• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM

PENGADAAN

SEPTIC TANK

KOLEKTIF DI WILAYAH DAS

CITARUM

RADHA SANTUNNIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(3)

ABSTRAK

RADHA SANTUNNIA. Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic Tank Kolektif di wilayah DAS Citarum. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif dua komunitas (Hulu dan Tengah). Penelitian ini juga akan melihat hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dibantu dengan data kualitatif. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner dan data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan tingkat partisipasi di kedua tempat penelitian. Wilayah Hulu tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi, sedangkan di Wilayah Tengah tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Wilayah Hulu, tingkat partisipasi berhubungan dengan lama bergabung dalam komunitas, jenis kelamin, peran pemimpin, hubungan dalam komunitas dan keteladanan pemimpin. Di wilayah Tengah, hanya faktor internal yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Faktor-faktor internal tersebut antara lain, usia, lama bergabung dalam komunitas dan tingkat pendidikan. Kata Kunci : Tingkat Partisipasi, Komunitas, DAS Citarum

ABSTRACT

RADHA SANTUNNIA. Community Participation in Program of Creating Collective Septic Tank at DAS Citarum Areas. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN.

The purpose of this research is to analyze the level of community participation in program of creating collective septic tank in two communities (Upper and Middle). This research will also see the relationship between internal and external factors to the level of community participation. This research was conducted using quantitative method assisted with qualitative data. Quantitative approach performed using questionnaire and qualitative data obtained through interviews with informants. The research's results showed differences in the level of participation in both research sites. In the upper region the community participation rate is high, while in the central region the rate is moderate. Upper region, the level of participation was affected by duration of joining the community, gender, the role of leaders, community relations and exemplary leader. In the Central region, only the internal factors that have a relationship with the level of community participation. Those internal factors are age, duration of joining the community and education level.

(4)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM

PENGADAAN

SEPTIC TANK

KOLEKTIF DI WILAYAH DAS

CITARUM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

RADHA SANTUNNIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum

Nama : Radha Santunnia

(6)
(7)

PRAKATA

Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT. Berkat rahmat, Hidayah dan Izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan laporan skripsi berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum” dengan baik.

Penulis menyadari dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis ingin memberikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, M.sc. Agr selaku dosen pembimbing. Terimakasih untuk segala nasihat, masukan dan arahannya bagi penulis selama proses penelitian.

2. Keluarga penulis Bapak Edi Susanto, Mama Sri Yatun, Adik Estoe Arif Wibowo dan Adik Annisa Asta Izah yang menjadi motivasi terbesar penulis dalam menjalani proses pendidikan ini. Terimakasih untuk waktu, kasih sayang, nasihat dan doa yang dipanjatkan bagi penulis.

3. Fady Noor Ilmi, Ipah, Garry, Bapak Yoga dan anggota Komunitas WPL yang membantu penulis dalam proses pengambilan data. Seluruh masyarakat Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak yang sudah menerima penulis dengan baik. 4. Keluarga besar KIR 27, Advokasi BEM TPB Madani, Sosling BEM FEMA

Trilogi, Sosling BEM FEMA Mozaik Tosca, INDEX 2014, dan Jejak Sepatu yang memberikan penulis banyak pengalaman, pelajaran hidup dan keluarga baru. 5. Fatimah Azzahra, Siska Erma Lia dan Akselerasi 48, sahabat seperjuangan di

tingkat akhir. Sahabat yang siap membantu, menampung keluh kesah dan kebahagiaan bersama.

6. Nihayatul F Alhasaniy, Dwi Setiyaningsih, Fitri Rabbani, Nanda Karlita, Afiefah M, Soraya F dan keluarga besar SKPM 48, teman yang selalu menemani penulis selama masa kuliah.

7. Fadila dan Kirana Fajar Rahmah terimakasih untuk setiap obrolan di dunia nyata dan maya. Teman diskusi yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Bogor, Januari 2015

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Teknik Pengumpulan Data 17

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

GAMBARAN UMUM 21

Desa Nanjung, Kampung Dara Ulin 21

Desa Rancamanyar, Kampung Cilebak 23

PROFIL KOMUNITAS WARGA PEDULI LINGKUNGAN 25

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF

33

Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan 33

Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan 38

Tingkat Partisipasi Tahap Pemanfaatan Hasil 42

Tingkat Partisipasi Tahap Evaluasi dan Monitoring 45 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di

Wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin)

47 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di

Wilayah Tengah (Kampung Cilebak)

51 ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL (KARAKTERISTIK

INDIVIDU) DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT

55 Hubungan Usia Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat 56 Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat 58 Hubungan Tingkat PendidikanTerhadap Tingkat Partisipasi

Masyarakat

60 Hubungan Tingkat Lama Bergabung Komunitas Terhadap Tingkat

Partisipasi Masyarakat

61 ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

(10)

kolektif

Keteladanan Pemimpin dalam Program Pengadaan Septic Tank kolektif

73

PENUTUP 75

Kesimpulan 75

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 79

(11)

DAFTAR TABEL

1 Metode pengumpulan data 18

2 Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa Nanjung

tahun 2011 22

3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat perencaaan di Kampung

Dara Ulin dan Cilebak tahun 2014 34

4 Jumlah dan persentase responden menurut keterlibatan dalam rapat

perencanaan pembangunan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan

Kampung Cilebak tahun 2014 36

5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pelaksanaan di Kampung

Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 38

6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi dan monitoring di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 45 7 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Kampung

Dara Ulin tahun 2014 48

8 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di wilayah

tengah (Kampung Cilebak) tahun 2014 51

9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi responden dan

usia di Kampung Dara Ulin tahun 2014 56

10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan

usia di Kampung Cilebak tahun 2014 57

11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin

di Kampung Dara Ulin tahun 2014 58

12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin

di Kampung Cilebak tahun 2014 59

13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan

tingkat pendidikan di Kampung Dara Ulin tahun 2014 60 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat

pendidikan di Kampung Cilebak tahun 2014 61

15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama

bergabung dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014 62 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama

bergabung dalam komunitas di Kampung Cilebak tahun 2014 63 17 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat peran

pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014 66

18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat

hubungan dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014 70 19 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 13

2 Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak, sistem dan jalur pemipaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung

Cilebak tahun 2014 37

3 Persentase responden menurut keterlibatan dalam pelaksanaan program septic

tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 39 4 Persentase responden menurut alasan mengikuti aktivitas lingkungan dari

WPL di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 41 5 Jumlah RT dalam penggunaan pembuangan limbah rumah tangga di Kampung

Dara Ulin tahun 2005 42

6 Persentase responden menurut penggunaan fasilitas septic tank komunal di

Kampung dara Ulin dan Cilebak 43

7 Jumlah responden berdasarkan kategori tingkat partisipasi masyarakat dalam aktivitas septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak

tahun 2014 47

8 Persentase persepsi responden menurut persepsi keberadaan sosok pemimpin di

Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 67

9 Persentase responden menurut persepsi peranan pemimpin program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 68 10 Persentase responden menurut masalah yang dirasakan dalam kelompok di

Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 71

11 Persentase responden menurut pendapatnya dalam kelompok di Kampung Dara

Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 71

12 Persentase responden menurut tingkat interaksi antar anggota di Kampung

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi 80

2 Tabel Pelaksanaan Penelitian tahun 2014-2015 81

3 Kuesioner Penelitian 82

4 Panduan Wawancara Mendalam 87

5 Kerangka Sampling dan Data Responden 89

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Paradigma pembangunan pada zaman orde baru menjunjung tinggi nilai-nilai sentralisasi. Pendekatan sentralistik yang digunakan seringkali dilandaskan kepada argumentasi seolah-olah ia merupakan konsekuensi dari sistem negara kesatuan (Haris et al. 2007) Sentralisasi mengutamakan penyeragaman program dan kebijakan daerah yang diatur langsung oleh pemerintah, sehingga menambah kuatnya ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Basri 2003). Sistem ini lama kelamaan membawa dampak yang kurang baik bagi masyarakat Indonesia. Terabaikannya pemikiran lokal dalam perencanaan kebijakan pemerintahan termasuk dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Puncaknya, inflasi dan krisis ekonomi akut yang dialami Indonesia disinyalir juga merupakan dampak dari sistem sentralisasi ini. Pemerintah pusat terlalu banyak mengurusi masalah daerah yang sebenarnya dapat diatasi oleh pemerintah daerahnya sendiri. Atas dasar inilah muncul UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah.

