PERUBAHAN ATAS UNDANG –UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KUH
D. Pengaturan Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik Yang Terdapat Dalam UU ITE dan KUH Pidana
1. Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik menurut UU ITE Perbuatan yang dilarang oleh UU ITE, diatur dalam Pasal 27 sampai
dengan 37 yang berkaitan dengan informasi elektronik adalah mendistribusikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, yang muatannya berisi melanggar kesusilaan, muatan perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik atau pemerasan dan atau pengancaman, dan ketentuan tentang ketentuan pidana ditaur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 52. Tindak pidana informasi dan transaksi elektronik atau cybercrime yang terdapat di dalamm UU ITE, antara lain:
a. Pencurian di dalam informasi dan transaksi elektronik
Pasal pencurian terkait dengan informasi dan transaksi elektronik ialah Pasal 32 ayat (2) UU ITE, berbunyi:‖ ‖Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak64‖.Hukuman atau sanksi yang diberikan pada pelaku dikenakan Pasal 48 ayat (2), berbunyi : ‖Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana penjara paling lama 9
63 Hendy Sumadi, Kendala dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penipuan Transaksi Elektronik Di Indonesia.Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 33, No. 2, September 2015, hlm 178
64 Pasal 32 ayat (2) UU ITE
(sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)‖.65
Pencurian yang termasuk kedalam tindak pidana informasi dan transaksi elektronik atau cybercrime dapat terdiri atas 1 (satu) perbuatan, yaitu:
Carding atau credit card fraud adalah suatu kejahatan kartu kredit, merupakan salah satu bentuk dari pencurian (theft) dan kecurangan (fraud) di dunia internet yang dilakukan oleh pelakunya dengan menggunakan kartu kredit (credit card) curian atau kartu kredit palsu yang dibuatnya sendiri Tujuannya tentu saja adalah untuk membeli barang secara tidak sah atas beban rekening dari pemilik kartu kredit yang sebenarnya atau untuk menarik dana secara tidak sah dari suatu rekening bank milik orang lain66
Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya. Sifat carding secara umum adalah non-violence kekacauan yang ditimbulkan tidak terlihat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar. Karena carding merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan nomor rekening orang lain untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang sebelumnya tentu pelaku (carder) sudah mencuri no rekening dari korban67
b. Pornografi
65 Pasal 48 ayat (2) UU ITE
66 Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit., hlm 82.
67Tonggo Pasaribu. Makalah Cyber Crime Carding dalam
http://makalahcybercrimecarding.blogspot.co.id/2016_04 _01_ archive.html diakses pada hari Kamis, Sealsa 3 Desember 2019 Pukul 15.50 WIB
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi menyebutkan bahwa:‖ Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma68‖
Pasal 27 ayat (1) UU ITE berbunyi:‖ ‖Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan69‖
Pasal 27 ayat (1) UU ITE menjadi ketentuan yang bersifat umum untuk pornografi dimana media komputer atau media optik lainnya serta internet. Pasal ini menjadi pasal pornografi karena memuat kata ‖kesusilaan‖, dimana dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tidak ada pengertian dari kesusilaan. Hal ini menyebabkan pegertian kesusilaan merujuk kepada KUHP yang memiliki posisi dasar dan umum untuk semua penjelasan tindak pidana. Didalam kata
‖kesusilaan: yang termuat dalam KUHP memuat unsur pornografi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hukuman atau sanksi yang diberikan pada pelaku dikenakan Pasal 45 ayat (1), berbunyi : ‖ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
68 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
69 Pasal 27 ayat (1) UU ITE
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)70
Pengaturan pornografi secara khusus diatur di dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2008, baik pornografi yang bersifat konvensional maupun pornografi yang tergolong kepada tindak pidana informasi dan transaksi elektronik atau cybercrime. Pornografi yang melibatkan komputer dan jaringan internet dalam istilah asing disebut cyberporn adalah suatu tindakan menggunakan komputer dalam membuat, menampilkan pornografi dan material yang melanggar kesusilaan serta menyebarkan, mendistribusikan, mempublikasikannya melalui jaringan komputer secara global (internet).71
c. Penghinaan atau pencemaran nama baik
Pengaturan untuk penghinaan dan pencemaraan nama baik yang dilakukan melalui internet di atur pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi : ‖Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik‖.72
Pasal 27 ayat (3) UU ITE dalam pengaturan pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui internet merupakan bentuk dari pengisisan kekosongan hukum yang tidak diatur didalam KUHP. Keberadaan pasal tersebut dalam praktek tidak berjalan dengan mulus karena pasal tersebut berujung pada multi tafsir dari penegak hukum.
