• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Jual Beli Kulit Manis Di Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

C. Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Jual Beli Kulit Manis Di Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur

Allah SWT member perintah bagi setiap hambanya mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah SWT mengajarkan manusia untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup demi kelangsungan hidup sehari-hari.

Dalam fikih muamalah yang berkaitan dngan jual beli banyak dijumpai jual beli yang shahih, batal an jual beli yang rusak, salah satu akad jual beli yang dilarang yaitu jual beli yang mengandung unsur gharar (kesamaran) dan jual beli yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syara’, bahkan Ulama Mazhab melarang secara mutlak adanya system jual beli tersebut, lalu bagaimana keberadaan jual beli dengan cara bertahun, mentaksir, akad yang tidak sesuai dengan kenyataan di Nagari Gunung Padang Alai?

Dalam fikih muamalah salah satunya yaitu jual beli gharar, maka di sana akan dilihat dan diketahui bahwa jual beli gharar dilarang, karena ada kesamaran barangnya (mengandung ketidak jelasan). Rasulullah SAW bersabda:

كمسل اا ورتثت لا ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لق : لق هنع الله ىضر دوعسم نبا نع

ررغ هن اف ءاملا ىف

) دمح أ هاور (

Artinya: “ Dari Ibnu Mas’ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda.”

Janganlah membeli ikan dalam air karena tidak jelas.” (HR. Ahmad Ia Memberi Isyarat bahwa yang benar hadis ini mauquf)90

Dari hadis di atas mungkin sudah jelas bahwa jual beli yang mengandung unsur kesamaran adalah dilarang, karena bisa menimbulkan adanya penipuan, dan jual beli seperti itu adalah dilarang. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa seseorang yang menjual barang dagangannya tidak sesuai dengan janji pada waktu menawarkan dagangannya maka mereka para pembeli berhak untuk mengembalikannya, tapi apabila rusaknya barang atau ruginya salah satu pihak tanpa disengaja maka tidak menjadi permasalahan. Karena itu sudah menjadi resiko seseorang dalam hal peniagaan atau jual beli.

Begitu juga dengan tanaman atau jual beli buah-buahan secara borongan yang masih ada dikebun, yang terpenting adalah apabila tanaman atau buah-buahan tersebut sudah kelihatan tua atau menguning maka jual beli tersebut adalah sah, tapi apabila bauh atau tanaman tersebut di jual sebelum tua (matang) maka Nabi SAW melarangnya.

Sedangkan untuk buah yang kecil apabila membelinya dengan borongan maka mengikuti yang sudah besar (tua) demikianlah pendapat para ahli-ahli fiqih Mazhab Maliki, Hambali, dan Hanafi.91

Perlu diketahui juga bahwa dalam fikih muamalah yang menjadi dasar dari suatu akad dan pelaksanaan jual beli selain dari melihat barang dan harganya adalah unsur kekelurgaan sesama muslim, artinya bahwa dalam islam yang menjadi kriteria akad dalam pelaksaan jual beli yang hak dan sah adalah adanya unsur suka sama suka atau saling ridha sama ridha yang tidak diterangkan dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat 29.

90 Dani Hidayat, Kitab Bhulugul Maram, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008), Hal. 845

91 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah…Juz. III, Hal. 88

Allah SWT juga melarang kaum muslimin untuk tidak memakan harta orang lain dengan cara yang batil, sebagaimana firman Allah dalam Qs. Am-Nisa’ ayat 29 :

⧫

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

( QS. Anisa’:29 )

Dari ayat di atas dengan tegas menjelaskan melarang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan yang batil, memakan harta dengan cara yang batil adalah membelanjakan hartanya dengan cara maksiat. Menurut Hasan dan Ibnu Abbas, memakan harta orang lain dengan tidak ada pergantian, termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual beli yang dilarang syara’.92 Ayat ini merujuk pada peniagaan dan transaksi dalam muamalah yang dilakukan secara batil. Ayat ini mengindikasikasi bahwa Allah SWT melarang kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara batil. Secara batil dalam konteks ini sangat luas, diantaranya melakukan transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syara’, seperti halnya melakukan transaksi berbasis bunga (riba), transaksi yang bersifat spekualatif (judi) serta hal-hal yang biasa dipermasalahkan dengan hal itu.

