• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN UNGGULAN DI SELAT ALAS PROVINSI NTB

DAFTAR ISTILAH

3 TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN UNGGULAN DI SELAT ALAS PROVINSI NTB

Pendahuluan

Pada uraian sebelumnya (Bab II) telah diuraikan bahwa ikan komoditas unggulan terdiri atas jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis meliputi cakalang, tongkol dan cumi-cumi. Adapun ikan demersal terdiri atas kakap merah, dan kerapu. Semua ikan-ikan tersebut dihasilkan melalui kegiatan penangkapan.

Kegiatan penangkapan ikan komoditas unggulan ternyata sangat bergantung kepada kondisi musim dan habitat. Kegiatan penangkapan ikan pelagis seperti cumi-cumi dimulai pada bulan November hingga bulan Maret. Kegiatan penangkapan ikan demersal seperti kerapu dan kakap merah sangat terkait dengan kondisi terumbu karang yang habitat mereka. Selain itu kegiatan penangkapan ikan tersebut juga sangat bergantung kepada potensinya di alam.

Potensi komoditas ikan unggulan di alam (Selat Alas) bervariasi. Hasil penelitian pada Bab 2 telah menunjukkan bahwa potensi ikan unggulan seperti cumi-cumi, tongkol dan kerapu telah mengalami kelebihan tangkap, sementara ikan cakalang dan ikan kakap merah belum mengalami kelebihan tangkap. Ikan yang belum mengalami kelebihan tangkap masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Sementara itu, ikan yang mengalami kelebihan tangkap akan terus mengalami penurunan potensi. Penurunan potensi ikan unggulan akan terus terjadi dan perlu dicarikan solusinya. Salah satu cara untuk mempertahankan potensi ikan unggulan adalah dengan memanfaatkan teknologi penangkapan yang sesuai.

Teknologi penangkapan ikan yang sesuai bagi pemanfaatan komoditas ikan unggulan adalah teknologi penangkapan ikan yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. Teknologi penangkapan ikan yang efektif adalah teknologi penangkapan ikan yang berhasilguna dalam menangkap organisme target, sementara teknologi penangkapan ikan yang efisien adalah teknologi penangkapan yang selektif dan berdaya guna dalam penangkapan ikan.

Teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah teknologi penangkapan ikan yang dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Menurut Monintja (2000) alat tangkap ramah lingkungan adalah alat tangkap yang tidak bersifat destruktif (merusak) terhadap sumberdaya ikan, ekosistem, lingkungan sekitar dan masyarakat. Beberapa kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang dikembangkan oleh Monintja (2000) dengan mengacu kepada FAO (1995) yaitu memiliki selektivitas tinggi, tidak bersifat destruktif terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan (operator), menghasilkan ikan yang bermutu baik, produk tidak membahayakan kesehatan konsumen, minimum hasil tangkapan yang terbuang, dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah, dan dapat diterima secara sosial. Teknologi penangkapan ikan seperti ini sangat bermanfaat bagi pemanfaatan komoditas ikan unggulan di Selat Alas NTB.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menentukan teknologi penangkapan komoditas ikan unggulan di perairan Selat Alas Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Metode Penelitian Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Desember 2012. Lokasi penelitian dilakukan di desa nelayan di kawasan Selat Alas Provinsi NTB (Tabel 1 dan Gambar 2).

Pengumpulan data

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan tehnik wawancara mendalam (in-depth in terview) dan focus group discussion. Wawancara mendalam dilakukan kepada nelayan responden yang berjumlah 125 orang (Tabel 2) untuk mendapatkan informasi data primer dari keragaan teknologi penangkapan yang digunakan oleh nelayan wilayah studi (Lampiran 29). Selanjutnya focus group discussion digunakan terhadap praktisi dan ahli perikanan tangkap di wilayah studi (tokoh nelayan, pedagang ikan, pengusaha perikanan, dan ahli perikanan tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Kabupaten Lombok Timur, dan Sumbawa Barat). Tehnik ini digunakan untuk mendapatkan informasi data primer dalam penelitian ini yaitu aspek teknis, sosial, lingkungan, dan finansial dalam pengoperasian alat tangkap yang digunakan nelayan di wilayah studi.

