• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terdapat 7 campur kode kata dari bahasa Indonesia yaitu satuan lingual siap grak

3. Tingkat Tutur Bahasa Jawa

:

Tenan, bergas seger waras uripe, aku ya duwe pangganan jane.

‘Betul, sehat selalu, aku ya mempunyai makanan sebetulnya.’

Tenane lho Truk?

‘Beneran (lho) Truk?’

(D2. 27-31/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng sebagai mitra tutur (O2).. Hubungan antara O1 dengan O2 sangat akrab, karena keduanya memiliki hubungan pertemanan, sehingga situasi tuturan bersifat informal (santai) dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Topik tuturannya kesehatan. Lokasinya di Alas Gandaka. Dari tuturan Petruk (O1) terdapat Campur Kode Ungkapan atau Idiom yang berasal dari bahasa Jawa yaitu satuan lingual bergas seger waras uripe ‘sehat selalu’ idiom tersebut muncul karena O2 menyisipkan ungkapan di dalam tuturannya dengan memberi sebuah perumpamaan atau peribahasa kepada O1kalau kita itu yang penting sehat selalu.

Maksud dari perumpamaan tersebut O2 ingin memberitahukan kepada O1 karena temannya, bahwa kita itu yang penting sehat selalu.

3. Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Tingkat tutur bahasa Jawa yang dipakai dalam gara-gara wayang orang Sriwedari di Surakarta, antara lain tingkat tutur Ngoko, Madya, dan Krama.

Ketiga jenis tingkat tutur itu terbagi dalam sub-sub tingkat, untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut.

a. Tingkat Tutur Ngoko

Tingkat tutur Ngoko adalah tingkat tutur yang kurang memancarkan arti kesopanan.

commit to user

Secara umum tingkat tutur bahasa Jawa dalam adegan gara-gara wayang orang Sriwedari di Kota Surakarta menggunakan tingkat tutur Ngoko dalam tuturannya, meskipun ada juga peralihan kode ke dalam bahasa lainnya.

Hal ini dapat diperhatikan dalam data sebagai berikut.

Keterangan:

Yang digaris bawah ( ___ ) adalah bentuk bahasa Jawa tingkat tutur Ngoko.

Yang dicetak tebal (Bold) adalah bentuk bahasa lainnya.

Data (56):

(O1) Gareng

(O2) Petruk

(O1) Gareng :

:

:

Ning ngene, kira-kira neng alas ki ana wong dodol wedang ora ya?

‘Tapi begini, kira-kira di hutan itu ada orang jualan minuman tidak ya?’

Kowe ki ra nggenah, lha wong alas kok. Alas ki anane mung flora dan fauna, satwa dan taru. Satwa kuwi kewan, taru kuwi pepohonan. Dadi ya ra enek bakul gedhe, bakul kintel, bakul arta ki ra ana. Tur ya ngene kakanda.

‘Kamu itu bercanda, (lha) hutan (kok). Hutan itu adanya cuma tumbuh-tumbuhan dan binatang, satwa dan taru. Satwa itu hewan, taru itu pepohonan. Jadi ya tidak ada pedagang besar, pedagang katak, pedagang uang itu juga tidak ada. Tetapi ya begini kakanda.’

Lha wong aku ngrungokne suwaramu wae wetengku dadi luwe ki, apa meneh kowe isih gambyang kaya ngono kuwi.

‘(Lha) ya aku mendengarkan suaramu saja perutku jadi lapar itu, apa lagi kamu masih berbicara kayak begitu itu.’

(D2. 21-23/SA/05/06/2010)

Peristiwa di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2) yang keduanya mempunyai hubungan akrab yaitu abdi dengan abdi. Dalam tuturan di atas Petruk (O2) sedang membicarakan kehidupan di Hutan kepada Gareng (O1). Dalam data tersebut Gareng (O1) menggunakan tingkat tutur Ngoko di dalam mengucapkan, sedangkan Petruk (O2) menggunakan tingkat tutur Ngoko, meskipun juga menggunakan bentuk bahasa lainnya (bahasa

commit to user

Indonesia dan bahasa Inggris). Tingkat tutur Ngoko ditandai dengan adanya kalimat ning ngene, kira-kira neng alas ki ana wong dodol wedang ora ya?

