NO. 943 K/PDT/2012)
TESIS
Oleh
MARANATHA MONICA JUSTICIA DOLOKSARIBU 137011062/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
NO. 943 K/PDT/2012)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARANATHA MONICA JUSTICIA DOLOKSARIBU 137011062/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
943 K/PDT/2012)
Nama Mahasiswa : MARANATHA MONICA JUSTICIA DOLOKSARIBU Nomor Pokok : 137011062
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Tanggal lulus : 20 Agustus 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
4. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : MARANATHA MONICA JUSTICIA DOLOKSARIBU
Nim : 137011062
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : UNSUR PAKSAAN YANG TERKANDUNG DI DALAM
SEBUAH PERJANJIAN SEBAGAI ALASAN
PEMBATALAN PERJANJIAN (STUDI KASUS : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 943 K/PDT/2012) Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : MARANATHA MONICA JUSTICIA DOLOKSARIBU Nim : 127011178
sepakat para pihak yang mengikat diri, Syarat tersebut dalam perdata dikelompokan sebagai syarat subjektif. Dalam pembuatan perjanjian ada atau tidaknya unsur paksaan dalam membubuhkan tanda tangan tidak dapat diketahui tanpa adanya laporan dari pihak yang dirugikan. Penelitan secara mendalam dilakukan untuk mengetahui ukuran secara normatif untuk menyatakan adanya unsur paksaan dalam perdata, akibat unsur paksaan dalam perjanjian yang ternyata hakim tidak menemukan sebagai unsur paksaan, serta pertimbangan hakim dalam menyatakan unsur paksaan sebagai dasar membatalkan perjanjian dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 943 K/PDT/2012.
Metode penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melihat putusan hakim. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yang selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan, ukuran secara normatif untuk menyatakan adanya unsur paksaan dalam Perdata yang dapat membatalkan perjanjian diatur dalam Pasal 1324 KUHPerdata, unsur paksaan sebagaimana diatur pada Pasal 1324 KUHPerdata tersebut, dapat membatalkan perjanjian apabila dilakukan terhadap pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 1323 KUHPerdata dan juga dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah salah satu pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1325 KUHPerdata. Akibat dari Unsur Paksaan yang ternyata hakim tidak menemukan sebagai unsur paksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1326 KUHPerdata, yaitu: “rasa takut karena hormat terhadap ayah, ibu atau keluarga lain dalam garis lurus ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan”. Putusan MA Nomor 943 K/PDT/2012, telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku yaitu bahwa Tugas seorang Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik yang menjadi dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum dalam hal pembuktian dalam hukum perdata formil dan materil yaitu dapat tidaknya diterima dipersidangan serta sebagai kekuatan pembuktian yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa yang dikemukan.
Kata Kunci: Pembatalan Perjanjian, Unsur Paksaan, Rumah Tahanan.
agreement between the parties concerned. In the civil case, the requirement is grouped as the subjective requirement. No one knows whether there is duress in a contract in signing it without any complaint from a harmed party. In-depth research was conducted to find out a normative standard which stated that there was duress in a civil case which was caused by duress in a contract while the judge did not find it, and judge’s consideration in stating that there was duress for cancelling the contract in the Ruling of the Supreme Court no. 943 K/PDT/2012.
The research used judicial normative and descriptive analytic methods. The data consisted of primary and secondary data. Primary data were obtained from judges’ verdicts, while secondary data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. They were all gathered by conducting documentary study and analyzed qualitatively.
The result of the research shows that normatively duress in the civil case can cancel a contract as stipulated in Article 1324 of the Civil Code which states that as contract can be cancelled when duress is done toward the third party as it is regulated in Article 1323 of the Civil Code. It can also be cancelled when the duress is done toward a married couple or their families toward their upper or lower line of as it is stipulated in Article 1326 of the Civil Code which states that “…feelings of fear which is caused by respect toward father, mother, or other family members in the upper line, without being accompanied by duress, cannot cancel an agreement.” The Ruling of the Supreme Court No. 943 K/PDT/ 2012 has been in line with the legal provisions that a Notary’s duty is to compare the relationship between legal provisions and the stakeholders in a written form and in certain form so that an authentic deed becomes strong evidence in the legal process of formal and material case whether they are accepted in the hearing as an authentic evidence before the judge in giving his verdict about the truth of a certain case.
Keywords: Cancellation of a Contract, Duress, House of Detention
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini.
Berjudul “UNSUR PAKSAAN YANG TERKANDUNG DIDALAM SEBUAH PERJANJIAN SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PERJANJIAN (Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 943 K/PDT/2012”). Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi. Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Subhilhar, PhD, selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
menjadi mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan serta telah dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik maupun motivasi serta materi ataupun teknik penulisan sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu dekan I Fakultas Hukum, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Anggota Komisi Pembimbing dalam penelitian ini yang telah memberikan waktu dan bimbingan dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik serta materi ataupun teknik penulisan Penelitian ini.
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan serta selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik maupun motivasi serta materi ataupun teknik penulisan sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik.
saran, kritik maupun motivasi sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik.
7. Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH., MKn., selaku Anggota Komisi Penguji dalam penelitian ini yang telah dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik maupun motivasi sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik.
8. Seluruh Staff Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Ibu Mery Donnatiur Pasaribu, SH.,MH., selaku Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk melanjutkan Pendidikan Keprogram Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Bapak M.Yusafrihardi Girsang, SH., MH., selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, untuk waktu dan kesempatan yang telah diberikan dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik, perbaikan,teknisi, materi maupun motivasi untuk membantu penulis dalam menyelesaikan Penelitian ini.
11. Bapak Sugeng Wahyudi, SH., MH., selaku Panitera/Seketaris Pengadilan Negeri Medan, untuk kesempatan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam meneliti kasus penelitian penulis.
Yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan bimbingan, petunjuk dan dorongan semangat serta motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya penulisan tesis ini. Atas segala bantuan tersebut penulis berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Bapak / Ibu senantiasa mendapat lindungan, rahmat, kasih-Nya dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya kepada nusa, bangsa dan agama.
13. Terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua Penulis Bapak Pontas Efendi SH., MH., selaku Ketua Pengadilan Negeri Bandung dan serta Ibunda Rotua Sri Damayanti Siagian, yang telah membesarkan penulis dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga serta telah memberikan doa restu, semangat, motivasi yang tak terhingga dan tak henti-hentinya sehingga penulis dapat melanjutkan dan meyelesaikan pendidikan di Program Study Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
14. Terimakasih kepada adik-adik Penulis Immanuel Chandra Doloksaribu, Kartika Sari Doloksaribu, Tirta Pratama Doloksaribu, Passa Panggalang Doloksaribu, atas dukungan dan doa selama ini kepada penulis.
15. Terimakasih kepada adik-adik sepupu Penulis Cindy, Fany, Maikel, Putri, Yohanna, Wahyu, Pratiwi, Iva, Yohannes, Angel, Ella atas dukungan, dorongan dan semangat yang tidak henti-hentinya kepada penulis.
Drs. Arifin, SH.,MH., selaku hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk waktu dan kesempatan yang telah diberikan dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik, materi masukan maupun motivasi untuk membantu penulis dalam menyelesaikan Penelitian ini. Bapakuda, Inanguda, Amangboru, Namboru semuanya atas dukungan, dorongan dan semangat selama ini kepada penulis yang tidak henti-hentinya.
17. Terimakasih kepada keluarga besar Ompung Maranatha Siagian, Ompung doli Drs.Edward Siagian, Ompung boru Marince Hutagaol, Tulang, Tante, Inanguda, Bapakuda semuanya atas dukungan dorongan dan semangat selama ini kepada penulis yang tidak henti-hentinya.
18. Terimakasih kepada Naposo/Remaja HKBP Mawar Helvetia medan atas dukungan, dorongan dan semangat selama ini kepada penulis
19. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis Tigor Sinambela, SH, M.kn, Johannes Ronald Fernando Hutahuruk, ST, Zakaria Siringoringo, SH atas dukungan, dorongan dan semangat, waktu serta kesempatan untuk membantu penulis dalam memperbaikin teknik penulisan Penelitian ini.
20. Terimakasih kepada Sahabat dan rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan sekalian khususnya M.Kn Reguler Khusus 2013, yang telah bersama-sama dengan Penulis mengikuti pendidikan sejak awal, kiranya
21. Seluruh staff pegawai administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna dan memiliki kekurangan, akan tetapi Penulis berharap penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Hormat saya, Penulis,
Maranatha Monica Justicia Doloksaribu
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Maranatha Monica Justicia Doloksaribu Tempat/Tanggal Lahir : Tanah Grogot (Kalimantan Timur), 14
Desember 1989
Alamat : Jln. Taman Malaka Selatan Blok B5/16
Pondok Kelapa Jakarta Timur
II. IDENTITAS KELUARGA
Ayah : Pontas Efendi, SH, MH
Ibu : Rotua Sri Damayanti Siagian
III. KETERANGAN PENDIDIKAN
1. TK. Paroki Katedral, Sanggau (Kalimantan Barat) Tamat Tahun 1995 2. SD.SDK.Widyaduta, Duta Kranji (Bekasi Barat) Tamat Tahun 2002 3. SMP.Santo Lukas II, Sunter (Jakarta Utara) Tamat Tahun 2005 4. SMA. Budhaya II Santo Agustinus, Buaran
(Jakarta Timur) Tamat Tahun 2008
5. S1 Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana,
Jatiwaringin (Jakarta Timur) Tamat Tahun 2012 6. S2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2015
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAHASA ASING ... xiii
DAFTAR SINGKATAN... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 10
1. Kerangka Teori ... 10
2. Konsepsi... 17
G. Metode Penelitian... 19
1. Spesifikasi Penelitian ... 19
2. Sumber Data ... 20
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data ... 21
4. Analisa Data ... 21
BAB II UKURAN SECARA NORMATIF UNTUK MENYATAKAN ADANYA UNSUR PAKSAAN DALAM PERDATA ... 23
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ... 23
1. Hubungan Antara Perjanjian Dengan Perikatan ... 23
2. Syarat Sahnya Perjanjian Dalam Hukum Perdata ... 28
2. Kode Etik Dan Sanksi Notaris ... 38
C. Kekuatan Alat Bukti Dalam Hukum Perdata ... 40
D. Surat Kuasa Dalam Hukum Perdata ... 54
E. Perjanjian Jual Beli ... 59
BAB III AKIBAT UNSUR PAKSAAN DALAM PERJANJIAN YANG TERNYATA HAKIM TIDAK MENEMUKANNYA SEBAGAI UNSUR PAKSAAN ... 64
A. Pengertian Dan Bentuk Paksaan ... 64
B. Paksaan Sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian ... 65
C. Pembatalan Perjanjian Menurut Putusan Pengadilan... 70
1. Pengertian Dan Tugas Hakim ... 70
2. Pengertian Putusan Hakim Atau Putusan Pengadilan ... 74
3. Kekuatan Putusan Hakim ... 78
D. Perbuatan Melawan Hukum ... 80
1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ... 80
2. Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum ... 83
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENYATAKAN UNSUR PAKSAAN SEBAGAI DASAR MEMBATALKAN PERJANJIAN DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 943 K/Pdt/2012... . 87
A. Kasus Posisi ... 87
B. Putusan Dan Pertimbangan Hakim ... 88
1. Putusan Pengadilan Negeri No.119/Pdt.G/2009/PN.Medan.. 88
2. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 387/Pdt/2010/PT.Medan 91 3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 943 K/Pdt/2012 ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 100
Acte ambtelijk : Akta Otentik yang dibuat oleh pejabat
Acte Partij : Akta Otentik yang dihadapan pejabat
