• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT BEBERAPA A (Halaman 49-58)

Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Meskipun demikian, Vygotsky memberi fokus lebih besar terhadap pentingnya interaksi sosial dan budaya terhadap perkembangan kognitif. Teori Vygotsky adalah teori kognisi sosiobudaya yang berfokus pada bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif.68

Vygotsky melukiskan perkembangan anak sebagai aspek yang tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi, dan penalaran mencakup kegiatan belajar untuk menggunakan temuan-temuan dari masyarakat, seperti bahasa, system matematika, dan strategi memori. Dengan demikian dalam suatu budaya anak-anak dapat belajar berhitung dengan bantuan komputer, di budaya lainnya mereka dapat belajar berhitung dengan menggunakan manik-manik. Menurut Vygotsky, interaksi anak-anak dengan orang dewasa yang lebih terampil dan kawan-kawan sebaya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi ini,

mereka belajar menggunakan perangkat yang dapat membantu mereka untuk beradaptasi dan berhasil di dalam budayanya. 69

Sejalan dengan pendapat di atas Berk juga mengungkapkan bahwa teori sosiokultural Vygotsky cenderung menekankan bahwa anak-anak hidup dalam konteks sosial dan budaya yang relatif kaya dan dapat mempengaruhi dunia kognitif anak. Aktivitas mental anak berasal dari interaksi sosial anak baik dengan masyarakat sekitar atau pun orang dewasa lainnya.70

Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan kognitif individu. Hal itu didukung oleh pendapat Laura yang menyatakan “In Vygotsky’s sociocultural theory, language development broadens preschoolers’ participation in dialogues with more knowledgeable individuals, who encourage them to master culturally important tasks. These social experiences transform basic mental capacities intoo uniquely human, higher cognitive processes”.71

Perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan menggunakan simbol- simbol.

Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan 69 John, W Santrock, Life Span Development, ibid., h. 29

70 Laura E. Berk, Child Development, (Boston: Pearson International, 2009), h.236

mulai membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan ke orang lain dan mana yang ke dirinya sendiri.

Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD).

Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir.

a. Zona Perkembangan Proksimal (Zone Proximal Development/ ZPD) Karya Vygotsky didasarkan pada dua gagasan utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya berdasar konteks historis dan budaya yang dialami anak-anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem tanda yang ada bersama masing-masing orang ketika mereka bertumbuh, yaitu simbol-simbol yang diciptakan budaya untuk membantu rang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah.

Berbeda dengan Piaget, Vygotsky berpendapat bahwa pembelajaran mendahului perkembangan. Baginya, pembelajaran diperoleh melalui pengajaran dan informasi dari orang lain, sehingga mampu berpikir dan memcahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Kemampuan ini disebut pengaturan diri (self-regulation). Vygotsky (2007:264) berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep- konsep yang lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan sesorang yang dianggap lebih ahli dalam hal tertentu. Selain itu anak-anak menyerap percakapan orang lain dan kemudian mengunakan percakapan itu untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah, mekanisme inilah yang disebut dengan

percakapan pribadi (private speech). Pembicaraan anak-anak pada diri sendiri yang menuntun pemikiran dan tindakan mereka, dan kemudian berlangsung tanpa suara (percakapan batin).

Konsep Vygotsky(2011:60) didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan seorang anak secara mandiri dan oleh apa yang dapat dilakukan anak itu ketika dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten (John-Steiner & Mahn, 2003).72

Keyakinan Vygotsky mengenai pentingnya pengaruh-pengaruh sosial khususnya intruksi dalam perkembangan kognitif anak-anak tercermin di dalam konsepnya yaitu zona perkembangan proksimal. Zona Perkembangan Proksimal (Zone Proximal Development/ ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk rentang tugas-tugas yang terlalu sulit bagi anak untuk dikuasai sendiri namun dapat dipelajari melalui bimbingan dan bantuan dari orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil. Jadi, batas bawah dari ZPD adalah level keterampilan yang mampu diraih anak dengan bekerja sendiri. Sementara batas atas dari ZPD adalah level dari tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan dibantu oleh instruktur yang mampu. ZPD menangkap keterampilan kognitif anak yang berada di dalam proses pematangan dan dapat dicapai hanya melalui bantuan dari orang yang lebih terampil.73

