• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang Terjadi Bulan J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang Terjadi Bulan J"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PENCITRAAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO &

WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA di SURAT KABAR

(Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang

Terjadi Bulan Januari-Maret 2007 di Harian Kompas)

Skripsi

Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh:

MERYATI PRISKA SIANTURI

030904015

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Meryati Priska Sianturi

NIM : 030904015

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : PENCITRAAN SBY & JK di SURAT KABAR

(Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan

Transportasi Yang Terjadi Bulan Januari – Maret 2007 di Harian

Kompas)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Iskandar Zulkarnain, MSi

NIP. 131882279 NIP. 131654105

Drs. Amir Purba, MSi

Dekan

NIP. 131757010

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji

Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas

Sumatera Utara, oleh :

Nama : Meryati Priska Sianturi

Nim : 030904015

Pada hari :Sabtu

Tanggal : 29 Maret 2008

Pukul : 10.00 Wib

TIM PENGUJI

Ketua Penguji : Dra. Mazdalifah, Msi ( )

Nip. 131837035

Penguji : Dr. Iskandar Zulkarnain, Msi ( )

Nip. 131882279

Penguji Utama : Dra. Dayana, Msi ( )

(4)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul PENCITRAAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO & WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA di SURAT KABAR, Suatu studi Analis framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi yang Terjadi Bulan Januari-Maret 2007 di harian Kompas.

Susilo Bambang Yudhoyono & Jusuf Kalla adalah Presiden dan Wakil Presiden yang pertama sekali dipilih dalam pemilihan umum secara langsung oleh rakyat pada November 2004 . Sejak pemerintahannya SBY dan JK selalu mendapat sorotan publik, bukan saja dari masyarakat tapi juga dari pihak oposisi. Tragedi transportasi massal (KM. Senopati, AdamAir, KA. Bengawan-Solo, KM. Levina I & Garuda Indonesia) yang terjadi secara beruntun pada masa pemerintahan SBY&JK menuntut pembuktian eksistensi mereka sebagai pemimpin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana media khususnya harian Kompas mengkonstruksi pemberitaan tentang SBY&JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 dalam membangaun citra mereka di mata publik.

Penelitian menggunakan metode analisis framing dengan model pendekatan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dengan perangkat framing yang dapat dibagi kedalam empat struktur besar. Pertama, struktur Sintaksis (lead, latar,

headline, kutipan, pernyataan dan penutup). Kedua, struktur Skrip (5W+1H). Ketiga, struktur Tematik (paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat dan

sebagainya). Keempat ,struktur Retoris (pilihan kata, idiom, grafik).

Subjek penelitian adalah berita tentang SBY&JK pasca kecelakaan transportasi bulan Januari-Maret 2007, melalui total sampling diperoleh 20 item berita yang menjadi subjek penelitian. Penelitian ini tidak lepas dari subjektifitas peneliti, maka untuk menjaga kesubjektifan dan kesignifikasian penganalisaan data, penelitian ini menggunakan dua orang Rechecker (pembanding) yang akan meneliti subjek penelitian berdasarkan teknik analisis yang digunakan peneliti, kemudian hasil analisis rechecker akan dikomparasikan dengan hasil peneliti.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 8

I.3 Pembatasan Masalah ... 8

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian ... 9

I.4.2 Manfaat Penelitian ... 9

I.5 Kerangka Teori 5.1 Teks Berita: Pandangan Konstruksionis ... 10

I.5.2 Analisis Framing ... 12

I.5.3 Berita dan Proses Produksi Berita ... 14

I.6 Kerangka Konsep... 17

I.7 Defenisi Operasional Variabel I.7.1 Sintaksis ... 18

I.7.2 Skrip ... 19

I.7.3 Tematik ... 20

I.7.4 Retoris ... 21

(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Subjek Penelitian

3.1 Sejarah Kompas ... 58

3.2 Visi dan Misi Kompas ... 63

3.3 Susunan Organisasi Harian Kompas ... 63

3.2 Metode Penelitian ... 67

3.3 Subjek Penelitian ... 70

3.4 Teknik Pengumpulan data ... 70

3.5 Unit dan Level Analisis ... 71

3.6 Teknik Analisis Data ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sintaksis ... 75

4.1.2 Skrip ... 103

4.1.3 Tematik ... 119

4.1.4 Retoris ... 146

4.2 Pembahasan... 158

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 173

5.2 Saran ... 176

DAFTAR PUSTAKA

(7)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul PENCITRAAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO & WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA di SURAT KABAR, Suatu studi Analis framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi yang Terjadi Bulan Januari-Maret 2007 di harian Kompas.

Susilo Bambang Yudhoyono & Jusuf Kalla adalah Presiden dan Wakil Presiden yang pertama sekali dipilih dalam pemilihan umum secara langsung oleh rakyat pada November 2004 . Sejak pemerintahannya SBY dan JK selalu mendapat sorotan publik, bukan saja dari masyarakat tapi juga dari pihak oposisi. Tragedi transportasi massal (KM. Senopati, AdamAir, KA. Bengawan-Solo, KM. Levina I & Garuda Indonesia) yang terjadi secara beruntun pada masa pemerintahan SBY&JK menuntut pembuktian eksistensi mereka sebagai pemimpin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana media khususnya harian Kompas mengkonstruksi pemberitaan tentang SBY&JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 dalam membangaun citra mereka di mata publik.

Penelitian menggunakan metode analisis framing dengan model pendekatan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dengan perangkat framing yang dapat dibagi kedalam empat struktur besar. Pertama, struktur Sintaksis (lead, latar,

headline, kutipan, pernyataan dan penutup). Kedua, struktur Skrip (5W+1H). Ketiga, struktur Tematik (paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat dan

sebagainya). Keempat ,struktur Retoris (pilihan kata, idiom, grafik).

Subjek penelitian adalah berita tentang SBY&JK pasca kecelakaan transportasi bulan Januari-Maret 2007, melalui total sampling diperoleh 20 item berita yang menjadi subjek penelitian. Penelitian ini tidak lepas dari subjektifitas peneliti, maka untuk menjaga kesubjektifan dan kesignifikasian penganalisaan data, penelitian ini menggunakan dua orang Rechecker (pembanding) yang akan meneliti subjek penelitian berdasarkan teknik analisis yang digunakan peneliti, kemudian hasil analisis rechecker akan dikomparasikan dengan hasil peneliti.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sekarang ini adalah zaman media. Hidup kita dikuasai oleh media mulai dari

media elektornik maupun cetak dapat kita temui dimana-mana. Sebagian atau banyak

dari informasi yang kita miliki diperoleh dari media. Hampir tidak ada satu rumahpun di

dunia ini yang tidak dimasuki oleh arus informasi dari media, baik informasi yang dapat

dibaca maupun yang bersifat audiovisual.

Media memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi dan perilaku khalayak.

Berbicara mengenai citra mengenai seseorang atau sesuatu yang melekat pada diri kita,

sebagian besar dibentuk oleh media. Misalnya dari iklan di media citra perempuan

diperlihatkan sebagai sosok yang lebih mempertimbangkan emosi daripada pikiran,

berperilaku halus dan lemah gemulai, serta peran sosialnya di ranah rumah tangga

(domestik domain) berbeda dengan pria yang digambarkan sebagi sosok yang

mempertimbangkan pikiran, kasar, dan berkiprah di ranah publik (publik domain).