Ambtelijke verrichtingen : Pekerjaan Notaris adalah pekerjaan resmi Asas Pacta Sun Servanda : Asas kekuatan mengikat
Bewijsmiddel : Alat bukti
Curatele atau conservatorship : Seseorang yang berada didalam pengampuan
Contradictio interminis : Sepakat yang diberikan dengan paksaan Equality and fairness : Keadilan adalah memberikan perlakuan
dan memberi kesempatan yang sama
Ex nunc : Pembatalan berlaku sejak putusan hakim
yang memperoleh kekuataan hukum yang tetap
Interesten : Bunga
Koersi : Paksaan
Kosten : Biaya
feitelijke gronden : Pertimbangan tentang duduk perkaranya freedom of contract : Asas kebebasan berkontrak
Geestelijke overwicht : Paksaan karena keunggulan psikologis
Goede Trouw : Asas Itikad Baik
Onrechtmatige daad : Seseorang yang melanggar hukum
Schaden : Rugi
Toestemming : Sepakat
Verbintenis : Perikatan
Vernietigbaar : Salah satu pihak dapat meminta perjanjian dibatalkan
Wanprestasi : Pihak yang melakukan ingkar janji
Zaakwarneming : perbuatan yang diperbolehkan
Zaak : benda
BW : Burgerlijk Wetboek
HIR : Herziene Inlandsch Reglement
KUHPer : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHAPer : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata RBG : Rechtsreglement voor de Buitengewesten
PP : Peraturan Pemerintah
PJN : Peraturan Jabatan Notaris
UUD : Undang-Undang Dasar
UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut kodrat alam, manusia pada zaman apa pun juga selalu hidup bersama, hidup manusia selalu menyangkut hubungan antara individu dengan individu lainnya. disemua aspek pergaulan hidup terlihat susunan kehidupan menyebabkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan, dimana selalu ada kebutuhan manusia yang satu yang dapat dipenuhi oleh manusia yang lain kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan sesuatu, pada bentuk-bentuk pergaulan hidup manusia yang paling primitif sekalipun dapat dikemukakan dengan pasti bahwa kebiasaan tersebut bersifat ritual dan sakral, dengan adanya kebetuhan manusia yang satu dengan yang lain maka timbul hubungan antara manusia itu, sehingga dengan seringnya dilakukan interaksi dapat timbul suatu kesepakatan/perjanjian oleh kedua belah pihak. Perjanjian-Perjanjian dimana masing-masing anggota masyarakat saling mengikatkan dirinya dan saling memberikan prestasi.1
Dalam sejarah pergaulan hidup manusia tergolong ilmu pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora), yang mempunyai kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni bahwa semua adalah empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari keyakinan.2
Menurut Encyclopedia Britannica, yang dimaksud ilmu pengetahuan, adalah:
1 Purwahid Patrik, Asas Iktikad Baik dan Kepatuan Dalam Perjanjian, Cet I, (Semarang:
UNDIP, 1986), hal.1.
2Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Cet I, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), hal.5.
Hasil pengamatan sistimatis yang tidak memihak (dari Kenyataan), penilitian yang layak atas pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh para ahli riset yang khusus dilatih untuk itu menjurus kepada pengklarifikasian tersebut telah diturunkan aturan-aturan umum atau dalil-dalil, dalil-dalil ini dapat dilakukan lebih lanjut untuk pengamatan-pengamatan berikutnya jika tidak terdapat persamaan pengamatan-pengamatan yang baru dan dalil-dalil dapat diterima sebelumnya dapat menyebakan dalil-dalil tersebut diubah bahkan perubahan- perubahan ini pada gilirannya menjurus kepada pengamatan-pengamatan seterusnya. kegiatan-kegiatan ini lazimnya disebut “metode” ilmu pengetahuan.3
Pasal 1320 KUHPer memberikan definisi sebagai berikut : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal
Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan (vernietigbaar), sementara itu, apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum (nietig). Keempat syarat tersebut haruslah dipenuhi oleh para pihak dan apabila syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu Perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah mentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, maka perjanjian tersebuat dianggap tidak ada.4
Salah satu syarat esensial untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya kata sepakat para pihak yang mengikat diri, yang diuraikan dalam Pasal 1313 KUHPer
3Ibid.,
4 Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Cet 1, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2011), hal.66.
berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Syarat tersebut dalam perdata dikelompokan sebagai syarat subjektif karena adanya pernyataan kehendak dan tercapainya kata sepakat diantara para pihak. Pernyataan kehendak tersebut dapat dilakukan dengan kata-kata lisan ataupun tertulis.5 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.6 dan Menurut sistem hukum Civil Law apabila telah terjadi persesuaian kehendak dan telah disepakati oleh para pihak maka Memorandum of Understanding (Mou), yang merupakan sebuah dokumen prakontraktual telah memiliki kekuatan untuk dilaksanakan dan memiliki kekuatan mengikat.7
Hubungan antara perjanjian dan perikatan memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut. oleh karena itu perlu diakui dan diberikan akibat hukum bagi pihak yang melakukan ingkar janji (wanprestasi), suatu perjanjian yang dibuat tanpa memenuhi syarat subjektif tidak menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum, tetapi perjanjian tersebut dapat digugat pembatalannya ke pengadilan. Perjanjian memuat syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau bahkan yang dilarang oleh undang-
5 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata dibidang Kenotariatan, Buku II, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2013), hal.141.
6Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT.Intermasa, 2001), hal.36.
7 Salim H.,S, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MOU), (Jakarta.
PT.Sinar Grafika, 2008), hal.54.
undang8. Perjanjian yang selama belum dibatalkan tetap berlaku, dengan terpenuhinya syarat batal atau dengan kata lain perjanjian yang batal demi hukum maka perjanjian tersebut mengakibatkan kembali keadaan pada kondisi semula pada saat timbulnya perikatan itu, perjanjian yang batal demi hukum seperti itu berlaku surut hingga ketitik awal perjanjian dibuat. Pembatalan berlaku sejak putusan hakim yang memperoleh kekuataan hukum yang tetap (ex nunc).
Kekuatan mengikat dalam perjanjian sebagai undang-undang menentukan bahwa para pihak harus tunduk dan patuh pada ketentuan perjanjian yang mereka buat sebagaimana tunduk dan patuh kepada undang-undang. Adanya kesepakatan dari para pihak yang menguatkan diri secara formal dapat dilihat dari tanda tangan para pihak. Apabila ada pihak yang melanggar ketentuan dan persyaratan di dalam perjanjian dapat dikenakan sanksi seperti juga pelanggaran terhadap undang-undang.9
Dalam pembuatan perjanjian itu apakah terdapat unsur paksaan terhadap salah satu pihak dalam membubuhkan tanda tangan yang menimbulkan kerugian hal tersebut tidak dapat diketahui tanpa adanya laporan dari pihak yang dirugikan tersebut tentunya ada atau tidaknya paksaan juga tidak mudah untuk dibuktikan.
Dalam Pasal 1321 KUHPer, berbunyi: “tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. Serta dan dalam Pasal 1449 KUHPer, berbunyi: “Perikatan-Perikatan yang dibuat dengan
8Elly Erawati, Herlien Budiono, Penjelasan HukumTentang Kebatalan Perjanjian, (Jakarta:
PT.Gramedia, Nasional Legal Reform Program, NLRP, 2010), hal.58.
9 Johannes Gunawan, Reorientasi Hukum Kontrak Di Indonesia, Vol. 22, No. 6, (Jakarta : PT.Jurnal Hukum Bisnis, Tahun 2003), hal.48.
paksaan, kekhilafan, atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya”.
Dalam membuat perjanjian seseorang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Cacat kesepakatan atau cacat kehendak terjadi apabila seseorang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia harus mencegahnya, Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain untuk memberikan pilihan kepadanya, paksaan terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Misalnya ia akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian. Yang diancamkan harus mengenai suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.10
Undang-Undang No 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 berbunyi
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”, sehingga apabila seseorang ingin mengugat Notaris yaitu para pihak yang tercantum dalam akta dapat dilakukan dengan cara menggugat secara perdata kepengadilan negeri, maka para pihak wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya dan notaris wajib mempertahankan aspek tersebut, jika gugatan para pihak tersebut tidak terbukti
10Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta : PT.Intermasa, 2003), hal.135.
maka akta notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak yang terikat sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri ataupun putusan pengadilan, demikian jika gugatan tersebut terbukti maka akta notaris berkurang kedudukanya dari akta otentik menjadi akta dibawah tangan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat diketahui, unsur paksaan yang dimaksud yaitu, Paksaan karena keunggulan psikologis (geestelijke overwicht);
Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang disalahgunakan oleh pihak yang mempunyai keunggulan psikologis luar biasa, contoh dokter yang mesti atau minta dibayar tinggi/ mahal oleh Pasien oleh karena Pasien dalam keadaan berbahaya bagi kelanjutan hidupnya jika tidak sesegara mungkin dioperasi.11 Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul : “UNSUR
PAKSAAN YANG TERKANDUNG DIDALAM SEBUAH PERJANJIAN
SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PERJANJIAN (Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 943 K/PDT/2012”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ukuran secara normatif untuk menyatakan adanya unsur paksaan dalam Perdata?
11Damang, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstadiheden), Unsur-unsur Kontrak dan Teori Terjadinya/Tercapainya Kesepakatan, www.negarahukum.com/hukum/penyalahgunaan- keadaan-misbruik-van-omstadigheden-unsur-unsur-kontrak-dan-teori-terjadinya-tercapai nya- kesepakatan-pertemuan-kelima.html, PPS Fakultas Hukum UMI, Makassar, tanggal akses 18 Februari 2015, pukul 10.00 WIB
2. Bagaimana akibat Unsur Paksaan dalam perjanjian yang ternyata hakim tidak menemukan sebagai unsur paksaan ?
3. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menyatakan unsur paksaan sebagai dasar membatalkan perjanjian dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 943 K/PDT/2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang Unsur Paksaan yang terkandung dalam sebuah perjanjian sebagai alasan pembatalan perjanjian. dari rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui secara Normatif adanya Unsur Paksaan dalam pengikatan Perjanjian.
2. Untuk mengetahui akibat adanya unsur paksaan dalam perjanjian yang ternyata hakim tidak menemukannya sebgai unsur paksaan.
3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menafsirkan unsur paksaan sebagai dasar membatalkan perjanjian dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 943 K/PDT/2012.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan Permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam dunia Pendidikan Kenotariatan dan Ilmu Hukum, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta pemahaman dan pandangan baru dalam bidang hukum perjanjian diindonesia khususnya tentang isi dari perjanjian, sikap Hakim dalam melaksanakan putusan, penyebab terjadinya pembatalan dalam sebuah perjanjian, dan akibat hukum Unsur paksaan didalam sebuah perjanjian, sehingga diharapkan dapat memberikan masukan-masukan bagi masyarakat yang akan melakukan perjanjian baik dihadapan pejabat Umum ataupun dibuat dibawah tangan oleh para pihak yang ingin melakukan perjanjian.
