• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI CONSTRAINT

Dalam dokumen BAHAN AJAR AKUNTANSI MANAJEMEN (Halaman 79-88)

Langkah I: Mengidentifikasi Masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan

INVENTORY MANAGEMENT

C. TEORI CONSTRAINT

Setiap perusahaan bisnis menghadapi masalah batasan sumber ekonomi yang dimiliki dan permintaan pasar terhadap setiap produk yang dihasilkan. Batasan-batasan ini disebut

constraint. Teori kendala (theory of constraint) mengakui bahwa setiap organisasi dibatasi

oleh batasan-batasan. Teori constraint mengembangkan suatu pendekatan untuk mengelola batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara berkelanjutan. Teori

constraint menyatakan bahwa jika kinerja diperbaiki, suatu perusahaan harus

mengidentifikasi batasan-batasan, mengeksploitasi batasan-batasan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan menemukan cara-cara untuk mengatasi batasan-batasan yang dihadapi.

 Konsep Dasar Teori Constraint

Teori constraint berfokus pada tiga ukuran kinerja pengorganisasian, yaitu:

throughput, persediaan, dan biaya operasi.

1. Throughput adalah laba yang dihasilkan melalui penjualan. Secara operasional,

throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit

(unit-level variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik. Tenaga kerja langsung dipandang sebagai biaya level unit tetap (fixed unit-level expenses) dan biasanya tidak dimasukkan dalam definisi throughput. Berdasarkan pemahaman ini throughput berhubungan dengan margin kontribusi.

2. Persediaan adalah semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah bahan baku menjadi throughput.

3. Biaya operasional didefinisi sebagai semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah persediaan menjadi throughput.

Berdasarkan pada ketiga ukuran tersebut, tujuan manajemen adalah meningkatkan

throughput, meminimalkan persediaan, dan mengurangi biaya operasi.

Peningkatan throughput, minimalisasi persediaan, dan pengurangan biaya operasi akan memengaruhi tiga ukuran kinerja keuangan yaitu peningkatan laba bersih, return on

investment, dan arus kas. Peningkatan throughput dan pengurangan biaya operasi biasanya

tersebut. Namun, peran minimalisasi persediaan dalam mencapai perbaikan kinerja secara tradisional dianggap kurang penting daripada throughput dan biaya operasi.

Teori constraint menyatakan bahwa manajemen persediaan mempunyai peranan yang lebih besar daripada yang diasunisikan dalam sudut pandang tradisional. Teori constraint mengakui bahwa penurunan persediaan akan menurunkan biaya penyimpanan, yang kemudian menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan laba bersih. Teori constraint berpendapat bahwa penurunan persediaan akan menimbulkan keunggulan kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat dalam merespons kebutuhan pelanggan.

Produk yang Lebih Baik. Produk yang lebih baik berarti produk yang memiliki

kualitas lebih tinggi. Hal ini berarti perusahaan mampu memperbaiki produk dan menyediakan produk yang lebih baik secara lebih cepat ke pasar. Pada dasarnya, persediaan yang rendah akan memungkinkan ketidaksempurnaan produk dapat dideteksi secara lebih cepat dan penyebab masalah tersebut dapat diidentifikasi. Perbaikan produk juga merupakan suatu elemen kompetitif kunci. Produk baru atau yang telah diperbaiki harus mencapai pasar dengan cepat sebelum pesaing mampu memproduksi produk dengan fitur yang sama. Tujuan ini dipermudah pencapaiannya dengan persediaan produk yang rendah. Persediaan yang rendah memungkinkan perubahan produk dikenalkan lebih cepat karena perusahaan mempunyai produk lama dalam jumlah sedikit dalam bentuk barang jadi maupun barang dalam proses yang mungkin harus segera dijual atau dibuang sebelum produk baru dikenalkan