Melalui penambahan citra itu sesungguhnya media, langsung atau tidak langsung, telah

melakukan diskriminasi sebab telah mengabaikan kelompok perempuan, padahal

perempuan juga merupakan pihak yang dapat berkiprah di ruang publik, ambisius dan

‘wanita karir’. Dalam konteks kemampuan dalam pembentukan citra itulah, media

(9)

SBY dan JK adalah Presiden dan Wakil Presiden yang pertama sekali dipilih

dalam pemilihan umum secara langsung oleh rakyat pada tahun November 2004 . Selama

2,5 tahun pemerintahannya SBY dan JK selalu mendapat sorotan publik, bukan saja dari

masyarakat tapi juga dari pihak oposisi

Dalam proses terpilihnya SBY sebagai Presiden, SBY memperoleh ‘keuntungan’

citra yang besar ketika diberhentikan oleh Gus Dur sebagai Menkosospolhankam dan

menolak jabatan lainnya. Ia juga mendapat ‘keuntungan’ citra ketika mengundurkan diri

sebagai Menkopolkam. SBY tampil memberi keterangan pers, dengan ekspresi emosi

yang matang dan hal ini dipublikasikan oleh media. Di media SBY tampil dengan sosok

dengan tutur kata yang tertata, tenang dan santun tanpa kehilangan wibawa. Peristiwa

tersebut turut membentuk citra SBY sebelum pemilihan umum sebagai sosok yang layak

memimpin bangsa Indonesia karena bukan termasuk arus besar politik seperti legislatif,

eksekutif, dan yudikatif yang dipersepsikan telah gagal memulihkan Indonesia dari

krisis.

Bangsa Indonesia sedang mengalami berbagai persoalan, berbagai bencana alam

seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi di berbagai daerah di tanah air mewarnai

perjalanan tahun 2006. Masalah bencana alam di berbagai daerah belum lagi selesai,

akhir akhir ini masyarakat kita terhenyak dengan berbagai kecelakaan transportasi.

Akhir tahun 2006, tepatnya tanggal 30 Desember KM (Kapal Motor) Senopati

Nusantara yang berangkat dari Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, dinyatakan hilang.

Berdasarkan data penumpang, kapal ini mengangkut 628 orang yang terdiri dari 542

penumpang, 57 anak buah kapal, dan 29 orang sopir truk dan kendaraan. Selain

(10)

sepeda motor. Dari jumlah total penumpang diperkirakan 46 orang meninggal dan 349

dinyatakan hilang. (http://news.indosiar.com/)

Awal Januari 2007, tepatnya 1 Januari, kita semua dikejutkan dengan hilangnya

pesawat Adam Air. Pesawat jenis Boeing 737-400 milik maskapai penerbangan Adam

Air jurusan Surabaya–Manado, yang sebelum transit di Surabaya berasal dari Jakarta,

dinyatakan hilang di selat Makassar dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.

Semua penumpang sebanyak 149 orang dan 6 orang awak pesawat dinyatakan tewas di

perairan selat Makasar

merayakan tahun baru dalam suasana duka, harapan agar saudara dan orang-orang

tercinta dapat diselamatkan punahlah sudah karena sampai saat ini upaya menemukan

Adam Air tidak pernah berhasil, yang ada hanyalah bangkai pesawat yang di temukan

oleh penduduk di kepulauan Majene Sulawesi.

16 Januari 2007 subuh, rangkaian kereta api Bengawan jurusan Solo-Tanah

Abang terputus di kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Lima orang

penumpang dilaporkan tewas, ratusan lainnya luka-luka akibat inseiden ini. Kereta Api

Bengawan membawa 12 gerbong, gerbong 4 jatuh ke sungai, sedangkan gerbong 5

sampai dengan 12 miring di atas rel.

Tanggal 22 Februari 2007, Kapal Motor Levina I terbakar di selat Sunda, sekitar

kepulauan Seribu, 50 mil dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara. Sebanyak 46 orang

meninggal dan 349 orang dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Dugaan penyebab

kecelakan adalah karena kelebihan penumpang dan angkutan serta cuaca buruk. Pada hari

Mnggu, 25 Februari bangkai kapal Levina I akan ditarik untuk dikandaskan setelah

(11)

Keselamatan Transportasi (KNKT), Puslabfor (Pusat laboratorium Informasi) Mabes

Polri dan wartawan yang meliput peristiwa, tengah berada di kapal ini, tiba-tiba kapal

tenggelam di perairan Muara Gembong Bekasi, Jawa Barat. Akibatnya dua orang juru

kamera dari stasiun televisi, serta dua orang dari tim Puslabfor Mabes Polri meninggal

dunia.

7 Maret 2007, maskapai penerbangan Garuda Indonesia jurusan

Jakarta-Yogyakarta terbakar ketika hendak mendarat di bandar udara Adi SutjiptoJakarta-Yogyakarta

setelah lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng. Pesawat ini

membawa 133 penumpang, 1 orang pilot, 1 Kopilot, dan 5 orang awak kabin. Beberapa

tokoh Indonesia juga ikut dalam penerbangan ini antara lain Ketua Umum PP

Muhammadiyah Dien Samsudin (luka ringan), kriminolog Adrianus Meliala (luka), dan

mantan rektor UGM Yogyakarta Prof. Dr. Kusnadi Hardjosumantri (meninggal). Pesawat

tersebut juga membawa 19 warga negara asing antara lain dari Jepang, Brunei

Darussalam dan 8 orang warga Australia yang merupakan rombongan jurnalis yang akan

meliput kunjungan menteri luar negeri Australia Alexander D. di Yogyakarta. Jumlah

korban tewas adalah 22 orang (21 penumpang dan 1 awak pesawat). Perjalanan dengan

pesawat yang dinyatakan sebagai salah satu maskapai penerbangan unggulan di negara

ini pun ternyata tidak menjamin keselamatan para penumpang. Jatuhnya pesawat Garuda

ini menepis anggapan bahwa pesawat murah rawan kecelakaan karena ternyata pesawat

yang disebut sebagai maskapai penerbangan unggulan negeri ini pun ternyata tidak luput

dari kecelakaan.

Rentetan tragedi dari ketidaknyamanan transportasi di Indonesia sepertinya

(12)

masyarakat terhadap transportasi Indonesia mulai menurun. Akumulasi pengalaman

traumatik membuahkan frustrasi sosial berlarut di masyarakat. Rasa was-was dan takut

selalu muncul kala ingin bepergian dengan kereta api, kapal laut mapun pesawat terbang.

Rasa takut bepergian bukan saja di kalangan rakyat tapi juga melanda para pejabat

negara. Bayang-bayang kecelakaan menghantui masyarakat kala melakukan perjalanan

dengan transportasi umum. Sejumlah kecelakaan transportasi yang terjadi sampai

membuat publik meragukan tingkat keamanan trasportasi massal di negeri ini.