Jika dilihat bentuk jual beli tagak yang mana objek dari jual beli tersebut yaitu kulit manis di Nagari Gunung Padang Alai adalah jual beli dengan cara mentaksir dan menangguhkan kulit manis selama puluhan tahun ditempat pemilik kebun. Setelah

92 Abdul Halim Hasan, Tafsisr Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 1, Hal. 258

melakukan akad perjanjian, akta yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, hal tersebut dilakukan sampai perjanjian berakhir.

Agar proses jual beli ini jelas terlihat apakah jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai sesuai atau tidak menrut syar’i. Dengan demikian penulis akan melihat akad dari pelaksanaan jual beli tagak yang tidak sesuai dengan kenyataan dan menangguhkan barang selama puluhan tahun ditempat pemilik kebun serta bagaimana tinjauan fikih muamalah mengenai jual beli tagak dengan cara seperti itu. Hal tersebut penulis akan membahas sebagai berikut:

1. Bentuk pelaksaan jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai

Bedasarkan jual beli tagak yang dilakukan du Nagari Gunung Padang Alai kecamatan V Koto Timur akad yang dilakukan antara pemilik kebun dengan pembeli sebelum membuat akta perjanjian. Pembeli terlebih dahulu melihat lahan perkebunan untuk melihat bibit dan bobot dati anak kulit manis, penaksiran dari anak kulit manis tersebut dengan mengamati anak kulit manis tersebut, penaksiran dilakukan untuk mempekirakan berapa bobot yang subur untuk kemudian hari. Setelah pembeli selesai maka akad yang dilakukan yaitu jual beli anak kulit manis namun akta yang dibuat oleh pemilik kebun tidak sesuai dengan akad pada awal, yang mana dalam akad awal yaitu jual beli anak kulit manis, tapi di akta perjanjian yaitu jual beli kabun kulit manis. Di sana telah terjadi perbedaan pada akad jual beli.

Dengan demikian jual beli yang dilakukan oleh para pembeli dan penjual di Nagari Gunung Padang Alai pada proses pengambilan kulit manis tersebut diambil oleh pembeli dan pembeli boleh mengambil kapanpun ia suka. Contoh keterangan dari Amrizal sebagai pihak kedua dan Andrianto sebagai pihak pertama ketika

melakukan transaksi jual beli, pembeli membeli anak kulit manis penjual yang masih berumur 2 tahun. Penjual membawa pembeli ke kebun untuk melihat bibit dari anak kulit manis, dan pembeli mengamati anak kulit manis tersebut dengan baik untuk mentaksir berapa yang subur serta akan menghasilkan laba yang banyak untuk masa akan datang, setelah pembeli selesai mengamati maka pembeli manawarkan harga yang dia sanggup dan menangguhkan objek jual belinya ditempat penjual selama 20 tahun, setelah akad selesai maka penjual membuatkan akta perjanjian, namun diakta perjanjian yang dibuat oleh penjual tidak jual beli anak kulit manis melainkan kebun kulit manis.

Jual beli tagak ini sudah lama terjadi bahkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat di sana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jual beli tagak biasanya objek yang dipkai yaitu kulit manis, jual beli tagak dilakukan dengan objek masih berada dikebun, dan penjual menjual anak kulit manis yang masih berada dikebun dengan anak kulit manis yang berusia 2-3 tahun, dan pembeli membeli dengan harga yang murah dengan perjanjian objek penebangannya tangguhkan selama 20-30 tahun kedepan, selama perjanjia tersebut masih berlaku maka pembeli dan penjual tidak boleh menanami pohon atau tumbuhan muda selain kulit manis, karna itu akan menyebabkan rusak bagi pertumbuhan kulit manis.

2. Jual beli kulit manis di Nagari Gunung Padang Alai di tinjau dari segi fiqih muamalah Pada dasarnya jual beli yang ada unsure gharar dilarang dalam agama Islam.

