• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Koreografi dalam Karya Retno Maruti 47

2.3. Tata Iringan 75

Musik yang menjadi iringan dalam pementasan BLC merupakan kolaborasi gamelan Jawa yang ditata oleh Lukas Danaswara dan gending Bali yang dipimpin oleh I Gusti Kompyang Raka.

76

Pertunjukan BLC pada dasarnya menampilkan bedaya dan legong secara bergantian. Pada setiap pergantian adegan dari legong ke bedaya atau sebaliknya, pergantian musik pengiringnya seperti diusahakan tanpa terputus dengan tetap mempertahankan kekhasan masing-masing. Kalau diperhatikan dengan lebih seksama, iringan Bali dan Jawa sering muncul secara terpisah. Artinya, musik Bali hadir sendiri, kemudian berhenti, lalu diganti musik Jawa. Demikian seterusnya. Pergantian dari iringan Bali ke Jawa ataupun sebaliknya sering hanya saling menimpa saja. Saling menimpa ini dilakukan dengan bermacam cara. Contoh paling kentara adalah pada adegan awal, yaitu: satu penari Jawa nembang dengan diiringi gender rambat dan suling Bali. Bagian akhir juga demikian, yaitu Bahula nembang diiringi oleh gemerincing genta Bali. Kendang Bali dan kendang Jawa sempat juga dimainkan secara bersamaan saat terjadi pertempuran antara kedua padepokan. Pertempuran kedua kendang tersebut makin menguatkan suasana permusuhan. Saat bunyi cengceng masuk, suasana pertempuran makin terasa.

Saat adegan yang mengharuskan dua tari beraksi bersama di panggung, kedua musik pun tampil bersama begitu saja sebagai upaya bersinergi. Saat yang lain, pada saat muncul bersamaan, salah satu lebih menonjol daripada lainnya, namun tetap dalam gaya masing-masing. Gending Kodhok Ngorek Jawa saat pernikahan Ratna Manggali dan Bahula hadir dengan tambahan cengceng dan vokal berbahasa Bali. Kadang-kadang kendang Bali hadir dalam dinamika

77 gending Jawa.

Kemunculan secara utuh kedua gending tradisonal, yaitu gending Bali dan Jawa, dalam BLC sangat menarik. Bila gending Jawa dimainkan, baik dimainkan dengan instrumen lengkap ataupun hanya vokal, gending Bali tidak akan menampakkan diri. Demikian pula sebaliknya. Bila mereka bermain bersama, mereka masih menampilkan kekhasan mereka masing-masing. Dalam pementasan ini, di antara mereka saling memberi kesempatan untuk menampilkan diri.

2.4. Tata Pentas

Tata pentas dalam pementasan BLC merujuk pada tempat pertunjukan; kelengkapan arena pentas; dan kelengkapan pemain yang biasanya menyangkut properti yang digunakan oleh pemain. Bedaya Legong Calonarang dipentaskan di area yang berbentuk proscenium stage15. Seperti pada umumnya bentuk bentuk proscenium stage, antara penari dan penonton sangat berjarak. Ini untuk mempertegas atau memperjelas bahwa penonton sedang duduk menikmati tontonan tanpa merasa perlu ambil bagian dalam pementasan itu. Berbeda dengan penonton tayub yang bisa ikut andil dalam pementasan karena arena

15

Proscenium stage merupakan bentuk panggung yang memiliki batas dinding proscenium

antara panggung dan auditorium. Pada dinding proscenium tersebut terdapat pelengkung dan lubang proscenium (Padmodarmaya, 1988, p. 105)

78

pementasan memungkinkan penari dan penonton tidak terlalu berjarak. Bahkan penonton bisa menari bersama dengan penari di area pentas.

Arena pentas dalam pertunjukan BLC dibiarkan bersih, tanpa adanya atribut-atribut yang masuk dalam panggung. Gamelan pun diletakkan di belakang penari dengan lampu lighting yang sama sekali tidak pernah memberikan fokus pada gamelan dan niyaga. Penonjolan rupanya diberikan kepada hadirnya penari di panggung yang terlihat dinamis dengan kekontrasan yang diperlihatkan oleh bedaya dan legong.

Dalam pertunjukan, umumnya properti memegang peranan penting dalam pertunjukan. Properti yang digunakan dalam BLC terutama digunakan pada saat adegan perang. Penggunaan senjata yang berupa dhadhap digunakan oleh penari bedaya yang menggambarkan padepokan Lemah Tulis. Dhadhap ini berfungsi sebagai tameng atau perisai kecil. Karena bentuknya yang tidak sebesar tameng, dhadhap biasanya digunakan untuk penari perempuan. Penari legong juga menggunakan properti yang berfungi sebagai tameng saat adegan perang. Konon, sayap ini lambang sayap burung garuda. Tameng ini dibuat mirip sayap yang diletakkan di kedua lengan bawah penari legong. Selain itu, kain putih panjang juga sering digunakan oleh Calonarang untuk menguatkan karakternya yang dianggap sebagai penebar teluh.

Kipas dalam tradisi tari Bali merupakan properti yang tidak mungkin terlewatkan. Penggunaan properti kipas dalam BLC dimainkan secara maksimal. Kipas yang dimainkan secara manis dalan tarian ini, sekaligus juga

79

melambangkan ilmu pengetahun (lontar) rahasia yang kemudian berhasil dicuri oleh Bahula.

Busana penari bedaya pun tata riasnya sama persis, seperti pada umumnya penampilan bedaya. Pun busana penari legong. Mengenakan kain panjang (jarik) dengan cara dodotan lengkap dengan seredan.16 Seredan yang merupakan khas bedaya Surakarta ini penggunaannya pada awal pementasan sengaja dililitkan di pinggang, tidak dibiarkan mengurai di lantai. Baru ketika akan memulai dengan kesan bedaya, seredan itu ditarik, untuk kemudian dibiarkan terurai di lantai. Pada saat perang, seredan kembali dililitkan di pinggang. Pemakaian srempang makin memberinya kekhasan gaya tarinya, yaitu gaya tari Surakarta.

Tata rias penari bedaya menggunakan tata rias cantik biasa, bukan tata rias manten yang rumit. Artinya tata rias yang biasa digunakan untuk rias wajah sehari-hari namun lebih tebal agar sesuai dengan pentas di pangung. Penataan rambut juga sederhana untuk ukuran bedaya, yaitu bersanggul. Ada bermacam penataan rambut dalam bedaya yang cukup rumit dalam memakaikannya, seperti model kadhal menek17 yang awalnya merupakan model rambut untuk prajurit sehingga terkesan lebih maskulin. Selain itu ketika penari mengenakan dodot ageng seperti rias dan busana pengantin lengkap dengan pidih18 hitam di dahi, maka pemakaian model rambut juga disesuaikan, yang tentu saja lebih

16

Seredan bisa dilihat pada gambar di Lampiran 10. 17

Lihat lampiran 10. 18

80

rumit dari pemakaian gelung seperti dikenakan dalam BLC. Bila mengenakan dodot ageng, rias wajah ditebalkan, lengkap dengan bentuk alis yang tidak seperti biasanya yang disebut model menjangan ranggah.

“Kesederhanaan” rias wajah dan busana bedaya dalam BLC ini

kemungkinan untuk memperingan kesan bedaya itu sendiri. Bedaya ditampilkan lebih populer, bukan lagi menjadi sesuatu yang jauh dari keseharian atau diperlakukan sebagai sesuatu yang eksotis. Kesederhanaan dalam berias dan berbusana tersebut tidak meninggalkan kesan bahwa bedaya masih terasa lekat pada bedaya dalam BLC.

Dalam bedaya, iringan mempunyai peran yang penting. Pengiring pertunjukan BLC berupa gamelan Jawa dan gamelan Bali. Gamelan tersebut, sekaligus dengan niyaganya, berada di bagian paling belakang panggung. Meski di atas panggung, sepanjang pementasan gamelan tidak ditampakkan untuk lebih memfokuskan perhatian pada pementasan tari itu sendiri. Sementara itu untuk jaman sekarang, instrumen musik biasanya ikut ditampilkan, bahkan bisa

dipakai sebagai “properti” panggung. Kesan bahwa tarilah yang paling penting dalam suatu pementasan bedaya, sementara itu yang lainnya kurang begitu penting untuk ditampilkan merupakan kekhasan bedaya yang ditampilkan di keraton. Dalam pertunjukan bedaya di kraton, memang gamelan tidak pernah ditampakkan atau dengan kata lain tidak menyatu dengan panggung, di mana penari mbeksa. Dalam hal ini bisa dilihat bahwa dalam pementasannya, meski inovasi dilakukan dalam bedaya, semangat konservatif dalam garapan BLC

81 masih kental.

Dokumen terkait