Harga Jual yang Lebih Rendah. Persediaan yang tinggi membutuhkan kapasitas

produktif dan investasi yang lebih banyak dalam peralatan dan ruang. Oleh karena waktu tunggu dan persediaan barang dalam proses biasanya berhubungan, persediaan yang tinggi mungkin sering menyebabkan waktu lembur. Waktu lembur akan meningkatkan biaya operasi dan merendahkan profitabilitas. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya penyimpanan, biaya investasi per unit dalam persediaan, dan biaya operasi lain, seperti waktu lembur dan biaya pengiriman khusus. Investasi dan biaya operasi yang lebih rendah menyebabkan margin per unit setiap produk akan meningkat, dan memberi fleksibilitas yang lebih dalam keputusan penentuan harga jual. Oleh karena itu, harga jual yang lebih rendah dapat dilakukan apabila perusahaan menghadapi tingkat persaingan tinggi atau laba produk

yang lebih tinggi dapat dicapai jika kondisi kompetitif tidak mengharuskan harga jual yang lebih rendah.

Daya Tanggap. Pengiriman barang yang tepat waktu dan produksi dengan waktu

tunggu yang lebih cepat daripada yang diinginkan oleh pasar merupakan alat-alat kompetitif penting. Pengiriman yang tepat waktu dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam memprediksi kapan memproduksi dan mengirimkan produk kepada pelanggan. Jika perusahaan mempuanyai persediaan yang lebih tinggi daripada pesaingnya, hal ini berarti bahwa waktu tunggu produksi perusahaan tersebut lebih lama daripada waktu tunggu industri. Persediaan tinggi dapat mengaburkan waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi dan memenuhi suatu pesanan. Persediaan rendah memungkinkan waktu tunggu yang sesungguhnya dapat diamati lebih teliti dan tanggal-tanggal pengiriman barang dapat lebih akurat ditentukan. Pernyingkatan waktu tunggu adalah penting. Penyingkatan waktu tunggu ekuivalen dengan penurunan persediaan barang dalam proses. Suatu perusahaan yang mempunyai waktu 10 hari untuk persediaan barang dalam proses mempunyai waktu tunggu produksi rata-rata 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu 10 hari menjadi 5 hari, maka perusahaan hanya mempunyai waktu 50 hari untuk persediaan barang dalam proses.

Apabila waktun tunggu dapat dikurangi, maka pengurangan waktu untuk persediaan barang jadi mungkin juga dikurangi. Misalnya, jika waktu tunggu untuk suatu produk adalah 10 hari dan pasar meminta pengiriman berdasarkan permintaan, maka perusahaan harus menyimpan barang jadi secara rata-rata selama 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu produksi menjadi 5 hari, maka waktu untuk persediaan barang jadi juga dapat dikurangi menjadi 5 hari. Jadi, tingkat persediaan memberi sinyal mengenai kemampuan perusahaan dalam merespons permintaan. Persediaan yang relative lebih tinggi daripada pesaing menunjukkan kegagalan kompetitif. Oleh karena itu, teori constraint menekankan pengurangan persediaan dengan mengurangi waktu tunggu.

 Tahap-Tahap Teori Constraint

Teori constraint mempunya lima tahap untuk mencapai tujuan perbaikan kinerja pengorganisasian.

2. Mengeksplorasi batasan-batasan yang meningkat.

3. Mengesampingkan hal lain untuk keputusan-keputusan yang dibuat dalam tahap kedua.

4. Mengurangi batasan-batasan yang meningkat. 5. Mengulang proses.

 Tahap I: Indentifikasi Batasan Organisasi. Batas-batasan yang dapat diklasifikasi menjadi:

1. Batasan eksternal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar terhadap produk perusahaan, dan 2. Batasan internal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari

dalam perusahaan, misalnya keterbatasan kapasitas mesin.