Hal tersebut dikarenakan dapat mengakibatkan salah satu pihak timbulnya perselisihan tersebutlah Nabi SAW melarang jual beli yang mengandung unsure ketidakjelasan dan ada unsure gharar. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

نب رباج نع

نع ىهن ملسو هيلع الله ىلص يبنلاا نأ ( امهنع الله ىضر الله دبع

,هجام نبا لاإ هسمخلاهاور ) ملعت نا لاإ ,اينثلا نعو ,ةرباخماو ,ةنبا زملو ةلق احملا يذم رتلا هححصو

Artinya: “Jabir ra. Telah menceritakan hadist berikut, bahwa rasulullah SAW (telah melarang transaksi mehalaqah, muzabanah, mukhabarah, dan tsuyunaya kecuali dapat di ketahui secara transparan). Hadis riwayat khamsah kecuali ibnu majjah dan dinilai sahih oleh tarmizi, hadis ini sahih menurut syaikh nasruddi Al-Albani.93

Dari hadis diatas bahwa Nabi SAW melarang jual beli yang tidak diketahui secara jelas. Seperti salah satu bentuk jua bel muhalaqah dan muhaqalah yaitu jual beli tanaman yang masih berada diladang atau sawah. Hal ini dilarang agama Islam karena jual beli ini masih samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan.94 Namun dari hadis di atas Nabi SAW mengecualikan jika jual beli dapat diketahui secara jelas.

Muhaqalah adalah jual beli tanaman yang masih berada di ladang atau sawah.

Hal ini dilarang agama karena jual beli ini masih samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan.95

Makna global dari hadis tersebut juga bermakna muamalah yang bermuara pada ketidak jelasan karena terdapat unsure riba yaitu muhaqalah dan Al-mukabarah yang ibaratnya menjual biji-bijian yang masih ada pada rantingnya dengan biji-bijian yang sejenis.96

Mukhadarah Menjual buah-buahan yang belum masak masih hijau.

Maksudnya jual beli buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang.

Mulamasah Menjual sesuatu dengan hanya menyentuh. menjualbelikan dengan cara sentuhan adalah dilarang di dalam Islam. Contohnya seseorang

93 Al-Hafiz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Terjemah Bulughul Maram,…Hal. 276

94 Abdul Rahman, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fikih Muamalat,… Hal. 83

95Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat,… Hal.83

96 Abdullah bin Abdurrahman, Kitab Jual Beli,(Jakarta: Pustaka s,2009), Hal. 734

menyentuh barang tersebut maka ia dikira sebagai membeli barang tersebut. Jual beli ini akan menyebabkan pembeli mengalami kerugian. Hal ini menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.97

Munabadzah Membeli sesuatu dengan cara lemparan. Menjual belikan dengan melempar barang yang ingin di jual. Apa saja yang dilemparkan oleh si penjual akan disambut oleh pembeli.

Muzabanah Menjual beli buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang kering dengan harga padi yang basah adalah dilarang. Karena padi yang basah akan mengakibatkan timbangan mejadi berat dan wujud unsure penipuan dalam transaksi ini.98

Jual beli gharar adalah “jual beli barang yang mengandung kesamaran”. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah SAW bersabda :

هاور(ر رغلا عيب نع و ة اصحلا عيب نع ملسو هيلع الله ىلص الله وسر ىهن :لاق هنع الله ىضر هريره ىبا نع )ملسم Artinya: ”Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata “ Rasulullah SAW melarang keras

jual beli secara melempar dengan batu dan jual beli yang mengandung tipuan.” (HR. Muslim).

Hadis diatas dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW sangat benci atau sangat melarang jual beli gharar karena jual beli ini mengandung unsure penipuan.

Gharar bisa diklasifikasikan pada dua bentuk yaitu:

3) Gharar dalam transaksi

97 Al-Hafidz Ibnu Hajjar Al Asqalani, Terjemah Bulughul Maram,… Hal. 276

98 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,…Hal. 80

Gharar dalam transaksi adalah transaksi yang telah dilakukan atas sebuah sifat dan karakter tertentu menyebabkan adanya unsur gharar terjadi dalam kalimat transaksi itu sendiri dan bukan dalam objeknya. 99

4) Gharar dalam objek transaksi

Sesuatu yang dengannya suatu transaksi dapat berlangsung serta utuhnya aspek hukum yang menyertainya dan ia adalah kemutlakan dari akad-akad mu’awadhat.100

Jual beli gharar yaitu jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjualbelikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau tidak munkin diaerahterimakan. Gharar sendiri menyebaban akad transaksi tidak sah.101

Dalam mencari keuntungan baik melalui jual beli maupun dengan cara bermuamlah yang lainnya, tidak dibenarkan merugikan orang lain, baik dengan cara paksaan ataupun dengan cara penipuan.