Munculnya UU Otonomi Daerah ini diharapkan mampu memberdayakan pemerintah daerah dalam mengurus wilayahnya sendiri. Pemerintah daerah dipandang sebagai pihak yang lebih mengetahui karakteristik dari masyarakat dan wilayahnya. Penyelesaian masalah yang terjadi dapat melalui pendekatan budaya yang dianut di tiap wilayah. Harapan indah otonomi daerah ternyata tak tampak pada sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada praktiknya, telah terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan DAS yang awalnya diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974 menjadi UU No. 22 Tahun 1999. Setelah implementasi otonomi daerah pengelolaan sumberdaya alam DAS dilakukan secara terfragmentasi. Masing-masing daerah mengelola sendiri sumberdaya alam (SDA) yang ada di daerahnya (Suwarno et al. 2011). Peraturan tersebut diperkuat dengan munculnya UU No. 32 Tahun 2009 pasal 13 ayat 3 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini menegaskan bahwa pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan dan peran masing-masing. Kecenderungan pemerintah daerah adalah berupaya menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan termasuk sumberdaya DAS. Pengelolaan DAS selama ini memperlihatkan bahwa lembaga pengelolaan DAS hanya bekerja pada batas administrasi tertentu. Penyimpangan ini terjadi karena lemahnya pengawasan terhadap kebijakan daerah yang awalnya berusaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Serta belum berfungsinya kelembagaan yang melakukan pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaannya. Regulasi dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berubah secara fundamental menyebabkan banyak permasalahan. Salah satunya adalah kerusakan dari sistem Daerah Aliran Sungai atau DAS.

(16)

alam adalah masalah klasik yang selalu menjadi wacana penting pengelolaan CPR (Dharmawan 2003). Konflik kepentingan inilah yang seringkali menjadi akar masalah dalam pengelolaan sumberdaya DAS. Hal tersebut menyebabkan kerusakan DAS. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, Indonesia. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 12 000 km2 meliputi 12 wilayah administrasi kabupaten/kota antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Cimahi1. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan PU.124/KPTS/1984 Tahun 1984 tanggal 4 April 1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas, DAS Citarum termasuk dalam 22 DAS prioritas di Indonesia.2 Urutan DAS disusun berdasarkan skoring seperti luasnya lahan yang kritis, tingginya erosi, sedimentasi, tekanan pertumbuhan penduduk, pengamatan bendungan vital, daerah miskin dan tertinggal, rawan banjir, daerah tangkapan air (DTA) bawah tanah, dan pengamanan hutan lindung. DAS Citarum masuk kedalam DAS golongan prioritas I, dimana kategori ini menunjukkan adanya desakan untuk segera mengadakan pengelolaan untuk keberlanjutan dari DAS. DAS Citarum merupakan DAS yang penting peranannya dalam kehidupan masyarakat. Sungai Citarum merupakan pasokan air bersih ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Sungai Citarum juga menjadi sumber pengairan bagi 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. Beberapa penelitian baik dari instansi pemerintahan maupun akademisi hasilnya mengindikasikan bahwa DAS Citarum mengalami keracunan limbah berat dan kualitas air memasuki kualitas IV atau hanya dapat digunakan untuk irigasi bukan air baku minum. Hal ini dikarenakan kontribusi terbesar dalam pembangunan Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan (60% berlokasi di Jawa Barat) yang akhirnya berimplikasi pada sistem hidrologi3.

Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya merupakan peran partisipatif dari berbagai pemangku kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pemangku kepentingan seharusnya menyadari betapa pentingnya peranan partisipasi masyarakat dalam sebuah kelembagaan pengelolaan DAS, mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan hingga pemungutan manfaat (Halimatusadiah 2011). Kondisi sungai Citarum yang semakin parah ternyata membangun pemikiran warga Citarum yang ingin menyelamatkan kondisi Citarum. Warga Peduli Lingkungan (WPL) merupakan komunitas yang

1

Artikel di Citarum.org berjudul “Fakta Tentang Citarum” diakses pada 6 Juni 2014 pukul 22.51 di http://www.citarum.org/node/193

2

Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan

PU.124/KPTS/1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka

Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas diakses pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 22.56 di www.hukumonline.com

3 Artikel di Citarum.org berjudul “Kondisi Sungai Citarum Saat Ini” diakses pada 6

Juni 2014 pukul 23.00 di

(17)

berusaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan membangun kesadaran serta inisiatif lokal untuk memerangi polusi sungai yang diakibatkan oleh perilaku buruk masyarakat. Septic tank kolektif merupakan salah satu program yang di inisiasi oleh komunitas WPL bagi masyarakat bantaran sungai Citarum. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem sanitasi yang baik. Masyarakat masih banyak yang belum memiliki MCK. Mereka Buang Air Besar (BAB) di kebun bahkan di sungai. Kegiatan ini memperburuk kondisi dan kualitas air sungai Citarum. Mereka pun tahu, Sungai Citarum sebagai sumber air mereka sehari-hari. Ironisnya, warga mengkonsumsi air tercemar tersebut sehingga menimbulkan berbagai jenis penyakit. Keberhasilan program penyelamatan sungai ditentukan oleh partisipasi aktif dari masyarakat sekitar untuk mempertahankan keberadaan dan kebermanfaatan dari program penyelamatan sungai. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai

Partisipasi Masyarakat dalam Aktivitas Penyelamatan Lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Masalah Penelitian

Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah membuat sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi terfragmentasi berdasarkan wilayah administratif. Slogan“One river, one plan, one

management” dalam kelembagaan pengelolaan DAS tidak berjalan dengan baik.

Peran strategis pemerintah daerah dalam mengendalikan pengelolaan DAS untuk menjaga keseimbangan ekologisnya ternyata tidak berdampak banyak. Pemerintah daerah justru menjadikan wilayah DAS sebagai ladang untuk meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) dan terkesan melupakan kebutuhan ekologis. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan kondisi DAS dari kerusakan lingkungan yang semakin hari justru semakin sulit diatasi (Fauzia dan Nasyiah 2005). Program yang dijalankan seringkali mempertajam konflik sosial antar stakeholder terkait.

Masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam sistem pengelolaan DAS juga memiliki peranan penting. Partisipasi aktif masyarakat menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan aktivitas penyelamatan sungai yang dilihat melalui keberlanjutan sistem DAS. Penelitian Hidayat (2010) menunjukkan bahwa pengelolaan DAS terpadu membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang tinggal di wilayah DAS. Masyarakat harus terlibat mulai dari sesi perencanaan sampai pada evaluasi dan monitoring. Peran pemangku kepentingan menjadi hal yang sangat strategis karena pengelolaan DAS sangat bergantung pada individu/kelompok/organisasi/kelembagaan yang mengelolanya (Halimatusadiah 2011).