Walaupun sumber ekonomi dan permintaan mungkin terbatas, bauran produk tertentu mungkin tidak memenuhi semua permintaan atau menggunakan semua sumber ekonomi yang tersedia. Batasan yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan oleh suatu bauran produk disebut batasan langgar (loose constraint). Batasan mengikat (binding

constraint) adalah batasan yang mempunyai semua sumber ekonomi dimanfaatkan secara

penuh. Batasan-batasn eksternal maupun internal seharusnya diidentifikasi. Bauran produk optimal diidentifikasi sebagai bauran produk perusahaan. Bauran produk optimal menunjukkan banyaknya sumber ekonomi pada setiap batasan yang digunakan dan batasan-batasan yang mengikat organisasi.

Keputusan bauran produk dapat mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Setiap bauran produk merupakan suatu alternatif yang mempunyai laba tertentu. Serorang manajer harus memilih bauran produk yang memaksimalkan laba total. Pendekatan yang biasanya digunakan adalah dengan mengasumsikan bahwa hanya biaya variabel berdasarkan unit yang relevan untuk pembuatan keputusan bauran produk. Jadi, pendekatan ini mengasumsikan bahwa level nonunit adalah sama di antara bauran produk yang berbeda. Bauran produk yang optimal adalah bauran produk yang memaksimalkan margin kontribusi total.

Seseorang manajer harus memilih bauran produk optimal dengan batasa-batasan tertentu yang dihadapi perusahaan. Misalnya, perusahaan memproduksi suku cadang X dan Y,

dengan margin kontribusi per unit masing-masing adalah Rp900 dan Rp1.800. Jika perusahaan mampu menjual semua suku cadang tersebut, seseorang mungkin berpendapat bahwa hanya suku cadang Y yang seharusnya diproduksi dan dijual karena mempunyai margin kontribusi terbesar. Namun, solusi ini belum tentu solusi terbaik. Pemilihan bauran optimal dapat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan antara sumber-sumber ekonomi yang terbatas dengan masing-masing produk secara individual. Hubungan ini akan mempengaruhi kuantitas setiap produk yang dapat diproduksi, dan kemudian akan mempengaruhi margin kontribusi margin kontribusi total yang dapat dihasilkan.

Satu batasan Internal Mangikat. Apabila diasumsikan bahwa setiap suku cadang harus

dibor dengan menggunakan suatu mesin khusus. Perusahaan mempunyai 3 mesin bor dengan waktu pengeboran total per minggu selama 120 jam pengeboran untuk ketiga mesin. Suku cadang X per unit membutuhkan 1 jam pengeboran, dan suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran. Tidak ada batasan lain selain mesin pengeboran tersebut. Oleh karena setiap unit X membutuhkan 1 jam pengeboran, maka 120 unit X dapat dihasilkan per minggu. Jika margin kontribusi X per unit adalah Rp900, maka suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total Rp180.000 (Rp900 x 120 unit) per minggu. Di pihak lain, suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran, maka 40 unit Y dapat dihasilkan per minggu. Apabila margin kontribusi Y per unit Rp1.800, maka margin kontribusi total yang dihasilkan adalah Rp72.000 (Rp1.800 x 40 unit) per minggu. Jika perusahaan memproduksi suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total lebih tinggi dari pada jika perusahaan hanya memproduksi suku cadang Y, walaupun margin kontribusi per unit suku cadang Y dua kali lipat suku cadang X.

Margin kontribusi per unit untuk setiap produk tidak penting. Margin kontribusi per unit sumber ekonomi merupakan faktor penentu. Produk yang menghasilkan margin kontribusi per unit jam pengeboran yang tertinggi seharusnya dipilih. Suku cadang X menghasilkan margin kontribusi per jam pengeboran Rp900 (Rp900/1 jam pengeboran), sedangkan suku cadang Y hanya menghasilkan margin kontribusi Rp600 per jam pengeboran (Rp1.800/3 jam pengeboran). Jadi bauran optimal adalah 120 unit suku cadang X dan tidak memproduksi suku cadang Y akan menghasilkan margin kontribusi total Rp108.000 per minggu. Perhatikan bahwa bauran produk ini menggunakan seluruh kapasitas 120 jam pengeboran sehingga batasan jam pengeboran ini merupakan batasan yang mengikat.