Menurut penulis jual beli tagak ini hampir sama dengan jual beli putik. Para ulama sudah sepakat jual beli buah yang belum jadi adalah batal, karena jual beli ini termasuk dalam dalam kategori larangan jual beli sesuatu yang belum ada dan termasuk jual beli bay’us sinin (jual beli bertahun-tahun) dan bay’ul mua’awamah.

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa “ beliau melarang jual beli as-sinin dan jual beli al-muawamah’, yaitu menjual buah pohon selama bertahun-tahun. Karena

99 Hussein Shahatah Dkk, Transaksi Dan Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005), Cet I, Hal. 151

100 Hussein Shahatah Dkk, Transaksi Dan Etika Bisnis Islam… Hal. 165

101Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah....Hal. 80

jual beli seperti ini adalah jual beli yang barangnya tidak ada wujudnya.102 Dan akhirnya akan merugikan salah satu pihak. Allah SWT juga melarang kaun muslimin untuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil sebagaiamana di jelaskan dalam Q.S Annisa ayat 29

Ayat ini dengan tegas menjelaskan orang yang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan cara yang bathil. Menurut Hasan dan Ibnu Abbas memakan harta orang lain dengan tidak ada pergantian termasuk juga dalam jalan yang batal segala jual beli yang dilarang oleh syara’.103 Ayat ni juga merujuk pada peniagaan dan transaksi dalam muamalah yang dilakukan dengan yang bathil.

Ayat di atas juga memberikan pahaman bahwa upaya untuk mendapatkan harta tersebut harus dilakukan dengan adanya kerelaan semua pihak dalam transaksi, sseperti kerelaan penjual dan pembeli. Jual beli yang mengandung unsure gharar adalah jual beli yang terdapat unsure penipuan dan pengkhianatan, baik karena tidak jelas dalam objek maupun tidak jelas pelaksanaannya, oleh karena itu seseorang tidak boleh berdusta dan menipu, karena hal itu bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Menurut Hedi Suhendi dalam bukunya mengatakan jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung kesamaran sehingga kemunkinan adanya penipuan104, seperti menjual kulit manis yang masih berumur 2-3 tahun yang masa penebangannya bahkan puluhan tahun kedepan.

Jadi dapat penulis ambil kesimpulan bahwa jual beli gharar seperti yang dijelaskan dalam hadis di atas bahwa jual beli tagak belum diketahui pasti berapa

102 Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011) hHal. 168

103 Abdul Halim Hasan, Tasir Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet ke 1, Hal. 258

104 Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT, Raja Grafindo Prasada, 2002) cet 1, Hal. 81

banyak hasil di masa yang kan datang, dan menimbulkan adanya penipuan yang dapat merugikan pembeli dan penjual.

Dalam jual beli tagak yang terjadi di Nagari Gunung Padang Alai, menurut hasil wawancara penulis mereka melakukan pembelian kulit manis dengan mendatangi kebun kulit manis secara langsung, dengan pembelian mentaksir kulit manis dikebunan dan menangguhkan objek barang selama puluhan tahun. Menurut penulis jual beli yang terjadi di Nagari Gunung Padang Alai mengandung unsure gharar karena jual beli yang dilakukan tidak tahu keberadaannya pada masa yang akan datang, si pembeli dan si penjual bisa jadi mengalami kerugian dan begitu juga sebaliknya.si pemilik kebun sudah menjelaskan bahwa si pembeli membeli dengan cara mentaksir kulit manis untuk dipanen puluhan tahun kedepan, dan akta yang dibuat pembeli tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Dan penulis juga berpendapat seharusnya jual beli yang dilakukan ini, kulit manis tidak masih dalam keadaan umur 2-3 tahun, melainkan pada usia 10-15 tahun agar hasil penaksiran bisa didapatkan dengan pas harga taksiran, jual beli seperti itu boleh dilakukan karena objek dan barang jelas adanya.

