BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Sesuai dari uraian penelitian diatas, maka digunakan pula teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder atau dengan kata lain disebut studi kepustakaan.34 Untuk mengumpulkan data sekunder terlebih dahulu dilakukan studi dokument tertulis, yang kemudian dilakukan inventarisasi secara sistimatis dengan permasalahan yang di kemukakan35
4. Analisis Data
Dari Uraian Penelitian tesis diatas sangat diperlukan suatu anlisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. data
34 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1986), hal 53.
35Bambang Sunggono, Op Cit., hal.82.
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library resarch) dan data primer yang berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
Data yang telah dikumpulkan, kemudian dimanfaatkan untuk menjawab permasalahan dalam penilitian ini yang disusun secara sistimatis dan selanjutnya diuraikan dengan mengunakan Kualitatif, sehingga pada akhirnya diperoleh jawaban atas permasalahan yang mengunakan logika berfikir dengan metode deduktif sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
BAB II
UKURAN SECARA NORMATIF UNTUK MENYATAKAN ADANYA UNSUR PAKSAAN DALAM PERDATA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Hubungan Antara Perjanjian Dengan Perikatan
Istilah Perjanjian berasal dari Belanda (overeenkomst) yang artinya suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.36
Di Indonesia Pengaturan mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III Pasal 1233-1456 KUHPer, perjanjian Dalam pasal 1313 KUHPer, berbunyi “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Salim HS, Perjanjian adalah
"hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”.37
36Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhtisari Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta : PT. Balai Pustaka, 2005), hal.458.
37 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2008), hal.27.
Menurut Salim HS Pengertian perjanjian mengandung unsur:
1. Perbuatan hukum atau tindakan hukum, maksudnya ialah perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.
2. Satu orang atau lebih, maksudnya ialah harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
3. Mengikatkan dirinya, maksudnya ialah orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.38
Pada umumnya Perjanjian terdapat tiga unsur yaitu:
a. Unsur esensialia, maksudnya ialah merupakan sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordel), unsur tersebut harus ada dalam suatu perjanjian karena unsur tersebut berkaitan dengan isi dari perjanjian merupakan salah satu dari syarat sah perjanjian yaitu hal tertentu. Tanpa adanya unsur ini maka suatu perjanjian menjadi batal demi hukum.
b. Unsur Naturalia merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, maksudnya ialah secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring)
c. Unsur aksidentalia, maksudnya ialah merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak, dan juga pilihan penyelesaian sengketa.39
Istilah Perikatan berasal dari belanda (Verbintenis), perikatan diartikan suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih di mana antara kreditur (orang yang berhak atas prestasi) dan debitur (orang yang wajib berprestasi). hubungan hukum ini merupakan suatu akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum yang menimbulkan perikatan. Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak secara tegas memberikan definisi dari perikatan, tetapi pendekatan pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian. didalam Kitab Undang-Undang
38 Salim H.,S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: PT.Sinar Grafika, 2007), hal.124.
39R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT.Bina Cipta, 1987), hal.50.
Hukum Perdata definisi dari perikatan tidak secara tegas dipaparkan, akan tetapi dalam pasal 1233 KUHPer ditegaskan bahwa “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”. Perikatan diatur dalam buku III KUHPer yang mengandung sifat terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang- undang, bersifat mengatur maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak serta bersifat melengkapi maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
Pada umumnya Perikatan terdapat 4 (empat) unsur yaitu:
a. Hubungan hukum, hubungan Hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum, akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
b. Adanya subjek Hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. dengan kata lain Pihak yang berhak atas prestasi (kreditur) dan yang wajib memenuhi prestasi (Debitur).
c. Prestasi, Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Didalam pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
d. Harta kekayaan. maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat.40
Perikatan bersumber dari dua hal, yaitu :
1. Perikatan yang lahir dari perjanjian. Perikatan tersebut lahir karena adanya perjanjian di antara para pihak yang membuatnya seperti diatur didalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. mengenai perjanjian tersebut merupakan hak dan kewajiban yang bersifat relatif, dikatakan relatif karena
40 Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2008), hal. 27.
hubungan hukum tersebut hanya dapat dipertahankan terhadap para pihak yang terkait dalam perjanjian.