Terbentuknya komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) lingkup DAS Citarum merupakan inisiatif dari salah satu masyarakat yang tinggal di wilayah DAS Citarum. Aktivitas dari komunitas ini adalah penyadaran kepada masyarakat dan menjaga kelestarian sungai Citarum. Dalam pelaksanaan aktivitas penyelamatan sungai sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat sebab masyarakatlah yang hidup dekat dengan sungai. Program pengadaan septic tank

(18)

serta membangun kesadaran kritis dari masyarakat. Melalui program ini, diharapkan masyarakat dapat menyadari pentingnya memiliki sistem sanitasi yang higienis. Program pengadaan septic tank kolektif juga sebagai upaya menghentikan kebiasaan buruk masyarakat Buang Air Besar (BAB) di sungai. Tujuan ini tidak akan terwujud tanpa melibatkan peran penting masyarakat. Pengadaan septic tank kolektif dilaksanakan di dua tempat berbeda. Kedua wilayah ini memiliki struktur sosial dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Kondisi tersebut memungkinkan adanya perbedaan partisipasi masyarakat dalam program tersebut. Penting bagi komunitas WPL mengetahui kondisi masyarakat dan berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan program

septic tank kolektif ini.

Penulis bermaksud meneliti keterlibatan masyarakat dalam program inisiasi komunitas WPL dalam hal:

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan

septic tank kolektif di kedua komunitas?

2. Bagaimana hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic

tank kolektif di kedua komunitas?

3. Bagaimana hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas dilihat melalui empat tahapan partisipasi.

2. Menganalisis hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank di kedua komunitas.

3. Menganalisis hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik terkait.

(19)

mampu memberikan inspirasi bagi terbentuknya komunitas peduli DAS di wilayah lainnya.

(20)
(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut dan ke danau (Effendi 2008). Batas suatu DAS tidak hanya batas di permukaan tanah saja tetapi juga terdapat batas didalam tanah, dimana batas keduanya tidak selalu bersesuaian. Batas di dalam tanah (dibawah permukaan tanah) relatif lebih sulit ditetapkan dan cenderung bersifat dinamis, sehingga dalam kegiatan praktis, batas suatu DAS haya menggunakan batas di permukaan tanah, yang bersifat definitif untuk aliran permukaan dan bersifat indikatif untuk aliran di dalam tanah.

Secara institusional Kartodihadjo et al. (2004) mendefinisikan DAS sebagai sumberdaya alam berupa stock dalam ragam kepemilikan dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan/atau kelompok, masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan saling ketergantungan atau interdependensi antar pihak, individu dan/atau kelompok masyarakat serta antar lembaga. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan/ institutional arrangement (Suharno 2005).

Berdasarkan pengertian para ahli, dapat dikatakan pula bahwa DAS merupakan suatu cakupan wilayah dimana air hujan yang jatuh diwilayah tesebut akan mengalir ke area sungai. DAS merupakan suatu keutuhan dari berbagai wilayah administratif yang dalam penanganannya tidak bisa dipisahkan secara bagian sektor, harus menjadi satu kesatuan.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

(22)

melestarikan serta mempertahankan keberadaan sumberdaya DAS yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, politik dan kebudayaan setempat.

Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya-upaya pokok berikut :

1. Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas.

2. Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air.

3. Pengelolaa vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria1 lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.

4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.

Bentuk pengelolaan daerah aliran sungai di berbagai wilayah juga beragam. Pada penelitian Sumarna et al. (2010), masyarakat Kampung Kuta memanfaatkan kearifan lokal yang mereka miliki untuk melakukan pengelolaan sumberdaya airnya. Upaya masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian dari air mereka dengan melakukan konservasi hutan dan pengendalian daya rusak air. Kearifan lokal yang diterapkan dalam masyarakat Kuta sangat berhasil dalam menjaga kelestarian sumberdaya air di wilayah Kuta, lain halnya dengan yang terjadi di Danau Tondano, masyarakat Danau Tondano melakukan pengelolaan DAS melalui pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS. Pada penelitian Umboh dan Pangemanan (2002) dikatakan bahwa riset ini dilakukan dengan action research terhadap penerapan pupuk organik EM-plus yang berfokus pada peran perempuan sebagai penggerak utama. Perempuan sebagai fokus dalam penlitian ini diberikan pelatihan dan pendidikan tentang pupuk ramah lingkungan. Perempuan yang diberikan pendidikan merasa statusnya lebih tinggi dari sebelumnya.

Nasdian (2005) menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan DAS meliputi : (1) terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari; (2) tercapainya keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; (3) terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun; (4) mengendalikan aliran permukaan banjir; dan (5) mengendalikan erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya. Kartodihardjo et al. (2004) mengatakan, pengelolaan DAS dikatakan telah efektif jika tujuan manajemen dapat dicapai bersamaan dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat penghuninya. Keberhasilan pengelolaan DAS akan lebih mudah jika :

1. Sumberdaya di dalam DAS menghasilkan manfaat yang besar.

2. Peluang pendapatan masyarakat lokal sejalan dengan aktivitas rehabilitas DAS

3. Hak atas lahan (tenureship) jelas, terjamin dan terdistribusi dengan adil 4. Ada insentif bagi mereka yang bersedia mengorbankan manfaat jangka

pendeknya (manfaat individu) untuk memperoleh manfaat jangka panjang (manfaat sosial) dan

(23)

Upaya Penyelamatan wilayah DAS

Kualitas Lingkungan hidup sangat bergantung dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. lingkungan yang baik akan menciptakan daya dukung lingkungan yang mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Hardoyono 2009). Hardoyono (2009) menilai bahwa selama ini proses pembangunan manusia lebih banyak ditujukan bagi pembangunan fisik dan ekonomi, dan kegiatan pembangunan tersebut seringkali menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup. Alokasi anggaran pemerintah dalam upaya penyelamatan kualitas lingkungan hidup sangatlah minim, sedangkan seluruh dunia kini mengalami masalah yang sama dengan bumi yang ditempatkan saat ini. Bencana, wabah penyakit, penurunan kuantitas lahan hijau sampai pada global warming issues. Masalah ini pun yang terlihat dalam skala wilayah yang spesifik seperti DAS. Wilayah DAS kini banyak dijadikan lahan pembangunan ekonomi. Berkembangnya industrialisasi di wilayah hulu menjadi bencana di wilayah hilir. Suganda et al. (2009) menyebutkan bencana yang banyak terjadi di wilayah hulu adalah erosi, tanah longsor dan sedimentasi. Bencana ini terjadi karena salah satu sebab adanya eksploitasi negatif lingkungan seperti pembangunan pemukiman seperti halnya yang terjadi di wilayah situ Gintung.

Menanggapi masalah lingkungan yang banyak terjadi khususnya di wilayah DAS, saat ini banyak aksi kemasyarakatan yang mengusung tema-tema penyelamatan sungai. Upaya penyelamatan sungai menjadi titik balik dalam pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan tiga aspek penting, yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial (Suganda et al. 2009). Nasdian (2005) menerangkan lebih lanjut bahwa prinsip keberlanjutan (sustainability) menjadi acuan dalam pengelolaan DAS, yakni fungsi ekologis, ekonomi dan sosial budaya dapat terjamin dan berimbang di berbagai sumberdaya DAS. Hasil penelitian Yunus dan Dharmawan (2005), dalam pelaksanaan pengelolaan DAS Citanduy, ada prasayarat yang harus dipenuhi untuk pengelolaan DAS berkelanjutan antara lain :

1. Secara sosial, masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS perlu diperhatikan agar tujuan sosial mereka tercapai bersamaan dengan tercapainya kelestarian lingkungan. Pemberdayaan bagi masyarakat sangat diperlukan bagi keberlanjutan dari sistem DAS. Apabila tidak, maka akan berpengaruh pada kemiskinan dan keberhasilan jangka panjang program pengelolaan DAS yang direncanakan.