70 Pasal 45 ayat 1 UU ITE
71 Feri Sulianta, Cyberporn Bisnis Atau Kriminal, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 3
72 Pasal 27 ayat (3) UU ITE
Hukuman atau sanksi yang diberikan pada pelaku dikenakan Pasal 45 ayat (1), berbunyi : ‖ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)73
d. Perjudian
Judi atau permainan ―judi‖ atau ―perjudian‖ menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah ―Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan74‖. Berjudi ialah ―Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula.75
Perjudian online dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) UU ITE, berbunyi:
‖Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian‖
Unsur-unsur yang dikenakan untuk perjudian online diatas, sebagai berikut:
a. Sengaja;
b. tanpa hak;
c. mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
73 Ibid
74 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 419
75 Ibid., hlm 419
Berdasarkan uraian unsur-unsur Pasal 27 ayat (2) UU ITE di atas yang dapat dikenakan sanksi pidana ialah pihak yang menyediakan layanan judi bukan pemain judi. Hukuman atau sanksi yang diberikan pada penyedia dikenakan Pasal 45 ayat (1), berbunyi : ‖ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)76
Pelarangan perjudian online harus dilaksanakan secara maksimal karena memiliki efek yang sangat besar, yaitu:
a. Berpotensi terjad kecurangan di internet
b. Memungkinkan bagi anak-anak untuk mengakses situs-situs perjudian;
c. Mengakibatkan kecanduan masyarakat untuk berjudi.
d. Dapat mengurangi pendapatan negara bagian yang bersangkutan dari kegiatan perjudian resmi77.
e. Pelarangan mengakses komputer atau memasuki sistem elektronik orang lain
Dalam dunia komputer, terdapat dua istilah yang semula berbeda artinya tetapi dalam perkembangannya menjadi dua istilah yang memiliki arti yang sama.
Kedua istilah itu adalah hacking dan cracking. Hacking adalah perbuatan membobol sistem komputer. Tindak pidana didunia maya ini adalah melakukan perbuatan memasuki sistem komputer orang lain tanpa izin atau otoritasi dari pemiliknya. Pelaku hacking adalah hacker78
76 Pasal 27 ayat (3) UU ITE
77 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 168
78Sutan Remy Syahdeni, Kejahtan & Tindak Pidana Komputer, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 118
Apabila hal itu terjadi di dunia nyata, cracking sama dengan burglary atau pencurian. Menurut para hacker, tujuan cracker adalah membobol secure system dari komputer, sedangkan tujuan para hacker hanyalah untuk memperoleh pengetahuan tentang sistem – sistem komputer. Media massa telah menggunakan istilah hacker bagi orang – orang yang mengakses sistem – sistem komputer tanpa memperoleh otorisasi dengan tujuan untuk mencuri dan menyalahgunakan data yang tersimpan dalam sistem – sistem komputer tersebut, yaitu istilah hacker seharusnya disebut cracker, bukan hacker79
Ketentuan Pasal 30 ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. Ayat (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Ayat (3) ―Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan‖
Tindakan memasuki komputer atau mengakses sistem elektronik orang lain di sebut hacking atau cracking. Terdapat beberapa tahapan hacking atau cracking, yaitu:
1) Mengumpulkan dan mempelajari informasi yang ada mengenai sistem operasi komputer atau jaringan yang dipakai pada target sasaran.
2) Menyusup atau mengakses jaringan komputer target sasaran.
3) Menjelajahi sistem komputer dan mencari akses yang lebih tinggi
79Webopedia, Hacker, http://www.webopedia.com/TERM/h/hacker.html., diakses 4 Desember 2019, pukul 06.12 WIB
4) Membuat backdoor dan menghilangkan jejak80.
Hukuman atau sanksi yang diberikan pada pelaku dikenakan Pasal 46 ayat (1)
―Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)‖
ayat (2)
―Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)‘
ayat (3)
―Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
e. Penyebaran berita bohong dan penyesatan melalui internet
Teknologi komputer yang didukung oleh media internet, sangat memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan penipuan dalam bentuk yang sangat canggih dan meyakinkan korban dari tindakan penipuan.81 Penyebaran berita bohong dan penyesatan merupakan padanan kata yang semakna dengan penipuan.82
Tindakan penyebaran berita bohong dan penyesatan diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, pasal tersebut merupakan pasal yang mengakomodir atau pasal yang menangani tindak penipuan yang dilakukan melalui internet. Hal tersebut tidak lepas dari unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan unsur yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP. Dalam Pasal 28 ayat (1) Bab VII UU ITE yang menyatakan bahwa:‖Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.‖
80 Budi Suhariyanto, Op.Cit, hlm.129
81 Budi Suhariayanto.. Tindak Pidana Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan Dan Celah Hukumnya. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 60.