2. Perikatan yang lahir karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang. Didalam Pasal 1338 KUHPer “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Perikatan yang dari undang-undang dapat dibedakan menjadi dua jenis : a. Perikatan yang lahir dari undang-undang saja. Perikatan yang timbul oleh
hubungan kekeluarga, yaitu mengenai kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang berada dalam keadaan kemiskinan.41
b. Perikatan yang lahir dari undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang. Perikatan yang lahir yang berhubungan dengan perbuatan orang dapat dibedakan menjadi dua jenis :42
a) Suatu perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang diperbolehkan (zaakwarneming) diatur dalam Pasal 1354 KUHPer, berbunyi:
Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya,
41Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), hal.132
42J.Satrio, Hukum Perikatan (perikatan yang lahir dari undang-undang), Bagian I, (Bandung:
PT.Citra aditya Bakti, 1993), Hal.32.
seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
Misalnya: orang sedang berpergian dengan memelihara kebunnya orang lain, dari perbuatan orang yang melakukan pengurusan kepentingan orang lain itu terbitlah kewajiban bagi orang yang melakukan pengurusan sampai orang yang berkepentingan kembali ketempatnya, jika pengurusan ini dilakukan dengan baik orang ini wajib mengembalikan segala biaya yang telah dikeluarkan.
b) Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seseorang yang melanggar hukum (onrechtmatige daad), Didalam Pasal 1365KUHPer “Tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut”.
Misalnya : seseorang yang membujuk seorang buruh dari perusahaan untuk memberikan keterangan-keterangan perihal cara kerja yang bersifat rahasia dalam perusahan terebut dapat dianggap telah melakukan kerugaian, sipembuat telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Perbuatan yang melanggar hukum mewajibkan
orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian untuk membayar kerugian itu.43
Menurut C.S.T kansil dalam judul buku Hukum Perdata, cetakan Pradnya Paramita menyatakan bahwa Hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perjanjian merupakan suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.
perjanjian dapat kita lihat atau baca ataupun mendengarkan perkataan-perkataannya.
Perikatan lahir karena dua hal, yaitu karena persetujuan (perjanjian) atau karena undang-undang. Perikatan tidak dapat kita lihat dengan mata kepala kita sendiri sedangkan suatu Perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian. Apabila dua orang atau dua pihak mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum, karena janji yang telah mereka berikan. Perikatan tersebut baru berakhir kalau janji atau prestasi sudah dipenuhi.44
2. Syarat Sahnya Perjanjian Dalam Hukum Perdata
Ilmu hukum mengenal empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan perjanjian yang sah, empat unsur tersebut
43Subekti Op.Cit., hal 133
44C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata (termasuk asas-asas hukum perdata), (Jakarta : PT.
Pradnya paramita, 1999), hal.203.
digolongkan kedalam unsur subjektif dan unsur objektif.45 agar perjanjian (verbintennis) oleh hukum dianggap sah, perjanjian tersebut harus mengikat kedua belah pihak,.
Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :46 (a). Sepakat (toestemming) mereka yang mengikatkan dirinya.
kesepakatan tersebut diatur dalam pasal 1321-1328 KUHPer “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan” kesepakatan adalah persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian yaitu adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela diantara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Menurut pendapat J. Satrio ada beberapa cara untuk mengemukakan kehendak tersebut, yakni secara tegas tertulis dengan akta otentik, akta dibawah tangan, dan diam-diam.47
Menurut Pendapat Salim H.S ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
1) Bahasa yang sempurna dan tertulis.
2) Bahasa yang sempurna secara lisan.
3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi
45Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Cet II, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal.14.
46 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),Cet III, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007), hal.33
47J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Timbul dari Perjanjian, Buku I, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1995), hal.164.
dimengerti oleh pihak lawannya.
4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya.
5) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.48
(b). Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Diatur dalam pasal 1329-1331 KUHPer. Pasal 1329 KUHPer menyatakan
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan kecuali undang-undang menyatakan tidak cakap”. pada prinsipnya semua orang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum kecuali mereka:
a) masih dibawah umur, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu), dan tidak lebih dahulu telah menikah
b) Seseorang yang berada didalam pengampuan (curatele atau
conservatorship). Seseorang dapat diletakkan di bawah pengampuan jika yang bersangkutan gila, dungu (onnoozelheid), mata gelap (razernij), lemah akal (zwakheid van vermogens) atau juga pemboros.
Orang yang demikian itu tidak menggunakan akal sehatnya dan oleh karenanya dapat merugikan dirinya sendiri.
c). Orang-orang perempuan Akan tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka istri adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk perjanjian. 49
48 Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT Sinar Grafika, 2003), hal.33.
49Subekti, Hukum Perjanjian Cet XII, (Jakarta : PT.Intermasa,1990), Hal 17.
(c) Mengenai suatu hal tertentu ketentuan.
Peraturan tersebut Diatur dalam pasal 1332-1334 KUHPer yaitu, Pasal 1332 KUHPerdata “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” Dalam bahasa belanda benda disebut sebagai zaak. Zaak tidak hanya berarti barang tetapi juga bisa berupa hak, jasa, benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada.
(d) Suatu sebab yang halal.
