• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuasaan selalu bermuka dua, “mempesona dan mengerikan”. Hegemoni

bisa menjadi salah satu dari banyaknya cara untuk menggapai kekuasaan. Wujudnya yang tidak kasatmata namun memiliki dampak luar biasa hebat yang mampu mempengaruhi ideologi dan nilai-nilai kehidupan.

Hegemoni merupakan buah pemikiran Antonio Gramsci seorang penulis Italia, politisi, ahli teori politik, filsuf, sosiolog, dan ahli bahasa. Dia adalah anggota pendiri dan pemimpin mantan Partai Komunis Italia yang juga pernah dipenjarakan oleh rezim Fasis Benito Mussolini.

33

Hegemoni berasal dari bahasa Yunani, hegemõn yang berarti pemimpin (leader, commander, guide, ruler), hegemoni secara umum telah digunakan oleh marxis dan pemikir non-marxis, yang mengacu kepada dominasi politik dan kepemimpinan. 34 Hegemoni secara umum dapat didefinisikan sebagai pengaruh, kekuasaan, atau dominasi dari satu kelompok sosial atas yang lain.35

Gagasan Gramsci mengenai hegemoni didasarkan pada gagasan Marx mengenai kesadaran palsu (false consciounsness), yaitu keadaan dimana individu menjadi tidak menyadari adanya dominasi dalam kehidupan mereka. Gramsci menyatakan bahwa sistem sosial yang mereka dukung justru telah mengeksploitasi diri mereka sendiri, mulai dari budaya popular hingga agama. Menurut Gramsci kelompok dominan dalam masyarakat berhasil mengarahkan orang kepada perasaan puas terhadap keadaan.36

Menurut Chantal Mouffe (1979) Konsep hegemoni pertama kali muncul dalam tulisan Gramsci tahun 1926 dengan judul Notes on the Southern Question:37

The Turin communists posed concretely the question of the "hegemony of the proletariat": i.e. of the social basis of the proletarian dictatorship and of the workers' State. The proletariat can become the leading [dirigente] and the dominant class to the extent that it succeeds in creating a system of class alliances which allows it to mobilize the majority of the working population against capitalism and the bourgeois State. In Italy, in the real class relations which exist there, this means to the extent that it succeeds in gaining the consent of the broad peasant masses.

34

Michael Payne and Jessica Rae Barbera, A Dictionary Of Cultural And Critical Theory, 2 th

ed. (United Kingdom: Blackwell Publishing, 2010), h. 326. 35

Richard West and Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory: Analisis and Application, 4th ed. (New York: McGraw-Hill, 2010), h. 367.

36

Morisan, Teori Komunikasi Massa: Media, Budaya, dan Masyarakat (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 166.

37

1926, Gramsci, Some aspects of the southern question, Artikel diakses pada 5 Februari 2014 dari http://www.uky.edu/~tmute2/geography_methods/readingPDFs/gramsci-southern-question1926.pdf

Hegemoni oleh Gramsci tidak hanya diterapkan sebagai strategi kaum proletar namun juga dapat diterapkan dalam praktek kelas yang berkuasa lainnya. Bagi Gramsci, ideologi tidak hanya tumbuh dan bekerja dalam kelas buruh yang didominasi oleh kelas pemilik modal, sebagaimana pemikiran Marx, tapi juga dapat berlangsung di setiap aspek kehidupan, mulai keluarga, lembaga agama, budaya politik, media massa dan lain-lain melalui mekanisme “hegemoni”.38

Seperti yang telah disebutkan media juga merupakan forum untuk memperebutkan hegemoni dalam sebuah masyarakat, sebab media dalam konsep Gramsci (1971): 39

A terrain of contesting group and forces in which the ruling class is trying to smooth out class contradiction and incorporates potentially oppositional group and forces.