Perbuatan yang merugikan orang lain adalah perbuatan yang dilarang agama Islam dan setiap manusia harus bisa menghargai. Jual beli itu prinsipnya adalah saling tolong menolong tidak ada yang dirugikan dalam jual beli yang dilakukan. Hal itu agar tercipta hubungan baik antara sesame manusia dan jauh dari perbuatan dosa.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT surah Al- Maidah ayat 2 yang berbunyi:

⧫

⧫✓◆

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. ( QS. Al-Maidah :2 )

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada umatnya agar tidak saling tolong menolong dalam perbuatan dosa, tetapi saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa sehingga manusia berjalan dengan lancer dan mudah untuk saling berinterksi sesame, rasa tolong menolong itulah yang membuat hidup manusia tidak sulit. Allah SWT melarang menganiaya orang lain, dan menyuruh untuk melakukan kebaikan.

JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIKIH MUAMALAH ( Studi Kasus Di Nagari Gunung Padang Alai Kecamatan V Koto Timur )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syari’ah

Oleh:

SUSI FAJRIATUL FITRI 1216.015

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M/1441 H

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah penulis mengadakan penelitian tentang system jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai dan melakukan peninjauan maka penghujung tulisan ini dapat dirumuskan inti sari pembahasan yang tertuang dalam bentuk kesimpulan:

1. Jual beli atau perdagangan secara istilah fiqih disebut al-bai’yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Menurut Hanafiah pengertian jual beli secara denitif yaitu tukar-menukar harta benda sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabillah, bahwa jual beli yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk perpindahan milik dan kepemilikan

2. Pelaksanaan jual beli tagak dilakukan dengan cara mentaksir kulit manis yang masih berumur 2-3 tahun untuk diperjual belikan, selanjutnya mentaksir berapa hasil pas panen di puluhan tahun kedepan karena penebangannya ditangguhkan selama 30 tahun bahkan lebih, dan akta jual beli kulit manis berbeda dengan kenyataan.

3. System jual beli tagak yang dilakukan dengan cara mentaksir, maka hukum jual beli tidak sah menurut fikih muamalah. Karena termasuk dalam jual beli gharar.

Sedangkan akad yang dilakukan antara pembeli dan penjual adalah akad jual beli anak kulit manis, sedangkan akta yang dibuat adalah jual beli kebun kulit manis.

4. Jika kita lihat jual beli tagak di minangkabau, ada yang namanya pagang gadai.

Pagang gadai tidaklah sama dengan jual beli tagak, karena jual beli tagak ini

adalah jual beli antara dua orang atau lebih yang mana pihak pertama menjual kebun miliknya, dan pihak kedua membeli dengan cara mentaksir dan menagguhkan barang selama jangka waktu yang telah disepakati, jual beli tagak ini terjadi karena di dorong oleh ekonomi di masyarakat tersebut. Sedangkan gadai menurut adat minangkabau ialah suatu transaksi dimana seseorang menyerahkan sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa tanah tersebut akan kembali kepada pemilik tanah dengan mengembalikan sejumlah uang yang diberikan kepada pihak kedua.

5. Saran-saran

Diantara saran-saran dari penulis rekomendasikan adalah:

1. Kepada para ulama dan juga intelektual muslim ddanjuga mahasiswa syariah yang paham tentang jual beli dan mahasiswa hukum yang

memahami tentang hukum perserikatan jual beli supaya dapat memberikan sumbangan berupa pikiran kepada pembeli dan penjual maupun para pihak yang terkait supaya tidak melakukan jual beli yang dilarang dalam syari’at Islam.

2. Kepada pembeli dan penjual maupun pada para pihak yang terkait agar tidak mempraktekkan jual beli ini karena terdapat unsur yang dilarang karena tidak menyempurnakan unsure dalam jual beli dan hal ini juga dilarang oleh syari’at Islam.