• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

2.1 Teks Berita: Pandangan Konstruksionis

Pendekatan konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretative Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang, artinya setiap orang ฀oci mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas (Eriyanto, 2002:15), karena setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan yang berbeda sehingga membentuk kerangka berpikir yang berbeda pula. Masing-masing akan menafsirkan realitas berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan, lingkungan atau pergaulan sosialnya. Misalnya mengenai demonstrasi mahasiswa. Satu kelompok ฀oci jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, di luar batas dan mengganggu masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tetentu. Tetapi orang dari kelompok

฀ocial yang lain ฀oci jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu, suatu tindakan untuk memperjuangkan nasib rakyat, sebuah perjuangan tanpa pamrih. Konstruksi yang mereka buat itu dilengkapi dengan legitimasi tertentu, sumber kebenaran tertentu, bahwa apa yang mereka katakana dan percayai itu benar adanya, punya dasar yang kuat.

Penerapan gagasan Berger dalam ranah konteks berita adalah bahwa sebuah teks dalam berita tidak dapat kita samakan sebagai Copy (cerminan) dari realitas (mirror of

reality), ia harus dipandang sebagai hasil konsruksi atas ralitas. Realitas lapangan

yang sama dikonstruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput suatu sebuah peristiwa, dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita (Eriyanto, 2002:17). Setiap media akan memodifikasi konstruksi realitas berita dengan caranya masing-masing sehingga suatu peristiwa yang sama saat dimuat oleh beberapa media pada terbitan keesokan harinya akan berbeda satu dengan lainnya. Berita dalam pandangan konstruksi social , bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang rill. Artinya, realitas tidak dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta.

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut akan diuraikan satu persatu di bawah ini. (Eriyanto, 2002:19-36)

1. Fakta/ Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi

Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bias berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi kita ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Jika dalam konsep positivisme ada realitas yang bersifat ‘eksternal’ yang ada dan hadir sebelum wartawan meliputnya. Jadi realitas bersifat objektif, yang harus diambil dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacan ini sangat bertolak belakang dengan pandangan konstruksionis dimana fakta atau realitas bukanlah

sesuatu yang tinggal diambil, ada, dan menjadi bahan berita. Fakta atau realitas pada dasaranya dikonstruksi

Positivis Ada fakta yang ‘rill’ yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu

Konstruksionis Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relative, berlaku sesuai konteks tertentu.

Sumber: Eriyanto, 2002: 20 2. Media Adalah Agen Konstruksi

Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran bagaimana pesan disampaikan dari komunikator ke penerima (khalayak), media dilihat murni sebagai saluran bukan agen artinya media bersifat netral. Dalam pandangan konstruksionis media dilihat sebaliknya, media bukanlah sebagai saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan keberpihakannya. Apa yang kita baca di media setiap hari adalah hasil dari pembentukan realitas oleh media.

Positivis Media sebagai saluran pesan

Konstruksionis Media sebagai agen konstruksi pesan

Sumber: Eriyanto, 2002: 23

3. Berita Bukanlah Refleksi dari Realita. Ia Hanyalah Konstuksi dari Realitas.

Jika pandangan positivis melihat berita sebagai informasi sebagai representasi dari kenyataan maka pandangan konstruksionis melihat berita itu sebagi drama. Ia

bukan menggambarkan relitas, tetapi konstruksi oleh pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Seperti sebuah drama, tentu saja ada pihak yang didefinisikan sebagai pahlawan (hero), tetapi ada juga pihak yang didefinisikan sebagai pecundang.

Positivis

Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita

haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang diliput.

Konstruksionis

Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas

karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas.

Sumber: Eriyanto, 2002: 25

4. Berita Bersifat Subjektif/ Konstruksi Atas Realitas.

Pada pendekatan positivis, titik perhatiannya pada bias artinya, bias harus dihindari. Jika ada bias, penjelasannya ditekankan dengan mencari sumber-sumber kesalahan yang ada; waktu, yang terbatas bagi wartawan, keterbatasan ruang, kekeliruan wartawan, dan sebagainya. Hal inilah yang berbeda dengan penempatan konstruksionis. Jika wartawan menempatkan seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan yang tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap sebagai kekeliruan/bias, melainkan itulah praktik yang dijalankan oleh wartawan. Karena itu untuk mengerti mengapa

praktik jurnalistik bisa semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi mengarahkan pada bagaimana peristiwa dikonstruksi.

Positivis

Berita bersifat objektif. Menyingkirkan opini dan padangan subjektif dari pembuat

berita.

Konstruksionis

Berita bersifat subjektif. Opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput wartawan melihat

dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.

Sumber: Eriyanto, 2002: 27

5. Wartawan Bukanlah Pelapor. Ia adalah Agen Konstruksi Realitas.

Dalam pandangan positivis wartawan bisa menyajikan realitas secara benar, kalau ia bertindak professional ia bisa menyingkirkan pilihan moral dan keberpihakannya. Tetapi dalam pandangan konstruksionis, wartawan tidak dapat menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang instrinsik dalam pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya. Dalam bayak hal kasus; topik apa yng diangkat dan siapa yang diwawancarai, disediakan oleh kebijakan redaksional tempat wartawan bekerja, bukan semata-mata pilihan individual wartawan. Artinya berita bukanlah

hasil konstruksi wartawan saja tetapi hasil konstruksi dari wartawan lain, pemimpin redaksi, maupun pemimpin perusahaan media. Pandangan konstruksionis juga melihat bahwa wartawan bukanlah pemulung yang mengambil berita begitu saja, realita bersifat subjektif, yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif dari wartawan. Kaum konstruksionis melihat bahwa seorang wartawan tidak dapat membuat jarak dengan objek yang hendak diliput karena ketika ia meliput sesungguhnya ia telah menjalin hubungan dengan objek liputan sehingga melibatkan pemahaman yang mau tidak mau sukar dilepaskan dari subjektivitas.

Positivis Wartawan sebagai pelapor

Konstruksionis Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.

Sumber: Eriyanto, 2002: 29

6. Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral Dalam Produksi Berita.

Pendekatan positivis menekankan agar nilai, etika dan keberpihakan wartawan dihilangkan dalam proses pembuatan berita, pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat membelokkan wartawan-apapun alasannya-mejauhi realitas yang sesungguhnya. Pendekatan konstruksionis justu sealiknya. Aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya. Mungkinkah subjektifitas wartawan dapat dihilangkan? Dalam proses kerjanya wartawan bukan wartawan bukan

melihat dan menulis tetapi lebih sering terjadi adalah menimpulkan dan melihat fakta fakta apa yang dikumpulkan di lapangan. Ketika menyimpulkan wartawan tidak mungkin lepas dari subjektivitas, memilih fakta apa yang ingin dipilih dan fakta apa yang ingin dibuang.

Positivis Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada di luar proses peliputan berita.

Konstruksionis Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu

peristiwa.

Sumber: Eriyanto, 2002: 32

7. Nilai, Etika dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian yang Integral dalam Penelitian.

Dalam pandangan positivis peneliti haruslah bebas nilai, ini berarti etika dan pilihan moral peneliti tidak boleh ikut dalam penelitian karena akan mempengaruhi penelitian. Artinya jika subjektivitas dihilangkan maka antara peneliti yang satu dengan yang lain kalau melakukan penelitian dengan topik dan objek yang sama akan menghasilkan hasil yang sama juga. Dalam penelitian yang berkategori konstruksionis, pilihan moral dan keberpihakan justru sukar dihilangkan karena peneliti bukanlah robot yang seolah-olah makhluk netral dan akan menilai realitas tersebut apa adanya. Artinya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menemukan temuan yang berbeda karena peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula.

Positivis Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian.

Konstruksionis Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.

Sumber: Eriyanto, 2002: 35

8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita.

Pandangan positivis melihat berita sebagai sesuatu yang objektif, apa yang diterima pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Jika wartawan melucu khalayak seharusnya tertawa dengan berita yang ia baca. Dengan pandangan semacam ini pembuat berita dilihat sebagai pihak yang aktif, sementara pembaca dilihat sebagai pihak yang pasif. Kalau ada kekerasan di masyarakat, salah satunya disumbangkan oleh realitas penyajain media yang banyak menampilkan kekerasan. Konstruksionis memiliki pandangan yang berbeda. Pembaca bukanlah khalayak yang pasif, ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Oleh karena itu, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Sebuah foto yang sebenarnya dimaksudkan untuk mengkomunikasikan stop kekerasan dan seksual, bisa jadi dimaknai pembaca sebagai menyebarkan pornografi. Kalau terjadi perbedaan semacam ini, bukanlah berarti berita tersebut buruk.

Positivis Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita.

Konstruksionis Khalayak mempunyai penfsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita.

Sumber: Eriyanto, 2002: 35

Dari berbagai pandangan diatas jelas terlihat ada perbedaan yang mendasar antaraparadigma positivis dengan konstruksionis. Karena itu secara umum ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, pertama pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua pendekatan konstuksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis, yang memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator dan memeriksa bagaimana konstruksi makna individu/ komunikan ketika menerima pesan. Berdasarkan pandangan tersebut maka analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis.

Dokumen terkait