BAB VI TEORI KEADILAN: Hukum Positif Dan Hukum
C. Konsep Keadilan menurut Tokoh Filsafat dan Termi -
2. Terminologi Keadilan dalam al-Qur’an
Keadilan yang disampaikan melalui ayat-ayat al-Quran menunjukkan betapa tinggi dan mulia nilai dasar ini baik dari aspek yang berkait dengan sosial kemasyarakatan maupun aspek sosial ekonomi. Ayat-ayat al-Quran yang memberikan penjelasan tentang nilai-nilai keadilan adayang secara lang-sung (tersurat) dan ada yang secara tidak langlang-sung (tersirat) berkaitan dengan permasalahan ekonomi. Namun demikian penjelasan dengan menggunakan dua cara ini menjadi satu pandangan tentang keadilan.
Al-Quran sangat peduli dengan nilai-nilai keadilan. Se-bagaimana kepeduliannya tentang ilmu, hukum, dan kehidu-pan, maka al-Quranpun juga sangat peduli tentang ekonomi, keuangan, kerja, dan dunia usaha lainnya. Semua kepeduli-annya itu menuju kepada hal yang sama, yakni tercapainya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Oleh karenanya ajaran agama Islam yang didalamnya berdasarkan al-Quran, memiliki julukan sebagai agama ilmu, agama hu-kum, agama kehidupan, agama ekonomi, agama keuangan, dan agama kerja atau usaha.
Keadilan dalam perspektif al-Quran harus dipahami seb -agai doktrin syariah yang hadir dengan misi menciptakan ke-adilan sosial dalam masyarakat. Adil merupakan bagian dari perintah Allah Swt. kepada umat manusia. Namun demikian masih banyak di antara manusia yang mengabaikan perintah berbuat adil. Mereka berkecenderungan berbuat kecurangan, kezaliman, dan kelaliman. Al-Quran menekankan kepada umatnya untuk menegakkan keadilan yang diiringi dengan kebaikan. Perintah ini adalah bukti kesungguhan untuk men-ciptakan keadilan dan sekaligus demi mewujudkan kebaikan. Dengan kata lain bahwa menciptakan keadilan haruslah di-barengi dengan kebaikan-kebaikan.
Keadilan dalam perspektif al-Quran adalah tugas suci,sehingga dalam pelaksanaannya tidak meninggalkannya ke kanan atau ke kiri, tidak memperdulikan cercaan, dan ha-langan. Oleh karenanya menegakkan keadilan adalah harus dilakukan dengan tolong menolong, tidak boleh atas belas ka-sihan, permusuhan, kebencian, atau kecintaan terhadap suatu kaum, dan atas harta kekayaan yang diharapkan. Bahkan seorang hakimpun dituntut untuk menghukum dengan adil dan mengeluarkan hukuman yang sama rata diantara sesama manusia. (Eko Purwana, 2016: 30-31)
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa kata kunci tentang keadilan yaitu: al-‘adl, al-qisth, al-mizan dan al-hukm dengan berbagai variasinya. Semua kata kunci tersebut diungkap-kan dalam al-Qur’an dengan berbagai variasinya baik kata kerja(fi’il), kata benda (isim) dan kata shifat (isim maf’ul dan isim fa’il). Yang akan dibahas dalam kajian ini hanya tiga kata kunci saja yaitu: al-‘adl, al-qisth dan al-wazn.
a. al-‘Adl
Dalam surat al-Infithar ayat 7 kata ‘adala berarti mem-buat seimbang, artinya seimbangnya susunan tubuh manusia yang sempurna. Makna keadilan di sini bersi-fat fisik yakni mengarah kepada keseimbangan susunan tubuh manusia. Karena susunan tubuh seperti itu , maka jadilah manusia menajdi makhluk yang paling sempurna. Susunan tubuh seperi itu memiliki fungsi dan peran ma-sing-masing sesuai dengan posisinya.
Dalam surat an-Nisa ayat 3, kata adil yang diungkap-kan dengan kata ta’dilu berarti memperlakukan istri-istri dengan sesuai atau seimbang, artinya adil dalam memper-lakukan istri-istri. Jadi keadilan dalam ayat di atas, berkai-tan dengan kontek rumah berkai-tangga di mana seorang suami berpoligami. Kata adil dalam surat al-Maidah ayat 8, yang diungkapkan dengan kata ta’dilu berarti memperlakukan setiap orang sama berdasarkan satu standar tertentu. Per-lakuan adil di sini tidak memandang ras, starifikasi sosial, bahkan agama sekalipun. Lebih dari itu, kebencian terha-dap suatu kaum atau pribadi, tidak boleh seseorang ber-tindak tidak adil. Lebih lanjut disebutkan bahwa keadi-lan lebih dekat kepada ketakwaan. Ini berarti kebenaran ahrus ditegakkan dan menegakkan kebenaran yang tidak pandang bulu, merupakan perbuatan adil.
