Beberapa studi empiris yang menjelaskan hubungan pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan, khususnya pro poor growth, telah banyak dilakukan oleh para ahli di berbagai negara maupun di Indonesia. Studi empiris yang pernah dilakukan para ahli di berbagai Negara diantaranya sebagai berikut:
27
No Peneliti Obyek/Tahun Metode/Hasil
(1) (2) (3) (4)
1 Kakwani, et al.
(2003)
Meneliti tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan di Korea dan Thailand tahun 1990-1999
Melalui ide pro poor growth, studi ini meneliti sejauh mana masyarakat miskin memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Korea relatif lebih memberikan manfaat ke masyarakat miskin daripada di Thailand.
2 Nunez dan
Espinosa (2005)
Mengukur pro poor growth
dengan PEGR dan
dekomposisi kemiskinan di Kolombia periode 1996-2004
Pertumbuhan ekonomi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, keduanya mampunyai sifat yang hampir sama. Hanya pada tahun 2001 dan 2003 pertumbuhan bersifat pro poor growth sedangkan pada tahun lainnya bersifat anti pro poor growth. Peningkatan kemiskinan di perkotaan pada periode 1996-2004 sebesar 8,84 persen lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan 5,17 persen dan efek distribusi 2,27 persen serta efek pergeseran penduduk 1,41 persen. Sedangkan di perdesaan mengalami penurunan kemiskinan sebesar -0,60 persen dapat didekomposisi menjadi efek pertumbuhan sebesar 1,45 persen dan efek distribusi sebesar 0,46 persen serta efek mobilitas penduduk sebesar -2,21 persen.
(1) (2) (3) (4) 3 Contreras (2001) Meneliti tentang evolusi
kemiskinan di Chile selama tahun 1990-1996
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam menjelaskan penanggulangan kemiskinan di Chile. Dekomposisi Kemiskinan Datt dan Ravallion menunjukkan bahwa pola dari pertumbuhan dan kontribusinya terhadap pengurangan kemiskinan bervariasi antar daerah.
4 White dan
Anderson (2001)
Meneliti tentang berbagai pola pertumbuhan antar Negara di dunia dari waktu ke waktu, dengan menggunakan 143 pola pertumbuhan (Tahun 1960an sampai tahun 1990an)
Regresi sederhana digunakan untuk mengelompokkan pertumbuhan sebagai extreme pro-poor growth, pro-poor growth, neutral growth, anti-
poor growth, extreme anti-poor growth. Sebagian besar menunjukkan
bahwa peningkatan pendapatan (growth) mempunyai peran yang dominan terhadap perubahan masyarakat miskin. Terdapat juga bukti adanya trade- off antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan, dimana pertumbuhan dengan perbaikan distribusi pendapatan lebih baik bagi masyarakat miskin daripada pertumbuhan saja.
5 Ravallion dan Datt (2001)
Meneliti tentang pertumbuhan ekonomi sektoral dan yang berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan di
Metode yang digunakan yaitu model regresi data panel dengan fixed effects
pada data elastisitas kemiskinan. Hasilnya menunjukkan bahwa wilayah dengan proses pertumbuhan di sektor non pertanian, lebih bersifat pro poor
29
(1) (2) (3) (4)
India, dengan menggunakan data dari 20 rumah tangga di 15 wilayah dengan rentang tahun 1960-1994
pertanian yang tinggi, standar hidup masyarakat perdesaan yang tinggi (relatif terhadap penduduk perkotaan), sedikit penduduk yang tidak memiliki tanah dan rendahnya angka kematian bayi.
6 Son (2003) Meneliti tentang apakah
pertumbuhan ekonomi bersifat pro poor atau tidak
pro poor, dengan data survey
rumah tangga di Thailand dan data antar Negara, tahun 1988-2000
Penelitian menggunakan ‘poverty growth curve’ untuk mengetahui sifat dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dalam pembangunan. Hasil penelitian menunjukkan kurva yang disebut dengan ‘poverty growth
curve’ menunjukkan pro poor growth di hampir keseluruhan kasus.
7 Kraay (2005) Meneliti pro poor growth di beberapa sampel Negara Berkembang selama tahun 1980-an dan 1990-an
Growth dikatakan pro-poor jika ukuran kemiskinan menurun. Menurut
definisi ini ada tiga sumber potensi pro poor growth, yaitu (a) tingkat pertumbuhan yang tinggi berdasarkan pendapatan rata-rata; (b) sensitivitas kemiskinan yang tinggi terhadap pertumbuhan berdasarkan pendapatan rata-rata; (c) pola pengurangan kemiskinan terhadap pola pertumbuhan berdasarkan pendapatan relatif.
(1) (2) (3) (4)
8 Ravallion (2005) Meneliti ketimpangan
terhadap kemiskinan di India dan China tahun 1980 hingga 2000
Metode Growth Incidence Curve dan Watts Index digunakan dalam penelitian ini dengan hasil sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di India dan China, dan ketimpangan pendapatan akan menghambat pengentasan kemiskinan; (2) pengentasan kemiskinan memerlukan kombinasi dari pertumbuhan ekonomi, pola pertumbuhan yang lebih pro poor dan pengurangan ketimpangan.
9 Timmer (2004) Meneliti perjalanan
pertumbuhan yang pro-poor
di Indonesia Tahun 1980- 1998
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model persamaan struktural, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pro poor growth
di Indonesia merupakan yang terbaik di Asia. Berdasarkan sekumpulan data dari delapan Negara di Asia, proses pertumbuhan di Indonesia paling berpihak ke rakyat miskin dibanding lainnya
10 Siregar dan
Wahyuniarti (2007)
Meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi dan faktor lain terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2006
Persamaan regresi data panel menunjukkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia walaupun dengan pengaruh yang relatif kecil. Selain itu inflasi, jumlah penduduk, share sektor pertanian, share sektor industry juga berpengaruh terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, dimana
31
(1) (2) (3) (4)
pendidikan mempunyai pengaruh yang paling besar.
11 Suryadarma dan
Suryahadi (2007)
Meneliti tentang pengaruh pertumbuhan pada sektor publik dan swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia tahun 1984-2002
Penelitian menghasilkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut mengurangi kemiskinan secara signifikan pada tahun 1984-2002. Sebagai implikasinya, peningkatan pengeluaran di kedua sektor baik publik maupun swasta yang akan memicu pertumbuhan, akan dapat mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran di sektor publik saja
Penelitian tentang pro poor growth di Indonesia dilakukan oleh Suparno (2010) dengan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2002, 2005 dan 2008. Metode Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR) dan Dekomposisi kemiskinan Shapley digunakan untuk melihat seberapa besar growth memberikan manfaat terhadap rakyat miskin, menurut status daerah desa dan kota serta sektoral. Penelitian tentang pro poor
growth di tingkat provinsi juga pernah dilakukan oleh Hajiji (2010) di Provinsi Riau, dengan metode Pro Poor Growth Index (PPGI) dan
dekomposisi kemiskinan Shapley. Penelitian ini mengkaji tentang pro poor growth hingga di tingkat provinsi di Indonesia untuk mengetahui manfaat pertumbuhan dalam pengentasan kemiskinan di masing-masing provinsi. Selain itu penelitian ini juga mengkaji manfaat pertumbuhan yang dicapai selama periode RPJM tahun 2005-2009 yang pro grop34wth, pro job dan pro poor.