‘Tapi begini, kira-kira di hutan itu ada orang jualan minuman tidak ya?’, Kowe ki ra nggenah, lha wong alas kok. Alas ki anane mung ‘Kamu itu bercanda, (lha) hutan (kok). Hutan itu adanya cuma’, kuwi kewan ‘itu hewan‘, kuwi ‘itu‘, Dadi ya ra enek bakul gedhe, bakul kintel, bakul arta ki ra ana. Tur ya ngene kakanda ‘Jadi ya tidak ada pedagang besar, pedagang katak, pedagang uang itu juga tidak ada, tetapi ya begini kakanda’, Lha wong aku ngrungokne suwaramu wae wetengku dadi luwe ki, apa meneh kowe isih gambyang kaya ngono kuwi

‘(Lha) ya aku mendengarkan suaramu saja perutku jadi lapar itu, apa lagi kamu masih berbicara kayak begitu itu’. Sedangkan untuk bahasa lainnya ditandai dengan satuan lingual flora dan fauna, satwa dan taru ‘tumbuh-tumbuhan dan binatang, satwa dan taru’, Satwa ‘hewan’, taru ‘pepohonan’, pepohonan

‘pepohonan’.

b. Tingkat Tutur Madya

Madya artinya tengah, bahasa madya berarti bahasa tengah-tengah antara Ngoko dan Krama. Tingkat tutur Madya menunjukkan rasa sopan yang sedang.

Hal ini dapat diperhatikan dalam data sebagai berikut.

Data (57) : (O1) Bagong (O2) Gareng (O3) Petruk

: : :

O…

‘(O)...’

Nggih…nggih.

‘Ya…ya.’

Gangsal wangunan iki saka etan seje, lor karo kidul. Sing lor ki…apa…Kyai Guntur Sari.

‘Lima bangunan ini dari timur dulu, utara sama selatan. Yang utara itu…apa..Kyai Guntur Sari.’

commit to user (D1. 140-142/BS/19/02/2010)

Peristiwa di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), Gareng sebagai mitra tutur (O2), dan Petruk sebagai mitra tutur (O3) yang ketiganya mempunyai hubungan akrab yaitu abdi dengan abdi. Dalam tuturan di atas, mereka sedang membicarakan Gamelan Sekaten Surakarta. Dalam data tersebut Gareng (O2) menggunakan kata Madya untuk menghormati dan mengimbangi orang yang diajak bicara (O3), karena sebelumnya O3 bertutur menggunakan bahasa Jawa Krama, meskipn O2 juga menghormati Gamelan Sekaten (dalam data lakon Bambang Sekethi yaitu Gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu, dan Kyai Guntur Sari), sedangkan Bagong (O1) menggunakan kata Ngoko, karena mereka sudah saling kenal. Tingkat tutur Madya ditandai dengan adanya satuan lingual Madya nggih…nggih ‘ya…ya’.

Bentuk tingkat tutur madya dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (58) : (O1) Semar (O2) Bagong (O1) Semar (O2) Bagong (O3,O4) Gareng, Petruk (O4) Petruk

: : : :

: :

Apa kuwi?

‘Apa itu?’

Gundul-gundul.

‘Gundul-gundul.’

Eit…lha kok gundul-gundul?

‘Eit…(lha) (kok) gundul-gundul?’

Gundul-gundul pacul.

‘Gundul-gundul pacul.’

O…nggih.

‘(O)…ya.’

Larase?

‘Larasnya?’

(D2. 147-152/SA/05/06/2010)

Peristiwa di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), Bagong sebagai mitra tutur (O2), Gareng sebagai mitra tutur (O3), dan Petruk juga sebagai

commit to user

mitra tutur (O4) yang keempatnya mempunyai hubungan akrab yaitu abdi dengan abdi. Dalam tuturan di atas, mereka sedang membicarakan lagu permintaan dari seorang penonton. Dalam data tersebut, Gareng (O3) dan Petruk (O4) di saat bertutur bersamaan menggunakan kata Madya untuk menghormati, sedangkan Semar (O1), Bagong (O2), dan juga Petruk (O4) menggunakan kata Ngoko, karena mereka sudah saling kenal. Tingkat tutur Madya ditandai dengan adanya satuan lingual Madya nggih ‘ya’. Sufiks yang digunakan {-e} terdapat pada kata larase ‘larasnya’.