(24)

Sistem pengelolaan DAS sedikit yang berhasil dalam ketiga fungsi DAS tersebut. Pada penelitian Suganda et al. (2009) terlihat adanya ketidakseimbangan ketiga fungsi dalam sistem pengelolaan DAS Ciliwung. Hal ini terlihat dari bagaimana pemerintah daerah memegang peranan penting dalam pengelolaan ini justru merusak DAS Ciliwung, dengan adanya UU tentang otonomi daerah, pemerintah daerah lebih mementingkan keberlanjutan perekonomian daerah, tanpa memikirkan dampak ekologi dan sosial yang terjadi akibat kebijakan tersebut. Begitu pula yang banyak terjadi di hulu sungai ciliwung di wilayah Puncak Bogor. Pemerintah daerah mengubah wilayah yang seharusnya menjadi konservasi ke perumahan atau villa besar demi menambah pendapatan daerah. Akibatnya, ruang serap air di puncak menjadi berkurang. Akibat dari berkurangnya ruang vegetasi di puncak tidak berakibat langsung di daerah hulu, tetapi ke daerah hilir. Banjir di Jakarta tiap kali Bogor diguyur hujan menjadi indikator dalam menilai kegagalan sistem pengelolaan di DAS Ciliwung. Studi lain di dua negara besar China dan Denmark memperlihatkan hasil bahwa pertumbuhan penduduk dan sistem regulasi menjadi faktor yang juga berpengaruh terhadap rusaknya sungai atau sumberdaya air lainnya. Pertumbuhan penduduk akan dibarengi dengan menjamurnya industri dan perkembangan teknologi dan limbah industri menjadi penyumbang kerusakan sungai (Su Liya et al. 2010). Kerusakan sungai tidak juga mampu dicegah dengan adanya regulasi yang jelas terkait perlindungan sumberdaya air dan sungai di kedua negara.

Aktivitas penyelamatan wilayah DAS sangat beragam. Penelitian Sumarna (2010) menjelaskan aturan adat sebagai upaya masyarakat dalam menjaga kualitas air di Kampung Kuta ternyata sangat efektif. Masyarakat Kampung Kuta memegang teguh aturan adat demi menjaga kelestarian sumberdaya air yang mereka miliki. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembentukan kelompok/komunitas atau bahkan kelembagaan lokal kemasayarakatan bisa menjadi arena dalam upaya penyelamatan sungai. Organisasi Islam di Jawa Barat menggunakan unsur dakwah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pengelolaan air bersih. Ormas ini banyak memberikan penyuluhan serta praktek praktis pengelolaan air bersih yang sudah dijadwalkan secara rutin dalam agenda lembaga islam perempuan tersebut (Suprihatin dan Fauziah 2010). Pemanfaatan sisi feminis juga digunakan dalam aksi pengelolaan pupuk organik di Danau Tondano. Mereka mulai kampanye, praktek dan pencerdasan kepada masyarakat untuk menggunakan pupuk organik supaya tidak merusak lingkungan di Danau Tondano.

Forum komunikasi DAS Citarum merangkum kegiatan mereka selama tahun 2013. Aktivitas rutin seperti minggu bersih, penanaman pohon, susur sungai, diskusi lingkungan hidup, advokasi kepada stakeholder terkait,serta perkumpulan komunitas.4 Tak ubahnnya komunitas lainnya, komunitas pecinta Ciliwung (KPC) yang terbagi dalam segmen aliran DAS juga melakukan upaya penyelamatan lingkungan. kegiatan di Hulu dengan penanaman lahan kosong dengan tanamanan sayuran, obat-obatan dan pohon berbuah besar. Lain dengan komunitas di Cawang yang mengolah pupuk kompos dari sampah organik dan

4

(25)

melakukan penanaman di bantaran sungai. Komunitas lain di wilayah Lenteng Agung tak mau kalah dengan aksi bank sampahnya dalam menjaga pembuangan sampah ke sungai.5

Konsep Partisipasi

Menurut Kumar (2002) yang dikutip oleh Prabawaputra (2009) partisipasi adalah sebuah proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan memberikan kontribusi secara sukarela dalam program masyarakat yang ditujukan untuk pembangunan nasional. Menurut Pretty et al. (1995) seperti dikutip oleh Prabawaputra (2009) dalam pandangannya tentang partisipasi merupakan proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan memengaruhi dan memegang kendali atas kebijakan pembangunan, keputusan, dan sumberdaya yang memengaruhi mereka.

Uphoff et al. (1979) membagi partisipasi menjadi 4 kategori, yaitu : 1. Partisipasi dalam membuat keputusan : Secara lebih spesifik, partisipasi ini

melihat peran masyarakat dalam memberikan keseluruhan ide, formulasi pilihan, evaluasi pilihan dan membuat keputusan atas pilihan-pilihan tersebut. Melihat strategi yang terbaik untuk mengambil keputusan dan melihat dampak dari keputusan tersebut

2. Partisipasi dalam pengambilan keuntungan : Partisipasi ini melihat bagaimana sebuah program memberikan keuntungan bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga jenis keuntungan yaitu, keuntungan materi, sosial dan pribadi. Partisipasi ini relatif pasif, namun inilah tujuan yang diinginkan dari adanya sebuah program. 3. Partisipasi dalam implementasi : Partisipasi ini dapat dilihat dari keterlibatan masayarakat dalam memberikan sumbangan sumberdaya, administrasi dan koordinasi serta pendataan aktivitas program.

4. Partisipasi dalam evaluasi : Partisipasi ini berupa penilaian terkait pencapain program, serta memberikan masukan dan arahan bagi program agar lebih berkembang.

Astuti (2011) dalam penelitiannya, melihat partisipasi menjadi empat kategori, yaitu :

1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini berhubungan langsung dengan peran masyarakat dalam memberikan ide atau gagasan untuk memperoleh keputusan bagi kepentingan bersama. Partisipasi ini ditandai dengan aktifnya dalam kehadiran rapat, diskusi, menyumbang ide/gagasan, serta menyampaikan aspirasinya dalam menolak dan menerima pendapat orang lain dalam forum.

2. Partsipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi pada kategori ini meliputi penggerakan sumber dana, kegiatan administratif, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi ini merupakan kelanjutan dari partisipasi perencanaan yang telah digagas sebelumnya.

5 Artikel di buletin.teaterkinasih.org “Mat Peci, Selamatkan Ciliwung Untuk Masa Depan”

(26)

3. Partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak terlepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas.

4. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi ini ditandai dengan pengetahuan mengenai ketercapaian program yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Salampesy et al. (2009) mengidentifikasi pastisipasi masyarakat dalam 4 kategori, antara lain :

1. Perencanaan : partisipasi di wilayah perencanaan dapat terlihat dari proses keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan survey, pemberian informasi sampai pada pengajuan usul dan saran

2. Pelaksanaan : partisipasi ada kategori ini dapat dinilai berdasar keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan. Masyarakat mampu memberikan sumbangan tenaga, sumbangan pikiran dan sumbangan materi.

3. Penerimaan manfaat : pada bagian ini, masyarakat daat menikmati hasil kegiatanan. Dalam penelitiannya di Hutan Lindung Gunung Nona, dilihat melalui peningkatan pendapatan, manfaat hutan dan ketergantungan terhada hutan.

