk dana cadangan premi tanggungan sendiri. Berbeda dengan cadangan premi yang dibentuk oleh perusahaan asuransi kerugian.

Contoh:

Berdasarkan pengesahaan dari Ditjen Lembaga Keuangan tentang besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa “C” dinyatakan sebagai berikut: - Akumulasi cadangan premi akhir tahun 1995 Rp. 60.000.000.000,00

- Akumulasi cadangan premi akhir tahun 1994 Rp. 40.000.000.000,00 - Kenaikan cadangan premi tahun 1995 Rp. 20.000.000.000,00

Dengan demikian besarnya cadangan premi yang boleh dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan asuransi jiwa tersebut untuk tahun pajak 1995 adalah sebesar Rp. 20.000.000.000,00.

Perlu diketahui bahwa dalam perhitungan akumulasi cadangan premi pada akhir tahun 1995 tersebut berasal dari Ditjen Lembaga Keuangan telah memperhitungkan adanya pembayaran klaim karena jatuh tempo atau meninggalnya tertanggung dalam tahun 1995 serta adanya pertambahan polis baru.

d. Jasa Asuransi Tidak di Kenakan PPN

Sesuai dengan ketentuan pasal 4A UU No.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1994 dan pasal 13 butir 2 Peraturan Pemerintah RI nomor 50 tahun 1994, jenis jasa yang tidak dikenakan PPN anatara lain meliputi jasa di bidang asuransi, tidak termasuk broker asuransi.

Selanjutnya Sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 2 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1988, penyerahan jasa asuransi dikecualikan dari pengenaan PPN. Sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-06/PJ.53/1993 tanggal 6 Maret 1993 (Sen PPN-183) tentang PPN atas Jasa Broker (Pialang) asuransi status dan fungsi pengusaha broker (pialang) asuransi bukan merupakan pengusaha jasa perasuransian, sehingga pengusaha broker (pialang) asuransi tersebut adalah pengusaha kena pajak karena jasa yang diserahkannya merupakan jasa kena pajak yang atas penyerahannya terutang PPN.

a. Klaim yang sudah selesai diproses (besarnya kerugian serta klaim yang akan dibayarkan telah dihitung dan telah setujui oleh kedua belah pihak) tetapi belum dilakukan pembayaran sebesar Rp. 10.000.000.000,00

b. Klaim yang belum selesai diproses (sudah dilaporkan oleh tertanggung tetapi jumlah klaimnya sedang dalam proses) sebesar Rp. 5.000.000.000,00.

c. Klaim yang berhubungan dengan adanya peristiwa yang telah terjadi dan diumumkan dikoran atau informasi lainnya akan tetapi belum dilaporkan (IBMR) oleh tertanggung sebesar Rp. 7.500.000.000,00

d. Berdasarkan ketentuan di atas, maka perusahaan asuransi kerugian tersebut secara fiscal dapat membebankan cadangan klaim sebagai biaya dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp. 15.000.000.000,00 yaitu Rp. 10.000.000.000,00 ditambah dengan Rp. 5.000.000.000,00 sedangkan jumlah sebesar Rp. 7.500.000.000,00 atas IBNR tidak dapat dibentuk cadangannya. Perlu juga ditegaskan bahwa perkiraan besarnya cadangan klaim yang sedang dalam proses dihitung dengan memperhatikan besarnya tanggungan maksimum sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian polis.

Perusahaan asuransi jiwa dapat membentuk atau memupuk dana dangan premi tanggungan sendiri. Berbeda dengan cadangan premi yang dibentuk oleh perusahaan asuransi kerugian.

118

Contoh:

Berdasarkan pengesahaan dari Ditjen Lembaga Keuangan tentang besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa “C” dinyatakan sebagai berikut: - Akumulasi cadangan premi akhir tahun 1995 Rp. 60.000.000.000,00 - Akumulasi cadangan premi akhir tahun 1994 Rp. 40.000.000.000,00 - Kenaikan cadangan premi tahun 1995 Rp. 20.000.000.000,00

Dengan demikian besarnya cadangan premi yang boleh dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan asuransi jiwa tersebut untuk tahun pajak 1995 adalah sebesar Rp. 20.000.000.000,00.