Kata ya’diluna (fi’il mudhari jama) terdapat dalam su-rat al-An’am ayat 1, 150 dan an-Naml ayat 60. Dalam ketiga ayat di atas, kata adil yang diungkapkan dengan kata ya’diluna berarti menyimpang atau tidak istiqomah, bahkan berarti mempersekutukan Allah. Di sini memang ada konotasi dari pengertian adil yakni “seimbang” dan setara”. Menganggap bahwa di samping Allah ada yang
seimbang dan setara berarti musyrik dan mengarah ke-pada perbuatan yang kufur. Menganggap manusia seim -bang atau setara itu bearti adil yang positif, sedangkan menganggap seimbang dan setara kepada Allah (dengan yang lain) , itu berarti adil yang negatif yakni musyrik (Sa -putra, 2012: 193-195).
b. al-Qisth
Dalam surat al-Mumtahanah ayat 8 disebutkan kata tuqsithun berarti berbuat adil dengan sasama manusia ter-masuk orang kafir, bila orang kafir tersebut tidak memu -suhinya. Kata al-Qisth dalam bentuk kata kerja perintah (fi’il amar) diungkapkan dengan kata a qisthu sebagaimana terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 9. Di sini al-Qisth berarti berbuat adil dalam memberi dan menerima, ber-buat adil dilakukan dalam segala situasi dan kondisi.
Kata al-qisth dalam bentuk isim fa’il (bentuk tsulasi) qa-sithun dan muqsithun (bentuk ruba’i) terdapat dalam surat al-Jin ayat 14 dan 15, al-Maidah ayat 42, al-Hujurat ayat 9 dan al-Mumtahanah ayat 8. Kata qasithun dalam surat al-Jin ayat 14 dan 15 berarti menyimpang dari kebena-ran, dalam tafsir al-Maraghi, kata qasithun berarti orang-orang jahat yang menyimpang dari kebenaran. Ternyata dalam ayat di atas qasithun bukan berarti adil, tetapi me-nyimpang. Kalau dilihat di muka, kata ya’dilun ada yang berarti kufur atau menyimpang, demikian juga kata qasit-hun. Orang yang menyimpang dari kebenaran,karena ia merasa ada kebenaran lain selain ajaran Islam yang meru-pakan kebenaran tandingan dari kebenaran yang sesung-guhnya (Saputra, 2012: 193-195).
orang yang adil”. Jadi keadilan dalam ayat di atas yaitu keadilan yang terhimpun dalam al-Qur’an dan tercakup dalam Syari’at Islam. Ini sama dengan makna muqsithun dalam surat al-Hujurat ayat 9 dan al-Mumtahanah ayat 8, yakni orang-orang yang berlaku adil. al-Qisth dalam bentuk kata benda disebutkan 14 kali dalam al-Qur’an yaitu surat Ali Imran ayat 18 dan 21, al-Maidah ayat 8 dan 42, al-An’am ayat 152, an-Nisa ayat 127 dan al-Hadid ayat 25. Dari ayat-ayat tersebut, kata al-Qisth berarti me-negakkan keadilan, baik yang dilakukan Allah maupun makhlukNya. Berlaku adil kepada Allah menegakkan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Demikian juga menegakkan keadilan dilakuakan kepada manusia teru-tama anakyatim, menyempurnakan timbangan, konsen-trasi dan ikhlash dalam shalat dan semua perbuatan yang berupa mengikuti para rasul.
c. al-Wazn
Kata al-wazn dalam bentuk fi’il ada dua yaitu fi’il ma-dhi dan amar, dalam bentuk fi’il madhi terdapat dalam su-rat al-Muthaffifin ayat 3, bentuk fi’il amar terdapat dalam surat al-Isra ayat 35. Kata al-Wazn dalam surat al-Mu-thaffifin ayat 3 berarti menakar sesuai dengan timbangan, dan perbuatan tersebut merupakan tindakan yang adil. Sedangkan dalam surat al-Isra ayat 34 berarti menim-bang dengan ukuran yang benar yaitu seimmenim-bang antara sebelah kiri dan kanan. Menimbang timbangan tersebut selalu dikaitkan dengan kata adil al-Wazn dalam ben-tuk kata benda berarti timbangan amal di akhirat yaitu timbangan amal baik dan buruk manusia di dunia. Kata itu disebutkan dalam suratal-kahfi ayat 105, kata wazn artinya timbangan di akhirat di mana orang-orang kafir tidak mendapatkan timbangan karena amalnya kosong
dari kebajikan. Sedangkan dalam surat al-A’raf ayat 8 dan 9 wazn berarti timbangan amal yang didasarkan kepada keimanan kepda Allah dengan banyaknya kebaikan se-hingga beruntung.
Timbangan yang ringan dari amal kebaikan disebab-kan karena kekufuran dan banyak jeleknya, maka ia adisebab-kan rugi. Dalam surat al-Qari’ah mawazin berari berat / ringan amal yakni nilainya. Timbangan (wazn) dalam bentuk jama (mawazin) lebih bermakna timbangan kebaikan, ringan timbangan berarti ringan dari kebaikan, tidak ada berat timbangan berarti timbangan kejelekan. Semua tim-bangan itu oleh Allah dilakukan atau ditegakkan dengan seadil-adilnya (Saputra, 2012: 193-195).
D. Keadilan Dalam Hukum Positif Dan Hukum Islam