Gagasan mengenai hegemoni media (media hegemony) seperti yang

dinyatakan oleh Antonio Gramsci bahwa “struktur pemikiran rutin, taken-for-granted, memberikan kontribusi terhadap struktur kekuasaan”. Konsep ini

menyatakan bahwa gagasan golongan yang berkuasa di masyarakat menjadi gagasan yang berkuasa di seluruh masyarakat lainnya. Hegemoni media menyatakan bahwa berita dan isi media lain di Amerika Serikat disesuaikan dengan kebetuhan ideologi kapitalis, atau korporat. 40

Gagasan hegemoni media termasuk dalam konsep abstrak dan sulit diuji menggunakan riset. Meskipun menunjukan pengaruh yang kuat, gagasan ini agak samar dalam implikasi yang sebenarnya. Namun demikian, usaha untuk

38

Dony Gahral Adian, Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer (Depok: Koekoesan, 2011) h. 41.

39

Dedy N. Hidayat, dkk., Konstruksi Sosial Industri Penyiaran (Jakarta: Departemen Komunikasi FISIP UI, 2003), h. 20.

40

Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa (Jakarta: Kencana, 2008), h. 337.

mengevaluasi gagasan hegemoni media bisa dilihat dalam proses peliputan berita.41

Teori ini memang kurang memusatkan perhatian pada faktor ekonomi dan struktur ideologi yang mengunggulkan kelas tertentu, tetapi menekankan pada ideologi itu sendiri, bentuk ekspresi, bentuk implementasi, dan tata cara yang dijalankannya untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbannya (terutama working class), sehingga upaya itu berhasil memengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka.42

Titik awal gagasan hegemoni adalah bahwa sebuah kelompok menyelenggarakan kekusaan terhadap kelompok subordinat melalui persuasi.43 Hal ini diperkuat dengan pernyataan Little John dan Foss bahwa hegemoni merupakan dominasi ideologi palsu atau cara berpikir terhadap kondisi sebenarnya. Ideologi tidak disebabkan oleh sistem ekonomi saja, tetapi ditanamkan secara mendalam pada semua kegiatan masyarakat. Jadi, ideologi tidak dipaksakan oleh suatu kelompok kepada yang lain, tetapi bersifat persuasive dan tidak sadar, ideologi yang dominan menghidupkan minat golongan lain, dan media jelas memainkan peran yang besar dalam proses ini.

Senada dengan Little John dan Foss, Stuart Hall mengungkapkan bahwa hegemoni bukanlah alur sadar, tidak memaksa secara terang-terangan, dan efeknya tidak total. Media penyiaran maupun cetak menyajikan berbagai ide, tapi kemudian mereka cenderung untuk menopang status quo dengan

41

Severin dan Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, h.337.

42Gana Buana, “Media dan Politik: Analisis Terhadap Eksistensi Harian Republika Dalam

Pemberitaan Partai Politik Islam Jelang Pemilu 2014,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 34-33.

43

Dony Gahral Adian, Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer (Depok: Koekoesan, 2011). 42.

mengistimewakan penafsiran sudah menerima realitas. Hasilnya bahwa peran media massa adalah produksi persetujuan dari pada relefansi consensus yang sudah ada.44

Hall believes that the consent-making function of the mass media is to convince readers and viewers that they share the same interests as those who hold the reins of power. Because the media‟s hegemonic influence has been relatively successful, it‟s played an important role in maintaining worker unrest at the level of moaning and groaning rather than escalating into revolutionary fervor.

Dalam budaya yang bersifat hegemonik, akan terdapat kelompok-kelompok yang diuntungkan dan ada kelompok-kelompok lainnya yang dirugikan.45 Gramsci mencatat bahwa sebuah kelompok menjadi hegemonik bilamana kelompok tersebut mengartikulasikan kepentingan sektoralnya sebagai kepentingan umum, lalu merealisasikannya dalam kepemimpinan moral dan politik.46 Hegemoni pada dasarnya adalah dominasi persetujuan dan sama sekali tidak dibenarkan dengan jalan kekerasan.

Dokumen terkait