Bentuk tingkat tutur madya dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (59) : (O1) Semar (O2)Gareng (O1) Semar (O2) Gareng (O1) Semar (O2)Gareng

: : : : : :

Gareng?

‘Gareng?’

Enten napa Mas?

‘Ada apa Mas?’

Klambimu kuwi rusak ora?

‘Baju kamu itu rusak tidak?’

Ya rodok dhedhel kok.

‘Ya agak sobek (kok).’

Ya nek dhedhel, goleke dom bolah dondomi.

‘Ya kalau sobek, carikan jarum benang dijahit.’

Lhoh kowe kuwi anak-anak kok nek mung aku karo Petruk kok beda tembunge kuwi piye ta?

‘(Lhoh) kamu itu anak-anak kalau hanya aku sama Petruk (kok) berbeda perkataannya itu bagaimana?’

(D3. 36-41/SR/08/06/2010)

Peristiwa di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), dan Gareng sebagai mitra tutur (O2) yang keduanya mempunyai hubungan akrab yaitu abdi dengan abdi. Dalam tuturan di atas, Gareng (O3) sedang dijadikan anak tiri oleh Semar (O1) perihal kasih sayang. Dalam data tersebut, Gareng (O3) menggunakan kata Madya untuk menghormati sebelumnya, sedangkan Semar (O1)

commit to user

menggunakan kata Ngoko, karena sudah saling kenal. Tingkat tutur Madya ditandai dengan adanya satuan lingual Madya enten ‘ada’. Sufiks yang digunakan {-e} terdapat pada kata goleke ‘carikan’ dan tembunge ‘perkataannya’.

Bentuk tingkat tutur madya dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (60) : (O1) Semar

(O2) Petruk :

:

Ana sopir becak nyedhaki aku… Mas nika wong edan kulina neng kene wae.

‘Ada sopir becak mendekati aku…Mas itu orang gila sering di sini.’

O... berarti aku anake wong edan ngono ta?

‘(O)…berarti aku anaknya orang gila begitu ya?’

(D3. 94, 95/SR/08/06/2010)

Peristiwa di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2) yang keduanya mempunyai hubungan akrab yaitu abdi dengan abdi. Dalam tuturan di atas, Semar (O1) sedang menjelaskan aib keluarganya Petruk (O2) dan Petruk (O2) sedikit menyangkal kepada penutur.

Dalam data tersebut, Semar (O1) menggunakan kata Madya untuk menghormati karena meneruskan kembali perkataan tukang becak sebelumnya, sedangkan Petruk (O2) menggunakan kata Ngoko, karena sudah saling kenal. Tingkat tutur Madya ditandai dengan adanya satuan lingual Madya nika ‘itu’. Sufiks yang digunakan {-e} terdapat pada kata anake ‘anaknya’.

c. Tingkat Tutur Krama

Tingkat tutur Krama adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun karena adanya perasaan segan atau pekewuh. Tingkat tutur Krama mengandung kata kerja Krama. Hal ini dapat diperhatikan dalam data sebagai berikut.

commit to user Data (61) :

(O1) Bagong (O2) Petruk

(O1) Bagong (O2) Petruk (O3) Gareng (O2) Petruk

(O1) Bagong (O3) Gareng

: :

: : : :

: :

Kowe bar ka ngendi Truk?

‘Kamu habis dari mana Truk?’

Sekatenan, mau ndherekne Kagungan Dalem Bapa Sekaten.

‘Sekatenan, tadi menghantarkan Kagungan Dalem Bapa Sekaten.’

Oh…iki Gamelane wis medhun ta Truk?

‘(Oh)…ini Gamelannya sudah turun kan Truk?’

Miyos.

‘Keluar.

Sampun miyos.

‘Sudah keluar.’

Kagungan Dalem miyos trus digunakake dipapanake ana ing cacah gangsal wangunan.

‘Kagungan Dalem keluar terus digunakan diletakkan ada di jumlah lima bangunan.’

O…

‘(O)..’

Nggih...nggih.

‘Ya...ya.’