Peraturan tersebut diatur dalam pasal 1335-1337 KUHPer. Pasal 1337 KUHPer “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. mengacu kepada isi dan tujuan perjanjian itu sendiri. Maksudnya ialah isinya tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. mengenai kewajiban Adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.50 Dalam pemeriksaan dipengadilan yang dimaksud dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, contoh apabila si penjual hanya bersedia menjual pisaunya jika si pembeli membunuh orang.
Menurut Subekti bahwa dua syarat yang pertama mewakili syarat subyektif, yang berhubungan dengan subyek dalam perjanjian yaitu sepakat
50Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Cet II, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2001), hal.15.
mereka yang mengikatkan dirinya, dan kecakapan untuk membuat sesuatu perikatan, dan dua syarat yang terakhir berhubungan dengan syarat obyektif yang berkaitan dengan obyek perjanjian yang disepakati oleh para pihak suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para pihak. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan kepengadilan dan apabila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Yang artinya perjanjian akan kembali ketitik Nol, pada saat awal perjanjian dibuat.51
3. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian
Menurut Mariam Darus Badruzalman dalam bukunya Menuju Hukum Perikatan Indonesia, Asas-Asas dalam hukum perikatan nasional terdiri dari:52
(a)Asas kebebasan Berkontrak.
Dalam arti kata materil bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian mengenai hal yang diinginkan asalkan causa-nya halal. kebebasan berkontrak dalam arti formal adalah perjanjian yang terjadi atas setiap kehendak dari para pihak.53 yang artinya Setiap orang atau badan hukum bebas membuat perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
51Subekti,Op.Cit., Hal.21.
52Mariam Darus Badruzalman, Menuju Hukum Perikatan Indonesia, (Fakultas Hukum Usu, 1990), hal.19-21.
53Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan dalam Kontrak, Cet I, (FH UII Press, 2010), hal.30
1). Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2). Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3). Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4). Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.54
Bebas disini tidak berarti tidak terbatas, terdapat beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUHPerdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Yaitu dibatasi oleh pasal 1320, mengenai syarat sahnya perjanjian, dimana sebuah perjnajian haruslah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini, kebebasan berkontrak dibatasi pula oleh pasal 1337 berbunyi: “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apa bila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
(b).Asas Konsensualisme (concensualisme).
Asas konsensualisme terdapat Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
54Salim H.S, Op.Cit. hal. 9
(c).Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sun Servanda).
Terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Yang artinya Setiap orang yang membuat perjanjian, terikat untuk dapat memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji-janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
Akibat dari Asas mengikat sebagai Undang-Undang (Asas Pacta Sun Servanda) adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPer “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”. Yang artinya adalah pihak lain (hakim atau pihak ketiga) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi substansi perjanjian yang dibuat para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
(d).Asas Itikad Baik (Goede Trouw).
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUHPer “Suatu Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu:
a). itikad baik nisbi dalam arti subyektif, yaitu Kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b). itikad baik mutlak dalam arti obyektif, yaitu Pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Obyektif disini menunjuk kepada kenyataan bahwa perilaku para pihak itu harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik dan tidak semata-mata pada anggapan para pihak sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer, dimana hakim diberikan suatu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.55
(e).Asas Kesimbangan.
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
(f).Asas Perlindungan (Protection). Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.
B. Tentang Notaris
1. Pengertian Dan Kewenangan Notaris
Notariat lahir di Italia dimulai pada abad ke XI atau XII yang dikenal dengan nama “Latinjse Notariat” yang merupakan tempat asal berkembangnya notariat,
55Herry Susanto, Op.Cit., hal.34.
tempat ini teletak di Italia Utara, kemudian berkembang dan meluas ke daerah Perancis dan meluas ke negara lain di dunia termasuk berkembang di Indonesia.
G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian notaris sebagai berikut:
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.56
Pengertian Notaris diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) “Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.
Dari pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN), bahwa peran notaris merupakan kedudukannya yang sangat dibutuhkan sebagai sarana keabsahan perjanjian yang para pihak lakukan. Kedudukan Notaris menjadi semakin penting bagi masyarakat, masyarakat tidak lagi mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain, oleh karena itu akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris adalah alat bukti yang memuat aspek lahiriah, formal dan materil sebagai wujud kesempurnaan dari akta otentik yang sah dimata hukum. Sumber dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) diatur dalam Pasal 1868 KUHPer “Suatu Akta Otentik adalah suatu
56G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : PT.Erlangga, 1999), hal. 31
akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau yang berwenang untuk itu, ditempat dimana akta itu dibuat”
Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.57 Dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN) 1860 ditegaskan bahwa pekerjaan Notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) dan satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, sepanjang tidak ada peraturan yang memberi wewenang serupa kepada pejabat lain.58
Menurut pendapat G.H.S. Lumban Tobing wewenang yang dimiliki oleh Notaris meliputi empat (4) hal yaitu sebagai berikut :
1). Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;
2). Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;
2). Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;