Batasan Mengikat Internal dan Batasan Mengikat Eksternal. Margin kontribusi per unit

sumber ekonomi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bauran produk optimal ketika terdapat batasan mengikat eksternal. Misalnya, diasumsikan dengan batasan internal yang sama yaitu 120 jam pengeboran, tetapi perusahaan juga menghadapi batasan eksternal yaitu hanya dapat menjual 30 unit suku cadang X dan 100 unit suku cadang Y. batasan internal memungkinkan perusahaan memproduksi 120 suku cadang X, tetapi hal ini bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan memproduksi 120 unit suku cadang X, tetapi hal inio bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan hanya dapat menjual suku cadang X ke luar sebanyak 30 unit. Jadi perusahaan menghadapi suatu batasan eksternal mengikat yang memengaruhi keputusan sebelumnya yaitu hanya memproduksi dan menjual suku cadang X. Oleh karena margin kontribusi per unit sumber ekonomi yaitu Rp900 untuk suku cadang X dan Rp600 untuk suku cadang Y, maka masih masuk akal untuk memproduksi dan menjual suku cadang Y. perusahaan seharusnya memproduksi lebih dulu 30 unit suku cadang X dengan menggunakan 30 jam pengeboran dan sisanya 90 jam pengeboran digunakan untuk memproduksi 30 unit suku cadang Y (1 Unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Jadi, bauran produk optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y yang menghasilkan margin kontribusi total Rp81.000 per minggu ((Rp900 x 30 unit X) + (Rp1.800 x 30 unit Y)).

 Tahap II: Eksploitasi Batasan Mengikat

Salah satu cara penggunaan terbaik batasan mengikat adalah untuk menjamin bahwa bauran produk optimal diproduksi. Namun, pemanfaatan terbaik batasan mengikat lebih ekstensif daripada hanya menjamin memproduksi bauran produk yang optimal. Tahap ini adalah inti filosofi teori constraint pada manajemen batasan jangka pendek dan secara langsung berhubungan dengan tujuan teori constraint untuk mengurangi persediaan dan memperbaiki kinerja.

Dalam kebanyakan organisasi hanya terdapat beberapa batasan sumber ekonomi yang mengikat. Batasan mengikat utama didefinisi sebagai drummer (penabuh genderang). Apabila hanya terdapat satu batasan mengikat internal dalam perusahaan maka batasan ini menjadi

drummer. Tingkat produksi batasan drummer akan menentukan tingkat produksi seluruh

pabrik. Proses produksi hilir akan mengikuti batasan drummer. Penjadwalan untuk proses produksi hilir adalah mudah. Ketika suatu suku cadang diselesaikan dalam proses drummer,

maka proses produksi berikutnya dimulai. Demikian juga, setiap operasi berikutnya dimulai ketika operasi sebelumnya telah selesai. Proses produksi hulu yang memberikan masukan bagi batasan drummer dijadwal untuk memproduksi dalam tingkat yang sama dengan batasan

drummer. Penjadwalan pada tingkat drummer mencegah proses produksi hulu mempunyai

persediaan barang dalam proses yang berlebihan.

Penjadwalan proses produksi hulu terdapat dua fitur tambahan yang digunakan teori

constraint dalam mengatur batasan untuk merendahkan jumlah persediaan dan memperbaiki

kinerja organisasi yaitu buffer (cadangan) dan ropes (pengikat). Pertama, suatu buffer persediaan ditentukan di muka untuk batasan mengikat utama. Buffer persediaan disebut sebagai time buffer. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu. Tujuan suatu time buffer adalah untuk melindungi throughput organisasi dari gangguan yang dapat diatasi dalam

interval waktu tertentu. Misalnya, jika memerlukan waktu satu hari untuk mengatasi

