• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX PENEGAKAN HUKUM; Tarik Ulur Antara Keadilan,

A. Tipologi Hukum

Sejalan dengan perkembangan hukum modern, sejak awal telah memberikan bentuk atau jenis hukum di dunia, mulai dari hukum dalam bentuknya yangrepresif kemudian berkembang menjadi bentuk hukum yang otonom dan selanjutnya muncul hu-kum yang responsif, tipologi huhu-kum ini merupakan konsep Nonet dan Selznick, dalam bukunya berjudul Law and Society in Transition, Toward Responsive Law. Hukum represif (represive law) menekan-kan pada model-model kekerasan dengan tujuan ketertiban de-ngan memberikan keluasan kekuasaan (diskresi) yang berlebihan kepada penegak hukum, namun memiliki kelemahan dalam pe-negakannya. Hukum Otonom (autonomous law) menekankan pada model keadilan yang prosedural dengan memberikan legitimasi kuat kepada lembaga-lembaga penegakan hukum, namun pene-gakan hukum itu terbentur dengan proses-proses baku yang telah ditetapkan. Hukum Responsif (responsive law) memberikan model kompetensi dengan keadilan substantif yang berorientasi pada tujuan-tujuan penegakan hukum yang bermoral serta membuka kesempatan bagi aspirasi hukum dan politik untuk berintegrasi (S. Sahabuddin, 2017: 112). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sistem pemerintahan

politik dengan subsistem hukum, akan tampak bahwa politik me-miliki konsentrasi energi yang lebih besar sehingga hukum selalu berada pada posisi yang lemah (Satjipto Rahardjo, 1985).

Mencermati pernyataan ini maka akan ditangkap suatu pers-pektif bahwa dalam kenyataan empirik, politik sangat menen -tukan bekerjanya hukum. Pengaruh politik dalam berhukum, berarti berlaku juga pada penegakan hukumnya, karakteristik produk-produk hukum, serta proses pembuatannya. Hal di atas dapat dilihat dalam fakta berhukum sepanjang sejarah Indonesia, pelaksanaan fungsi dan penegakkan hukum tidak selalu berjalan seiring dengan perkembangan strukturnya. Hal ini akan tampak jelas jika ukuran pembangunan hukum di Indonesia adalah unifi -kasi dan kodifi-kasi hukum, maka pembangunan struktur hukum telah berjalan dengan baik dan stabil. Karena dari waktu ke waktu produktifitas perundang-undangan mengalami peningkatan. Na -mun dari sisi yang lain, dari segi fungsi hukum telah terjadi ke-merosotan.

Struktur hukum dapat berkembang dalam kondisi konfigura -si politik apapun dengan ditandai keberha-silan pembuatan kodi-fikasi dan unikodi-fikasi hukum sebagaimana tampak dalam Program Legislasi Nasional. Tetapi pelaksanaan fungsi atau penegakan fungsi hukum cenderung menjadi lemah. Sekalipun produk hu -kum yang dihasilkan jumlahnya secara kuantitatif meningkat, tetapi substansi dan fungsi hukumnyapun tidak selalu mening -kat atau sesuai dengan aspirasi masyara-kat. Hal ini terjadi keti-daksinkronan antara struktur hukum dengan fungsi hukum se-bagaimana disebut di atas, disebabkan oleh karena intervensi atau gangguan dari tindakan-tindakan politik. Hukum kadang tidak dapat ditegakkan karena adanya intervensi kekuasaan politik (Henry Arianto, 2010: 116-119).

Konsep konfigurasi politik demokratis dan/atau konsep oto -riter ditentukan berdasarkan tiga indikator, yaitu sistem kepar-taian dan peranan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, dominasi peranan eksekutif, dan kebebasan pers. Sedangkan kon -sep hukum responsif/otonom diidentifikasi berdasarkan proses pembuatan hukum, pemberian fungsi hukum, dan kewenangan menafsirkan hukum. Untuk selanjutnya pengertian secara kon -septual dirumuskan Sebagai berikut: Pertama, konfigurasi politik demokratis adalah konfigurasi yang membuka ruang bagi parti -sipasi masyarakat untuk terlibat secara maksimal dalam menen-tukan kebijakan negara. Konfigurasi politik demikian menem -patkan pemerintah lebih berperan sebagai organisasi yang harus melaksanakan kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan secara demokratis. Oleh karena itu badan perwakilan rakyat dan partai politik berfungsi secara proporsional dan lebih menentukan dalam pembuatan kebijakan negara. Pers terlibat dalam menjalankan fungsinya dengan bebas tanpa ancaman pembreidelan atau tinda -kan kriminalisasi lainnya (Rif’ah Roihanah, 2015: 49-50).