4. Monitoring dan evaluasi : fase ini sudah melibatkan masyarakat dalam mengawasi kegiatan ini. seperti, monitoring hutan limdung, mengawasi hutan lindung dan mengevaluasi hutan lindung.

(27)

Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan aksi penyelamatan sungai merupakan hasil kolaborasi antar stakeholder yang terlibat. Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) adalah kelompok masyarakat yang peduli dengan kondisi DAS Citarum dan berusaha mengurangi dampak kerusakan DAS Citarum. Kegiatan utama dari kegiatan WPL adalah mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga sungai dan penyadaran akan kepentingan menjaga kondisi sungai. Keberhasilan dari komunitas WPL tidak terlepas dari partisipasi masyarakat sebagai stakeholder yang berinteraksi dengan sungai. Partisipasi masyarakat dapat dipengaruhi dari faktor pribadi dan faktor komunitas. Faktor internal terdiri tingkat pendidikan, lama tinggal, tingkat pendapatan, jenis kelamin dan curahan waktu luang. Faktor eksternal terdiri dari komunikasi dalam komunitas, hubungan dalam komunitas dan peran tokoh pemimpin.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

KETERANGAN :

: Memiliki hubungan

Tingkat Perencanaan (Y1.1)

Tingkat Pelaksanaan (Y1.2)

Tingkat Pemanfaatan Hasil (Y1.3)

Tingkat Evaluasi dan monitoring (Y1.4)

Tingkat Partisipasi dalam penyelamatan DAS (Y1)

1. Usia (X1.1)

2. Jenis Kelamin (X1.2)

3. Tingkat Curahan Waktu Luang (X1.3)

4. Tingkat kesehatan (X1.4)

5. Tingkat Lama Tinggal (X1.5)

6. Tingkat Pendidikan (X1.6)

7. Tingkat Lama bergabung dalam komunitas (X1.7)

Faktor eksternal (komunitas) (X2)

1. Tingkat peran pemimpin (X2.1)

2. Tingkat hubungan dalam komunitas (X2.2)

3. Tingkat interaksi antar anggota (X2.3)

4. Tingkat keteladanan pemimpin (X2.4)

Faktor internal (karakteristik pribadi) (X1)

(28)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik individu) dengan tingkat partisipasi.

2. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik individu) dengan tingkat partisipasi.

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1.Tingkat partisipasi masyarakat : Keterlibatan masyarakat dalam ativitas

komunitas dalam upaya pengadaan program septic tank kolektif. Keterlibatan ini dinilai melalui tahap perencanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Indikator berupa partisipasi tinggi (10-12 poin), partisipasi sedang (7-9 poin), partisipasi rendah (4-6 poin). Data yang diambil data ordinal.

2.Tingkat perencanaan : Keterlibatan masyarakat dalam merancang program septic tank kolektif. Kegiatannya meliputi menentukan letak, jalur pemipaan dan sistem dari septic tank kolektif. Hal ini diukur dari intensitas kehadiran rapat, sumbangan ide/gagasan, keaktifan mengajukan pertanyaan, keterlibatan dalam rapat serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi tinggi (24-30 poin), partisipasi sedang (17-23 poin), partisipasi rendah (10-16 poin). Data yang diambil data ordinal.

3.Tingkat Pelaksanaan : Keterlibatan masyarakat pada pelaksanaan program/aktivitas septic tank kolektif. Hal ini diukur berdasarkan keikutsertaan dalam program, sumbangan tenaga, sumbangan bahan material serta sumbangan dana. Indikator berupa partisipasi tinggi (13-16 poin), partisipasi sedang (10-12 poin), partisipasi rendah (7-9 poin). Jenis data yang diambil adalah ordinal.

4.Tingkat Pemanfaatan Hasil : Keterlibatan masyarakat dalam menerima manfaat program pengadaan septic tank kolektif. Hal ini diukur mulai dari akses penggunaan dan menerima manfaat adanya program. Indikatornya dibedakan dalam partisipasi tinggi (6 poin), partisipasi sedang (5 poin), partisipasi rendah (3-4 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal.

5.Fase Evaluasi dan monitoring : Keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi dan memantau kegiatan penyelamatan sungai. Hal ini diukur berdasarkan kehadiran dalam rapat evaluasi dan penyampaian ide untuk mengadakan aktivitas yang lebih baik lagi. Selain itu, partisipasi ini juga diukur melalui sejauh mana masyarakat terlibat dalam memantau kegiatan dan memelihara fasilitas yang telah dimiliki. Indikatornya dibedakan dalam partisipasi tinggi (8-10 poin), partisipasi sedang (6-7 poin), partisipasi rendah (4-5 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal.

(29)

7. Jenis kelamin : pembeda masyarakat segi biologis. Indikatornya adalah laki-laki dan perempuan. Jenis data yang diambil data nominal.

8. Lama pendidikan : Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh. Jenis data yang diambil adalah rasio. Diukur melalui lama responden menempuh masa pendidikan.

9. Lama tinggal : jumlah tahun lama responden menetap di wilayah DAS Citarum sampai penelitian dilaksanakan. Jenis data yang diambil adalah rasio.

10.Tingkat kesehatan : kondisi kesehatan jasmani masyarakat yang mendukung aktivitas mereka. Jenis data berupa data interval.

11.Curahan waktu luang : proporsi waktu yang dimiliki responden untuk melakukan aktivitas diluar kebiasaan sehari-hari. Jenis data adalah rasio. 12.Tingkat interaksi antar anggota : tingkat interaksi responden dengan

komunitas atau anggota kelompok lain dan informasi yang didapatkan dari responden. kategori tinggi (6 poin), sedang (5 poin) dan rendah (3-4). Jenis data yang diambil ordinal.

13.Kontak hubungan dalam komunitas : keharmonisan responden dengan anggota kelompok lain. Dinilai melalui konflik yang muncul dan penyebaran informasi yang merata. Kategori tinggi (10-12 poin ), sedang (9 poin) dan rendah (6-8 poin). Jenis data yang diambil adalah ordinal.

14.Tingkat peran pemimpin : kehadiran tokoh pemimpin yang dirasakan responden dalam mengingatkan dan mengajak responden dalam berpartisipasi di aktivitas pengadaan septic tank kolektif. Peran tinggi (10-12 poin), peran sedang (9 poin), peran rendah (6-8 poin)

(30)
(31)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Dara Ulin, Desa Nanjung dan Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja. Kedua lokasi merupakan Desa binaan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) yang menjalankan program pengadaan septic tank kolektif. Lokasi penelitian berada di dua sektor sungai yang berbeda. Kampung Dara Ulin merupakan bagian Hulu dari Sub DAS Cikapundung (DAS Citarum), sedangkan Kampung Cilebak masuk pada bagian Tengah Sub DAS yang sama. Pemilihan lokasi ini didasari dari perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur sosial. Peneliti melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur melalui internet. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian sekitar 6 bulan (Lampiran 2).

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian adalah metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan penelitian yang dilakukan di wilayah Hulu adalah survei dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul data (Singarimbun dan Efendi 2008) (Lampiran 3). Sedangkan di wilayah Tengah menggunakan pendekatan sensus karena responden merupakan populasi. Pengumpulan data secara kualitatif menggunakan pendekatan wawancara mendalam terhadap informan (Lampiran 4). Pendekatan lain yang digunakan adalah observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi serta mengkaji dokumen Komunitas WPL seperti baseline program septic tank kolektif di kedua wilayah.

