• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Pustaka

6. Tingkat Kepuasan Orang Tua

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka (Kotler dan Keller: 2009). Pada dasarnya kepuasan pelanggan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

dikonsumsinya (Gaspersz: 2005). Pertama, kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen/pemasok produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan dan ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

Kedua, pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya. Ketiga, pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada produk-produk yang dirasakan berasio tinggi. Keempat, komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap pelanggan tentang produk itu.

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler (2000) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan. Pertama, sistem keluhan dan saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. M edia yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

lokasi-lokasi strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan sebagainya.

Kedua, ghost shopping. Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berpura-pura atau berperan sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. M ereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk atau jasa perusahaan. Ketiga, lost customer analysis. Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan sedapat mungkin mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.

Keempat, survei kepuasan pelanggan. Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan metode survei, baik melalui telepon, pos, email, website, maupun wawancara langsung. M elalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan serta memberikan kesan positif bahwa perusahaan memberi perhatian pada pelanggannya. Selanjutnya, Tjiptono (2006: 18) menambahkan pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama, directly reported satisfaction. Pengukuran dilakukan secara langsung, melalui pertanyaan dengan skala sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas.

Kedua, derived dissatisfaction. Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya yang mereka rasakan. Ketiga, problem analysis. Pelanggan yang dijadikan responden diminta mengungkapkan dua hal pokok. Pertama,

masalah-STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan. Keempat, importance-performance analysis. Dalam teknik ini, responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu, responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen atau atribut tersebut.

Di era globalisasi sekarang ini, orang tua sebagai pelanggan atau konsumen pendidikan anak usia dini cukup cermat dan mulai mengerti cara memilih lembaga PAUD yang dianggap tepat bagi anak. Tren orang tua siswa dewasa ini ternyata tidak hanya melihat positioning sekolah unggulan, andalan, dan favorit sebagai satu-satunya pertimbangan untuk memutuskan bersekolah di lembaga tersebut. Pertimbangan positioning sekolah gaul dan bonafide ternyata menjadi fenomena baru dalam pemasaran lembaga PAUD (M ukminin: 2009). Oleh karena itu, sekolah dituntut untuk selalu melakukan inovasi-inovasi yang mengikuti perkembangan zaman.

Selanjutnya, Sopiatin (2010: 35) mengemukakan bahwa kepuasan siswa terhadap pembelajaran dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu: tangible, assurance, empathy, reliability, dan responsiveness. Pertama, tangible adalah dimensi fisik. Suatu jasa tidak dapat dicium dan tidak dapat diraba sehingga bukti fisik menjadi penting bagi pengukuran terhadap pelayanan. Tangible merupakanj kemampuan untuk memberi fasilitas fisik sekolah dan perlengkapan sekolah yang memadai. Kedua, assurance adalah dimensi jaminan kualitas yang berhubungan dengan perilaku staf pengajar atau guru dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

kepada para siswa. Assurance mencangkup kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan kesopanan.

Ketiga, empathy adalah sikap guru dalam memebrikan pelayannan secara penuh hati seperti perhatian secara pribadi serta pemahaman bahwa setiap siswa memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Keempat, reliability adalah kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan siswa. Keandalan berhubungan dengan kemampuan guru dalam mengajar yang bermutu sesuai dengan yang dijanjikan, konsisten serta sekolah mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan siswa. Kelima, responsiveness adalah kesediaan personil sekolah untuk mendengar dan mengatasi keluhan siswa yang berhubungan dengan masalah sekolah yang menyangkut masalah belajar mengajar ataupun masalah pribadi.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian M ukhtar, Puspitasari, Purwanti dkk., Rosdina dkk., dan Suryantini. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh M ukhtar (2015) dalam Jurnal Magister Administrasi Pendidikan berjudul Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru pada SMP Negeri di Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar diketahui bahwa strategi kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru melalui pembinaan kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Selain itu, strategi kepala sekolah dalam meningkatkan disiplin guru, yaitu: a) menegakkan kedisiplinan guru, b) meningkatkan standar perilaku guru, dan c) melaksanakan semua peraturan.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi guru dilakukan dengan menciptakan situasi yang harmonis, memenuhi semua perlengkapan yang diperlukan serta memberikan penghargaan dan hukuman. Selanjutnya, strategi kepala sekolah dalam meningkatkan komitmen guru adalah mengadakan pelatihan, mendatangkan tutor ke sekolah dan memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, menempatkan guru sesuai dengan bidangnya, dan mengadakan rapat setiap awal semester. Hambatan yang dihadapi kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru adalah a) kurang tegas dalam menerapkan kebijakan, b) guru kurang motivasi dan domisili guru yang jauh, c) fasilitas sekolah yang belum memadai, d) rendahnya partisipasi warga lingkungan sekolah. Penelitian Puspitasari (2015) dalam Jurnal INFORMA berjudul Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru (Studi Kasus Smk Batik 1 Surakarta) diketahui bahwa perencanaan yang dilakukan Kepala SM K Batik 1 Surakarta dalam meningkatkan kinerja guru. Perencanaan peningkatan kinerja guru yang dilakukan oleh kepala SM K Batik 1 Surakarta adalah berdasarkan visi, misi, tujuan sekolah, dan kebutuhan sekolah. Dalam merencanakan peningkatan kinerja guru kepala sekolah SM K Batik 1 Surakarta melibatkan seluruh unsur civitas akademika sekolah termasuk guru. Perencanaan peningkatan kinerja guru dilakukan dalam rapat kerja yang diadakan pada awal tahun pelajaran dan awal semester dan dijabarkan dalam rencana strategis dan rencana operasional sekolah.

