• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Anak Jalanan dan Peengamen Jalanan a. Anak Jalanan

Menurut undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Odi Shalahuddin dalam bukunya “anak jalanan perempuan” mendefenisikan aanak jalanan sebagai berikut:

“seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh wakttunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hiddupnya”

Sedangkan Wahyu Nurhadjatmo dalam bukunya “Seksualitas Anak Jalanan”, memaparkan defenisi anak jalanan yang diberikan oleh UNICEF sebagai berikut:

“Anak jalanan adalah mereka yang masih dibawah umur 16 tahun (minor) yang menghabiskan sebagian besar waktu terjaganya untuk bekrja atau menggelandang di jalan-jalan kota ”.Dan/atau “Anak jalanan adalah mereka yang menjadikan jalanan (dalam arti luas, termasuk kegunaan bangunan yang tak berpenghuni) sebagai rumah mereka, sehingga merupakan suatu hasil dimana mereka tak memiliki perlindungan, pengawasan atau pengarahan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab.

Anak (jamak:anak-anak) adalah seseorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam belas tahun, periode ini biasanya di sebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun-tahun sekolah dasar (Bawengan, 1991:43).

Anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak.

Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada prroses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa.

Berdasarkan Undang-undang perkawinan No. 1/1974 pasal 47 (!) dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada di bawah kekuasaan orang

tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”. Dalam Undang-undang No. 4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum perrnah menikah.

Konversi hak anak (KHA), mendefinisikan anak secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perrundangan rnasional. Di dalam undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (UUPA), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan.

Anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik mencari nafkah maupun berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya (Nurhadi, 1994:89).Berdasarkan pada penjelasan terdahulu tentang anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa eksistensi anak adalah pemanfaatan pemanfaatan untuk keuntungan sendiri bagi orang tua atau orang yang lebih dewasa dari anak yang dibawah umur. Dengan kata lain anak-anak digunakan sebagai media untuk mencari uang atau mempekerjakan anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan.

Berdasarkan defenisi operasional dan karakteristik jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dimana anak jalanan termasuk kedalam jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial, anak jalanan adalah anak yang berusia 5-<18 tahun yang sebagian waktunya berada dijalanan sebagai

pengamen, pengemis, pedagang asongan, jualan koran, jasa semir sepatu dan mengelap mobil.

b. Pengamen Jalanan

1. Defenisi pengamen jalanan

Defenisi pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang. Amen atau mengamen (penari, penyanyi atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukan ditempat umum). Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya dibidang seni.Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar.Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul–betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi, sehingga yang melihat, mendengar atau mendengar pertunjukkan itu secara rela merogoh koceknya, bahkan dapat memesan lagu kesukaannya dengan membayar mahal.

Semakin hari semakin banyak pengamen jalanan yang bertambah disetiap sudut-sudut jalan, ditempat keramaian seperti di warung-warung makan yang ada dikota Makassar mulai dari anak balita sampai yang sudah tua, dari yang dilengkapi musik seadanya sampai yang lengkap seperti pemain band, dari yang berpenampilan kotor sampai yang rapih, dari suaranya yang fals sampai yang bagus. Yang paling memprihatinkan adalah anak dibawah umur yang terpaksa dan dipaksa untuk ngamen dan setiap uang yang mereka dapat disetor kepada orang tua mereka atau kelompok tertentu.

Pengamen merupakan komunitas yang relatif baru dalam kehidupan pinggiran perrkotaan, setelah kaum gelandangan, pemulung, pekerja sex kelas rendah, selain itu juga dianggap “virus social” yang mengancam kemampuan hidup masyarakat, artinya pengamen jalanan dianggap sebagai anak nakal, tidak tahu sopan santun, brutal, pengganggu ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka sering diperlakukan tidak adil dan kurang manusiawi terutama oleh kelompok masyarakat yang merasa terganggu oleh komunitas anak jalanan seperti golongan ekonomi kelas atas.(Evi Nurvida, 2000:14)

Berdasarkan uaraian di atas dapat disimpilkan bahwa pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan cara menyanyikan lagu baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, atau bergantung dengan keluarganya dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan.

2. Karakteristik Pengamen Jalanan

Berdasarkan tipologi tersebut untuk kemudian dapat dilihat karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari pengamen jalanan, di antaranya adalah: (!) kelihatan kumuh dan kotor, baik kotor tubuh, maupun kotor pakaian, (2) memandang orang lain yang tidak hidup dijalanan sebagai orang yang dapat dimintai uang, (3) mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup, terutama dalam hal tempat tidur atau makan, (4) mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan orang yang bukan dari

jalanan, (5) anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi baik berbicara dengan siapapun selama dijalanan, (6) malas untuk melakukan kegiatan anak “rumahan” misalnya jadwal tidur selalu tidak beraturan, mandi, membersihkan badan, gosok gigi, menyisir rambut, mencuci pakaian atau menyimpan pakaian. (Abdulsyani, 1987:32).

Bahwa secara umum anak-anak jalanan seperti pengamen jalanan yang biasa terdapat disekitar perkotaan memiliki kesamaan ciri-ciri, antara lain: (1) berada ditempat umum (jalanan, warung, pasar, pertokoan dan tempat-tempat hiburan) selama 3 (tiga) sampai dengan 24 jam sehari; (2) berpendidikan rendah (kebanyakan sudah putus sekolah, dan sedikit sekali yang berpendidikan tamat SD; (3) berasal dari keluarga tidak mampu (kebanyakan dari kaum urban, dan beberapa di antaranya tidak jelasw keluarganya); (4) melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

(Andari, Soetji, 2007)

Dokumen terkait