BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D. Kecemasan Kematian
2. Teori Kecemasan Kematian
a. Teori Konstruk Personal
Teori Konstruk Personal pertama kali dikembangkan oleh G.
Kelly. Teori ini dipublikasikan dalam buku The Psychology of
Personal Construct pada tahun 1955. (Tomer, 1994; Green, 2008;
Butt, 2008; Butler, 2006).
Dalil fundamental teori konstruk personal menyatakan bahwa
proses-proses seseorang dihubungkan secara psikologis oleh cara
seseorang mengantisipasi kejadian-kejadian (Green, 2008; Chiari dan
Nuzzo, 2010). Teori konstruk personal menjelaskan bahwa manusia
secara kreatif menafsirkan, menguraikan dan mengelompokkan
kejadian-kejadian yang dialami agar dapat mengantisipasi kejadian
penguraian tersebut dirangkum sebagai proses pembentukan konstruk
(Neimeyer dan Bridges, 2010)
Konstuk didefinisikan sebagai hipotesis mengenai apa yang biasa
terjadi dalam kehidupan, sebuah abstraksi dari kejadian dalam usaha
untuk membuat kejadian lebih dapat dipahami dan diprediksi (Green,
2008; Neimeyer dan Bridges, 2010).
Konstruk dibangun melalui proses organisasi persepsi terhadap
peristiwa yang dihadapi seseorang, berbasis pada tema atau makna
peristiwa. Seseorang memotong-motong peristiwa dalam
kehidupannya dalam unit-unit yang sejenis (koheren) dengan tujuan
melihat kesamaan dan perbedaan antar unit peristiwa. Kesamaan dan
perbedaan makna antar unit peristiwa membentuk hipotesis mengenai
unit peristiwa tersebut, misalnya memberi, menolong dan berdoa
masuk dalam konstruk “baik” (merupakan peristiwa/tindakan dimaknai baik) sementara mencuri, melukai dan sombong masuk dalam konstruk
“buruk” (merupakan peristiwa/tindakan dimaknai buruk). Hipotesis tersebut berkembang menjadi pasangan-pasangan konstruk yang saling
kontras, misalnya baik-buruk, bahagia-sedih (Neimeyer dan Bridges,
2010).
Konstruk yang dimiliki seseorang akan terus mengalami
perkembangan. Konstruk akan mengalami proses validasi, yaitu
pengujian akan kebenaran sebuah konstruk menggunakan pengujian
(feedback) yang didapatkan (Walker, 2010). Invalidasi terjadi bila
terjadi kegagalan dalam pengujian. Pada individu normal, konstruk
yang tidak tervalidasi akan mengalami revisi melalui siklus kreativitas.
Siklus ini dimulai dengan melonggarkan konstruk agar terbuka pada
kemungkinan baru dan prediksi yang lebih bervariasi (fase loose
construing). Validasi selanjutnya akan memperkecil kemungkinan dan
membawa pada prediksi yang pasti (fase tight construing). Invalidasi
akan kembali membawa pada fase loose construing. Siklus ini berakhir
saat telah ditemukan konstruk yang tervalidasi, dapat memprediksi
dengan tepat dan bersifat lebih permanen (Walker, 2010; Fransella,
2010)
Konstruk disusun menjadi sebuah sistem kepercayaan (belief
system) atau sistem konstruk yang teroganisasi secara hirarkis.
Semakin tinggi letak sebuah konstuk dalam sistem maka konstruk
tersebut semakin sulit untuk direvisi (Tomer, 1994).
Konstruk yang memiliki peranan penting dalam proses preservasi
diri adalah konstruk inti, yaitu konstruk-konstruk yang
mempertahankan identitas dan keberadaan seseorang. Konstruk inti
memiliki letak sangat tinggi dalam hirarki sistem konstruk seseorang
(Tomer, 1994).
Konstruk inti terbangun berdasarkan struktur peran inti, yaitu
hubungan peran seseorang dengan significant others. Peran
interpretasi mengenai bagaimana orang lain memandang dirinya dalam
sebuah interaksi (Butt, 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut struktur
peran inti dapat didefinisikan sebagai susunan aktivitas yang dilakukan
seseorang berdasarkan interpretasi mengenai bagaimana significant
others memandang dirinya dalam interaksi. Informasi yang diperlukan
untuk membentuk konstruk inti kita dapatkan dari struktur peran inti.
b. Kecemasan Kematian dipandang dari teori konstruk personal
Kecemasan kematian dipandang dari teori personal konstruk
mencakup dua definisi utama yaitu kecemasan dan ancaman (Tomer,
1994). Kecemasan dipandang sebagai kesadaran bahwa kejadian yang
dihadapi seseorang berada di luar sistem konstruknya, sehingga sistem
konstruk yang telah dibangun tidak dapat digunakan dalam situasi
yang sedang dihadapi (Tomer, 1994; Lester, 2009). Ancaman
merupakan kesadaran akan adanya pengubahan yang menyeluruh dan
akan segera terjadi pada stuktur peran inti (Tomer, 1994; Lester, 2009;
Neimeyer, 2004). Kematian dapat dipandang sebagai struktur peran
inti alternatif (alternative core structures) yang berbeda dengan
struktur inti yang dimiliki seseorang saat ini (present core structures).