2. Manfaat praktis
Secara Praktisi penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para pembaca, khususnya bagi dunia perguruan tinggi bidang ilmu kenotariatan dan bidang ilmu hukum dan serta pada masyarakat umumnya, selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran keperpustakaan, khususnya di lingkungan sekolah pascasarjana Sumatra Utara terdapat keaslian hasil-hasil penelitian yang ada, ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai “Unsur Paksaan yang terkandung didalam sebuah perjanjian sebagai alasan pembatalan perjanjian” oleh karena itu,
penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademis berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.
Akan tetapi ada beberapa tesis yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa kenotariatan di M.Kn-USU sebagai berikut:
1. Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Jual Beli Study Kasus Perkara Perdata No.107/Pdt.G/2010/PN. Medan, oleh Akhmad Mighdad (097011114), Mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU,Tahun 2012.
Permasalahan :
a. Bagaimana kedudukan hukum sebuah akta jual beli?
b. Bagaimanakah akibat hukum dari pembatalana akta jual beli?
c. Bagaimanakah peran Notaris/PPAT dalam penyelesaian akibat pembatalan akta jual beli?
2. Analisis Yuridis terhadap pembatalan akta Notaris (studi Kasus Pada pengadilan Negeri Medan), oleh Zuliana Maro Batubara (087011134) Mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2012.
Permasalahan :
a. Bagaimana suatu akta Notaris dapat menjadi batal oleh suatu putusan pengadilan?
b. Bagaimana tanggung jawab Notaris Terhadap akta yang menjadi batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan?
c. Bagaiman pandangan badan peradilan khususunya pengadilan negeri Medan dalam perimbangannya dalam membatalkan akata Notaris?
3. Suatu Tinjauan tentang Pembatalan akta Notaris yang Penandatangannya dilakukan didalam Rumah Tahanan (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No.3641 K/Pdt/2001), oleh Mahlia Nola Pohan (097011124)
Permasalahan :
a. Bagaimanakah Kecakapan Hukum Seseorang yang berada didalam rumah tahanan menandatangani akta Notaris?
b. Bagaimana Jika ada Unsur Paksaan yang dapat menimbulkan pembatalan terhadap akta notaris yang ditandatangani didalam rumah tahanan?
c. Bagaimana Tanggung Jawab Notaris terhadap pembatalan akta yang dibuat dihadapannya ditandatangani didalam rumah tahanan.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka Teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari kebenaran yang dianalisis. kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.12
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkanya pada
12 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : PT. Mandar Maju, 1994), hal.80.
fakta-fakta yang dapat menunjukan ketidak benaran.13 Fungsi Teori dalam penelitian adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.14
Teori yang digunakan dalam menganalisa penelitian ini adalah teori keadilan.
teori diatas dijadikan sebagai pisau analisi untuk mengkaji dan memahami lebih lanjut tentang hal yang terkandung dalam sebuah perjanjian yang menjadikan alasan pembatalan perjanjian, serta memahaminya dalam objek penelitian sebagai kaidah dan isi kaidah hukum seperti yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Menurut John Rawles Teori Keadilan sebagai kelayakan.15 Sedangkan menurut Socretes hingga Francois Geny, keadilan sebagai mahkota hukum. Teori ini juga dapat dikatakan sebagai teori Hukum Alam yang mengutamakan “the search for justice”.16 Yang maksud adalah jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan, jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap
13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press,1986), hal. 6.
14Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hal.35.
15Achmad Ali, Teori Hukum dan Teori Peradilan, (Jakarta : PT.Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.281-282
16Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam lintasan Sejarah, Cet VIII, (Yogyakarta : PT.
Kanisius, 1995), hal.196.
setiap orang.17 Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya
“kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk.18
Unsur Paksaan adalah perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.
Menurut Elly Erawati dan Herlien Budiono, bahwa:
Paksaan dalam KUHPerdata adalah paksaan secara kejiwaan atau rohani, atau suatu situasi dan kondisi di mana seseorang secara melawan hukum mengancam orang lain dengan ancaman yang terlarang menurut hukum sehingga orang yang berada di bawah ancaman itu berada di bawah ketakutan dan akhirnya memberikan persetujuannya dengan tidak secara bebas.
Ancaman itu menimbulkan ketakutan sedemikian rupa sehingga meskipun kehendak orang yang diancam itu betul telah dinyatakan, kehendak tersebut menjadi cacat hukum karena terjadi akibat adanya ancaman.19
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakann dasar kehendak pihak-pihak untuk mencapai kehendak antara lain asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat (Asas Pacta Sun Servanda), Asas iktikad baik serta dan Asas Keseimbangan.20 Asas-asas tersebut baru dikatakan bermakna bila diamati atau ditemukan. Dengan kata lain, asas-asas hukum pada dasarnya tersembunyi dibalik norma-norma (masyarakat) Indonesia dan baru terwujud bila ditemukan dan dirumuskan.
17https://www.mahkamahagung.go.id/fileyur/PEDOMANHAKIM, Pedoman Perilaku Hakim, tanggal akses 18 Juli 2015
18Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung : PT. Nuansa Dan Nusamedia, 2004), hal.25.
19Elly Erawati dan Herlien Budiono, Op.Cit., hal.56.
20Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2014), hal.295.
Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa:
“asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif”.21
Menurut Satjipto Rahardjo yang menyatakan bahwa “asas sebagai
“jantungnya” peraturan hukum. Dikatakan demikian, karena asas hukum menjadi landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Selain itu, asas hukum juga merupakan ratio legis dari peraturan hukum”.22
Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada didalamnya. Karena itu, untuk memahami hukum dengan sebaik baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan hukumnya saja, melainkan harus menggalinya sampai kepada asas-asas hukumnya.
Asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada peraturan hukum serta tata hukum.
Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yaitu setiap individu diberi jaminan untuk membuat kontrak tanpa hambatan sesuai dengan keinginannya untuk melahirkan hubungan hukum dengan individu lain, yang meliputi ruang lingkup sebagai berikut:
a) kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
b) kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian
21 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2001), hal.5.
22Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal.45.
c) kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya
d) kebebasan untuk menentukan objek perjanjian
e) kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
f) kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional)23
Kebebasan itu bukanlah tanpa batasan sama sekali. Batasan itu datang baik yang diberikan oleh undang-undang, doktrin maupun melalui putusan pengadilan.
Pembatasan terhadap penerapan asas kebebasan berkontrak ini pula yang menjadi fokus kajian, terutama pembatasan yang dilakukan melalui putusan hakim, yaitu melalui ajaran penyalahgunaan keadaan (undue influence).
Asas Mengikat Sebagai Undang-Undang (Asas Pacta Sunt Servanda) Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat "berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUH Per. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatanya sebagai undang-undang. Dan kalimat ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya "Hakim" untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut, dengan kata lain pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya sebuah undang-undang oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum yang merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian terasebut.
23 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang BagiPara Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta, IBI, 1993), hal.47.
Asas itikad baik dan Kepatutan tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” dan Pasal 1339 KUHPer berbunyi “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatuhan, kebiasaan dan undang-undang.
Asas ini berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan maksudnya yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.24Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai seorang Notaris, haruslah dapat mempertanggung jawabkan setiap tindakan ataupun perbuatan yang dilakukan, hal tersebut bukan saja dilaksanakan untuk menjaga nama baiknya tetapi juga menjaga kehormatan dan nama baik dari lembaga kenotariatan sebagai wadah dari para Notaris-Notaris di seluruh Indonesia.
Tugas notaris adalah mengkonstatir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik, Pekerjaan Notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) dan satu-satunya
24 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung : PT.Mandar Maju, 1999), hal.67
pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, sepanjang tidak ada peraturan yang memberi wewenang serupa kepada pejabat lain, sehingga dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan diperlukannya Pengawasan dalam kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan ditujukan terhadap diri Notaris, perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris akan mendapatkan sanksi berupa akta notaris menurun kekuatannya menjadi akta yang memiliki kekuatan akta di bawah tangan dan sanksi lainnya juga dapat membuat akta tersebut batal demi hukum.
Pertimbangan atau alasan-alasan dalam putusan pengadilan terhadap perkara perdata terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu pertimbangan tentang duduk perkaranya feitelijke gronden dan pertimbangan tentang hukumanya rechtsgronden yang akam menentukan nilai dari suatu putusan hakim, sehingga aspek pertimbangan hukum oleh hakim haruslah teliti, baik, dan cerma, jika hakim tidak teliti dapat menimbulkan pembatalan putusan oleh oleh pengadilan tinggi atau mahkamah agung.
Menurut Rachmat Setiawan dalam bukunya Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Perbuatan melawan hukum mensyaratkan penggugat membuktikan adanya unsur kesalahan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPer “Tiap perbuatan melanggar Hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu menganti kerugiaan tersebut”.25
25 Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung : PT.Alumni, 1982), hal.38.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman unsur dari perbuatan melawan hukum, sebagai berikut:
a. Suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahan atau kelalainnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut;
b. Melanggar hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain
c. Seorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan wajib dilakukannya, disamakan dengan seorang yang melakukan suatu perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum.26
Apabila hanya mengandalkan doktrin pertanggung jawaban liability based on fault, maka penegakan pengadilan akan menghadapi berbagai kendala. Hal ini di karenakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam unsur negligence atau fault (kesalahan). Sehingga apabila tergugat (pencemar) berhasil menunjukkan kehati- hatiannya walaupun ia telah mengakibatkan kerugian, maka ia dapat terbebas dari tanggung jawab.27
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu dari bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi28. Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah Karakteristik, kejadian, keadaan, atau
26Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata – Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung, Alumni, 1983), hal.146.
27Richard A. Posner, Teori Kesalahan, (Boston, Brown and Company, 1990), hal.14.
28C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : PT.Balai Pustaka, 2002), hal.44.
indivudu tertentu.29 Adapun uraian dari konsep yang dipakai dalam peneitian ini adalah:
1. Unsur paksaan adalah suatu situasi dan kondisi di mana seseorang secara melawan hukum mengancam orang lain dengan ancaman yang terlarang menurut hukum sehingga orang yang berada di bawah ancaman itu berada di bawah ketakutan dan akhirnya memberikan persetujuannya dengan tidak secara bebas.
2. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih lainnya Pernyataan kehendak tersebut dapat dilakukan dengan kata-kata lisan ataupun tertulis.
3. Pembatalan perjanjian adalah adanya cacat kehendak pihak yang membuatnya sehingga mengakibatkan kembali keadaan pada kondisi semula pada saat timbulnya perikatan itu.
4. Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik.
5. Alat bukti ( bewijsmiddel ) adalah segala sesuatu yang oleh undang-undang yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan juga memberikan keterangan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan.
29Burhan Ashshofa, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996), hal.19.
6. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
7. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
8. Perbuatan melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kesusilaan, kepantasan dan kepatutan dalam masyarakat, yang telah diatur dalam undang-undang.
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu sesuatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan pengadilan, yang bertujuan untuk mengambarkan secara sistimatis, faktual dan akurat terhadap permasalahan unsur paksaan yang terkandung didalam sebuah perjanjian sebagai alasan pembatalan perjanjian, yang menjadi topik permasalahan dalam penelitian ini yang dianalisa dan diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.30
30 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal.36.
Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisisartinya menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan atas unsur paksaan yang terkandung didalam sebuah perjanjian sebagai alasan pembatalan perjanjian dalam permasalahan penelitian ini. Penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian doktrinal (doctrine research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam hukum (law as written in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law is it is decided by the judge through judicial process)31
2. Sumber Data
Penelitian ini diperoleh dari hukum normatif diperoleh dari penelitian perpustakaan yaitu data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif- teoritis dan analisis kualitatif.32 bahan perpustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tesier.33Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:
a. Bahan Hukum Primer yakni Norma (dasar), peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek Penelitian. kitab undang-undang hukum perdata, HIR, RBg, undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, Kode Etik Hakim, Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris, kode Etik Notaris, Undang-
31Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Medan, Fahkultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 18 Februari 2003, hal.1
32 J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan statistik, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003), hal.3.
33Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peneilitian Hukum Normatif Suatu Tinjuan Singkat, (Jakarta : PT. Rajawali Press,1995), hal.39.
Undang No 6 Tahun 2013 tentang tata tertib Lembaga Permasyarakatan Dan Rumah Tahan Negara
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain : tulisan atau pendapat para ahli hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan buku sekunder, misalnya ensiklopedia, bahan dari internet, kamus, majalah, dan lain-lain yang terkait dalam masalah ini.
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Sesuai dari uraian penelitian diatas, maka digunakan pula teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder atau dengan kata lain disebut studi kepustakaan.34 Untuk mengumpulkan data sekunder terlebih dahulu dilakukan studi dokument tertulis, yang kemudian dilakukan inventarisasi secara sistimatis dengan permasalahan yang di kemukakan35
4. Analisis Data
Dari Uraian Penelitian tesis diatas sangat diperlukan suatu anlisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. data
34 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1986), hal 53.
35Bambang Sunggono, Op Cit., hal.82.
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library resarch) dan data primer yang berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
Data yang telah dikumpulkan, kemudian dimanfaatkan untuk menjawab permasalahan dalam penilitian ini yang disusun secara sistimatis dan selanjutnya diuraikan dengan mengunakan Kualitatif, sehingga pada akhirnya diperoleh jawaban atas permasalahan yang mengunakan logika berfikir dengan metode deduktif sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
BAB II
UKURAN SECARA NORMATIF UNTUK MENYATAKAN ADANYA UNSUR PAKSAAN DALAM PERDATA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Hubungan Antara Perjanjian Dengan Perikatan
Istilah Perjanjian berasal dari Belanda (overeenkomst) yang artinya suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.36
Di Indonesia Pengaturan mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III Pasal 1233-1456 KUHPer, perjanjian Dalam pasal 1313 KUHPer, berbunyi “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Salim HS, Perjanjian adalah
"hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”.37
36Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhtisari Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta : PT. Balai Pustaka, 2005), hal.458.
37 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2008), hal.27.
Menurut Salim HS Pengertian perjanjian mengandung unsur:
1. Perbuatan hukum atau tindakan hukum, maksudnya ialah perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.
2. Satu orang atau lebih, maksudnya ialah harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
3. Mengikatkan dirinya, maksudnya ialah orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.38
Pada umumnya Perjanjian terdapat tiga unsur yaitu:
a. Unsur esensialia, maksudnya ialah merupakan sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordel), unsur tersebut harus ada dalam suatu perjanjian karena unsur tersebut berkaitan dengan isi dari perjanjian merupakan salah satu dari syarat sah perjanjian yaitu hal tertentu. Tanpa adanya unsur ini maka suatu perjanjian menjadi batal demi hukum.
b. Unsur Naturalia merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, maksudnya ialah secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring)
c. Unsur aksidentalia, maksudnya ialah merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak, dan juga pilihan penyelesaian sengketa.39
Istilah Perikatan berasal dari belanda (Verbintenis), perikatan diartikan suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih di mana antara kreditur (orang yang berhak atas prestasi) dan debitur (orang yang wajib berprestasi). hubungan hukum ini merupakan suatu akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum yang menimbulkan perikatan. Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak secara tegas memberikan definisi dari perikatan, tetapi pendekatan pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian. didalam Kitab Undang-Undang
38 Salim H.,S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: PT.Sinar Grafika, 2007), hal.124.
39R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT.Bina Cipta, 1987), hal.50.
Hukum Perdata definisi dari perikatan tidak secara tegas dipaparkan, akan tetapi dalam pasal 1233 KUHPer ditegaskan bahwa “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”. Perikatan diatur dalam buku III KUHPer yang mengandung sifat terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang- undang, bersifat mengatur maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak serta bersifat melengkapi maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
Pada umumnya Perikatan terdapat 4 (empat) unsur yaitu:
a. Hubungan hukum, hubungan Hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum, akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
b. Adanya subjek Hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. dengan kata lain Pihak yang berhak atas prestasi (kreditur) dan yang wajib memenuhi prestasi (Debitur).
c. Prestasi, Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Didalam pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
d. Harta kekayaan. maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat.40
Perikatan bersumber dari dua hal, yaitu :
1. Perikatan yang lahir dari perjanjian. Perikatan tersebut lahir karena adanya perjanjian di antara para pihak yang membuatnya seperti diatur didalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. mengenai perjanjian tersebut merupakan hak dan kewajiban yang bersifat relatif, dikatakan relatif karena
40 Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2008), hal. 27.
hubungan hukum tersebut hanya dapat dipertahankan terhadap para pihak yang terkait dalam perjanjian.