Vygotsky juga meyakini bahwa bayi menguasai tugas-tugas dalam zona perkembangan proksimal (the zone of proximal development). Zona perkembangan proksimal (the zone of proximal development) mengacu pada tugas-tugas yang tidak bisa dilakukan oleh anak sendiri melainkan dengan bantuan dukungan dan arahan rekan-rekan yang lebih terampil. Pada tahun pertama, variasi budaya dalam pengalaman sosial mempengaruhi strategi-strategi mental.74

72 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan, op. cit., h. 59

73 John W, Santrock, Life Span Development, op. cit., 251 74 Laura E. Berk, Child Development, op.cit h. 236-237

Menurut teori Vygotsky, Zona perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.

Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.

Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaiman anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan.

Oleh karena itu, Vigostsky mengajukan teori yang dikenal dengan istilah Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap.

Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain- lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif.

Kedua, less dependence external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.

Ketiga, Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang.

Keempat, De-automatization stage, di mana kinerjan anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.

Untuk mendeskripsikan bagaimana anak berkembang dari tahap kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan lanjutan, dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.7 : Tahapan Perkembangan

Berikut ini terdapat sebuah contoh yang menunjukkan Zona Perkembangan Proksimal.75

Seorang anak berusia 5 tahun mendorong kereta belanja melalui area rumah pra sekolahnya. Gurunya memperhatikan 75 John W, Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h. 264

anak itu meletakkan buah di keranjang kecil dan bahan-bahan makanan lain di bagian yang lebih besar dari keretanya. Guru itu memperhatikan anak tersebut memisahkan benda-benda sejak beberapa minggu sebelumnya dan ia berpikir anak tersebut mungkin mampu mengklasifikasikan dua kategori pada saat yang bersamaan, dengan bantuannya. Ia berjalan menuju meja kasir dan berpura-pura menjadi kasir, lalu ia berkata. “ kita harus hati-hati memisahkan bahan-bahan makananmu ke dalam tas. Kita gunakan satu tas untuk barang-barang yang dimasukkan ke dalam kulkas dan tas lain untuk barang-barang yang masuk dalam almari. Mereka bersama-sama memikirkan ‘sistem satu tas’ untuk tiap-tiap barang: makanan-makanan dalam dos yang harus disimpan di kulkas, sayuran dan buah-buahan yang masuk ke kulkas, makanan-makanan dalam dos yang harus disimpan dalam almari.

Pada contoh di atas kemampuan anak membuat klasifikasi masih kasar pada buah dan non buah. Dengan bantuan guru, anak tersebut dapat menerapkan pola klasifikasi yang lebih tinggi.

b. Scaffolding

Konsep yang berkaitan erat dengan gagasan mengenai ZPD adalah konsep mengenai scaffolding. Scaffolding merupakan istilah terkait kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Hal tersebut terjadi ketika orang yang terampil atau orang dewasa mengarahkan anak, maka anak akan melibatkan diri dalam interaksi dan mengambil strategi mental hingga kelamaan kompetensi anak akan semakin meningkat. Sementara itu orang dewasa kemudian menarik diri dan membiasakan anak mengambil tanggung jawab dalam tugas tersebut. Bentuk pengajaran yang demikian disebut scaffolding yaitu dengan memberi pijakan melalui dorongan pembelajaran di segala usia.76

Hal di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Santrock bahwa scaffolding berarti mengubah level dukungan. Sepanjang sesi pengajaran, seseorang yang lebih terampil (guru atau kawan yang lebih pandai) dapat menyesuaikan besarnya bimbingan yang diberikan, dengan prestasi. Ketika siswa mempelajari sebuah tugas baru, orang yang terampil dapat menggunakan instruksi langsung. Seiring dengan meningkatnya kompetensi siswa, bimbingan yang diberikan dapat dikurangi. 77

c. Bahasa dan Pikiran

Dialog adalah alat penting dalam zona perkembangan proksimal. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak dan spontan. Dalam suatu dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional. Contohnya, suatu dialog antara guru dan anak akan menolong anak memahami suatu konsep seperti “transportasi”. 78