Data aspek teknis meliputi produktifitas masing-masing alat dalam setiap trip (CPUE), produksi alat/tahun, dan jarak jangkauan pengoperasian. Selanjutnya, data aspek sosial meliputi jumlah tenaga kerja, tingkat penguasaan teknologi, dan dampak sosial dari pengoperasian alat tangkap. Berikutnya, data aspek lingkungan adalah posisi pengoperasian alat tangkap, ukuran hasil tangkapan, dan dampak pengoperasian terhadap lingkungan. Selanjutnya, data aspek finansial yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah total biaya dan total penerimaan (total hasil penjualan ikan tangkapan). Total biaya didapatkan dari total biaya penyusutan alat dan biaya variabel. Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek tersebut (Choliq et al. 1994). Total biaya variabel yang dimasksudkan dalam penelitian ini adalah berupa modal kerja yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penangkapan ikan yang meliputi bahan bakar, pelumas, minyak tanah, spiritus, dan es batu.

Analisis teknologi penangkapan komoditas ikan unggulan

Jenis teknologi penangkapan komoditas ikan unggulan yang tepat ditentukan dengan metode skoring gabungan dari 4 (empat) aspek utama yakni aspek teknis, sosial, lingkungan dan finansial. Metode skoring ini perlu dilakukan karena ada data dari aspek-aspek yang dinilai bersifat kualitatif maka data tersebut perlu dikuantitatifkan dengan teknik skoring. Selanjutnya dilakukan standarisasi fungsi nilai, hal ini perlu dilakukan karena nilai dari masing-masing aspek tersebut yang tidak seragam.

Aspek teknis

Nelayan Selat Alas seperti halnya nelayan tradisional lain di Indonesia mengoperasionalkan berbagai macam alat tangkap. Oleh karena itu, penilaian alat tangkap pilihan dari aspek teknis ditentukan berdasarkan produktivitas dari alat tersebut dalam setiap trip (CPUE), produksi alat per tahun, dan jarak jangkauan pengoperasian (Sutisna 2007). Data CPUE dan produksi yang digunakan adalah nilai aktualnya dari ke-dua data tersebut, sedangkan data jarak jangkauan penangkapan yang bersifat kualitatif perlu dikuantitatifkan dengan menggunakan metode skoring dari Mangkusubroto dan Trisnadi 1985 dalam Sultan 2004. Data jarak jangkauan penangkapan diberikan skor 1 jika jangkauan penangkapan < 1 mil, diberikan skor 2 jika jangkauan penangkapan 1 - 2 mil, dan diberikan skor 3 jika jangkauan penangkapan > 1 mil.

Penentuan prioritas teknologi penangkapan ikan komoditas unggulan di perairan selat Alas Provinsi NTB dari aspek teknis ini selanjutnya dianalisis menggunakan standarisasi fungsi nilai dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dalam Sultan (2004) dengan menggunakan rumus seperti pada rumus 2-1. Standardisasi nilai ini perlu dilakukan karena nilai masing-masing kriteria dari aspek teknis ini tidak seragam sehingga perlu diseragamkan.

Aspek sosial

Penentuan prioritas aspek sosial teknologi penangkapan komoditas ikan unggulan nelayan Selat Alas menggunakan metode skoring. Kriteria yang digunakan meliputi jumlah tenaga kerja yang terlibat, tingkat penguasaan teknologi yang diperlukan, dan dampak sosialnya (Sutisna 2007).

Kriteria jumlah tenaga kerja yang terlibat menggunakan data aktual, sedangkan untuk tingkat penguasaan teknologi dan dampak sosial dilakukan skoring karena datanya bersifat kualitatif. Skor yang diberikan adalah dari kecil ke besar, yang berarti bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh maka unit tangkapan tersebut memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial masyarakat di mana alat tangkap tersebut dioperasikan. Skor 1 untuk penguasaan teknologi berarti teknologi tersebut sangat sukar untuk dioperasikan nelayan, 2 = sukar, 3= mudah, 4 = sangat mudah. Sementara itu, skor 1 untuk kriteria dampak sosial berarti pengoperasian alat tangkap di wilayah tersebut memberikan dampak negatif sangat tinggi, misalnya sebagian besar masyarakat menolak untuk dioperasikan, 2 = tinggi, 3 = sedang, 4= rendah, dan 5 = tidak ada dampak sosial yang timbul atas pengoperasian alat tangkap (Sutisna 2007).

Nilai dari masing-masing kriteria dari aspek sosial ini tidak seragam sehingga untuk penentuan prioritas teknologi penangkapan ikan dari aspek sosial harus diseragamkan dengan menggunakan standarisasi fungsi nilai dari Mangkusubroto dan Trisnadi 1985 dalam Sultan 2004 dengan menggunakan rumus seperti pada rumus 2-1.