Kecelakaan massal yang terjadi menunjukkan betapa sistem transportasi kita

memang ringkih, padahal kenyamanan transportasi merupakan unsur vital dalam suatu

negara. Betapa ada yang tidak beres dengan moda transportasi kita, hilangnya ratusan

jiwa lewat kecelakaan transportasi beruntun yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 bukti

dari buruknya manajemen transportasi di negeri ini.

Tragedi transportasi massal yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) mempengaruhi citra mereka di mata

publik, sejauh mana pemimpin bangsa ini menyikapi kecelakaan yang terjadi secara

beruntun sangat mempengaruhi citranya di hadapan publik.. SBY dan JK dituntut untuk

dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap moda transportasi di Indonesia,

waktunya yang tersisa sampai pemilu berikutnya di tahun 2009 tinggal dua tahun, bahkan

ada yang berpendapat bahwa waktu yang efektif tinggal satu tahun lagi, selebihnya

adalah masa menebar janji untuk meraih kekuasaa. (http://www.poskota.co.id/).

Pengambilan kebijakan pasca kecelakaan trasportasi oleh SBY dan JK dapat

(13)

Berbagai kecelakaan transportasi yang ada tak luput menjadi perhatian media. Hal

ini terlihat dari berbagai topik mengenai kecelakaan transportasi yang selalu mewarnai

pemberitaan media baik media cetak maupun media elektronik. Munculnya reformasi

tahun 1998 memang membawa angin segar bagi pers indonesia, berbeda halnya dengan

tahun sebelumnya di mana pers dimonopoli oleh pihak tertentu khususnya penguasa Orde

Baru. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang kebebasan pers No.40 tahun 1999,

berbagai jenis media tumbuh bak cendawan di musim hujan. Pers kita sudah mulai berani

dalam mengemas suatu fakta. Jika sebelumnya banyak fakta yang ditutup-tutupi demi

menjamin kepentingan kelompok tertentu maka sejak munculnya reformasi tahun 1998,

wartawan memiliki kebebasan untuk memperoleh informasi dan fakta dari peristiwa yang

terjadi serta kebebasan untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya kepada publik.

Termasuk informasi mengenai kebijakan suatu negara dan pejabatnya.

Media dalam fungsi kontrol sosialnya mempunyai fungsi sebagai pengawas atas

setiap kebijakan yang dilakukan oleh pejabat negara. Dalam hal ini media memiliki

kebebasan untuk mengetahui setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kebebasan

pers pada masa Orde Reformasi membuat pers tampil beda, lebih berani bersikap kritis

terhadap penguasa. Pers menjadi lebih agresif dan kreatif dalam memberi nilai tambah

suatu berita, dan juga mengeksploitasi isu-isu. Permasalahan-permasalahan diolah

menjadi komoditas informasi. Tetapi justru karena itu, media tak lepas dari pemberitaan

yang berpihak pada pihak tetentu, tidak objektif, mengingkari kaidah cover both side,

dan lain-lain.

Analisis framing adalah analisis yang memusatkan perhatian pada bagaimana

(14)

alternatif model analisis yang dapat mengungkapkan rahasia di balik semua perbedaan

(bahkan pertentangan) media dalam mengungkapkan fakta, bagaimana realitas dibingkai

media. Oleh karena itu analisis framing hadir untuk menanyakan mengapa peristiwa X

diberitakan? Mengapa peristiwa lain tidak? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat

berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realita didefinisikan dengan cara

tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu yang ditonjolkan sedang yang lain tidak?

Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain

yang diwawancarai?.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui

bagaimanakah media cetak (harian Kompas) mengemas berita tentang SBY&JK pasca

kecelakaan transportasi.

Pemilihan harian Kompas dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan:

Pertama, karena harian ini merupakan harian nasional yang mapan secara ekonomis.

Kompas memiliki berbagai anak perusahaan yang dibangun di bawah atap kelompok

Kompas Gramedia seperti majalah, stasiun radio, penerbitan, percetakan, hingga hotel.

Kelompok perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan yang memanjakan pegawainya.,

mulai tunjangan kesehatan, pendidikan untuk anak-anak karyawan, bonus lebih dari tiga

kali dalam satu tahun, piknik keluarga, pesta ulang tahun perusahaan secara besar-besaran

adanya ‘wartawan amplop’, sehingga wartawan lebih berintegritas dalam menyusun

berita. Kedua, Kompas memiliki khalayak pembaca yang tersebar di seluruh Indonesia.

Hingga saat ini (Juli 2007), Kompas masih dikenal sebagai koran berskala nasional

(15)

Dengan demikian pemberitaan Kompas cukup berdampak luas bagi khalayak pembaca di

Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat

dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: ‘Bagaimanakah citra SBY & JK pasca

kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 dikonstruksi oleh harian

Kompas?’.

1.3 Pembatasan Masalah

Peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang lebih jelas dan spesifik untuk

menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas. Adapun pembatasan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada harian Kompas edisi Januari - Maret 2007

2. Berita yang diteliti adalah pemberitaan tentang SBY & JK pasca kecelakaan

transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 .

3. Obyek penelitian terbatas pada frame yang dikonstruksi lewat pemberitaan, bukan

pada frame individu atau dampaknya terhadap pembentukan opini publik.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

(16)

1. Untuk mengetahui bagaimana harian Kompas memaknai, memahami dan

mengkonstruksi berita tentang SBY & JK pasca kecelakaan transportasi yang

terjadi bulan Januari-Maret 2007.

2. Untuk melihat citra yang dibentuk oleh harian Kompas terhadap SBY & JK

pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari - Maret 2007.

1.4.2. Manfaat Penelitian.

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya

penelitian khususnya dalam bidang komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas cakrawala

pengetahuan penulis serta dapat menjadi kontribusi khususnya dalam melengkapi

kajian tentang realitas dan konstruksi pemberitaan di media cetak.

3. Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembaca

surat kabar maupun bagi media khususnya harian Kompas.

1.5. Kerangka Teori

Setiap penelitian membutuhkan teori sebagai landasan berpikir dalam memcahkan

permasalahannya. Teori yang baik adalah memiliki ciri khas yaitu apakah teori itu

mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang penting dalam bidang yang diteliti;

apakah penjelasan itu dapat diberikan dengan tegas dan bersahaja, serta; apakah dengan

penjelasan itu dapat ditemukan sesuatu yang baru (Surakhmad, 1990: 70)

Sasa Djuarsa menyebutkan bahwa, teori adalah abstraksi dari realitas yang terdiri

dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang secara konseptual

(17)

teori bukan saja untuk menemukan fakta tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk

melihat fakta, mengorganisasikan serta menginterpretasikannya (Sendjaja, 1994: 10-11).

1.5.1 Teks Berita : Pandangan Konstruksionis

Pendekatan konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif Peter

L.Berger bersama Thomas Luckman. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara

ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan

dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang, artinya setiap orang bisa

mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas (Eriyanto, 2002:15), karena

setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan yang berbeda sehingga

membentuk kerangka berpikir yang berbeda pula. Masing-masing akan menafsirkan

realitas berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan, lingkungan atau pergaulan

sosialnya. Misalnya mengenai demonstrasi mahasiswa. Satu kelompok bisa jadi

mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, di luar batas dan mengganggu

masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tetentu. Tetapi orang dari kelompok

sosial yang lain bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu, suatu tindakan untuk

memperjuangkan nasib rakyat, sebuah perjuangan tanpa pamrih.