(32)

Tabel 1 Metode pengumpulan data Teknik

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan

Kuesioner 1. Karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan,lama tinggal)

1. Apa saja aktivitas komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL)

2. Bagaimana pengaruh keberadaan komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dan program septic tank kolektif terhadap kondisi masyarakat

3. Sejarah terbentuknya komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dan program septic tank kolektif 4. Bagaimana ciri orang yang berpartisipasi aktif dalam

kegiatan WPL dan alasannya

5. Peran WPL dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan septic tank kolektif

Observasi Lapang

1. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari 2. Aktivitas penyelamatan sungai yang dilakukan

komunitas dan masyarakat Analisis

Dokumen

1. Baseline program septic tank kolektif di wilayah Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(33)
(34)
(35)

GAMBARAN UMUM WILAYAH Desa Nanjung, Kampung Dara Ulin

Desa Nanjung terletak di kecamatan Margaasih kabupaten Bandung Jawa Barat. Desa ini masuk kedalam wilayah Hulu sungai Citarum pada Sub DAS Cikapundung. Desa Nanjung memiliki luas wilayah 319.828 Ha dengan 34 493.5 Ha menjadi wilayah pemukiman. Desa Batas wilayah Desa Nanjung disebelah Utara berbatasan dengan Desa Margaasih. Sebelah Timur dengan Desa Mekar Rahayu atau Desa Cigondewah Hilir, sebelah Barat dengan Desa Jelegong dan sebelah Selatan dengan Desa Gajah Mekar. Jarak tempuh dari pusat pemerintahan kecamatan hanya sejauh 3 km. Desa Nanjung terbagi menjadi 3 Dusun, 6 Kampung, 13 Rukun Warga (RW) dan 73 Rukun Tetangga (RT). Kampung ini dibagi berdasarkan cakupan Rukun Warga (RW) yang ada di Desa Nanjung. Luas persawahan di Desa Nanjung seluas 20 696.1 Ha atau berkisar 30% dari luas wilayah yang ada. Berdasarkan informasi yg diperoleh di lapang 85% luas persawahan yang ada sudah dimiliki oleh orang-orang diluar Desa Nanjung. Biasanya dipakai menjadi kepemilikan pabrik atau biasa disebut sebagai “tanah petrik”. Kampung Dara Ulin merupakan salah satu kampung yang masuk ke wilayah Desa Nanjung. Kampung Dara Ulin meliputi wilayah RW 06 dan 07. Kampung Dara Ulin berada di wilayah yang dikelilingi oleh aliran sungai Citarum lama dan Citarum baru. Kampung Dara Ulin sebagian wilayahnya sudah menjadi lahan pemukiman penduduk. Sedikit yang masih menjadi lahan pertanian. Masyarakat memanfaatkan jembatan gantung sebagai akses mereka menuju wilayah lain. Akses menuju Kampung Dara Ulin tidak terlalu baik. Jalanannya banyak yang sudah rusak dan sulit dilalui.

(36)

Tabel 2 Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa Nanjung tahun 2011

Rukun Warga (RW)

Laki-laki Perempuan Jumlah KK Jumlah

penduduk %

Sumber : Buku potensi dan perkembangan Desa Nanjung (2011)

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Buku Potensi dan Perkembangan Desa Nanjung Tahun 2011 jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah RW.01. Penduduk terbanyak berada di Kampung Jati yang meliputi 4 RW, yaitu RW 01, 02, 11 dan 12. Kampung Dara Ulin yang mencakup RW 06 dan 07 memiliki 889 KK. Kampung Dara Ulin termasuk kedalam wilayah yang pada penduduk. Penduduk Kampung Dara Ulin sebagian besar beragama islam. Kampung Dara Ulin banyak dihuni oleh penduduk asli. Banyak dari penduduk yang lahir dan besar diwilayah tersebut. Antar tetangga masih memiliki ikatan keluarga.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Nanjung masih tergolong sedang. Data yang diambil dari Buku Potensi dan Perkembangan Desa Nanjung tahun 2008, penduduk Desa Nanjung 19,67 persen merupakan tamaran SLTP/SMP sederajat. Penduduk dengan pendidikan di tamatan SD sebanyak 12,19 persen dan 15,11 persen penduduk tidak tamat SD. Hanya sebagian kecil penduduk yang menikmati pendidikan di SLTA/SMA sederajat (12,85%) dan pendidikan tinggi (11,1%). Pendidikan di masyarakat Kampung Dara Ulin masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk hanya menyelesaikan pendidikan mereka di tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR). Masyarakat yang terpaksa hanya berpendidikan rendah karena tidak memiliki biaya. Mereka banyak yang menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan yang jauh lebih tinggi, bahkan sampai merantau. Pendidikan disini masih dianggap sebagai warisan yang penting bagi anak-anaknya.

(37)

tani biasanya menggarap lahan milik orang lain. Kepemilikan lahan di wilayah Desa Nanjung sudah banyak dimiliki oleh orang di luar Desa Nanjung. Kampung Dara Ulin merupakan sentra pembuatan topi. Penduduk Kampung Dara Ulin sudah sedikit yang bertani atau menjadi buruh tani. Ada juga buruh tani yang hanya bekerja musiman. Mereka yang hanya mengambil sisa-sisa panen yang ada disawah lalu dijual atau dimakan sendiri. Sebagian besar dari buruh tani di Kampung Dara Ulin masih menggarap lahan orang lain yang bagi hasilnya beragam. Sebagian besar penduduk Kampung Dara Ulin bekerja sebagai buruh, salah satunya buruh pabrik pembuatan topi. Penduduk RW 06 khususnya, banyak yang bekerja menjadi buruh lepas, seperti buruh bangunan. Penduduk Kampung Dara Ulin pun banyak yang memilih untuk bekerja lepas waktu, seperti wiraswasta. Usaha yang dijalankan beragam. Ada yang usaha dibidang air minum, jual beli lahan sampai dengan jual beli kayu. Penduduk wanita biasanya bekerja di bidang domestik. Salah satunya membuka warung di dekat rumah untuk menambah penghasilan.

Desa Rancamanyar, Kampung Cilebak

Desa Rancamanyar terletak di kelurahan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 352.450 Ha. Desa Rancamanyar masih masuk ke wilayah tengah aliran sungai Citarum dengan sub DAS Cikapundung. Wilayah Desa ini berbatasan langsung dengan Desa Sukamukti, Kecamatan Ketapang disebelah Barat. Disebelah Timur dibatasi dengan Desa Bojong Malaka, Sebelah Utara dengan Desa Cangkuang Kulon dan Desa Rancamulya di sebelah Selatan. Topografi wilayah Desa Rancamanyar termasuk ke dataran rendah dengan ketinggian 300-400 mdpl (meter diatas permukaan laut). Wilayah Desa Rancamanyar memiliki curah hujan 3000-4500 mm/tahun. Desa Rancamanyar menjadi langganan banjir tiap kali hujan turun. Banjir ini disebabkan karena meluapnya sungai Citarum dan rendahnya kontur wilayah Desa Rancamanyar. Kampung Cilebak merupakan salah satu wilayah Desa Rancamanyar yang terdiri dari 5 Rukun Warga (RW) yaitu RW 02, 03, 04, 17 (Regency) dan 20. Akses menuju Kampung Cilebak tergolong baik. Jika hujan turun, akses jalan tertutup air dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.

(38)

pula yang bekerja di perusahaan swasta seperti perusahaan provider telepon genggam, perusahaan air minum sampai dengan perusahaan negara.

(39)

PROFIL KOMUNITAS WARGA PEDULI LINGKUNGAN Latar Belakang Terbentuknya Komunitas WPL

Komunitas Warga Peduli Lingkungan merupakan komunitas yang dibentuk oleh Sunardhi Yogantara. Pak Yoga, begitu beliau akrab disapa mengaku prihatin dengan kondisi lingkungan DAS Citarum yang kian memburuk. Terbentuknya Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi lingkungan DAS Citarum yang lebih baik. Masalah utama yang dihadapi oleh lingkungan DAS Citarum adalah tidak dikelolanya sampah padat, sehingga mencemari sungai. Sungai terpanjang di Jawa Barat ini bahkan di nobatkan sebagai sungai terkotor di dunia oleh suatu lembaga survei. Padahal, Sungai Citarum telah menjadi pasokan air utama bagi kebutuhan air minum, pertanian, industri, pembangkit listrik dan kegiatan lainnya. Pak Yoga menilai bahwa menurunya derajat kesehatan dan kualitas lingkungan berakar dari perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam pemanfaatan Sungai Citarum. Lahirnya Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat wilayah DAS Citarum dalam menjawab persoalan lingkungan hidup yang terjadi di sekitar mereka. WPL menjadi sebuah kelompok masyarakat yang dibentuk dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat sekitar DAS Citarum dengan upaya menginisiasi program dan aksi nyata bagi lingkungan berlandaskan perubahan perilaku pada masyarakat. WPL mempunyai visi yang berbunyi “Terwujudnya kualitas lingkungan pemukiman DAS Citarum yang bersih, sehat dan produktif”. WPL yakin dengan melibatkan peran serta masyarakat pada setiap kegiatan WPL akan lebih meningkatkan keberlanjutan dari program yang diusung. Pada tahun 2000, WPL melaksanakan gerakan lingkungan pertamanya di Kampung Bojongbuah, Desa Pangauban, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah. Dalam kegiatan ini, WPL memberikan pedoman awal bahwa keberhasilan dalam peningkatan kualitas lingkungan DAS Citarum sangat ditentukan oleh partisipasi dan keaktifan dari masyarakat setempat. Gerakan WPL diharapkan mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta pada setiap proses. Mulai dari proses identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi dan monitoring program. WPL juga berupaya menguatkan kapasitas kelompok masyarakat agar mampu merespon dan mencari solusi sendiri atas masalah lingkungan yang terjadi di sekitar mereka. Masyarakat ditempatkan sebagai stakeholder yang aktif dalam setiap kegiatan yanng dilakukan. Pada awal pelaksanaan program, WPL melakukan aksi nyata berupa :

1. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan masyarakat untuk berdialog mengenai pentingnya mengembangkan rasa peduli lingkungan. Berusaha menyetarakan beragam elemen masyarakat lokal di berbagai lokasi pemukiman

2. Membuat dan menyebarkan beragam materi publikasi kampanye seperti brosur, leaflet, buletin dsb.

(40)

4. Melakukan uji coba permodelan pengelolaan sampah berkelanjutan berbasis masyarakat melalui optimalisasi pemilahan, pemanfaatan, dan daur ulang. 5. Melakukan upaya bersama masyarakat dalam perbaikan saran permukiman

dalam skala kecil seperti perbaikan gorong-gorong, gang dan saluran pembungan/drainase.

Kegiatan-kegiatan kecil diatas diharapkan mampu menjembatani komunitas WPL untuk terus berperan dalam penyelamatan kondisi DAS Citarum. Minimalnya WPL mampu merubah perilaku masyarakat untuk tidak terus memperburuk kondisi DAS Citarum.

Sejak tahun 2007, WPL telah memiliki banyak anak program yang salah satunya dilakukan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak sebagai tempat penelitian. Gerakan akar rumput WPL semakin banyak merambah di berbagai sektor DAS Citarum. Bukan hanya soal sampah yang menjadi sasaran WPL, namun juga mengenai infrastrukttur pendukung.

Kegiatan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL)

Pengelolaan Sampah Kolektif Mandiri

Kampung Bojongbuah, Desa Pangauban menjadi desa percobaan kegiatan pengelolaan sampah padat secara kolektif di tahun 2001. Kegiatan ini diawali dengan mengadakan sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak lagi membuang sampah di Sungai Citarum. Setahun kemudian, WPL mengembangkan sistem pengelolaan sampah dengan mengurangi sumber sampah. Pengurangan sumber sampah yang dibuang dimulai dengan memilah jenis sampah dan melakukan daur ulang. Kampanye dan pengelolaan sampah ini sudah dilakukan oleh 80 KK di Kampung Bojongbuah dengan menghasilkan produk berupa kompos dan kerajinan daur ulang. Terjadi perubahan pola perilaku masyarakat yang mulanya menjadikan Sungai Citarum sebagai TPS, kini tidak lagi. Masyarakat sudah memiliki TPA untuk menampung sampah mereka.

Keberhasilan program pengelolaan sampah kolektif mandiri di wilayah Kampung Bojongbuah, WPL menjalankan program sejenis di Cikambuy Hilir dan Kampung Penclut dengan sasaran sebanyak 700 KK. Konsep yang digunakan dalam kegiatan ini adalah “Kawasan Bersih Warga Mandiri” yakni sebuah pengelolaan sampah kolektif yang direncanakan, dioperasikan dan dibiayai oleh masyarakat sendiri. WPL sebagai fasilitator dalam kegiatan ini berupaya untuk melakukan sosialisasi, penyiapan masyarakat sampai penguatan kapasitas kelompok pengelola.

(41)

1. Memperbaiki dan menyempurnakan sarana dan tempat pengelolaan, perapungan tungku pembakaran, penataan lahan pengelolaan dan perbaikan sarana pengomposan

2. Sosialisasi kembali pengelolaan sampah dan revitalisasi program 3. Penguatan organisasi pengelola melalui pelatihan di tiga lokasi

4. Peningkatan usaha ekonomi sampah dengan optimalisasi penggunaan sampah bagi daur ulang melalui komposting dan kerajinan daur ulang 5. Membuka outlet yang menjual hasil produk daur ulang.

Program pengelolaan sampah kolektif mandiri ini didukung oleh berbagai pihak. Pendanaan program ini merupakan hasil dari iuran warga, dana hibah dari bagian pemukiman & LH Yansos-Setda Provinsi Jawa Barat serta Asia Foundation. Biotope

Proyek normalisasi Sungai Citarum di tahun 1986 telah menyisakan wilayah sungai yang terpotong dari induknya (oxbow). Terdapat sekurangnya sebelas titik/kawasan Citarum lama berupa oxbow Citarum bagian Hulu. Oxbow memiliki aset konservasi yang kaya akan flora dan fauna, menjadi muara drainase pemukiman, sungai kecil dan mata air serta kawasan penahan limpasan air ketika debit air Citarum tinggi. Wilayah oxbow ini justru menjadi tempat pembuangan limbah dan sampah bagi masyarakat sekitar. Mencegah kerusakan aset konservasi ini, WPL bersama warga sekitar oxbow melakukan penanaman produktif dan pelindung untuk memperkaya vegetasi disekitar kawasan dan membentuk kelompok pengelola kawasan.

Konsep biotop merupakan upaya menjadikan kawasan Citarum lama dapat bermanfaat secara ekonomi namun tidak merusak keutuhan ekosistem yang sudah ada. Pertama kali kegiatan ini dilakukan di sisa sudetan kecil sungai Citarum di Bojongtanjung, Desa Sangkanhurip yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat di tahun 2003. Replikasi program ini dilakukan di Dara Ulin, Desa Nanjung dan Mahmud yang diarahkan menjadi kawasan ekowisata. Tujuan penting diadakannya program ini adalah mengembalikan piramida ekosistem ekosistem kawasan serta menggali potensi ekonomi yanng ada. Dalam pelaksanaannya, dilakukan kajian kawasan sungai Citarum lama secara partisipatif untuk menentukan arah kegiatan/pengelolaannya. Disetiap kawasan oxbow berbeda arahan. Di Bojongtanjung misalnya diarahkan ke penanaman hutan kembali dengan membangun tegakan produktif (MPTS) yang dikelola oleh masyarakat.