(D1. 134-141/BS/19/02/2010)

Tuturan di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tingkat tutur yang dipakai oleh O2 merupakan tingkat tutur Krama. O2 menggunakan tingkat tutur Krama, karena ingin menghormati Acara Sekaten Surakarta yang keduanya bicarakan.. Hal ini ditandai dengan adanya satuan lingual Krama yaitu ndherekne Kagungan Dalem Bapa

‘menghantarkan Kagungan Dalem Bapa’, miyos ‘keluar’, sampun miyos ‘sudah keluar’, Kagungan Dalem miyos ‘Kagungan Dalem keluar’, papanake ‘letakkan’

dan cacah gangsal wangunan ‘jumlah lima bangunan’. Adapun kata ganti Dalem Bapa ‘Acara Sekatennya itu sendiri, karena kepercayaan Kraton Kasunanan Surakarta’. Adapun sufiksnya {-ake} pada kata digunakake ‘digunakan’, dipapanake ‘diletakkan’.

commit to user

Bentuk tingkat tutur krama dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (62) : (O1) Petruk

(O2) Gareng (O1) Petruk

:

: :

Sekaten kuwi ana loro, Kraton Kasunanan Surakarta karo Kasultanan Ngayogyakarta. Jan-jane Cirebon ya ana, sakdurunge ana Kasultanan Kasunanan, Demak kuwi ana Cirebon. Sunan…eeee..Sunan Cirebon kuwi Sunan Gunung Jati utawa Sunan Lerean ing Cirebon kana, kuwi ya nduwe Gamelan Sekaten, ning cara badhan kana…kabeh kuwi dadi Budaya, dadi aset.

‘Sekaten itu ada dua, Kraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Sebenarnya Cirebon ya ada, sebelum ada Kasultanan Kasunanan, Demak itu ada di Cirebon.

Sunan…eeee…Sunan Cirebon itu Sunan Gunung Jati atau Sunan Lerean di Cirebon sana, itu ya mempunyai gamelan Sekaten, tetapi cara adat sana….semua itu menjadi Budaya, jadi kekayaan.’

O…dadi aset.

‘(O)…menjadi kekayaan.’

Ya…iki kanggo mengeti Maulid Nabi, kita nembang….tamba…aaaa…ti.

‘Ya….ini untuk memperingati Maulid Nabi, kita bernyanyi…tamba…aaaa…ti.’

(D1. 157-159/BS/19/02/2010)

Tuturan di atas terjadi oleh Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng sebagai mitra tutur (O2). Tingkat tutur yang dipakai oleh O1 merupakan tingkat tutur Krama. O1 menggunakan tingkat tutur Krama, karena ingin menghormati Budaya Acara Sekaten Kraton Kasunanan Surakarta. Hal ini ditandai dengan adanya kata Krama yaitu mengeti ‘memperingati’.

Bentuk tingkat tutur krama dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (63) : (O1) Gareng (O2) Petruk

: :

Lha ya mula kuwi.

‘(Lha) ya maka dari itu.’

Wiwit saka dalem tuwa nganti neng kene, urip neng alas, kangen HIK diliwati, ana bakul soto diliwati.

‘Mulai dari rumah sampai di sini, hidup di hutan, rindu HIK dilewati, ada pedagang soto dilewati.’

commit to user (O1) Gareng : Kamangka ya tanggal enom ya?

‘Sebetulnya ya tanggal muda ya?’

(D2. 25-27/SA/05/06/2010)

Tuturan di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tingkat tutur yang dipakai oleh O2 merupakan tingkat tutur Krama. O2 menggunakan tingkat tutur Krama, karena menghormati tempat tinggalnya (dalam data lakon Sirnaning Angkara yang dimaksud yaitu rumah tempat tinggal abdi-abdi dalem). Hal ini ditandai dengan adanya kata Krama yaitu dalem ‘rumah’.

Bentuk tingkat tutur krama dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (64) :

Iki pawujudan panjenengan Ibu?

‘Ini permintaan dari Ibu?’

Sapa Gong? wayang orang kene, nhaa…ngersakaken mbesuk nek kagungan damel arep nyewa wayang orang Sriwedari, para yaga lan sindhene sing pinter ngibur ana ing acarane.

‘Orang dari Sala begitu saja (kok), Ibu Sulasih sering melihat wayang orang sini, (nhaa)…meminta nanti kalau Beliau mempunyai acara mau menyewa wayang orang Sriwedari, para penabuh dan penyanyinya yang pandai menghibur di acaranya.’

commit to user (O2,O3,O4)

Petruk,

Gareng, Semar :

O…iya…iya…uwis.