Penerapan gagasan Berger dalam ranah konteks berita adalah bahwa sebuah teks

dalam berita tidak dapat kita samakan sebagai Copy (cerminan) dari realitas (mirror of

reality), ia harus dipandang sebagai hasil konsruksi atas ralitas. Realitas lapangan

sebenarnya berbeda dengan realitas media. Karenanya sangat potensial terjadi peristiwa

yang sama dikonstruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput suatu

(18)

suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu,

yang diwujudkan dalam teks berita (Eriyanto, 2002: 17). Setiap media akan memodifikasi

konstruksi realitas berita dengan caranya masing-masing sehingga suatu peristiwa yang

sama saat dimuat oleh beberapa media pada terbitan keesokan harinya akan berbeda satu

dengan lainnya.

Berita dalam pandangan konstruksi sosial , bukan merupakan peristiwa atau fakta

dalam arti yang rill. Disini realitas bukan diperoleh begitu saja sebagai berita, ia adalah

produk interaksi antara wartawan dengan fakta.

1.5.2 Analisis Framing

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Analisis framing

adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik.

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Dalam perspektif

komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat

mengkonstruksi fakta. Analisisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau

lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya (Sobur,

2001:162). Dengan kata lain, framing adalah pendekatan atau cara pandang yang

digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau

perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang

(19)

Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu

kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan

memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan

istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat

ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2001:186). Artinya, realitas dibingkai, dikonstruksi dan

dimaknai oleh media.

Ada hal penting dalam framing, ketika sesuatu diletakkan dalam frame, tidak

semua berita ditampilkan dalam arti ada bagian yang dibuang dan ada bagian yang

dilihat. Untuk menjelaskan framing kita bisa menghadirkan analogi ketika kita memfoto

suatu pemandangan, maka maksud foto hanyalah bagian yang berada dalam ‘frame’,

sementara bagian lain terbuang. Contohnya adalah pas photo Rachmat. Ketika Rachmat

difoto 3x4 untuk KTP, maka yang di-frame adalah bagian dada ke atas. Bagian bawah

tidak termasuk dalam frame (Kriyantoro, 2006: 251-252). Tentunya ada alasan mengapa

framing dilakukan pada bagian tertentu, mengapa bagian tertentu yang difoto sementara

bagian lain tidak. Oleh karena itu analisis framing hadir untuk menanyakan mengapa

peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa lain tidak? Mengapa suatu tempat dan pihak

yang terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realita didefinisikan dengan

cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu yang ditonjolkan sedang yang lain tidak?

Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain

yang diwawancarai?.

Jadi analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian

realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain) yang dilakukan media.

(20)

direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk

menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media.

Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap

penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.

Dalam praktik, analisis framing banyak digunakan untuk melihat frame surat

kabar karena masing-masing surat kabar memiliki ‘kebijakan politis’ tersendiri.

1.5.3 Berita dan Proses Produksi Berita

Berita adalah laporan tentang tentang fakta atu ide yang termasa, yang dipilih oleh

staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah

karena ia luar biasa atau entah karena pentingnya, atau karena ia mencakup segi-segi

human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep

berita yang dapat dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman

fakta-fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar (Effendi,

1993:131-134). Melalui berita kita dapat mengetahui apa yang terjadi di Aceh, di Papua

dan di Jakarta. Melalui berita kita mengetahui apa saja yang dilakukan oleh elit politik,

kehidupannya dan kegiatannya.

Pada umumnya, berita berasal dari peristiwa tetapi tidak semua peristiwa dapat

menjadi berita. Dalam proses pembentukan suatu berita banyak faktor yang berpotensi

untuk mempengaruhinya, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan wacana dalam

(21)

merupakan proses yang rumit dan melibatkan banyak faktor seperti kepentingan yang

bermain dibaliknya.

Pamela D.Shoemaker dan Stephen D.Reese meringkas berbagai faktor yang

mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan yaitu:

1. Faktor Individual.

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesi dari pengelola media. Level

individual melihat bagaimana pengaruh aspek personal dari pengelola media

mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada kahalayak. Aspek

personal tersebut seperti jenis kelamin, umur, atau agama.

2. Level Rutinitas Media (media routine)

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita.

Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut

berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran

tesebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar

bagi pengelola media yang berada di dalamnya.

3. Level Organisasi.

Level organissi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotik

mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang

tunggal yang ada dalam orgnisasi berita, ia sebaliknya hanya sebagian kecil dari

organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media

bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya selain bagian redaksi

ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan

(22)

4. Level Ekstramedia

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada

di luar organisasi media, namun hal-hal di luar organisasi media ini sedikit

banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Faktor-faktor

tersebut adalah sumber berita, sumber penghasil media (iklan,pelanggan/pembeli

media), pihak eksternal (pemerintah dan lingkungan bisnis), dan ideologi

(kerangka berfikir/referensi).

Sebuah teks berita tidak dapat disamakan dengan Copy realitas, ia haruslah

dipandang sebagi konstruksi atas realitas, karenanya sangat potensial terjadi peristiwa

yang sama, tetapi konstruksinya berbeda. Teks berita memiliki sejumlah strategi baku

(23)

I.6 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah model analisis yang

dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki seperti gambar berikut

berikut ini;

Tabel perangkat framing Pan dan Kosicki

STRUKTUR UNIT YANG DI AMATI

SINTAKSIS

Headline, lead, latar

Cara wartawan informasi, kutipan sumber,

menyusun fakta pernyataan, penutup

SKRIP

Cara wartawan 5W+1H

mengisahkan fakta

TEMATIK

Cara wartawan Paragraf, proposisi,

menulis fakta hubungan antar kalimat.

PERANGKAT

1. Skema berita

2. Kelengkapan berita

(24)

RETORIS

Cara wartawan Kata, idiom, gambar/foto,

menekankan fakta grafik

Sumber : Eriyanto, 2002: 256

1.7 Defenisi Operasional Variabel

1.7.1 Sintaksis.

Dalam pengertian umum sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat.

Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa,

pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan

kisah berita. Struktur sintaksis memiliki perangkat:

a. Headline

Merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media

b. Lead (teras berita)

Merupakan paragraf pembuka dari sebuah berita yang biasanya

mengandung kepentingan lebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada

ideologi penulis terhadap peristiwa.

c. Latar informasi

Latar informasi merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi

semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis

informasi biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang

ditulis. Latar yang ditulis menentukan ke arah mana pandangan khalayak 7. Leksikon

(25)

hendak dibawa. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang

diajukan dalam suatu teks.

d. Kutipan

Pernyataan yang berasal dari pernyataan seseorang atau para ahli untuk

memperkuat berita yang ditulis oleh wartawan.

e. Sumber

Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun

objektifivitas-prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Ia juga merupakan

bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan

bukan pendapat wartawan semata., melainkan pendapat dari orang yang

memiliki otoritas tertentu. Pengutipan sumber ini menjadi perangkat

framing atas tiga hal. Pertama, meng-klaim validitas atau kebenaran dari

pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan pada klaim otoritas akademik.

Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat

yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu.

f. Pernyataan.

Bagian berita yang dimaksud untuk mendukung isi berita atau tulisan

wartawan

g. Penutup

Bagian akhir berita biasanya berisi kesimpulan.

(26)

Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai

wartawan dalam mengemas peristiwa. Struktur skrip memfokuskan perangkat

framing pada kelengkapan berita:

a. What (apa), menyangkut peristiwa yang diberitakan.

b. When (kapan), menyangkut waktu terjadinya peristiwa.

c. Who (siapa), menyangkut pelaku.

d. Where (di mana), menyagkut tempat.

e. Why (mengapa), mengemukakan berbagai alasan terjadinya suatu

peristiwa yang diberitakan.

f. How (bagaimana), menyangkut cara memaknai peristiwa yang diberitakan.

1.7.3. Tematik

Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan

pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar

kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur tematik mempunyai

perangkat framing:

a. Detail

Elemen detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan

seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi

yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan

menampilkan informasi yang tidak menguntungkan dirinya dalam jumlah

sedikit (bahkan kalu perlu tidak disampaikan)

(27)

Pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Koherensi

merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara

strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau

peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang secara saling terpisah,

berhubungan atau malah sebab akibat. Biasanya memakai kata hubung

(konjungsi) diantaranya ; dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun.

c. Bentuk kalimat

Jenis kalimat yang dipakai untuk menjelaskan sejumlah fakta yang ada.

Bentuk kalimat berhubungan dengan kalimat aktif dan pasif atau deduktif

dan induktif.

d. Kata ganti

Kata ganti orang atau benda, misalnya Saya, mereka, itu, nya, dll.

1.7.4. Retoris

Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu

dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan

kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan,

melainkan menekankan arti tertentu kepada pembaca. Struktur retoris mempunyai

perangkat framing:

a. Leksikon/pilihan kata

Penekanan terhadap sesuatu yang penting.

b. Grafis

Bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang

(28)

Grafis biasanya muncul lewat pemakaian huruf tebal, huruf miring,

pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar.

Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar,

atau label untuk mendukung arti penting suatu pesan.

c. Metafor

Kiasan, ungkapan sebagai landasan berpikir , alasan pembenar atas gagasan

atau pendapat tertentu. Dapat berupa kepercayaan masyarakat, ungkapan

sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, ungkapan

yang diambil dari ayat-ayat suci.

Cara memindahkan (transpose) makna sesuatu dengan merelasikan dua

fakta analogi, sering berupa kiasan menggunakan fakta : seperti, bak,

(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Teks Berita: Pandangan Konstruksionis

Pendekatan konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretative Peter

L.Berger bersama Thomas Luckman. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara

ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan

dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang, artinya setiap orang ฀oci

mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas (Eriyanto, 2002:15), karena

setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan yang berbeda sehingga

membentuk kerangka berpikir yang berbeda pula. Masing-masing akan menafsirkan

realitas berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan, lingkungan atau pergaulan

sosialnya. Misalnya mengenai demonstrasi mahasiswa. Satu kelompok ฀oci jadi

mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, di luar batas dan mengganggu

masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tetentu. Tetapi orang dari kelompok

฀ocial yang lain ฀oci jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu, suatu tindakan untuk

memperjuangkan nasib rakyat, sebuah perjuangan tanpa pamrih. Konstruksi yang

mereka buat itu dilengkapi dengan legitimasi tertentu, sumber kebenaran tertentu, bahwa

apa yang mereka katakana dan percayai itu benar adanya, punya dasar yang kuat.

Penerapan gagasan Berger dalam ranah konteks berita adalah bahwa sebuah teks

dalam berita tidak dapat kita samakan sebagai Copy (cerminan) dari realitas (mirror of

reality), ia harus dipandang sebagai hasil konsruksi atas ralitas. Realitas lapangan

(30)

yang sama dikonstruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput suatu

sebuah peristiwa, dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda ketika melihat

suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu,

yang diwujudkan dalam teks berita (Eriyanto, 2002:17). Setiap media akan memodifikasi

konstruksi realitas berita dengan caranya masing-masing sehingga suatu peristiwa yang

sama saat dimuat oleh beberapa media pada terbitan keesokan harinya akan berbeda satu

dengan lainnya. Berita dalam pandangan konstruksi social , bukan merupakan peristiwa

atau fakta dalam arti yang rill. Artinya, realitas tidak dioper begitu saja sebagai berita. Ia

adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta.

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media,

wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut akan diuraikan satu persatu di bawah ini.

(Eriyanto, 2002:19-36)

1. Fakta/ Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi

Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena

dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi,

sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini tidak ada realitas yang bersifat

objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu.

Realitas bias berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi kita ketika

realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Jika

dalam konsep positivisme ada realitas yang bersifat ‘eksternal’ yang ada dan

hadir sebelum wartawan meliputnya. Jadi realitas bersifat objektif, yang harus

diambil dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacan ini sangat bertolak

(31)

sesuatu yang tinggal diambil, ada, dan menjadi bahan berita. Fakta atau realitas

pada dasaranya dikonstruksi

Positivis Ada fakta yang ‘rill’ yang diatur oleh kaidah-kaidah

tertentu

Konstruksionis Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran

suatu fakta bersifat relative, berlaku sesuai konteks

tertentu.

Sumber: Eriyanto, 2002: 20

2. Media Adalah Agen Konstruksi

Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran bagaimana pesan

disampaikan dari komunikator ke penerima (khalayak), media dilihat murni

sebagai saluran bukan agen artinya media bersifat netral. Dalam pandangan

konstruksionis media dilihat sebaliknya, media bukanlah sebagai saluran yang

bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan,

bias dan keberpihakannya. Apa yang kita baca di media setiap hari adalah hasil

dari pembentukan realitas oleh media.

Positivis Media sebagai saluran pesan

Konstruksionis Media sebagai agen konstruksi pesan

Sumber: Eriyanto, 2002: 23

3. Berita Bukanlah Refleksi dari Realita. Ia Hanyalah Konstuksi dari Realitas.

Jika pandangan positivis melihat berita sebagai informasi sebagai representasi dari

(32)

bukan menggambarkan relitas, tetapi konstruksi oleh pihak yang berkaitan dengan

peristiwa. Seperti sebuah drama, tentu saja ada pihak yang didefinisikan sebagai

pahlawan (hero), tetapi ada juga pihak yang didefinisikan sebagai pecundang.

Positivis

Berita adalah cermin dan refleksi

dari kenyataan. Karena itu, berita

haruslah sama dan sebangun

dengan fakta yang diliput.

Konstruksionis

Berita tidak mungkin merupakan

cermin dan refleksi dari realitas

karena berita yang terbentuk

merupakan konstruksi atas realitas.