Selanjutnya, penelitian Purwanti, dkk. (2014) dalam Jurnal Ilmiah Didaktika yang berjudul Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Kompetensi Guru Pada SMP Negeri 2 Simeulue Timur disimpulkan bahwa program kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru pada SM P Negeri 2 Simeulue Timur diimplementasikan dalam pemberdayaan guru-guru. Program pemberdayaan guru-guru diharapkan dapat mengikutsertakan guru dalam pengambilan keputusan sekolah dan juga melatih guru-guru untuk bertanggungjawab dalam pengembangan sekolah. Kepala sekolah dalam merumuskan programnya mengikutsertakan semua guru dan staf sekolah.

Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru SM P Negeri 2 Simeulue Timur telah dilakukan oleh kepala sekolah melalui beberapa

upaya antara lain melalui pembinaan pelatihan-pelatihan keterampilan terhadap guru-guru, pemberian motivasi dan pembinaan disiplin tenaga kependidikan. Selain itu, strategi yang telah dilakukan oleh kepala sekolah yaitu diselenggarakannya musyawarah guru mata pelajaran (M GM P) yang dilakukan rutin beberapa kali dalam satu semester, kepala sekolah memberikan motivasi kepada guru-guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, guru-guru diarahkan untuk mengikuti seminar/workshop.

Penelitian Rosdina,dkk. (2015) berjudul Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kinerja Guru Pada SD Negeri 2 Lambheu Kabupaten Aceh Besar dalam Jurnal Administrasi Pendidikan disimpulkan bahwa Perumusan kebijakan kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru-guru telah membuat aturan-aturan tertulis maupun lisan sesuai visi misi sekolah dengan melibatkan guru, sasaran sekolah dan kepala sekolah merumuskan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemampuan guru seperti KKG. Strategi kepala

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

sekolah sebagai pemimpin dalam meningkatkan tanggung jawab guru-guru dengan melibatkan semua guru dan memberikan contoh langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru adalah keinginannya meningkatkan prestasi sekolah supaya punya prestasi yang lebih baik di tingkat Aceh dan nasional.

Selanjutnya, penelitian Suryantini (2016) berjudul Peningkatan Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah Melalui Supervisi Kelompok di Sekolah Dasar dalam Jurnal Managemen Pendidikan diketahui bahwa langkah-langkah pelaksanaan supervisi manajerial guna meningkatkan kompetensi supervisi kepala sekolah di Gugus II Bima UPTD Dikpora Kecamatan Serengan Kota Surakarta tahun pelajaran 2012/2013 dilakukan sebagai berikut: supervisi manajerial dilakukan melalui prosedur berbentuk siklus yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap pertemuan pendahuluan, tahap pengamatan dan tahap pertemuan balikan.

Penerapan supervisi manajerial metode kelompok dapat meningkatkan kompetensi supervisi kepala di Gugus II Bima UPTD Dikpora Kecamatan Serengan Kota Surakarta tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penilaian yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Tingkat ketercapaian pada kondisi awal baru mencapai 33.33% dari skor ideal. Pada akhir tindakan Siklus I, tingkat ketercapaian mengalami peningkatan menjadi 52.92% dari ideal. Kemudian pada akhir tindakan Siklus II meningkat menjadi 73.75% dari skor ideal.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan