• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF

Pendahuluan

Masyarakat bantaran sungai Citarum dulu memiliki kondisi sanitasi yang buruk. Terlihat dari kepemilikan akan kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Masyarakat bantaran sungai Citarum dahulu memanfaatkan sungai dan kebun sebagai tempat untuk buang air besar. WPL berinisiatif membuat media pembuangan kotoran bersama yang biasa disebut septic tank kolektif. Septic tank ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sanitasi yang lebih baik. Partisipasi masyarakat merupakan komponen penting dalam kegiatan yang diusung oleh komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL). Keterlibatan masyarakat dalam sebuah program akan menjadi tolak ukur keberhasilan dari program yang dijalankan. Masyarakat Dara Ulin dan Cilebak sudah dilibatkan mulai dari awal proyek ini dibangun sampai dengan perawatannya. Untuk itu, pada penelitian ini, tingkat partisipasi akan diukur melalui 4 tahap partisipasi, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi dan monitoring. Serta memberikan gambaran sejauh mana partisipasi masyarakat pada setiap tahap nya di dua tempat penelitian.

Tahap perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap awal dari sebuah program. Perencanaan dimaksudkan untuk mendapatkan kesepakatan bersama mengenai keberlanjutan dari program. Pembuatan septic tank kolektif oleh komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) di wilayah Dara Ulin dan Cilebak dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan sanitasi yang baik dan higienis. WPL mengajak masyarakat di kedua wilayah untuk bersama membuat perencanaan bagi septic tank kolektif. Perencanaan dijalankan dengan membuat forum bersama masyarakat, mencari dana sampai penentuan keberlanjutan septic tank kolektif. Pada tahap ini akan menghasilkan usulan, ide, komentar dan akhirnya diambil sebuah keputusan bersama mengenai program.

Rencana pembangunan septic tank kolektif di Dara Ulin dan Cilebak diawali dengan kunjungan founder WPL, Pak Yoga tahun 2000 di wilayah tersebut. Beliau melihat fenomena yang memilukan ketika melihat sebagian masyarakat masih Buang Air Besar (BAB) di kebun atau sungai Citarum. Warga yang buang air besar di sungai bisa mencemari sungai Citarum. Mereka pun menggunakan air sungai yang sama untuk mandi, cuci bahkan memasak. Fakta lain yang masih terjadi adalah buruknya sistem sanitasi masyarakat. Banyak septic tank yang dibangun tidak memenuhi standar. Jarak septic tank yang hanya 3-4 meter dari sumber air membuat masyarakat seringkali mengalami gejala penyakit. Penyakit yang banyak menjangkit masyarakat adalah diare, muntaber dan sakit kepala. Alasan inilah yang menjadi dasar tercetusnya ide untuk membuat septic tank kolektif (pembuangan limbah bersama) yang nantinya akan menjadi tempat

pembuangan akhir limbah rumah tangga dan setiap rumah dapat memiliki kamar mandi dan sistem sanitasi yang sehat.

Pada tahun 2004, pembangunan awal septic tank pun dilaksanakan. Kapasitas pembuangan akhir ini mencapai 150 rumah. Septic tank ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan warga di RT 02, 03, 04 dan 06 di RW 06, kampung Dara Ulin, Desa Nanjung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga yang menikmati fasilitas ini awalnya hanya 60 rumah dengan 4 bak kontrol. Saat ini pengguna sudah mencapai 150 rumah dengan 20 buah bak kontrol yang masih dalam kondisi baik. Pada proses perencanaan komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat saling bertukar pikiran mengenai rencana pembangunan septic tank kolektif. Hasil rembug warga menghasilkan usulan berupa letak septic tank yang akan dibangun dan jalur pemipaan serta sistemnya.

Rencana pembangunan septic tank kolektif di wilayah Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar dimulai dengan adanya usulan Bapak Wawan untuk membangunkan septic tank kolektif di tahun 2002. Bapak Wawan dan Bapak Yoga mencari dana untuk pambangunan fasilitas kebersihan bagi warga RW 03. Pembangunan septic tank kolektif ini juga melibatkan warga setempat. Saat perencanaan ini juga dipilih ketua pengurus septic tank kolektif. Berbeda dengan warga di Dara Ulin,warga Cilebak sebagian besar sudah memiliki septic tank sendiri ditiap rumahnya. Pembangunan septic tank masyarakat masih tidak sesuai dengan standar, yaitu kurang dari 10 meter dari sumber air.

Tahap perencanaan bermula dari diadakannya rapat yang melibatkan seluruh masyarakat di dua wilayah penelitian. Hal ini dikarenakan kepengurusan septic tank akan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, komunitas WPL hanya sebagai fasilitator saja. Partisipasi masyarakat pada tahap ini menjadi sangat penting. Berikut akan dipaparkan data mengenai keterlibatan masyarakat pada tahap perencanaan di dua wilayah.

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat perencaaan di Kampung Dara Ulin dan Cilebak tahun 2014

Tingkat Perencanaan

Wilayah Dara Ulin Wilayah Cilebak Total

n % n % n %

Tinggi 13 43.3 2 7.4 15 26.3

Sedang 8 26.7 5 18.5 13 22.8

Rendah 9 30.0 20 74.1 29 50.9

Total 30 100 27 100 57 100.0

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa masyarakat di wilayah Dara Ulin lebih partisipatif dibandingkan dengan warga di di wilayah Cilebak pada tahap perencanaan. Terlihat bahwa 43.3 persen warga di Dara Ulin memiliki tingkat perencanaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan dibangunnya septic tank kolektif yang sangat tinggi. Banyak dari masyarakat yang masih menggunakan toilet umum untuk buang air besar, bahkan di RT 01 dan 05 masih ada warga yang belum memiliki toilet pribadi. Pembuangan limbah air juga 90 persen masyarakatnya masih menggunakan cublug dangkal selebihnya memiliki septic tank dengan kondisi yang sangat tidak layak, terlalu dekat sumber

air. Sebelum diadakannya rembug atau musyawarah dengan warga, komunitas WPL melakukan proses sosialisasi dan edukasi mengenai sistem sanitasi dan pentingnya memiliki sanitasi yang layak bagi masyarakat. Tujuannya agar masyarakat lebih memahami bahwa septic tank kolektif menjadi kebutuhan mereka. Ketika masyarakat merasa butuh, maka akan lebih mudah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan septic tank kolektif ini. Proses penyadaran inilah yang sebenarnya menjadi tujuan dari komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dalam menjalankan aktifitas penyelamatan sungai, seperti yang dituturkan oleh Bapak Yoga sebagai berikut :

“...Jadi prinsip saya software follow hardware. Masyarakat harus dibuat sadar terlebih dahulu, cara berfiikirnya dirubah. kalau fasilitas yang akan dibangun dirasa menjadi kebutuhan masyarakat,langkah selanjutnya, kita bangun fasilitasnya. Sehingga, akan lebih berguna dan masyarakat bersedia untuk mengurusinya..” (SY)

Lain hal dengan yang terjadi di Dara Ulin, masyarakat Cilebak 74.1 persen memiliki tingkat perencanaan yang rendah. Masih banyak masyarakat yang tidak terlibat dalam perencaaan. Struktur masyarakat di wilayah Cilebak sudah berubah. Saat ini banyak wilayah yang dihuni oleh pendatang baru. Pendatang baru yang di wilayah RW 03 hanya menggunakan septic tank kolektif tanpa tahu proses perencanaannya, sedangkan penghuni lama banyak yang pindah ke wilayah lain atau meninggal. Berikut penuturan ibu CC, istri dari mantan RW 03 yang mengatakan bahwa :

“..semua masyarakat sudah diundang, sedikit yang mau datang. Terlebih pendatang baru. mereka acuh, tidak peduli dengan kondisi sekitar. Saya dan bu Yenny saja yang mengurus program-program WPL..” (CC)

Saat ini, ada 27 pengguna/anggota septic tank kolektif di wilayah Cilebak, sebagian besar pendatang atau warga lama yang baru bergabung sebagai anggota/pengguna. Seluruh masyarakat mengetahui adanya pengumuman musyawarah, namun masih ada yang enggan datang karena merasa tidak butuh, selain alasan sibuk bekerja. Pendatang baru di wilayah tersebut mengaku hanya menggunakan saja dan tidak mengetahui proses awal pembuatan septic tank kolektif.

Pada tahap perencanaan, masyarakat dilibatkan untuk memberikan masukan selama musyawarah. Masyarakat diberikan kesempatan yang sama dalam menyampaikan segala usul, ide, sampai kritik sebelum pembanguan septic tank kolektif ini berlanjut. Masyarakat juga dilibatkan dalam penentuan jalur pemipaan, letak septic tank dan penentuan sistem septic tank kolektif yang akan dibangun.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut keterlibatan dalam rapat perencanaan pembangunan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014

Aktivitas dalam rapat

Wilayah Dara Ulin

Wilayah

Cilebak Total

n % n % N %

Hanya duduk saja 8 26.7 20 74.1 28 49.1

Memperhatikan jalan rapat namun tidak berpendapat

10 33.3 3 11.1 13 22.8 Memperhatikan, berpendapat

dan/atau bertanya selama rapat

12 40.0 4 14.8 16 28.1

Total 30 100.0 27 100.0 57 100.0

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa 40 persen masyarakat Dara Ulin dan 14.8 persen masyarakat Cilebak berani memberikan pendapat selama berjalannya rapat. Angka yang cukup tinggi di Dara Ulin memperlihatkan bahwa warga cukup aktif selama proses rapat berlangsung, sehingga banyak masukan dan ide yang munculnya dari masyarakat. Masyarakat Cilebak hanya ada 4 orang atau sebanyak 14.8 persen yang terlibat aktif selama rapat berlangsung. Mereka yang terlibat aktif memberikan pendapat biasanya dewan pengurus kampung atau seseorang yang telah terlebih dahulu ditunjuk sebagai kader komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL). Proses perencanaan pembangunan septic tank kolektif di wilayah Cilebak banyak mempertimbangkan keputusan dari petinggi atau pejabat wilayah. Hal ini terlihat dari penuturan salah satu responden (Yt 52) yang mengatakan bahwa mereka (masyarakat) hanya mengikuti keputusan yang WPL, kader dan pejabat kampung putuskan. Masyarakat Cilebak cenderung pasif menerima selama proses berjalannya rapat.

“..ibu mah tidak ikut bicara, ikut saja apa hasilnya..” (YT 52)

Pada tahap ini pula di adakan FGD (Focus Group Discussion) bersama masyarakat untuk membahas mengenai sistem septic tank kolektif, jalur pemipaan dan tempat peletakan septic tank. Masyarakat Dara Ulin memiliki gambaran peta jalur pemipaan yang dibuat langsung oleh masyarakat. komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) menjadi fasilitator dalam setiap FGD. Masyarakat yang menentukan dimana letak septic tank tersebut, sehingga banyak warga yang bisa menggunakan fasilitas tersebut.

Gambar 2 Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak, sistem dan jalur pemipaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa keterlibatan masyarakat dalam menentukan letak septic tank, sistem septic tank dan jalur pemipaan septic tank di wilayah Dara Ulin lebih tinggi dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat di wilayah Cilebak. Masyarakat yang dilibatkan dalam penentuan letak, jalur pipa dan sistem dari septic tank kolektif di Dara Ulin memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Cilebak.

Penentuan letak septic tank kolektif di wilayah Dara Ulin dengan mengajak berbagai lapisan masyarakat dalam sebuah forum musyawarah. Sebidang tanah milik salah satu warga dibeli oleh pihak WPL dan dijadikan sebagai pusat pembuangan limbah masyarakat Kampung Dara Ulin khususnya RW 06. Setiap anggota dan pengurus diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapat terkait letak septic tank kolektif. Letak tanah yang akan dibangun fisik septic tank kolektif merupakan tempat yang strategis, tidak terlalu jauh dan juga tidak di dekat pemukiman. Masyarakat Dara Ulin aktif dalam kegiatan ini, dibuktikan 63.3 persen responden selalu terlibat saat proses penentuan letak bangunan septic tank kolektif ini. Sistem dan jalur septic tank kolektif di Dara Ulin dilakukan bersamaan. Sistem penampungan dan bak kontrol disosialisasikan dari WPL, namun masyarakat masih diberikan kesempatan untuk berpendapat saat musyawarah. Penentuan jalur septic tank kolektif Dara Ulin dilaksanakan melalui FGD (Focus Group Discussion). FGD ini dilanjutkan dengan mengadakan transek partisipatif yang melibatkan perwakilan masyarakat tiap RT, tokoh masyarakat, pemuda dan kaum perempuan. Transek partisipatif ini dilakukan dengan tujuan memberikan jalur pipa yang sesuai dengan aksesibilitas warga yang lebih membutuhkan, kemudahan pemeliharaan dan kepemilikan lahan jalur pipa. Semua ini disepakati bersama masyarakat dan dikonsultasikan kepada ahli. Keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan jalur pipa di kampung Dara Ulin dapat dikatakan tinggi. Responden yang terlibat dalam proses penentuan jalur pipa sebanyak 56.7 persen.

Sama hal yang dilakukan dengan masyarakat Dara Ulin, anggota WPL juga melakukan transek partisipatif dan FGD dalam menentukan letak, sistem dan jalur pipa septic tank kolektif yang akan dibangun. WPL dan kelompok

masyarakat yang dipimpin pak Agus menggunakan metode yang sama dengan masyarakat Dara Ulin yang dipimpin oleh bapak Odik dalam proses penentuan letak, jalur dan sistem septic tank kolektif. Proses penentuan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Sebanyak 81.4 persen responden menyatakan tidak pernah terlibat dalam proses penentuan ketiga komponen tersebut. Hal ini dikarenakan 44.4 persen responden merupakan pendatang baru yang tinggal selama 1 sampai 10 tahun dan 33.3 persen anggota baru komunitas sebagai pengguna yang baru ikut bergabung selama 1 sampai 2 tahun. Anggota-anggota komunitas baru ini memang tidak pernah dilibatkan selama proses perencanaan. Rendahnya kohesivitas antar masyarakat menjadi alasan lainnya mengapa masyarakat sedikit yang terlibat dalam penentuan komponen septic tank ini. Responden menyebutkan bahwa seringkali masyarakat tidak peduli dengan kegiatan yang tidak menguntungkan mereka. Bapak WK selaku mantan RW mengakui bahwa masyarakat RW 03 memang kurang akrab satu sama lainnya. Tidak peduli dengan kondisi sekitar mereka, termasuk juga dengan kegiatan lingkungan. Ketiadaan sosok pemimpin masyarakat juga menjadi hal yang membuat masyarakat enggan berpartisipasi, tidak ada sosok yang memberikan teladan dalam setiap aktivitas komunitas.

“..dahulu saya masih bekerja, jadi tidak sempat untuk hadir. Lagipula masyarakat disini tidak peduli dengan sekitar” (NN 43)

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap dimana aktivitas atau program siap dijalankan. Tahap pelaksanaan program septic tank kolektif dilihat melalui keterlibatan masyarakat dalam mendaftarkan diri di program, aktif dalam pembangunan, pemberian sumbangan material, uang dan tenaga. Pada tahapan ini masyarakat juga turut dilibatkan dengan harapan masyarakat merasa memiliki septic tank kolektif tersebut. Menumbuhkan sense of belonging ini menjadi cara yang dilakukan komunitas WPL agar masyarakat dapat melanjutkan program septic tank kolektif ini dengan baik.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pelaksanaan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014

Tingkat Pelaksanaan

Wilayah Dara

Ulin Wilayah Cilebak Total

n % n % n %

Tinggi 26 86.7 12 44.4 38 66.7

Sedang 3 10.0 3 11.1 6 10.5

Rendah 1 3.3 12 44.4 13 22.8

Total 30 100.0 27 100.0 57 100.0

Berdasarkan Tabel 5 masyarakat wilayah Kampung Dara Ulin memiliki tingkat partisipasi tahap pelaksanaan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di wilayah Cilebak. Hal ini terlihat dari 86.7 persen responden di

wilayah Kampung Dara Ulin memiliki kategori tinggi pada tahap pelaksanaan, sedangkan hanya 44.4 persen responden di wilayah Kampung Cilebak yang memiliki kategori tinggi pada tahap pelaksanaan. Masyarakat Kampung Dara Ulin masih memiliki kekuatan gotong-royong yang tinggi dan sering melakukan aktivitas bersama. Salah satu aktivitas yang dilakukan bersama yaitu dalam pembangunan fasilitas septic tank kolektif. Warga bergotong-royong membantu dalam proses pembangunan sampai pemasangan jalur pipa bagi 60 pengguna pertama. Sebaliknya, yang terjadi dengan masyarakat Cilebak tidak demikian. Struktur masyarakat yang lebih heterogen dan kekotaan membuat masyarakat Kampung Cilebak tidak lagi memiliki kebiasaan gotong-royong sekuat masyarakat Dara Ulin.

Masyarakat di kedua wilayah juga memberikan sumbangan baik tenaga, uang dan material bangunan yang digunakan untuk keperluan septic tank kolektif ini. sumbangan ini diberikan selama proses pembangunan dan selama penggunaan septic tank kolektif.

Gambar 3 Persentase responden menurut keterlibatan dalam pelaksanaan program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa yang paling banyak diberikan oleh masyarakat adalah bantuan tenaga. Bantuan tenaga ini diberikan mulai dari pembangunan fisik septic tank kolektif di masing-masing wilayah. Sebanyak 93.3 persen responden di Kampung Dara Ulin memberikan sumbangan tenaga, 3.3 persen memberikan sumbangan bahan material dan 23.3 persen memberikan sumbangan uang. memberikan sumbangan tenaga bagi pelaksanaan program septic tank kolektif, sedangkan, 51.8 persen responden di Cilebak memberikan sumbangan tenaga, 7.4 persen memberikan bahan material dan 45.5 persen memberikan sumbangan uang.

Di Kampung Dara Ulin, masyarakat membangun septic tank kolektif secara bersama-sama, setiap masyarakat diminta ikut serta. Laki-laki melakukan pekerjaan bangunan, mulai dari mengangkat bahan material seperti batu bata

sampai menjadi “tukang”. Kaum wanita (ibu-ibu dan remaja wanita) membantu dalam bentuk yang lain. Mereka menyediakan sarapan, makan siang sampai menyediakan kudapan bagi para pekerja bangunan. Tidak menutup kemungkinan juga mereka membantu mengangkat-angkat batu dan membawakan ember semen. Selama waktu pembangunan, bapak Odik selaku ketua kelompok selalu mengundang seluruh masyarakat, baik secara personal maupun secara kolektif melalui microphone masjid. Ada rasa malu ketika tidak bisa memberikan bantuan. Warga yang sibuk bekerja, biasanya mengutus salah satu anggota keluarga untuk menggantikannya. Dikala hari libur, mereka pasti akan hadir di setiap kerja bakti atau gotong royong. Gotong-royong ini bukan hanya saat pembangunan fisik, namun juga saat terjadi kerusakan. Setiap kali ada kerusakan, masyarakat mengadukannya ke bapak Odik. Bapak Odik lalu akan melihat jenis kerusakannya dengan mengajak masyarakat setempat untuk berpartisipasi membantu, sehingga kerusakan bisa dengan cepat diselesaikan. Berikut penuturan ibu CU (40) dan pak UM (47) :

“..kalau ada kerusakan dibantu sama tetangga-tetangga untuk memperbaiki. Cepet selesai. Kalau tidak ya memberi tahu pak Odik saja..”(CU 40)

“..kalau bapak lagi tidak ada waktu dinas, bapak mau ikut, tidak enak dengan tetangga kalau tidak ikut membantu. Demi kebutuhan kita juga. Kalau rusak ya kita juga yang merasa tidak enak..” (UM 47)

Sama hal dengan masyarakat kampung Dara Ulin, masyarakat Kampung Cilebak juga membangun septic tank ini secara gotong royong. Masyarakat Kampung Cilebak tidak seaktif masyarakat di kampung Dara Ulin. Nilai kerjasama antar masyarakat tidak kuat lagi. Sistem denda diberlakukan bagi yang tidak mengikuti kerja bakti. Tujuan awal diberlakukan denda untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan lingkungan. Denda justru membuat masyarakat enggan berpartisipasi dan lebih suka membayar denda. Setiap kali terjadi kerusakan, masyarakat Kampung Cilebak diminta untuk kerja bakti memperbaiki saluran yang rusak. Sedikit masyarakat yang mau turun langsung. Penyebab utamanya adalah kesibukan mereka bekerja. Sehingga, mereka harus membayar denda sebesar 50 000 rupiah tiap kali tidak ikut kerja bakti.