Penggunaan dialog sebagai alat scaffolding dalam ZPD hanyalah salah satu contoh peran penting bahasa dalam perkembangan anak. Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing dan memonitor perilaku mereka. Penggunaan bahasa untuk kemandirian pribadi disebut kemampuan private speech. Bagi Piaget, kemampuan tersebut bersifat egosentris dan tidak matang, tetapi bagi Vygotksy hal tersebut adalah alat yang penting bagi pikiran selama tahun tahun awal masa anak.

Vygotsky menyatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Ia menekankan bahwa semua fungsi mental memiliki sumber eksternal atau sosial. Anak 77 John W, Santrock, Life Span Development, op. cit., 251

harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan bicara eksternal menjadi internal. Masa transisi ini terjadi pada usia 3 sampai 7 tahun dan meliputi berbicara dengan dirinya sendiri. Setelah beberapa waktu, berbicara pada diri sendiri menjadi hal yang alami bagi anak, dan mereka mampu bertindak tanpa melakukan aktivitas verbal. Ketika hal ini terjadi, anak telah menginternalisasikan pembicaraan egosentris mereka dalam bentuk inner speech, yang menjadi pemikiran-pemikiran mereka.

Vygotsky percaya bahwa anak yang kerap menggunakan private speech akan lebih kompeten secara sosial dibandingkan mereka yang tidak. Ia berpendapat bahwa private speech menunjukkan transisi awal untuk menjadi komunikatif secara sosial. Bagi Vygotsky, ketika anak bicara pada diri sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk menata perilaku dan membimbing mereka. Contohnya, seorang anak yang sedang bermain puzzle mungkin bicara pada dirinya sendiri, “ bagian mana ya yang harus kupasang lebih dulu? Aku coba yang warna hijau ah. Lalu aku perlu yang warna biru. Oh tidak, yang warna biru tidak cocok disini, aku akan coba di bagian lain.

Hal tersebut menjelaskan bahwa bahasa dapat membantu anak- anak memikirkan aktivitas mental dan perilaku mereka. Vygotsky menganggapnya sebagai landasan bagi semua proses kognitif yang lebih tinggi. Proses tersebut mencakup atensi terkendali, hafalan, dan ingatan disengaja, kategorisasi, perencanaan, pemecahan masalah, dan refleksi diri. Ketika anak-anak berbicara pada dirinya sendiri, tanpa sadar hal itu merupakan arahan bagi dirinya untuk bertindak. Lama kelamaan ujaran pribadi atau bicara pada dirinya sendiri akan berubah menjadi percakapan batin atau bisikan dan gerak tanpa suara. Apabila kelak anak-anak diberi tugas-tugas yang sulit, maka akan

terinternalisasi pada diri mereka untuk berpikir dengan melakukan percakapan batin yang akan menuntunnya dalam bertindak pada situasi sehari-hari.79

Piaget yakin bahwa berbicara pada diri sendiri merupakan sifat egosentris dan menunjukkan ketidakdewasaan. Akan tetapi, para peneliti menemukan bukti bahwa pandangan Vygotsky mengenai

private speech memainkan peran positif dalam perkembangan anak. para peneliti menemukan bahwa anak-anak menggunakan private speech lebih sering jika tugas yang mereka hadapi lebih sulit, rentan kesalahan, dan ketika mereka tidak yakin bagaimana harus memulai. Para peneliti juga menyatakan bahwa anak-anak yang melakukan

private speech lebih penuh perhatian dan kinerjanya lebih baik disbanding anak-anak yang tidak melakukan private speech. 80

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT BEBERAPA A (Halaman 49-58)