kebanyakan interupsi yang terjadi di proses hulu sebelum batasan drummer, maka buffer dua hari adalah waktu yang seharusnya cukup untuk melindungi throughput dari interupsi macam apa pun. Jadi, dalam penjadwalan, operasi sebelum batasan drummer seharusnya memproduksi suku cadang yang dibutuhkan batasan drummer untuk dua hari di muka dari penggunaan yang dijadwalkan. Setiap operasi yang mendahului dijadwal lebih awal sehingga suku cadang tiba pada waktu dibutuhkan oleh operasi berikutnya.

Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang

dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan drummer. Tujuan suatu rope adalah untuk menjamin bahwa persediaan barang dalam proses tidak melebihi yang dibutuhkan untuk time buffer. Jadi, tingkat (rate) pada batasan drummer digunakan untuk membatasi tingkat bahan baku yang masuk proses pertama dan mengendalikan secara efektif tingkat pada proses produksi pertama. Tingkat pada proses pertama kemudian mengendalikan tingkat pada proses berikutnya. Sistem persediaan pada teori constraint sering disebut drum-buffer-rope (DBR) system.

Berikut ini contoh lanjutan yang mengilustrasikan drum-buffer-rope (DBR) system. Misalnya, perusahaan mempunyai tiga proses produksi yang berurutan yaitu penggerindaan, pengeboran, dan pengkilapan. Setiap proses tersebut mempunyai batasan sumber. Permintaan untuk suku cadang juga terbatas, yaitu suku cadang X sebanyak 30 unit dan suku cadang Y sebanyak 100 unit. Kemudian, diasumsikan bahwa hanya ada satu batasan mengikat internal

yaitu pengeboran sehingga bauran optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y untuk per minggu. Dua proses lain yaitu penggerindaan dan pengkilapan merupakan batasan longgar karena mampu memproduksi suku cadang lebih banyak daripada bauran optimal tersebut. Oleh karena proses pengeboran memberikan masukan kepada proses pengkilapan, maka proses pengeboran dapat didefinisi sebagai batasan drummer untuk seluruh pabrik. Diasumsikan bahwa permintaan harian dalam minggu adalah sama yaitu 6 unit untuk setiap suku cadang (satu minggu terdiri atas 5 hari keija). Time buffer selama 2 hari akan memerlukan 24 unit suku cadang lengkap dari proses penggerindaan, yaitu 12 unit suku cadang X dan 12 unit suku cadang Y. Untuk menjamin bahwa time buffer tidak melebihi tingkat 6 unit per hari untuk setiap suku cadang, bahan baku yang dimasukkan ke proses penggerindaan seharusnya hanya sebanyak kebutuhan untuk memproduksi 6 unit untuk setiap suku cadang per hari. Inilah rope pada proses produksi tersebut yaitu mengikatkan bahan baku yang dimasukkan ke proses pertama ke tingkat pada batasan drummer.

 Tahap III: Mengesampingkan Hal Lain untuk Pembuatan

Keputusan pada Tahap II

Batasan drummer pada dasarnya menentukan kapasitas untuk keseluruhan pabrik. Semua departemen lainnya seharusnya diatur untuk kebutuhan batasan drummer. Cara ini meminta perusahaan untuk mengubah cara pandang mereka. Misalnya, penggunaan ukuran efisiensi pada tingkat departemen mungkin tidak lagi sesuai. Sebagai kelanjutan dari contoh berikutnya, usaha untuk memaksimalkan efisiensi produktif pada departemen penggerindaan dapat mengakibatkan persediaan barang dalam proses yang berlebihan. Apabila kapasitas departemen penggerindaan adalah 80 unit suku cadang per minggu, maka departemen penggerindaan akan menambah produksi 20 unit suku cadang per minggu, di atas bauran optimal 60 unit suku cadang yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y berdasar batasan drummer yaitu departemen pengeboran. Oleh karena itu, dalam periode satu tahun kelebihan persediaan barang dalam proses adalah 1.000 unit (20 unit x 50 minggu kerja). Departemen pengkilapan harus berproduksi mengikuti departemen sebelumnya yaitu departemen penggerindaan yang merupakan batasan drummer. Oleh karena itu, produksi di departemen pengkilapan dapat dikendalikan berdasarkan output departemen pengeboran.