Kematian juga dapat dipandang sebagai peristiwa yang sulit untuk
dipahami. Peristiwa kematian dalam sudut pandang tersebut membawa
seseorang pada situasi perubahan struktur inti yang belum pernah
konstruk yang sudah ada tidak dapat digunakan untuk menghadapi
situasi kematian (Tomer, 1994).
Kecemasan kematian dapat menjadi ekstrim dan kronis bila sistem
konstruk yang telah dibangun tidak dapat menyediakan tindakan dan
sikap yang tepat untuk situasi kematian (Tomer, 1994; Lester, 2009).
Kematian akan mengancam bila seseorang enggan memasukkan
konsep diri di masa kini dan konsep kematian pada golongan yang
sama pada sistem konstruknya (Tomer, 1994). Perbedaan ini
menyadarkan seseorang bahwa ia akan memasuki keadaan yang belum
pernah dihadapi sebelumnya, yaitu kematian sebagai konstruk inti.
Neimeyer (1994) menyebutkan 25 pasang konstruk yang memiliki
kaitan dengan kematian, yaitu :
1) Sehat – Sakit 2) Kuat – Lemah
3) Memiliki Eksistensi – Tidak Memiliki Eksistensi 4) Terbuka – Tertutup
5) Sehat Mental – Gila 6) Bahagia – Sedih
7) Mampu – Tidak Mampu 8) Terasa Enak – Tidak Enak 9) Aman – Tidak Aman 10)Konkrit – Abstrak
12)Dapat Berubah – Statis 13)Spesifik – Umum 14)Objektif – Subyektif 15)Dapat Diprediksi – Acak
16)Memiliki Kehidupan – Tidak Memiliki Kehidupan 17)Mudah – Sulit
18)Dapat Belajar – Tidak dapat Belajar 19)Memiliki Harapan – Tanpa Harapan 20)Berguna – Tidak Berguna
21)Produktif – Tidak Produktif
22)Penuh Kedamaian – Penuh Kekejaman 23)Hidup - Mati
24)Dapat Memahami – Tidak Dapat Memahami 25)Dapat Membantu Orang Lain – Egois
Neimeyer (1994) membagi 25 pasang konstruk tersebut menjadi
tiga aspek utama, yaitu:
1) Ancaman terhadap Well-Being. Aspek ini berisi pasangan konstruk
mengenai kondisi (keberadaan) yang memuaskan (baik) bagi
seseorang. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan kesehatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan. Pasangan konstruk nomor satu
sampai nomor sembilan merupakan bagian dari aspek ini.
2) Ketidakpastian. Aspek ini berisi pasangan konstruk yang muncul
atas kurangnya pengetahuan, muncul keragu-raguan, kesulitan
untuk menyesuaikan dan ketidakmampuan untuk memprediksi.
Pasangan konstruk nomor 10 sampai nomor 17 merupakan bagian
dari aspek ini.
3) Fatalisme. Aspek ini berasal dari kepercayaan bahwa setiap
kejadian pasti akan terjadi sebagaimana seharusnya kejadian itu
harus terjadi dan apapun yang kita lakukan tidak memiliki fungsi
kausalitas apapun. Saat berhadapan dengan nasib, semua usaha
manusia menjadi tidak berarti. Pasangan konstruk nomor 18
sampai nomor 25 merupakan bagian dari aspek ini.
Kecemasan kematian dapat diatasi bila seseorang memasukkan
konsep diri dan konsep kematian pada golongan yang sama dalam
sistem konstruknya (Tomer, 1994).
Berdasarkan penjelasan di atas, kecemasan kematian akan timbul
saat seseorang tidak dapat menghadapi kematian menggunakan sistem
konstruk yang telah dibangun. Penggolongan konsep diri dan konsep
kematian pada kelompok yang sama dalam sistem konstruk akan
mempermudah seseorang menghadapi situasi kematian sehingga
kecemasan kematian mudah diatasi.