Aspek lingkungan

Berdasarkan aspek lingkungan pemilihan alat tangkap unggulan yang dioperasikan di Selat Alas dilakukan dengan metode skoring karena data dari aspek ini bersifat kualitatif.

Kriteria posisi pengoperasian alat tangkap, akan diberi skor 1 bila alat tangkap tersebut dikategorikan sebagai alat tangkap yang dioperasikan di semua kedalaman, dari dasar sampai dengan permukaan, skor 2 bila alat tangkap hanya dioperasikan

di dasar perairan, skor 3 bila alat dioperasikan di permukaan dan di dasar perairan, skor 4 bila alat tangkap dioperasikan di permukaan dan kolom perairan, dan skor 5 bila alat tangkap hanya dioperasikan permukaan perairan saja (Sutisna 2007). Alat tangkap yang dioperasikan di semua kedalaman (dasar, kolom air, dan permukaan) adalah alat tangkap yang paling banyak memberikan dampak terhadap ekosistem di mana alat tersebut dioperasikanl.

Kriteria ukuran hasil tangkapan, skor 1 diberikan bila alat tangkap tersebut tidak selektif. Alat tangkap yang masuk kategori ini menangkap ikan dengan segala ukuran. Hal ini terkait dengan ukuran mata jaring yang sangat kecil. Skor 2 berarti cukup selektif, yang berarti alat tangkap yang termasuk kategori ini hanya bisa digunakan untuk menangkap ikan pada ukuran tertentu sesuai dengan ukuran mata jaring yang digunakan. Ikan-ikan yang ukuran tubuhnya lebih kecil dari mata jaring alat ini tidak akan tertangkap. Skor 3 berarti alat tangkap tersebut paling selektif (Sutisna 2007).

Selanjutnya untuk penentuan prioritas teknologi penangkapan ikan di perairan Selat Alas Provinsi NTB dari aspek lingkungan dianalisis menggunakan standarisasi fungsi nilai dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dalam Sultan (2004) dengan menggunakan rumus seperti pada rumus 2-1. Hal ini dilakukan karena nilai dari masing-masing kriteria dari aspek lingkungan yang tidak seragam.

Aspek finansial

Sebuah kegiatan usaha dikatakan dapat berkelanjutan jika usaha tersebut mampu mengembalikan modal usahanya dan juga mendapatkan keuntungan secara finansial dari kegiatan usaha tersebut, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Kadariah et al. (1999) bahwa analisa finansial dari sebuah kegiatan usaha menyangkut perbandingan antara pengeluaaran uang dengan revenue earning kegiatan usaha, apakah usaha itu akan menjamin dananya yang diperlukan, apakah usaha akan mempu membayar kembali dana tersebut dan apakah berkembang sehingga secara finansial akan mampu berdiri sendiri. Berdasarkan konsep tersebut suatu usaha dikatakan mempunyai keuntungan (profit) apabila penerimaan total lebih besar daripada biaya total.

Tujuan analisis finansial terhadap kegiatan perikanan tangkap ini adalah untuk menilai apakah suatu usaha yang dilakukan layak untuk dilaksanakan atau tidak. Hal ini dikarenakan tujuan umum seseorang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan yang memadai dari apa yang dilakukannya. pengembangan usaha perikanan tangkap menjadi lebih baik, maka analisis finansial terhadap usaha ini yang meliputi analisis usaha/keuntungan dan analisis kelayakan usaha sangat perlu dilakukan.

Analisis usaha/keuntungan

Analisis kelayakan usaha dari setiap jenis usaha penangkapan ikan akan digunakan analisis perbandingan antara penerimaan (revenue, R) dan biaya (cost, C) yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

R/C rasio = (Total penerimaan) / (Total biaya) ... (3-1) Analisis ini memerlukan data total biaya dan total penerimaan. Total penerimaan didapatkan dari total nilai produksi dari semua jenis ikan yang ditangkap dengan unit penangkapan yang di analisis. Sedangkan total biaya didapatkan dari total biaya penyusutan alat dan biaya variabel. Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu usaha pada tiap tahun sepanjang

umur ekonomis usaha tersebut (Cholik et al. 1994). Biaya penyusutan suatu alat ditentukan dengan rumus :

Biaya penyusutan = s Umur tekni sisa Nilai - pembelian Harga ... (3-2) Sementara itu total biaya variabel (identik dengan modal kerja) yang dimaksudkan adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penangkapan ikan yang meliputi bahan bakar, pelumas, minyak tanah, spiritus, dan es batu. Dalam analisis ini, biaya pemeliharaan dimasukkan sebagai biaya variabel. Kriteria kelayakan usaha: Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan; Jika R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan; dan Jika R/C Ratio = 1, maka usaha perikanan berada pada titik impas (Break Event Point).