Sumber: Eriyanto, 2002: 25

4. Berita Bersifat Subjektif/ Konstruksi Atas Realitas.

Pada pendekatan positivis, titik perhatiannya pada bias artinya, bias harus

dihindari. Jika ada bias, penjelasannya ditekankan dengan mencari

sumber-sumber kesalahan yang ada; waktu, yang terbatas bagi wartawan, keterbatasan

ruang, kekeliruan wartawan, dan sebagainya. Hal inilah yang berbeda dengan

penempatan konstruksionis. Jika wartawan menempatkan seorang tokoh lebih

besar dari tokoh lain, liputan yang tidak berimbang dan secara nyata memihak

satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap sebagai kekeliruan/bias, melainkan

(33)

praktik jurnalistik bisa semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi

mengarahkan pada bagaimana peristiwa dikonstruksi.

Positivis

Berita bersifat objektif.

Menyingkirkan opini dan

padangan subjektif dari pembuat

berita.

Konstruksionis

Berita bersifat subjektif. Opini

tidak dapat dihilangkan karena

ketika meliput wartawan melihat

dengan perspektif dan

pertimbangan subjektif.

Sumber: Eriyanto, 2002: 27

5. Wartawan Bukanlah Pelapor. Ia adalah Agen Konstruksi Realitas.

Dalam pandangan positivis wartawan bisa menyajikan realitas secara benar, kalau

ia bertindak professional ia bisa menyingkirkan pilihan moral dan

keberpihakannya. Tetapi dalam pandangan konstruksionis, wartawan tidak dapat

menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan

bagian yang instrinsik dalam pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya

produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi

antara wartawannya. Dalam bayak hal kasus; topik apa yng diangkat dan siapa

yang diwawancarai, disediakan oleh kebijakan redaksional tempat wartawan

(34)

hasil konstruksi wartawan saja tetapi hasil konstruksi dari wartawan lain,

pemimpin redaksi, maupun pemimpin perusahaan media. Pandangan

konstruksionis juga melihat bahwa wartawan bukanlah pemulung yang

mengambil berita begitu saja, realita bersifat subjektif, yang terbentuk lewat

pemahaman dan pemaknaan subjektif dari wartawan. Kaum konstruksionis

melihat bahwa seorang wartawan tidak dapat membuat jarak dengan objek yang

hendak diliput karena ketika ia meliput sesungguhnya ia telah menjalin hubungan

dengan objek liputan sehingga melibatkan pemahaman yang mau tidak mau sukar

dilepaskan dari subjektivitas.

Positivis Wartawan sebagai pelapor

Konstruksionis Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani

keragaman subjektifitas pelaku sosial.

Sumber: Eriyanto, 2002: 29

6. Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral

Dalam Produksi Berita.

Pendekatan positivis menekankan agar nilai, etika dan keberpihakan wartawan

dihilangkan dalam proses pembuatan berita, pertimbangan-pertimbangan tersebut

dapat membelokkan wartawan-apapun alasannya-mejauhi realitas yang

sesungguhnya. Pendekatan konstruksionis justu sealiknya. Aspek etika, moral dan

nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan

bukanlah robot yang meliput apa adanya. Mungkinkah subjektifitas wartawan

(35)

melihat dan menulis tetapi lebih sering terjadi adalah menimpulkan dan melihat

fakta fakta apa yang dikumpulkan di lapangan. Ketika menyimpulkan wartawan

tidak mungkin lepas dari subjektivitas, memilih fakta apa yang ingin dipilih dan

fakta apa yang ingin dibuang.

Positivis Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada di luar

proses peliputan berita.

Konstruksionis Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat

dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu

peristiwa.

Sumber: Eriyanto, 2002: 32

7. Nilai, Etika dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian yang Integral dalam

Penelitian.

Dalam pandangan positivis peneliti haruslah bebas nilai, ini berarti etika dan

pilihan moral peneliti tidak boleh ikut dalam penelitian karena akan

mempengaruhi penelitian. Artinya jika subjektivitas dihilangkan maka antara

peneliti yang satu dengan yang lain kalau melakukan penelitian dengan topik dan

objek yang sama akan menghasilkan hasil yang sama juga. Dalam penelitian

yang berkategori konstruksionis, pilihan moral dan keberpihakan justru sukar

dihilangkan karena peneliti bukanlah robot yang seolah-olah makhluk netral dan

akan menilai realitas tersebut apa adanya. Artinya, bisa jadi objek penelitian yang

sama akan menemukan temuan yang berbeda karena peneliti dengan

(36)

Positivis Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar

proses penelitian.

Konstruksionis Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian tak

terpisahkan dari suatu penelitian.

Sumber: Eriyanto, 2002: 35

8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita.

Pandangan positivis melihat berita sebagai sesuatu yang objektif, apa yang

diterima pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat

berita. Jika wartawan melucu khalayak seharusnya tertawa dengan berita yang ia

baca. Dengan pandangan semacam ini pembuat berita dilihat sebagai pihak yang

aktif, sementara pembaca dilihat sebagai pihak yang pasif. Kalau ada kekerasan di

masyarakat, salah satunya disumbangkan oleh realitas penyajain media yang

banyak menampilkan kekerasan. Konstruksionis memiliki pandangan yang

berbeda. Pembaca bukanlah khalayak yang pasif, ia juga subjek yang aktif dalam

menafsirkan apa yang dia baca. Oleh karena itu, setiap orang bisa mempunyai

pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Sebuah foto yang sebenarnya

dimaksudkan untuk mengkomunikasikan stop kekerasan dan seksual, bisa jadi

dimaknai pembaca sebagai menyebarkan pornografi. Kalau terjadi perbedaan

semacam ini, bukanlah berarti berita tersebut buruk.

Positivis Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan

(37)

Konstruksionis Khalayak mempunyai penfsiran sendiri yang bisa jadi

berbeda dari pembuat berita.

Sumber: Eriyanto, 2002: 35

Dari berbagai pandangan diatas jelas terlihat ada perbedaan yang mendasar

antaraparadigma positivis dengan konstruksionis. Karena itu secara umum ada

dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, pertama pendekatan

konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana

seseorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua pendekatan konstuksionis

memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis, yang memeriksa

bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator dan memeriksa bagaimana

konstruksi makna individu/ komunikan ketika menerima pesan. Berdasarkan

pandangan tersebut maka analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini

adalah salah satu analisis teks yang berada dalam kategori penelitian

konstruksionis.

2.2 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama sekali diperkenalkan oleh Beterson tahun

1955. Awalnya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan

yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan

kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian

dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahu 1974, yang mengandaikan frame

(38)

dalam membaca realitas. Akhir- akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas

dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan

penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Walaupun Konsep tentang

framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi ditinjau dari

ilmu kognitif (psikologis) dan sosiologi (Sobur, 2002: 162). Pendekatan psikologis

terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema

tentang sesuatu, atau gagasan tertentu. Sementara dari sosiologi melihat setiap tindakan

manusia pada dasarnya mempunyai arti dan manusia berusaha memberi penafsiran atas

perilaku tersebut agar bermakna dan berarti.

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Pada dasarnya,

analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya

untuk menganalisis teks media. Analisis framing adalah salah satu metode analisis media,

seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah

membingkai sebuah peristiwa. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai

untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisisis ini

mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih

bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi

khalayak sesuai perspektifnya (Sobur, 2001:162).

Menurut Gitlin, frame media pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan frame

dalam pengertian sehari hari yang sering kali kita lakukan. Setiap hari kompleksitasnya.