‘(O)…ya…ya…sudah.’

(D2. 136-144/SA/05/06/2010)

Tuturan di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), Gareng sebagai mitra tutur (O3), dan Semar sebagai mitra tutur (O4). Tingkat tutur yang dipakai oleh O1, dan O4 merupakan tingkat tutur Krama. O1, dan O4 menggunakan tingkat tutur Krama, karena O1 memberikan informasi tentang sebuah permintaan dari seorang penonton yang bernama Ibu Sulasih dari Sala, yang meminta apabila nanti Beliau punya acara mau menyewa wayang orang Sriwedari, sedangkan O4 menggunakan tingkat tutur Krama karena ingin menyesuaikan lawan bicaranya. Hal ini ditandai dengan adanya satuan lingual Krama yaitu kalodhangan ‘kesempatan ini’, pawujudan

‘permintaan’, panjenengan Ibu ‘dari Ibu’, piyantun ‘orang’, ngersakaken mbesuk ‘meminta nanti’, dan kagungan damel ‘mempunyai acara’. Adapun sufiksnya {-e} pada kata taune ‘sering’, sindhene ‘penyanyinya’, acarane

‘acaranya’.

Bentuk tingkat tutur krama dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (65) : (O1) Semar

(O2) Petruk (O1) Semar

:

: :

Kuwi mau Mbokmu, kendel tenan … lha krunguku to Le…yo Mar yo Mar, aku ki dijak. lha takcedhaki maneh…yo Mar yo Mar, lha saking ora-oraku lha ya taktubruk metu-metu Gareng.

‘Itu tadi Ibumu, berani benar…(lha) kedengaranku begini Nak…yo Mar yo Mar, aku diajak. (lha) aku mendekati lagi…yo Mar yo Mar, (lha) dari rasa penasaranku (lha) ya aku tabrak keluar-keluar Gareng.’

O…

‘(O)…’

Lha dadi pasuryanmu kuwi oleh-olehe mung kuwi mau.

commit to user (O3) Gareng

(O1) Semar

: :

‘(Lha) jadi wajahmu itu dapatnya hanya itu tadi.’

Ora, asline sing gaglak, Pakku pa kowe ta?

‘Tidak, aslinya yang menghamili, Pakku atau kamu ya?’

Jane ya aku…aku.

‘Sebenarnya ya aku…aku.’

(D3. 76-81/SR/08/06/2010)

Tuturan data di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), dan Gareng sebagai mitra tutur (O3). Tingkat tutur yang dipakai oleh O1 merupakan tingkat tutur Krama. O1 menggunakan tingkat tutur Krama, karena ingin bergaya karena menguasai bahasa. Hal ini ditandai dengan adanya kata Krama yaitu pasuryan ‘wajah’. Adapun sufiksnya {-e} pada kata asline ‘aslinya’, oleh-olehe ‘dapatnya’ serta kata ganti mu ‘kamu’, ku ‘aku’, aku

‘aku’.

Bentuk tingkat tutur krama dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (66) : (O1) Petruk (O2) Semar

: :

O... berarti aku anake wong edan ngono ta?

‘(O)…berarti aku anaknya orang gila begitu ya?’

Lhoh Petruk ki putune trahing wong edan, dadi nek iku ditinggal wong edan mulih ya mulih.

‘(Lhoh) Petruk itu cucunya keturunan orang gila, jadi kalau dia ditinggal orang gila pulang ya pulang.’

(D3. 95,96/SR/08/06/2010)

Tuturan di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Semar sebagai mitra tutur (O2). Tingkat tutur yang dipakai oleh O2 merupakan tingkat tutur Krama. O2 menggunakan tingkat tutur Krama, karena ingin bergaya dan mempunyai niat untuk menjatuhkan harga diri O1 dengan menyelipkan sedikit bahasa halus dalam tuturannya. Hal ini ditandai dengan adanya kata Krama yaitu

commit to user

trahing ‘keturunan’. Adapun sufiksnya {-e} pada kata anake ‘anaknya’, putune

‘cucunya’. serta kata ganti aku ‘aku’.

B. Pesan Humoris yang Disampaikan dalam Adegan Gara-gara