Bahan material bagi pembangunan awal fisik septic tank kolektif diberikan langsung dari komunitas WPL. Bahan material ini dibeli dari uang sponsor yang didapatkan oleh komunitas WPL bagi terlaksananya kegiatan septic tank kolektif tersebut. Baik di Kampung Dara Ulin maupun Kampung Cilebak keduanya tidak banyak memberikan sumbangan material. Hanya 3.3 persen (Kampung Dara Ulin) dan 7.4 persen (Kampung Cilebak) yang memberikan sumbangan material. Pemberian sumbangan material ini diberikan masyarakat bagi perawatan septic tank saat ada kerusakan. Begitu pula dengan sumbangan uang. Modal awal pembangunan diberikan langsung dari sponsor yang diterima oleh komunitas WPL, sehingga masyarakat tidak perlu lagi memberikan sumbangan uang bagi pembangunan fisik septic tank kolektif. Hanya 23.3 persen responden Kampung Dara Ulin yang pernah memberikan sumbangan uang. Masyarakat Kampung Dara

Ulin mengeluarkan uang ketika memang terjadi kerusakan dan harus ada peralatan yang dibeli atau untuk membayar tukang sewaan. Uang yang diberikan bukan berupa uang rutin, tetapi uang “udunan” atau sumbangan dari warga yang salurannya rusak. Angka responden yang pernah memberikan sumbangan uang di Cilebak lebih besar, yaitu 45.5 persen. Masyarakat di Cilebak memberikan sumbangan uang berupa uang simpanan (kas) untuk menangani kerusakan saluran septic tank.

Sarana pengendalian organisasi menurut (Etzioni 1985) dibagi dalam tiga kategori analitik yaitu fisik, material dan simbolik. Sistem pengendalian yang terjadi di komunitas wilayah Hulu adalah simbolik. Penggunaan simbol-simbol sebagai sarana pengendalian disebut sebagai kekuatan normatif. Kekuatan normatif ini cenderung menimbulkan tanggung jawab pada anggota komunitas. Anggota komunitas di Hulu banyak patuh pada ketua kelompok dengan alasan moral. Adanya hukuman secara sosial membuat masyarakat tetap kompak dalam segala kegiatan komunitas, khususnya septic tank komunal. Lain hal yang terjadi di komunitas Tengah (Kampung Cilebak), sarana pengendaliannya dengan kekuatan utilitarian. Ganjaran tersebut dengan menggunakan barang dan jasa. Terlihat dari masyarakat Kampung Cilebak mengikuti kegiatan ketika mereka merasakan adanya keuntungan yang akan mereka terima.

Masyarakat Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak memiliki beberapa alasan untuk ikut terlibat dalam kegiatan WPL ini. Berikut pemaparan data nya :

Gambar 4 Persentase responden menurut alasan mengikuti aktivitas lingkungan dari WPL di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa warga Dara Ulin memiliki kesadaran diri yang tinggi untuk ikut terlibat dalam kegiatan septic tank ini. Terlihat dari angka 56.7 persen responden mengikuti kegiatan septictank (mulai dari pembangunan sampai perawatan) karena keinginan sendiri. Dibandingkan dengan Dara Ulin, warga Cilebak hanya 11.1 persen yang melakukan kegiatan WPL karena keinginan sendiri. Sebanyak 48.1 persen warga Cilebak yang mengikuti kegiatan karena adanya iming-iming upah. Berdasarkan jawaban salah

satu responden di Kampung Dara Ulin, mereka aktif dalam kegiatan salah satunya karena septic tank kebutuhan bersama, keuntungannya diterima bersama dan segala resikonya pun ditanggung bersama. Warga secara sadar akan ikut turut serta ketika ada kerusakan atau hal-hal berkaitan dengan aktivitas lingkungan dari WPL.

Sampai penelitian dilakukan, pengurus aktif septic tank kolektif Kampung Dara Ulin masih aktif dan anggota masyarakat turut merawat fasilitas septic tank kolektif. Septic tank kolektif di Cilebak tidak ada lagi pengurus yang aktif, sehingga partisipasi masyarakat juga minim, ditambah kesadaran masyarakat yang rendah. Masyarakat ikut serta dalam kegiatan karena adanya iming-iming uang cukup tinggi yaitu 48.1 persen. Hal ini dikarenakan uang denda (tidak ikut