• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Mengafani Jenazah

B. Tata Cara dan Praktik Pengurusan Jenazah 1 Tata Cara Memandikan Jenazah

2. Tata Cara Mengafani Jenazah

Setelah dimandikan jenazah siap untuk dikafani. Mengafani jenazah dilakukan dengan membungkus jenazah dengan kain kafan sebelum disalatkan. Mengafani jenazah dapat dilakukan dengan kain apa saja asal dapat menutupi tubuh jenazah. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain putih yang bersih serta dapat menutup seluruh tubuh jenazah.

Kain kafan minimal terdiri atas satu lapis kain yang menu- tupi seluruh badan jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perem- puan. Akan tetapi, sebaiknya kain kafan berjumlah tiga lapis untuk laki-laki dan tiap-tiap lapis menu- tupi seluruh badannya. Jenazah perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lapis kain. Lima lapis kain tersebut dipergunakan untuk basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang menutupi seluruh badannya.

Sumber: www.antarafoto.com

▼ Gambar 11.3

Cara pertama mengafani jenazah laki-laki yaitu kain kafan dihampar- kan sehelai-sehelai. Di atas tiap-tiap lapis kain ditaburkan wewangian misalnya kapur barus. Selanjutnya, jenazah diletakkan di atasnya. Kedua tangan jenazah diletakkan di atas dada, tangan kanan di atas tangan kiri. Cara kedua untuk mengafani jenazah laki-laki adalah kain kafan diletakkan seperti cara pertama, tetapi jenazah diberi ”baju” dari potongan kain yang dibentuk seperti baju. ”Baju” tersebut terdiri atas sarung yang melilit di pinggang hingga kaki, baju atas, dan kopiah. Setelah semua siap, jenazah dibungkus dengan kain kafan yang menutup seluruh badan dengan rapat. Perhatikan hadis Rasulullah saw. dari Aisyah berikut.

Artinya: Dari ‘Aisyah, ia berkata, ”Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas (katun), tanpa memakai gamis dan surban.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaih)

Cara mengafani jenazah perempuan yaitu mula-mula dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam kain yang meliputi seluruh tubuh jenazah. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini.

Artinya: Dari Laila binti Qanif, ia berkata, ”Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi Kalsum binti Rasulullah saw. ketika ia wafat. Yang pertama-tama diberikan oleh Rasulullah saw. kepada kami adalah kain basahan, kemudian baju, tutup kepala, lalu kerudung, dan sesudah itu dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang menutupi seluruh badannya).” Kata Laila, ”Sedangkan Nabi berdiri di tengah pintu membawa kafannya, dan memberikannya kepada kami sehelai demi sehelai”. (H.R. Ah.mad dan Abu- Da-ud)

Menurut para ulama kain yang lain yang dimaksud dalam hadis di atas berupa kain putih untuk menutup seluruh tubuhnya yang berjumlah lima lembar. Jumlah ini lebih banyak daripada yang digunakan untuk jenazah laki-laki. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tubuh si jenazah agar tidak tampak atau terbayang bentuknya. Setelah perangkat kain kafan disiapkan, jenazah diletakkan di atasnya dan siap untuk dibungkus. Berilah wewangian pada jenazah saat dikafani. Selanjutnya, tarik kain kafan agar rapi dan dapat menyelimuti seluruh tubuh jenazah kemudian ikat dengan tali kain.

Tali kain untuk jenazah dewasa berjumlah tujuh, yaitu untuk bagian atas kepala, leher, dada, pinggang, lutut, mata kaki, dan untuk ujung bawah tubuh. Jumlah tali kain untuk jenazah anak-anak atau bayi disesuaikan dengan kebutuhan asalkan dalam jumlah ganjil. Tali-tali tersebut diikatkan di sebelah kiri jenazah dengan simpul hidup. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan membukanya pada saat dikuburkan. Orang yang sedang melaksanakan ihram kemudian meninggal, jenazahnya tidak diberi wangi-wangian dan tidak ditutup kepalanya. Perhatikan hadis Rasulullah saw. bersabda seperti berikut.

Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, ”Ketika seorang laki-laki sedang wukuf bersama Rasulullah saw. di Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal. Kejadian itu diceritakan kepada Nabi saw., beliau berkata,”Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, kafanilah ia dengan dua kain ihramnya, tetapi janganlah kamu beri wangi-wangian dan jangan pula kamu tutup kepalanya karena sesungguhnya Allah akan membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan seperti di saat ia berihram.” (H.R. Jamaah)

Hukum mengafani jenazah adalah fardu kifayah bagi muslim yang masih hidup. Dari mana uang untuk membeli kain kafan diperoleh? Kain kafan dibeli dengan harta jenazah jika ia meninggalkan harta. Jika ia tidak meninggalkan harta, orang-orang yang memiliki kewajiban untuk membeli atau menyediakan kain kafan adalah orang yang wajib memberi belanja ketika ia masih hidup. Jika yang wajib memberi belanja tidak mampu, uang untuk membeli kain kafan diambilkan dari baitul mal. Jika baitul mal tidak ada, kain kafan menjadi tanggungan muslim yang mampu.

Sebuah bus yang mengangkut lebih dari dua puluh penumpang tersambar kereta api dan terseret hingga beberapa meter dari perlintasan kereta. Seluruh penumpang dan sopir bus meninggal dunia. Dari sekian banyak korban, ada satu jenazah berjenis kelamin laki- laki yang tidak ditemukan kakinya. Apakah jenazah tersebut wajib dimandikan? Diskusikan bersama dengan teman sebangku Anda kemudian tulislah hasilnya dalam selembar kertas. Serahkan hasilnya kepada guru untuk dinilai.

Sumber: www.foto.detik.com

▼ Gambar 11.4

Salah jenazah dilaksanakan sesudah jenazah dimandikan dan dikafani.

3.

Tata Cara Menyalati Jenazah

Setelah dimandikan dan dikafani, jenazah siap untuk disalati. Salat jenazah dilaksanakan untuk mendoakan jenazah. Hukum melaksanakan salat jenazah menurut jumhur ulama adalah fardu kifayah. Salat jenazah terdiri atas empat takbir dan ditutup dengan salam. Salat jenazah dilaksanakan atas dasar hadis Rasulullah saw. berikut ini.

Artinya: Salatkanlah olehmu orang-orang yang mati. (H.R. Ibnu Ma-jah) Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda seperti berikut.

Artinya: Salatkanlah olehmu orang yang mengucapkan la- ila-ha illalla-h

Sebagaimana salat yang lain, salat jenazah memiliki beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Adapun syarat menyalati jenazah sebagai berikut. a. Syarat-syarat salat yang lain juga menjadi syarat salat jenazah. Misalnya menutup aurat, suci badan dan pakaian, dan menghadap kiblat.

b. Salat jenazah dilaksanakan sesudah jenazah dimandikan dan dikafani.

c. Jenazah diletakkan di arah kiblat orang yang menyalati, kecuali jika salat jenazah dilaksanakan di atas kubur atau salat gaib. Pada jenazah laki-laki, orang yang menyalatkan (imam salat) berdiri di arah kepala jenazah. Pada jenazah perempuan, orang yang menyalatkan (imam salat) berdiri di arah perut atau pinggang jenazah.

(Sulaiman Rasyid. 1995. Halaman 171)

Selain beberapa syarat yang telah disebutkan di atas, salat jenazah memiliki beberapa rukun sebagai berikut.

a. Niat melaksanakan salat jenazah.

b. Takbir empat kali dengan takbi-ratul ih.ra-m.

c. Membaca Surah al-Fa-tih.ah [1] sesudah takbi-ratul ih.ra-m. Rasulullah saw. bersabda:

Artinya: Tidaklah sah salat orang yang tidak membaca Surah al-Fa-tih.ah [1]. (H.R. Muttafaq ‘Alaih)

d. Membaca salawat atas Nabi saw. setelah takbir kedua. Rasulullah saw. bersabda seperti berikut.

Artinya: Dari Abu Amamah bin Sahl, ”Sesungguhnya menjadi sunah (peraturan) Rasulullah saw. pada salat jenazah, yaitu agar imam takbir kemudian membaca Surah al-Fa-tih.ah [1] sesudah takbir pertama dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya,

kemudian membaca salawat atas Nabi saw. dan mengikhlaskan doa bagi jenazah dalam takbir-takbir dan tidak membaca apapun selain doa, kemudian ia memberi salam dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya.” (H.R. Syafi’i)

Bacaan salawat Nabi antara lain sebagai berikut.

Artinya: Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad.

e. Mendoakan jenazah sesudah takbir ketiga. Rasulullah saw. bersabda seperti berikut.

Artinya: Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda, ”Jika kamu menyalatkan jenazah, hendaklah kamu ikhlaskan doa baginya.” (H.R. Abu- Da-ud dan Ibnu H. ibba-n)

Doa yang dibaca setelah takbir ketiga sebagai berikut.

Artinya: Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia, dan maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskan tempat diamnya, bersihkanlah ia dengan air, es, dan embun; bersihkanlah ia dari dosa, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran; gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, dan gantilah ahli keluarga- nya dengan yang lebih baik daripada ahli keluarganya dahulu, dan peliharalah ia dari huru-hara kubur dan siksaan api neraka.

Atau membaca doa seperti berikut.

Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Nabi saw. jika menyalatkan jenazah beliau mengucapkan: ’Ya Allah, ampunilah kami yang hidup dan yang mati, yang hadir dan yang gaib, yang kecil dan yang besar, laki-laki dan perempuan. Ya Allah, barang siapa yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan secara Islam; dan barang siapa yang Engkau matikan di antara kami, hendaklah Engkau matikan dalam iman’.” (H.R. Abu- Da-ud dan Tirmiz.i)

Jika jenazah masih anak-anak, hendaklah doanya ditambah dengan doa seperti berikut.

Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia bagi kami sebagai titipan, pendahuluan, dan ganjaran. (H.R. Baihaqi)

f. Mendoakan jenazah sesudah takbir keempat.

Doa yang dibaca sesudah takbir keempat sebelum salam seperti berikut.

Artinya: Ya Allah, janganlah Engkau halangi (tutupi) kami dari mendapat pahalanya, janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami, dia, dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman, dan janganlah Engkau berikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

g. Berdiri jika mampu. h. Memberi salam.

Salat jenazah disunahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah dan dalam tiga saf. Satu saf sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. Jika yang melaksanakan salat jenazah ada enam orang, dibentuk tiga saf dengan tiap-tiap saf dua orang. Semakin banyak orang yang menyalatkan jenazah semakin besar pula kemungkinan doa dikabulkan. Salat jenazah dapat dilakukan tanpa kehadiran jenazah di hadapan orang yang menyalati yang disebut dengan salat gaib.