Lewat frame, jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu menjadi peristiwa yang

dapat dipahami. Ada dua aspek penting dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas.

(39)

(included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas

dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan

memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain.

Akibatanya pemahaman atas suatu peristiwa bisa saja berbeda antara satu media dengan

media lainnya. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan

proposisi apa, dengan bantuan foto dan gambaran apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta

yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan penempatan tertentu.: penempatan yang

mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan,

pemakaina grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tetentu

ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol

budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar, dan

sebagainya ( Eriyanto, 2002:70).

MEMILIH MENULIS

FAKTA FAKTA

Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian

tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan

penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah-istilah yang

mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi

lainnya (Sudibyo, 2001:186). Artinya, realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh

media. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu menjadi bermakna dan

(40)

Pada dasarnya, pola penonjolan tersebut tidaklah dimaknai sebagai bias, tetapi

secara ideologis sebagai strategi wacana: upaya menyuguhkan pada publik tentang

pandangan tetentu agar pandangannya lebih diterima. Kata penonjolan (Saliance)

didefenisikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan

berkesan. Suatu peningkatan dalam penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan

lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan

menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol

dengan cara penempatannya atau pengulangan atau mengasosiasikan dengan

simbol-simbol budaya yang sudah dikenal (Sobur, 2002: 164). Dalam menjelaskan realitas

media, ada beberapa tokoh yang menggunakan perangkat yang berbeda untuk

menjelaskan frame dari realitas yang dibentuk oleh media. Tokoh tersebut adalah Robert

N.Entman, William A.Gamson dan Andre Modigliani, serta Zhongdang Pan dan Gerald

M.Kosicki.

Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: Seleksi isu dan

penekanan atau penonjolan aspek/aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah

proses membuat isu lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh kahlayak. Realitas yang

disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk

diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Dalam

prakteknya framing, dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dengan

menggunakan berbagai strategi wacana-penempatan yang mencolok (menempatkan di

headlline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakain grafis untuk mendukung

dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu untuk mengambarkan

(41)

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari

realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana

yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu

terkandung di dalamnya ada bagian berita yang

dimasukkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian

dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu

dari suatu isu.

Penonjolan

aspek tertentu

dari isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika

aspek tetentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah

dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat

berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan

citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Sumber: Eriyanto, 2002: 187

Entman menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan realitas sebagai berikut :

Define problems

(Pendefinisian masalah)

Bagaimana suatu peristiwa dilihat? Sebagai

apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnoses causes

(Memperkirakan masalah

atau sumber masalah )

Peristiwa itu disebabkan oleh apa?Apa yang

dianggap sebagai penyebab dari suatu

masalah? Siapa (aktor) yang dianggap

sebagai penyebab masalah?

Make moral judgement

(Membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk

(42)

dipakai untuk meligitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk

mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang

ditawarkan dan harus ditempuh untuk

mengatasi masalah?

Sumber: Eriyanto, 2002: 188

William A.Gamson dan Andre Modigliani selanjutnya mengatakan bahwa media

memerankan fungsi yang kompleks dimana media adalah bagian dari konstruksi budaya.

Sebagai sosiolog Gamson banyak menitikberatkan pada studi gerakan sosial yang mau

tidak mau menyinggung studi media, elemen penting dari gerakan sosial. Menurut

Gamson , keberhasilan dari gerakan sosial terletak pada bagaimana peristiwa dibingkai,

karenanya gerakan sosial selalu menseleksi dan menggunkan simbol, nilai dan retorika

tetntu dalam memobilisasi khalayak. Tujuannya tidak lain adalah untuk memenangkan

simpati khalayak. karena itu dipakai simbol, jargon, label yang dikenal oleh khalayak dan

dikenal secara luas. Ketika orang tidak suka dengan Soeharto salah satu simbol dan

jargon yang dibuat adalah SDSB (Soeharto Dalang Segala Bencana). Disini Soeharto

dianggap sama dengan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), istilah SDSB

mengena dalam benak publik karena familiar.

Dalam formulasi yang dibuat oleh William A.Gamson dan Andre Modigliani

framing, dipandang sebagai cara bercerita (story line) atau gugusan ide-ide yang tersusun

sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan

(43)

sejumlah kemasan (package), yakni rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang

ditunjukkkan dan peristiwa mana yang relevan. Package adalah semacam skema atau

struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan

yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan pesan-pesan yang ia terima. Framing adalah

pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan ketika

menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya

menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dibawa kemana

berita itu. Perangkat framing yang dikemukakan oleh Gamson dan Modigliani seperti

gambar berikut:

Analisis kausal atau sebab akibat

Catchprases

Frase yang menarik, kontras,

menonjolkan suatu wacana. Ini

umumnya jargon atau slogan.

Appeals to principle

Premis dasar, klaim-klaim moral

Exemplar

Mengaitkan bingkai dengan contoh

(bisa teori, perbandingan) yang

memperjelas bingkai

Consequences

Efek atau konsekuensi yang

didapat dari bingkai.

Sumber: Eriyanto, 2002: 225

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melihat analisis Framing sebagaimana

(44)

Framing didefenisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol,

menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayaknya lebih tertuju pada

pesan tersebut. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menawarkan perangkat framing

sebagai berikut :

Tabel perangkat framing Pan dan Kosicki

STRUKTUR UNIT YANG DI AMATI

SINTAKSIS

Headline, lead, latar

Cara wartawan informasi, kutipan sumber,

menyusun fakta pernyataan, penutup

SKRIP

Cara wartawan Kata, idiom, gambar/foto,

menekankan fakta grafik

Sumber : Eriyanto, 2002: 256 PERANGKAT

1. Skema berita

2. Kelengkapan berita

(45)

Dari semua pendekatan diatas , maka inti dari framing yang disampaikan oleh para

ahli adalah bahwa framing merupakan pendekatan untuk melihat bagaimana sebuah

realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Analisis framing juga dapat mengetahui

bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu

dan menulis berita. Ada dua esensi utama dari framing yakni :

1. Bagaimana peristiwa itu dimaknai (berkaitan dengan pemilihan peristiwa/fakta

yang mengakibatkan adanya suatu peristiwa yang diliput atau tidak)

2. Bagaimana peristiwa itu ditulis (berkaitan dengan bagaimana fakta yang sudah

dipilih semakin ditekankan dengan perangkat tertentu. Misalnya penempatan kata

atau kalimat dengan bantuan foto, gambar atau grafik)

Frame media dengan demikian adalah bentuk yng muncul dari pikiran (kognisi),

penafsiran, dan penyajian dari seleksi, penekanan dan pengucilan dengan menggunakan

simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam

bentuk verbal maupun visual ( Eriyanto,2002:69).

2.3 Berita dan Proses Produksi Berita

Berita adalah laporan tentang tentang fakta atu ide yang termasa, yang dipilih oleh

staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah

karena ia luar biasa atau entah karena pentingnya, atau karena ia mencakup segi-segi

human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep

berita yang dapat dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman

fakta-fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar

(46)

di Papua dan di Jakarta. Melalui berita kita mengetahui apa saja yang dilakukan oleh elit

politik, kehidupannya dan kegiatannya.