 Tahap IV: Mengurangi Batasan Mengikat

Setelah tindakan-tindakan dilakukan untuk penggunaan terbaik batasan yang ada, langkah berikutnya adalah memulai suatu program perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi batasan-batasan mengikat yang dimiliki. Misalnya, apabila perusahaan menambah setengah

shift kerja pada departemen pengeboran, maka kapasitas akan meningkat dari 120 jam

pengeboran menjadi 180 jam pengeboran per minggu. Adanya tambahan 60 jam pengeboran, perusahaan dapat meningkatkan produksi suku cadang Y dari 30 unit menjadi 50 unit atau terdapat produksi tambahan 20 unit suku cadang Y (1 unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Oleh karena suku cadang Y mempunyai margin kontribusi per unit Rp1.800, maka throughput akan meningkat Rp36.000 per minggu (Rp1.800 x 20 unit), dengan asumsi bahwa departemen penggerindaan dan pengkilapan dapat menghasilkan 20 unit suku cadang Y per minggu. Departemen penggerindaan mempunyai kapasitas 80 unit dan setiap unit suku cadang X dan Y masing-masing membutuhkan 1 jam penggerindaan, sehingga digunakan 60 jam penggerindaan. Jadi, produksi tambahan 20 unit masih dapat dikerjakan dalam kapasitas yang tersedia.

Jika departemen pengkilapan mempunyai kapasitas 160 jam dan suku cadang X per unit menggunakan 2 jam dan suku cadang Y menggunakan 1 jam. Apabila bauran optimal sebelumnya, yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y, maka 90 jam pengkilapan digunakan. Penambahan produksi sebanyak 20 unit suku cadang Y, perusahaan membutuhkan 20 jam pengkilapan tambahan. Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena terdapat kapasitas menganggur 70 jam pengkilapan (160 jam - 90 jam). Jadi, perubahan dari bauran produk terdiri atas 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y menjadi bauran produk 30 unit suku cadang X dan 50 unit suku cadang Y, adalah mungkin dilakukan. Pertanyaannya adalah apakah penambahan setengah shift kerja akan lebih menguntungkan. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan membandingkan biaya tambahan kebijakan penambahan setengah shift kerja dengan penambahan throughput Rp36.000 per minggu. Jika biaya tambahan untuk setengah shift kerja adalah Rp 150 per jam, maka biaya tambahan total adalah Rp9.000 per minggu (Rp150 x 60 jam), dan keputusan penambahan setengah shift kerja adalah menguntungkan.

 Tahap V: Pengulangan Proses

Akhirnya, batasan sumber berupa aktivitas pengeboran akan ditinggalkan pada suatu titik yang batasan tersebut tidak mengikat lagi. Misalnya, jika perusahaan menambah satu shift kerja penuh untuk operasi pengeboran, maka kapasitas yang tersedia menjadi 240 jam pengeboran. Batasan pengeboran dan pengkilapan mampu memproduksi lebih banyak suku cadang Y, tetapi proses penggerindaan tidak dapat menambah produksi karena departemen penggerindaan mempunyai kapasitas maksimum 80 unit per minggu untuk kombinasi suku cadang X dan Y. Jadi, batasan drummer yang baru adalah penggerindaan. Ketika batasan

drummer baru diidentifikasi, maka proses teori constraint diulang. Tujuannya adalah untuk

melakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan dengau mengelola batasan.

Dalam dokumen BAHAN AJAR AKUNTANSI MANAJEMEN (Halaman 79-88)

Dokumen terkait