Analisis kelayakan investasi/usaha

Penentuan kelayakan usaha dilakukan dengan analisis/prakiraan aliran dana (cash flow) dan analisis kriteria investasi bagi setiap unit penangkapan ikan. perhitungan cash flow menggunakan asumsi sebagai berikut :

a. Umur usaha/keekonomian adalah 10 tahun.

b. Penerimaan tahunan setiap jenis unit penangkapan yang berasal dari penjualan hasil tangkapan tetap selama usia proyek. Penambahan penerimaan pada tahun terentu dapat bertambah dari hasil penjualan (nilai sisa) aset yang telah mencapai umur teknis.

c. Nilai hasil tangkapan setiap tahun selama umur proyek tetap.

d. Sesuai dengan kondisi di lapangan saat ini, pajak tidak dibayarkan (karena usaha perikanan dilakukan dalam skala kecil).

e. Discount rate tetap yaitu 12 %.

Pada umumnya nelayan skala kecil seperti yang dijumpai di wilayah penelitian ini menggunakan dana sendiri untuk membeli aset yang dibutuhkan dalam usaha penangkapan ikan. Oleh karena itu penggunaan discount rate 12 % ini mengacu kepada bunga kridit investasi dari bank pemerintah (Bank Rakyat IndonesiaBRI) yang umum digunakan oleh masyarakat di daerah penelitian.

Menilai kelayakan finansial, umumnya digunakan tiga kriteria yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net-Benefit – Cost Ratio (BC Ratio). Perhitungan masing-masing kriteria tersebut dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut (Gray et al. 1992, Kuswadi 2006).

(1) Perhitungan Net Present Value (NPV) NPV =

   n t t t t i C B 1 (1 ) ) ( ... (3-3) Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke- t; Ct = pengeluaran (cost) pada tahun

ke-t; i = tingkat bunga (%); n = umur ekonomis; t = 1,2,3...,n

Kriteria : NPV > 0, usaha layak / menguntungkan; NPV = 0, usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan; NPV < 0, usaha tidak layak / rugi.

(2) Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) Perhitungan IRR IRR = i1 + 2 1 1 NPV NPV NPV  (i2-i1) ... (3-4)

Keterangan : i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif; i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif; NPV1= NPV pada tingkat bunga i1; NPV2= NPV pada tingkat bunga i2;

Kriteria : Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka usaha layak untuk dilaksanakan (Gray et al. 1992, Kuswadi 2006).

(3) Perhitungan Net-Benefit – Cost Ratio (BC Ratio)

Merupakan perbandingan antara nilai hasil penjualan dan biaya produksi (Widodo dan Syukri, 2005):

Net B/C ratio = produksi al penjualan Hasil mod ... (3-5) Kriteria : B/C > 1 = usaha layak untuk dilaksanakan (feasible); B/C = 1 = usaha layak dalam

kondisi break event point; B/C < 1= usaha tidak layak untuk dilaksanakan.

Tingkat kelayakan suatu unit penangkapan ikan dapat diketahui dengan mempergunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue cost ratio, R/C ratio). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu (1 tahun) (Riyanto 1995). Makin besar nilai R/C ratio berarti usaha atau proyek tersebut makin layak diusahakan (Soekartawi 1995).

Selanjutnya, berdasarkan nilai kriteria yang diperoleh tersebut akan dilakukan standarisasi fungsi nilai terhadap seluruh kriteria yang dinilai dari aspek finansial (NPV, Net B/C, IRR, dan keuntungan) untuk menentukan jenis alat tangkap mana yang paling baik untuk dikembangkan ditinjau dari aspek finansial. Hal ini perlu dilakukan untuk menyeragamkan nilai dari seluruh kriteria pada aspek finansial ini. Stadadardisasi fungsi nilai yang digunakan adalah standardisasi fungsi nilai dari Mangkusubroto dan Trisnadi 1985 dalam Sultan 2004, dengan menggunakan rumus seperti pada rumus 2-1

Setelah hasil analisis keempat aspek (teknis, finansial, lingkungan, dan sosial) diperoleh, selanjutnya dilakukan standarisasi nilai kembali dari keempat aspek tersebut untuk menentukan urutan prioritas dari jenis alat tangkap yang dioperasionalkan di Selat Alas.