Berita adalah bagian dari komunikasi yang membuat kita terus memperoleh

informasi tentang pergantian peristiwa, isu dan tokoh di dunia luar. Menurut para

sejarawan, akhirnya para penguasapun menggunakan berita untuk menjaga kebersamaan

komunitas mereka. Berita menyediakan rasa kebersamaan dan tujuan bersama. Berita

bahkan membantu penguasa tiran mengontrol rakyat mereka dengan mengikat mereka

dengan ancaman bersama (Bill Kovach, 2003:16-17).

Pengertian berita yang paling terkenal dikemukakan oleh John B. Bogart lewat

sebuah pernyataan, yaitu ‘When a dog bites a man, that’s not news. But when a man

bites a dog is news’, ‘ Jika anjing menggigit orang, itu bukan berita. Namun kalau ada

orang menggigit anjing, itu baru berita.’ (Brandt, 2002:17). Dengan demikian, berita

memuat suatu hal yang tidak biasa, jarang, dan langka sehingga dapat dikatakan bahwa

suatu berita harus memuat unsur baru, penting, relevan, menyangkut hajat hidup orang

banyak dan memuat suatu kebenaran. Kendati sangat mustahil untuk memaparkan semua

unsur tersebut namun para pencari berita berupaya untuk mencapai idealisasi itu.

Hanya peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu baru dapat disebut

sebagai berita. Semakin besar peristiwa dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya,

lebih memungkinkan dihitung sebagai peristiwa. Dalam kerja media, peristiwa tidak

dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi ia harus dinilai terlebih dahulu apakah

peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan

ukuran bagi wartawan sebagai kerja dari praktik jurnalistik sebuah berita yang

(47)

headline, sedangkan berita yang tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya tidak

berdamapak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur pertama

bagaimana peristiwa dikonstruksi (Eriyanto, 2002:104) Secara umum nilai berita itu

dapat digambarkan sebagai berikut:

Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya.

Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang

dipandang penting. Mis: Kecelakaan yang

menewaskan ratusan orang lebih dipandang sebagai

berita daripada kecelakaan yang hanya

menewaskan satu orang

Human interest Peristiwa yang banyak mengandung unsur haru,

sedih, dan menguras emosi khalayak. Misalnya,

peristiwa tentang perjuangan seorang nenek tua

miskin dalam memenuhi kebutuhan anaknya

sehingga menjadi sukses

Conflict/Controversi Peristiwa yang mengandung konflik. Misalnya

konflik Timor Leste

Unusual Berita yang mengandung peristiwa yang tidak

biasa, peristiwa yang jarang terjadi. Misalnya Bayi

lahir dengan bobot 6 Kg.

Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan

dibanding dengan peristiwa yang jauh, baik dari

(48)

Misalnya, bencana Tsunami 2004 yang terjadi di

Aceh akan lebih bernilai bagi warga Aceh yang

sedang bermukim di luar negeri daripada orang

Indonesia sendiri yang tidak punya saudara di Aceh

Sumber: Eriyanto, 2002: 106-107

Selain nilai berita , prinsip lain yang penting dalam proses produksi berita adalah

kategori berita. Menurut Tuchman, secara umum wartawan memakai lima kategori berita

berdasarkan jenis peristiwanya yaitu (Eriyanto, 2002:109-110).

1. Hard News, Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Berita ini sangat

dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat semakin baik. Misalnya,

Korupsi pejabat, kecelakaan, bencana alam.

2. Soft News, Berita yang berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest).

Jika Hard News dibatasi oleh waktu dan merupakan peristiwa yang penting

namun Soft News tidak memperhatikan kecepatan, yang penting apak berita itu

menarik dan dapat menyentuh emosi dan perasaan khalayak. Misalnya, kisah

mengenai pramuniaga yang akan melangsungkan pernikahannya namun

meninggal dalam kecelakaan pesawat sehari sebelum pernikahan.

3. Spot news, Merupakan subklasifikasi atau bagian lain dari Hard News. Dalam

Spot News, peristiwa yang diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa kebakaran,

kecelakaan, bencana alam adalah peristiwa yang tidak dapat diprediksi.

4. Developing News, Merupakan sublikasi lain dari Hard News. Peristiwa yang

(49)

Dalam pemberitaan jatuhnya pesawat terbang, dalam berita pertama mungkin

diberitakan nama pesawat dan lokasi kejadian, satu jam kemudian diberitakan

nama korban, sebab-sebab kecelakaan dan seterusnya. Disini satu berita

diteruskan oleh berita lain, atau malah dikoreksi oleh berita selanjutnya.

5. Continuing News, juga merupakan sublikasi lain dari Hard News. Bedanya dalam

Continuing News berita tersebut diprediksi dan direncanakan. Proses dan

peristiwa tiap hari berlangsung kompleks, namun tetap berada dalam wilayah dan

pembahasan yang sama. Misalnya, Peristiwa Tsunami yang diberitakan mulai dari

sebab terjadinya, sampai penanganan korban. Peristiwanya berbeda tapi tetap

mengarah pada suatu tema tertentu.

Setiap kategori tersebut akan menentukan kontrol kerja wartawan, apa yang harus

dilakukan, kapan pekerjaan itu harus selesai, dan bagaimana peristiwa itu seharusnya

ditulis, menurut Tuchman kategori berita tersebut bukan hanya menentukan bagaimana

peristiwa diklasifikasikan, melainkan juga menunjukkan bagaimana peristiwa tersebut

didefenisikan dan dikonstruksi (Eriyanto, 2002: 111).

Dalam proses pembentukan suatu berita banyak faktor yang berpotensi untuk

mempengaruhinya, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan wacana dalam memaknai

realitas dalam presentasi media (Sudibyo, 2001:7). Proses pembuatan berita merupakan

proses yang rumit dan melibatkan banyak faktor seperti kepentingan yang bermain

dibaliknya.

Pamela D. Shoemaker dan Stephen D. Reese meringkas berbagai faktor yang

Gambar

Tabel perangkat framing Pan dan Kosicki
gambar  berikut:
Tabel perangkat framing Pan dan Kosicki

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adanya perbedaan sumber daya antara satu negara dengan negara lain, baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumber daya keuangan, teknologi dll, sehingga tidak ada satu

Kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa DINAS PERDAGANGAN, PASAR, KOPERASI DAN UMKM Kabupaten HST Tahun Anggaran 2012, telah menyelenggarakan Acara Pembukaan Dokumen Penawaran

Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) adalah organisasi perkumpulan para pendukung klub sepak bola Liga Inggris Chelsea FC di Indonesia yang berstatus Official sebagai

[r]

Dalam perkuliahan ini dibahas konsep dasar tata rias wajah dan penampilan diri, pengetahuan, perawatan dan pemeliharaan jenis-jenis kulit muka dan jenis- jenis

Rotifer dapat hidup pada lingkungan dengan kandungan bahan organik ,ang tinggi, sehingga keterl..aitan rotifer d€ngan bakteri Fng bersifat m€ngurai bahan organik

Pengamatan terhadap guru yang dilakukan pada perencanaan siklus ke satu pertemuan ke satu ini: (1) Merumuskan bahan pelajaran dan merumuskan tujuan dalam hal