• Tidak ada hasil yang ditemukan

36 Gambar 3.1 Kerangka Kerja

3.5 Teknik Analisa Data

Gambar 3.1 Kerangka Kerja

3.5 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif ini, maka digunakan analisis statistik sebagai berikut:

1. Analisa Deskriptif

Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dan kelompok subjek yang diteliti (Sugiyono, 2010). Yang termasuk dalam analisis data statistik deskriptif dalam kajian ini adalah penyajian data melalui tabulasi, diagram dan analisa persentase.

2. Analisa SWOT

Analisa SWOT dalam kajian ini menggunakan matrik SWOT. Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis. Matriks SWOT ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, sehingga dapat ditetapkan strategi yang tepat.

Tabel 3.1 Matrik SWOT

Sumber: David, 2006 a. Strategi SO

Strategi SO yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

37

b. Strategi WO

Strategi WO adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi ST

Strategi ST diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.didasarkan pada kegitan yang bersifat defensit dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3. Analisa Location Quetient (LQ)

Untuk mendapatkan gambaran tentang sektor ekonomi basis di daerah maka perlu dilakukan analisis dengan metode Location Quetient (LQ) atau Static Location Quetient (SLQ). Secara matematik, Static Location Quotient atau lebih populer disebut dengan LQ/SLQ diformulasikan sebagai perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Analisis SLQ salah satunya dilakukan untuk menentukan sektor basis atau sektor yang menjadi unggulan suatu daerah. Walaupun pada perkembangannya analisis SLQ juga digunakan dengan berbasis pada data tenaga kerja dan pendapatan.

Secara matematis, SLQ diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan:

ntbi = Nilai tambah bruto sektor i di suatu daerah yang lebih kecil. pdrbi = PDRB daerah yang lebih kecil.

38

PDRBi = PDRB daerah yang lebih luas.

Hasil perhitungan analisis LQ menghasilkan 3 kriteria, yaitu:

1. SLQ > 1, artinya sektor tersebut menjadi basis atau atau memiliki keunggulan komparatif. Komoditas di sektor tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya sendiri tapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

2. SLQ = 1, artinya sektor tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keungulan komparatif. Komoditas sektor tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan di wilayahnya sendiri.

3. SLQ < 1, artinya sektor tersebut tergolong non basis. Komoditas di sektor tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar wilayah.

DLQ merupakan perkembangan dari SLQ. DLQ atau Dinamic Loqation Quatient (DLQ) adalah analisis LQ yang dilakukan dalam bentuk time series/trend. Dalam hal ini, Notasi giS dan GiP digunakan untuk menyatakan pangsa sektor (i) di daerah studi P dan di daerah referensi G, sedangkan notasi gP dan GG menyatakan rata-rata pangsa ekonomi daerah studi P dan daerah referensi G. Dengan notasi demikian, rumus atau persamaan LQ dinamis (Dinamic Location Quotient – DLQ) dapat dihasilkan. DLQ adalah modifikasi dari SLQ dengan mengakomodasi faktor pangsa sebsektor dari waktu ke waktu. DLQ dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

[ ( ) ( ) ⁄ ( ) ( ) ⁄ ] Keterangan:

= indeks potensi sub sektor i di daerah studi

= pangsa nilai tambah sub sektor i di daerah studi

= rata-rata pangsa nilai tambah seluruh subsektor di daerah studi

39

= rata-rata pangsa nilai tambah seluruh subsektor di daerah referensi

T = selisih tahun akhir dan tahun awal

= indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah studi = indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah referensi Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut:

1. Jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah studi lebih cepat dibandingkan sebsektor yang sama di daerah referensi.

2. Jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah studi lebih rendah dibandingkan daerah referensi.

Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah industri tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal. Klasifikasi sektor ekonomi berdasarkan gabungan nilai SLQ dan DLQ dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Klasifikasi Sektor Dalam Analisa SLQ dan DLQ

Kriteria DLQ > 1 DLQ < 1

SLQ > 1 Unggulan Prospektif

SLQ < 1 Andalan Tertinggal

Sumber: Widodo, 2006 4. Analisa SS (Shift Share)

Analisis Shift Share (SS) memerinci penyebab perubahan suatu variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan sektoral lapangan usaha di suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Ada juga yang menamakan analisis SS sebagai industrial mix analysis, karena komposisi sektoral yang ada sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan arah perubahan suatu variabel, tetapi analisis LQ tidak memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perubahan variabel daerah. Sebagaimana LQ, analisis SS dapat menggunakan variabel lapangan kerja (employment) atau nilai tambah.

40

Komponen Provincial Growth Share (PGS) sering disebut sebagai komponen provincial trend. Komponen ini adalah banyaknya perubahan (pertambahan atau pengurangan) sektoral di Kabupaten Banyuwangi seandainya persentase perubahannya sama dengan persentase total pertumbuhan sektoral Provinsi Jawa Timur.

b. Komponen Industrial Mix Share (IMS)

Tidak semua sektor di Kabupaten Banyuwangi bergerak seragam, ada sektor yang tumbuh lebih tinggi dan ada pula sektor yang tumbuh lebih rendah dibanding trend Provinsi Jawa Timur. Di sini, dilihat bagaimana jika pertumbuhan sektoral Kabupaten Banyuwangi “dibersihkan” dari trend Provinsi Jawa Timur sehingga kita mendapatkan industrial mix share (IMS).

c. Komponen Local Share (LS)

Merupakan seberapa besar sumbangan daerah Kabupaten Banyuwangi atau local share (LS) terhadap partumbuhan sektoral di daerah tersebut. Pertanyaan ini dijawab dengan “menghapus” pengaruh pertumbuhan sektoral Provinsi Jawa Timur dari partumbuhan sektoral Kabupaten Banyuwangi. Untuk mendapatkan local share (LS), pengaruh pertumbuhan sektoral Provinsi Jawa Timur perlu diisolasi.

d. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih (PB)

Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi. Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang lamban.

e. Analisa Kuadran

Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran.

41

Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor-sektor yang terdapat pada kuadran I memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sektor-sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain.

Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor-sektor yang terdapat pada kuadran II mempunyai kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi (highly potential). Kelompok sektor ini memiliki tingkat daya saing yang tinggi tetapi laju pertumbuhannya lambat.

Kuadran III dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor ekonomi dari wilayah Jawa Timur (daya saingnya rendah).

Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau dikategorikan terbelakang (depressed). 5. Analisa Proyeksi

Untuk melakukan proyeksi dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Dalam melakukan teknik proyeksi, pertama-tama diuji dengan menggunakan 3 model percobaan, yaitu:

1) Linear Yt = β0 + β1T

2) Quadratic Yt = β0 + β1T + β2T2 3) Exponential Yt = β0eβ1T

Kemudian dari 3 model tersebut dipilih yang paling akurat dengan melihat Nilai Sig. dan square masing-masing model. Model dengan

R-42

square yang paling besar dan dengan nilai sig. paling kecil yang akan digunakan sebagai model estimasi standar harga bahan bangunan dan upah.

Selanjutnya dengan model terpilih yang akan digunakan dalam rangka memproyeksikan indikator makro. Teknik pengolahan data dalam proyeksi ini menggunakan software SPSS for window.