Ditahun 2007, sudah ada kajian sosial bagi program biotop ini. kajian sosial ini antara lain membuat peta dasar lokasi oxbow oleh masyarakat secara partisipatif. Kajian ini pun mampu membuat Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait pengelolaan kawasan biotop oleh masyarakat yang dilimpahkan ke Kepala Desa melalui perencanaan program biotop sebagai bagian dari program Citarum Bergetar. Melalui program ini bagian Hulu sudah ditanami dengan 2 400 pohon tegakan produktif dan dikembangkannya 9 000 ekor ikan dari berbagai jenis. Kemajuan program biotop ini membuat WPL membuat rencana tindak lanjut berupa :

(42)

2. Pembentukan dan penguatan kelompok masyarakat yang mengelola

3. Sosialisasi dan pendidikan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem terus dilakukan

4. Serta perwujudan manfaatan ekonomi kawasan bagi masyarakat.

Pendanaan dalam program ini berasal dari Gubernur Jawa Barat, BPLHD Provinsi Jawa Barat serta Dinas Lingkungan Hidup Kab. Bandung. Program ini juga akan diinisiasi di Kampung Mahmud Desa Mekar Rahayu dan Kampung Dara Ulin Desa Nanjung di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan konsep biotop yang berbeda.

Pembangunan sistem sanitasi berbasis masyarakat

Pembangunan sistem sanitasi ini dilakukan dengan membangun sarana pembuangan limbah tinja skala kolektif (septic tank kolektif). Komunitas WPL berupaya untuk melakukan penyehatan lingkungan sanitasi masyarakat yang masih buruk. Program ini dilakukan dengan metode PHAST (Participatory Higiens and Sanitation Transformation) secara partisipatif mulai dari penentuan lokasi, penempatan jalur pemipaan, penyepakatan sistem sampai dengan penyepakatan iuran masyarakat. Upaya pertama yang dilakukan adalah dengan mempersiapkan masyarakat dengan membangun kesadaran dan pengetahuan serta inisiatif masyarakat akan pentingnya memperbaiki perilaku dan mengorganisir masalah sanitasi setempat.

Pada tahun 2005, WPL bekerjasama dengan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat, dan program ESP-USAID berupaya membangun fasilitas septic tank kolektif bagi masyarakat di dua pemukiman di bantaran DAS Citarum. Tujuan dari program ini sebagai upaya meningkatkan pemahaman akan pentingnya hidup sehat dan bersih, kesediaan merubah perilaku serta mengorganisir masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola sarana septic tank kolektif. Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak menjadi dua pemukiman yang dipilih untuk menerima program septic tank kolektif. Dara Ulin merupakan pemukiman dengan hampir 50 persen masyarakatnya tidak memiliki jamban dan septic tank, mereka memiliki kebiasaan buruk yaitu Buang Air Besar (BAB) di sungai dan kebun. Di Kampung Cilebak, masyarakat sudah banyak yang memiliki septic tank namun masih belum memenuhi standar. Semakin padatnya pemukiman ini membuat masyarakat memiliki septic tank yang terlalu dekat dengan sumber air, sehingga berpotensi untuk mencemari sumber air bersih yang mereka gunakan sehari-hari. Hal tersebutlah yang membuat komunitas WPL berupaya mengajak masyarakat untuk membangun fasilitas septic tank kolektif dengan kapasitas 150 KK dan 60 KK di masing-masing pemukiman.

(43)

dalam bidang operasional dan manajemen. Masih banyak hal yang bisa dievaluasi untuk kemajuan dari program tersebut, salah satunya membangun kembali kepengurusan program septic tank kolektif di wilayah Kampung Cilebak.

Pada tahun 2007 sampai dengan 2008, WPL mencoba melaksanakan kegiatan perbaikan sanitasi dan pengelolaan air bersih skala kecil di permukiman kumuh di sekitar sungai Citarum di Cilebak. Selain melakukan intervensi penyiapan masyarakat, bekerja sama dengan masyarakat setempat akan pula di coba penyediaan sarana pengelolaan sampah terpadu kolektif, sarana pengolah tinja dengan bio-digester serta instalasi penyediaan air bersih skala kecil. Program yang merupakan demonstration project ini merupakan kerjasama dengan South East Asia-Urban Environmental Management Application kerjasama CIDA-AIT Thailand.

Rehabilitasi lahan kritis-program bank pohon

Bank pohon merupakan program kolaborasi antara WPL dan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai upaya rehabilitasi lahan kritis. Pendekatan yang digunakan dalam program ini adalah kajian dan PRA (participatory Rural Appraisal). Pendekatan ini memungkinkan munculnya inisiatif dan inovasi dari petani lokal serta keterlibatan masyarakat secara optimal dalam mengatasi persoalan lahan kritis. Program ini dilakukan di Kampung Kiara Payung, Desa Banjaran Wetan dan Kampung Pasir Peundeuy Desa Mekar Jaya, Kecamatan Banjaran dilahan dengan total 50 Ha. Program ini dimulai tahun 2004 di Kiara Payung lalu dijalankan di Pasir Peundeuy dua tahun kemudian. Program yang dilaksanakan berkat adaya dana dari PT. Kaltim Prima Coal ini, diikuti oleh 105 petani untuk diajak bersama memulihkan lahan kritis dengan menanam tanaman kopi pada lahan seluas 30 Ha. Pola Bank pohon yang dilakukan WPL bukan semata program penyediaan bibit tanaman namun lebih melihat kesungguhan masyarakat untuk ikut serta dalam program rehabilitasi lahan kritis dan mendukung masyarakat sebagai pemeran utama program.

Di tahun 2007, masyarakat dan WPL sudah mempu menanam 6 800 pohon kopi di Desa Banjara Wetan dan 4000 pohon kpi di Desa Mekar Jaya ditambah dengan pohon tegakan dan buah-buahan lainnya. program ini pun telah memiliki pengurus, serta aturan yang jelas. Program ini masih memerlukan penguatan kelompok petani penghijauan bank pohon (Papepeng = Paguyuban Petani Penghijauan), pembentukan koperasi petani, penyediaan alat untuk pengolahan pasca panen dan membuka akses pasar yang memadai bagi produk ptani.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran 4. Tingkat keteladanan pemimpin (X2.4)
Tabel 1 Metode pengumpulan data
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa
Gambar 2 Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemimpin pelopor dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam program bank sampah di Rw. 14

Hubungan Gaya Kepemimpinan Tokoh Pemimpin dan Tingkat Kohesi Sosial Suatu komunitas umumnya memiliki kordinator atau pemimpin yang berusaha agar suatu program pemberdayaan di

Faktor eksternal yang diduga paling mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan perbaikan prasarana jalan PNPM Mandiri Perdesaan di Kampung

Hulu Kabupaten Sanggau serta mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan, persepsi masyarakat terhadap hutan adat, pengetahuan mengenai manfaat hutan, dengan partisipasi

Faktor yang Mempunyai Hubungan dengan Partisipasi Anggota Kelompok Tani dalam Program Kampung Sayur di Kota Yogyakarta .... Faktor

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kampung Tobati dan Enggros maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Kampung Tobati dan Enggros dalam

• KEP EMIMPINAN CAMAT SEBAGAI KE PALA WILAYAH GUNA MENINOKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM RANGKA MENSUKSBSKAN PROGRAM P EMBANGUNAN DI KBCAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DAEKAH TINGKAT