Hasil Penelitian Aspek teknis

Hasil observasi lapang menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan saat ini oleh nelayan yang berada di Selat Alas Provinsi NTB masih berskala kecil dan menggunakan teknologi yang sederhana. Jenis teknologi penangkapan yang digunakan saat ini untuk menangkap ikan unggulan (cumi-cumi, cakalang, tongkol, kakap merah, dan kerapu) adalah payang, jaring insang hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, rawai hanyut, pancing ulur, dan pancing tonda (Tabel 6) dan (Lampiran 9 -Lampiran 15).

Hasil skoring dan standardisasi fungsi nilai terhadap aspek teknis dari alat tangkap ikan unggulan di Selat Alas Provinsi NTB dapat dilihat pada Tabel 6. Urutan prioritas dari masing-masing alat tangkap tersebut dinilai berdasarkan nilai produktivitas alat per trip (CPUE), produktivitas alat per tahun, dan jarak jangkau penangkapannya.

Tabel 6 Hasil standardisasi nilai setiap variabel dari aspek teknis alat penangkapan ikan di Selat Alas Provinsi NTB

Jenis Alat Tangkap V1 V2 V3 VA Vrata-rata UP

Payang 1.0 0.4 1.0 2.4 0.8 2

Jaring Insang Hanyut 0.3 0.0 0.0 0.3 0.1 7

Jaring Klitik 0.0 0.4 0.0 0.4 0.1 6

Jaring Insang Ttetap 0.4 0.4 0.0 0.9 0.3 4

Rawai Hanyut 0.1 1.0 1.0 2.1 0.7 3

Pancing Tonda 0.9 0.7 1.0 2.6 0.9 1

Pancing Ulur 0.5 0.3 0.0 0.7 0.2 5

Keterangan : V1.= fungsi nilai dari CPUE; V2 = Fungsi nilai dari produksi; V3 = fungsi nilai dari jangkauan penangkapan; V(A) = jumlah seluruh fungsi nilai; UP = urutan prioritas

Hasil analisis terhadap aspek teknis alat tangkap pancing tonda menduduki prioritas pertama (1), kemudian alat tangkap payang prioritas ke 2, dan diikuti berturut turut oleh alat tangkap rawai hanyut, jaring insang tetap, pancing ulur, jaring klitik, dan jaring insang hanyut. Ketiga jenis alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap yang paling unggul di antara alat tangkap lainnya. Keunggulan ini muncul karena ketiga alat tangkap ini paling efektif ditinjau dari besarnya hasil tangkapan per satuan usaha (catch per unit effort, CPUE) dan produksi tahunan yang tinggi (Gambar 6). Selain itu, ketiga alat tangkap ini dapat diopeasikan jauh dari pantai. Alat tangkap ini juga merupakan alat tangkap yang aktif bergerak atau paling tidak daerah operasinya dapat dipindahkan sesuai kebutuhan, terutama terkait keberadaan sumberdaya ikan yang akan diangkap.

Tingginya produksi tangkapan alat tangkap pancing tonda, payang, dan rawai hanyut karena ketiga alat ini banyak digunakan untuk penangkapan ikan pelagis seperti cakalang, tongkol, dan cumi-cumi. Ikan-ikan jenis ini merupakan ikan yang bergerombol sehingga tertangkap dalam jumlah yang banyak.

Aspek sosial

Penentuan unit penangkapan ikan unggulan sangat diperlukan dengan mempertimbangkan aspek sosial. Hal ini, dimaksudkan untuk meminimalisir dampak sosial yang ditimbulkan dalam pengoperasian suatu jenis alat tangkap. Kriteria dari aspek sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam setiap unit penangkapan yang digunakan, penguasaan teknologi, dan dampak sosial yang ditimbulkan dari setiap jenis unit penangkapan yang dioperasionalkan.

Setiap jenis unit penangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan sedapat mungkin memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat disekitarnya, sehingga dapat membatu pemecahan masalah sosial yang ada yaitu pengangguran. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi dapat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat yang ada di sekitar tempat pemukiman nelayan tersebut. Oleh sebab itu aspek tenaga kerja sangat penting dalam penentuan unit penangkapan ikan.