Perlu diketahui bahwa dalam perhitungan akumulasi cadangan prerni pada akhir tahun 1995 tersebut berasal dari Ditjen Lembaga Keuangan telah memperhitungkan adanya pembayaran klaim karena jatuh tempo atau meninggalnya tertanggung dalam tahun 1995 serta adanya pertambahan polis baru.

KESIMPULAN

1. Saat ini asuransi telah berkembang menjadi suatu bidang usaha/bisnis yang menarik dan mernpunyai peranan yang tidak kecil dalam kehidupan ekonomi maupun dalam pembangunan ekonomi, terutama di bidang pendanaan.

2. Fungsi utama asuransi adalah memberi kepastian. Karena pada dasarnya asuransi berusaha untuk mengurangi konsekuensi-konsekuensi yang tidak pasti dari suatu keadaan yang merugikan (peril), yang sudah diperkirakan sebelumnya, sehingga biaya atau akibat finansial dari kerugian tersebut menjadi pasti atau relatif pasti. 3. Industri asuransi merupakan industri jasa keuangan yang sangat dinamis dan

berkembang. Dalam menjalankan operasinya bisnis asuransi akan terkait dengan berbagai aspek diantaranya aspek perpajakan. Perusahaan asuransi merupakan subjek pajak badan dan objek pajak dalam perusahaan asuransi adalah penghasilan yaitu premi asuransi termasuk premi reasuransi. Sedangkan tarif pajak PPh yang dikenakan untuk perusahaan asuransi adalah tarif pajak PPh pasal 17 untuk wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) dan tarif pajak PPh pasal 26 untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

4. Pembayaran premi asuransi ke perusahaan asuransi luar negeri berdasarkan tax treaty tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 26 jika dibayar ke WP Luar Negeri selain BUT yang berdornisili di negara-negara berikut: Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Hungaria, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Luxemburg, Norwegia, Pakistan, Perancis, Philipina, Polandia, Singapura, Srilangka, Swedia, Swiss, Thailand, Tunisia.

5. Wajib pajak yang bergerak di bidang asuransi diperkenankan melakukan dana cadangan premi yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Bagi Asuransi Kerugian boleh membentuk cangan premi sebesar 40% dan premi tanggungan sendiri dan cadangan klim sebesar klaim asuransi yang sudah dilaporkan resmi; sedangkan bagi Asuransi Jiwa boleh membentuk cadangan premi yang besamya sesuai perhitungan aktuaris.

DAFTAR PUSTAKA

A. Abas Salim, Dasar-dasar Asuransi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993. Agus Prawoto, SH, MA, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi,

BFE-UGM, Yogyakarta, 1995.

Magee, John H, General Insurance, Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Illinois, 1960. Mashudi H dan Moch. Chidir All, Hukum Asuransi, CV Mandar Maju, Bandung, 1998. Mehr, Robert I, Fundamentals of Insurance, Second Edition, Richard D. Irwin, Inc.

Homewood, Illinois, 1986.

Muhamad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, PT Lentera Basritama, Jakarta, 1999.

Muhammad Zain dan Dodo Syarief Hidayat, Himpunan Undang-Undang Perpajakan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001

Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT Pustaka Binaman Pressinçlo, Jakarta, 1992.

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Salemba Empat, Jakarta, 2003

Kepmenkeu Nomor 624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasurans yang dibayar kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri

Kepmenkeu Nomor 80/KMK.04/1095 tanggal 6 Februari 1995 tentang besarnya dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya, diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 204/KMK.04/2000 tanggal 8 Juni 2000,

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1988, penyerahan jasa asuransi dikecualikan dari pengenaan PPN

Surat Dirjen Pajak Nomor 3428/PJ.432/1995 tanggal 5 Desember 1995 kepada Ketua Umum DAI tentang Pemotongan PPh pasal 26 atas penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada Perusahaan suransi di Luar Negeri).

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-06/PJ.53/1993 tanggal 6 Maret 1993 (Sen PPN-183) tentang PPN atas Jasa Broker (Pialang) asuransi

120

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP STRATEGI DIVERSIFIKASI