Kedua, konfigurasi politik otoriter adalah konfigurasi politik yang menempatkan pemerintah pada posisi yang sangat dominan dengan sifat yang intervensionis dalam penentuan dan pelaksa -naan kebijakan negara, sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulasi secara proporsional. Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan per-wakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat untuk justifikasi (Henry Arianto, 2010: 116-119).

Ketiga, produk hukum responsif atau otonom adalah karak -ter produk hukum yang mencerminkan pemenuhan atas aspirasi masyarakat, baik individu maupun berbagai kelompok sosial, se-hingga secara relatif lebih mampu mencerminkan rasa keadilan di

terbuka partisipasi dan aspirasi masyarakat. Lembaga peradilan dan peraturan hukum berfungsi sebagai instrumen pelaksana bagi kehendak masyarakat, sedangkan rumusannya biasanya cukup diperinci sehingga tidak terlalu terbuka untuk ditafsirkan dan di -interpretasikan berdasarkan kehendak dan visi penguasa/peme-rintah secara sewenang-wenang (Rif’ah Roihanah, 2015: 49-50).

Keempat, produk hukum konservatif atau ortodoks adalah karakter produk hukum yang mencerminkan visi politik peme-gang kekuasaan negara yang sangat dominan, sehingga dalam proses pembuatannya tidak akomodatif terhadap partisipasi dan aspiasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Prosedur pembua-tan yang dilakukan biasanya hanya bersifat formalitas. Di dalam produk hukum yang demikian, biasanya hukum berjalan dengan sifat positivis instrumentalis atau sekedar menjadi alat justifikasi bagi pelaksanaan ideologi dan program pemerintah. Rumusan materi hukumnya biasanya bersifat pokok-pokok saja sehingga dapat penguasa negara dapat menginterpretasikan menurut visi dan kehendaknya sendiri dengan berbagai peraturan pelaksanaan (Henry Arianto, 2010: 116-119).

Pemaparan di atas menjadikan pemahaman yang jelas bagi kita bahwa Philippe Nonet and Philip Selznick telah mengklasifi -kasi dasar dari hukum yang ada di masyarakat, sebagai berikut: 1) Hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif); 2) Hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya (hukum otonomo); 3) Hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutu -han dan aspirasi sosial (hukum responsif).

Tipologi Hukum HUKUM RESPONSIF HUKUM OTONOM HUKUM RESPONSIF

Tujuan Hukum Ketertiban Legitimasi Kompetensi

Legitimasi Ketahanan so-sial dan tujuan negara (raison d’etat) Keadilan prose-dural Keadilan subs-tansif

Peraturan Akeras dan rinci namun berlaku lemah terhadap pem-buat hukum

Luas dan rinci; mengikat pe- nguasa mau-pun yang dikuasai

Subordinat

dari prinsif dan

kebijakan

Pertimbangan Ad hoc: memu-dahkan menca-pai tujuan dan

bersifat parti -kular Sangat melekat pada otoritas legal; rentan terhadap for -malisme dan legalisme Purposif (ber -orientasikan tujuan); perlua-san kompetensif kognitif

Diskresi Sangat luas; oportunistik Dibatasi oleh peraturan; delegasi yang sempit Luas, tetapi tetap sesuai dengan tujuan Paksaan Ekstensif; dibatasi secara lemah Dikontrol oleh batasan-batasan hukum Pencarian

positif bagi ber-bagai alternatif, seperti intensif, sistem ke-wajiban yang mampu ber-tahan sendiri

Moralitas Moralitas

ko-munal; moral-isme hukum; “moralitas pembatasan” Moralitas kelembagaan; yakni dipenuhi dengan integ-ritas proses hukum Moralitas sipil; “kerja sama”

Politik Hukum subor-dinat terhadap politik kekua-saan Hukum “inde-penden” poli-tik; pemisahan kekuasaan Terintegrasinya aspirasi hukum dan politik; keterpaduan kekuasaan Harapan Akan Ketaatan Tanpa syarat; ketidak-taatan per se dihukum sebagai pembangkangan Penyimpangan peraturan yang dibenarkan, misalnya untuk menguji vali-ditas undang-undang atau perintah Pembangkan-gan dilihat dari aspek bahaya substantif; dipandang sebagai gugatan terhadap legiti-masi

Sumber: Philippe Nonet dan Philip Selznick. 2011. Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, Harper & Law, 1978, Cetakan IV (Terjemahan oleh Raisul Muttaqien). Bandung: Nusa Media.