Secara umum pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan yang diwariskan oleh orangtua kepada anaknya secara turun temurun. Dengan demikian teknologi yang berkembang dilingkungan masyarakat, khususnya di masyarakat nelayan Selat Alas Provinsi NTB merupakan teknologi yang sederhana dan gampang dikuasai.

Secara umum alat tangkap payang merupakan alat tangkap yang mempunyai kemampuan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dari alat tangkap lain di Selat Alas Provinsi NTB (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena alat ini merupakan jenis alat tangkap yang besar dibanding dengan alat tangkap lain yang dioperasikan saat ini. Alat tangkap payang merupakan jenis pukat kantong lingkar yang terdiri dari bagian kantung (bag), badan (body or belly), dan kaki/sayap (leg/wing). Sehingga dalam pengoperasiannya dibutuhkan tenaga kerja lebih dari satu, dalam hal ini tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengoperasian alat ini di Selat Alas adalah rata- rata 4 (empat) orang.

Berdasarkan kriteria aspek sosial yang telah ditetapkan, maka alat tangkap pancing ulur, pancing tonda, dan payang merupakan alat tangkap yang menduduki urutan terbaik dari aspek sosial (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil standardisasi nilai setiap variabel dari aspek sosial alat penangkapan ikan unggulan di Selat Alas Provinsi NTB.

Jenis Alat Tangkap V1 V2 V3 VA VArata-rata UP

Payang 1.0 0.0 0.0 1.0 0.33 2

Jaring Insang Hanyut 0.0 0.0 0.0 0.0 0.00 3

Jaring Klitik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.00 3

Jaring Insang Tetap 0.0 0.0 0.0 0.0 0.00 3

Rawai Hanyut 0.0 0.0 0.0 0.0 0.00 3

Pancing Tonda 0.0 1.0 1.0 1.0 0.67 1

Pancing Ulur 0.0 1.0 1.0 2.0 0.67 1

Keterangan : V1 = fungsi nilai dari jumlah tenaga kerja; V2 = fungsi nilai dari penguasaan teknologi; V3 = fungsi nilai dari dampak sosial; V (A) = jumlah seluruh fungsi nilai; UP = urutan prioritas

Aspek sosial dari alat tangkap pancing tonda dan pancing ulur menduduki urutan prioritas pertama, kemudian diikuti oleh alat tangkap payang pada prioritas ke-2, dan jaring insang hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, dan rawai hanyut menduduki prioritas ke-3.

Aspek lingkungan

Terkait dengan tingginya permintaan pasar terhadap produk-produk hasil laut, maka hal ini mendorong nelayan untuk meningkatkan produksinya. Kegiatan menyebabkan upaya-upaya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, racun sianida, dan kegiatan lain yang berpotensi merusak lingkungan laut seperti penggunaan alat tangkap pukat harimau (trawl) dan muro ami. Kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan ini berpotensi pengerusakan ekosistem yang ada di perairan seperti terumbu karang.

Berdasarkan sifat-sifat sumber daya ikan yaitu dapat pulih kembali (renewable), maka sumberdaya ikan harus dikelola dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab, yaitu dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya, sehingga sumberdaya ikan dapat merupakan sumberdaya pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip bertanggung jawab dimaksudkan adalah mengacu pada Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab atau “Code of Conduct for Respon sible Fisheries (CCRF)”.

Posisi pengoperasian suatu alat tangkap sangat penting untuk diperhatikan apakah suatu alat dapat berpotensi merusak ekosistem atau tidak, karena beberapa alat tangkap dapat berpotensi untuk merusak ekosistem perairan seperti bubu, trawl,

dan muro ami. Sedangkan ukuran hasil tangkapan dimaksudkan pada selektifitas alat tangkap.

Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan, maka alat tangkap jenis pancing (pancing tonda, pancing ulur, dan rawai hanyut) yang memiliki resiko terkecil terhadap lingkungan (Tabel 8). Hal ini disebabkan karena alat tangkap pancing merupakan alat yang sangat selektif terhadap ikan hasil tangkapan serta pengoperasiannya tidak merusak lingkungan perairan.

Tabel 8 Hasil standardisasi nilai setiap variabel dari aspek lingkungan unit penangkapan ikan unggulan di Selat Alas Provinsi NTB

Jenis Alat Tangkap V1 V2 V3 (VA) VA rata-rata UP

Dokumen terkait