2. Perikatan yang lahir karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang. Didalam Pasal 1338 KUHPer “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Perikatan yang dari undang-undang dapat dibedakan menjadi dua jenis : a. Perikatan yang lahir dari undang-undang saja. Perikatan yang timbul oleh
hubungan kekeluarga, yaitu mengenai kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang berada dalam keadaan kemiskinan.41
b. Perikatan yang lahir dari undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang. Perikatan yang lahir yang berhubungan dengan perbuatan orang dapat dibedakan menjadi dua jenis :42
a) Suatu perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang diperbolehkan (zaakwarneming) diatur dalam Pasal 1354 KUHPer, berbunyi:
Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya,
41Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), hal.132
42J.Satrio, Hukum Perikatan (perikatan yang lahir dari undang-undang), Bagian I, (Bandung:
PT.Citra aditya Bakti, 1993), Hal.32.
seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
Misalnya: orang sedang berpergian dengan memelihara kebunnya orang lain, dari perbuatan orang yang melakukan pengurusan kepentingan orang lain itu terbitlah kewajiban bagi orang yang melakukan pengurusan sampai orang yang berkepentingan kembali ketempatnya, jika pengurusan ini dilakukan dengan baik orang ini wajib mengembalikan segala biaya yang telah dikeluarkan.
b) Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seseorang yang melanggar hukum (onrechtmatige daad), Didalam Pasal 1365KUHPer “Tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut”.
Misalnya : seseorang yang membujuk seorang buruh dari perusahaan untuk memberikan keterangan-keterangan perihal cara kerja yang bersifat rahasia dalam perusahan terebut dapat dianggap telah melakukan kerugaian, sipembuat telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Perbuatan yang melanggar hukum mewajibkan
orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian untuk membayar kerugian itu.43
Menurut C.S.T kansil dalam judul buku Hukum Perdata, cetakan Pradnya Paramita menyatakan bahwa Hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perjanjian merupakan suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.
perjanjian dapat kita lihat atau baca ataupun mendengarkan perkataan-perkataannya.
Perikatan lahir karena dua hal, yaitu karena persetujuan (perjanjian) atau karena undang-undang. Perikatan tidak dapat kita lihat dengan mata kepala kita sendiri sedangkan suatu Perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian. Apabila dua orang atau dua pihak mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum, karena janji yang telah mereka berikan. Perikatan tersebut baru berakhir kalau janji atau prestasi sudah dipenuhi.44
2. Syarat Sahnya Perjanjian Dalam Hukum Perdata
Ilmu hukum mengenal empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan perjanjian yang sah, empat unsur tersebut
43Subekti Op.Cit., hal 133
44C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata (termasuk asas-asas hukum perdata), (Jakarta : PT.
Pradnya paramita, 1999), hal.203.
digolongkan kedalam unsur subjektif dan unsur objektif.45 agar perjanjian (verbintennis) oleh hukum dianggap sah, perjanjian tersebut harus mengikat kedua belah pihak,.
Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :46 (a). Sepakat (toestemming) mereka yang mengikatkan dirinya.
kesepakatan tersebut diatur dalam pasal 1321-1328 KUHPer “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan” kesepakatan adalah persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian yaitu adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela diantara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Menurut pendapat J. Satrio ada beberapa cara untuk mengemukakan kehendak tersebut, yakni secara tegas tertulis dengan akta otentik, akta dibawah tangan, dan diam-diam.47
Menurut Pendapat Salim H.S ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
1) Bahasa yang sempurna dan tertulis.
2) Bahasa yang sempurna secara lisan.
3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi
45Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Cet II, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal.14.
46 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),Cet III, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007), hal.33
47J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Timbul dari Perjanjian, Buku I, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1995), hal.164.
dimengerti oleh pihak lawannya.
4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya.
5) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.48
(b). Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Diatur dalam pasal 1329-1331 KUHPer. Pasal 1329 KUHPer menyatakan
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan kecuali undang-undang menyatakan tidak cakap”. pada prinsipnya semua orang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum kecuali mereka:
a) masih dibawah umur, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu), dan tidak lebih dahulu telah menikah
b) Seseorang yang berada didalam pengampuan (curatele atau
conservatorship). Seseorang dapat diletakkan di bawah pengampuan jika yang bersangkutan gila, dungu (onnoozelheid), mata gelap (razernij), lemah akal (zwakheid van vermogens) atau juga pemboros.
Orang yang demikian itu tidak menggunakan akal sehatnya dan oleh karenanya dapat merugikan dirinya sendiri.
c). Orang-orang perempuan Akan tetapi dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka istri adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk perjanjian. 49
48 Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT Sinar Grafika, 2003), hal.33.
49Subekti, Hukum Perjanjian Cet XII, (Jakarta : PT.Intermasa,1990), Hal 17.
(c) Mengenai suatu hal tertentu ketentuan.
Peraturan tersebut Diatur dalam pasal 1332-1334 KUHPer yaitu, Pasal 1332 KUHPerdata “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” Dalam bahasa belanda benda disebut sebagai zaak. Zaak tidak hanya berarti barang tetapi juga bisa berupa hak, jasa, benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada.
(d) Suatu sebab yang halal.
Peraturan tersebut diatur dalam pasal 1335-1337 KUHPer. Pasal 1337 KUHPer “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang- undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. mengacu kepada isi dan tujuan perjanjian itu sendiri. Maksudnya ialah isinya tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. mengenai kewajiban Adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.50 Dalam pemeriksaan dipengadilan yang dimaksud dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, contoh apabila si penjual hanya bersedia menjual pisaunya jika si pembeli membunuh orang.
Menurut Subekti bahwa dua syarat yang pertama mewakili syarat subyektif, yang berhubungan dengan subyek dalam perjanjian yaitu sepakat
50Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Cet II, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2001), hal.15.