82 Ibid, hlm. 61
Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengenai tindak penyebaran berita bohong dan penyesatan melalui internet, memiliki unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Adapun unsur-unsur yang terkandung di dalamnya yang dikemukakan oleh Adami Chazawi dan Ardi Ferdian yaitu:
a. Kesalahan: dengan sengaja;
b. Melawan Hukum: tanpa hak;
c. Perbuatan: berita bohong dan menyesatkan;
d. Objek: informasi;
e. Akibat Konstitutif: mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik83.
UU ITE merupakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan yang jelas dan berkekuatan hukum tetap terhadap berbagai macam transaksi elektronik yang bermuatan negatif, namun tetap saja pengaturan ini masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu terletak pada perbuatan hukum yang hanya digantungkan pada hubungan transaksi elektronik.84 Bila dikaitkan dengan tindak pidana penipuan menurut Budi Suhariyanto, penipuan yang dilakukan di internet memiliki ruang yang lebih sempit daripada pengaturan yang diatur dalam KUHP.85
Hukuman atau sanksi yang diberikan pada pelaku dikenakan Pasal 45 ayat (2), berbunyi : ‖ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
83 Adami Chazawi dan Ardi Ferdian. Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik.
(Malang: Media Nusa Creative, 2015), hlm.128
84 Budi Suhariayanto, Tindak Pidana Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan Dan Celah Hukumnya. (Jakarta: Rajawali Pers,2013), hlm. 126
85 Ibid., hlm 125
6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).86
f. Penyebaran berita bohong dan penyesatan melalui internet
Keberadaan media sosial yang terkoneksi dengan jaringan internet tidak hanya membawa banyak kemudahan, tetapi juga tantangan. Salah satunya, adalah masalah buruknya etika yang ditampilkan oleh warga dunia maya (netizen) yang kian meningkat seiring dengan laju penggunaan media berbasis internet.
Misalnya saja penyebaran informasi atau bahkan pesan yang bermuatan ujaran kebencian (hate speech) di ranah online.87
Yang termasuk dalam Hate speech yang diatur dalam UU ITE dalam pasal sebagai berikut: Adapun Pasal 28 ayat (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Pasal 45 ayat (2): ―Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).‖ Secara substansial UU ITE mengatur dua hal pokok, yakni masalah informasi elektronik dan transaksi elektronik. Perkembangan pemanfaatan Informasi elektronik dewasa ini, sudah memberikan kenyamanan dan kemanfaatannya. Sebagai contoh, penggunaan email sangat memudahkan setiap orang bisa berkomunikasi
86 Pasal 45 ayat (2) UU ITE
87 Abdul Azis S, Tindak Pidana Penyebaran Informasi Yang Menimbulkan Rasa Kebencian Atau Permusuhan Melalui Internet Di Indonesia (Kajian Terhadap Pasal 28 Ayat (2) Uu No. 11 Th 2008 Juncto Pasal 45 Ayat (2) Uu No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik), Jurnal Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015, hlm 332
melalui pengiriman berita secara cepat, dan dapat melintasi wilayah baik lokal, regional dan bahkan hingga internasional.88
g. Pemerasan atau pengancaman melalui media internet
Pemerasan dan/atau pengancaman di dunia maya dilarang dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE yang menyatakan ―Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/ atau pengancaman‖.
Kedua pasal yang terdapat di dalam UU ITE terdapat perbedaaan.
Perbedaannya terletak pada kata ‖pengancaman‖ dan ‖ancaman kekerasan‖, artinya pengancaman adalah menyampaikan ancaman terhadap pihak lain sedangkan ancaman kekerasan adalah janji bahwa orang yang menyampaikan ancaman itu akan melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang menerima ancaman dan sangat mengkhawatirkan bagi orang yang menerima ancaman apabila sesuatu yang diinginkan oleh orang yang menyampaikan ancaman tidak dipenuhi oleh pihak yang menerima ancaman.89
Hukuman atau sanksi yang diberikan pada penyedia dikenakan Pasal 45 ayat (1), berbunyi : ‖ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)90
h. Intersepsi atau penyadapan
88 Ibid., hlm 335
89 Budi Suhariyanto, Op.Cit, hlm. 123
90 Pasal 45 ayat (1) UU ITE
Ketentuan KUHP tidak mengenal pengaturan mengenai penyadapan atau intersepsi.91.
Adapun perbuatan yang tergolong intersepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UU ITE adalah sebagai berikut:
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum