• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI AH FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI AH FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIKIH MUAMALAH ( Studi Kasus Di Nagari Gunung Padang Alai Kecamatan V Koto Timur )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syari’ah

Oleh:

SUSI FAJRIATUL FITRI 1216.015

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M/1441 H

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Jual Beli Tagak di Tinjau Dari Fikih Muamalah (Studi Kasus Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur)” yang di susun oleh Susi fajriatul fitri, NIM. 1216.015 Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui ke bidang munaqasyah skripsi.

Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk dapat digunakan seperlunya.

Bukittinggi, 16 Juli 2020 Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Nuraisyah, M.Ag Nip. 195701021984032001

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi

(3)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Susi Fajriatul Fitri

Nim : 1216.015

Tempat/Tanggal Lahir : Padang Alai, 02 Januari 1999

Program Studi : Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi : Jual Beli Tagak Di Tinjau Dari Fikih Muamalah (Studi Kasus Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur)

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan gelar keserjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak di tentukan.

Demikian pernyataaan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittingggi, 16 Juli 2020 Yang menyatakan

Susi Fajriatul Fitri

NIM. 1216.015

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini ditulis oleh SUSI FAJRIATUL FITRI, NIM 1216015 yang berjudul “JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIKIH MUAMALAH (Studi Kasus Nagari Gunung Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur)”, maksud dari penulisan ini adalah untuk melihat bagaimana jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai dan Pandangan Fikih Muamalahnya.

Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran masyarakat di Nagari Gunung Padang Alai dalam melaksanakan jual beli dengan cara menagguhkan objek jual beli ditanah pemilik kebun selama berpuluh tahun dan akta yang dibuat tidak sesuai dengan fakta yng terjadi. Begitu juga dengan ini adalah bagaimana pelaksanaan jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai, kec. V Koto Timur dan bagaimana pandangan fikih muamalah terhadap pelaksanaanya.

Jenis penelitian yang penuli gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan mengumpulkan data dengan teknik wawancara. Wawancara ini penulis lakukan pada masyarakat yang pernah melakukan jual beli tagak. Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang akan dianalisa dengan metode deduktif dan induktif. Dalam penulisan Skripsi ini penulis menggunakan pedoman penulisan Skripsi IAIN Bukittinggi terbitan tahun 2020 yang telah disesuaikan dengan pedoman penulisan Skripsi di Fakultas Syari’ah IAIN Bukittingi.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Nagari Gunung Padang Alai, masyaratkat membeli anak kulit manis yang masih kecil, akad yang digunakan dalam jual beli berbeda dengan yang terjadi dilapangan. Dan objek jual beli ditangguhkan selama puluhan tahun.

Berdasarkan analisa yang penulis lakukan terkait dengan jual beli tagak di Nagari Gunung

(5)

Padang Alai menurut perspektif fikih muamalah adalah termasuk pada jual beli gharar yaitu jual

beli yang tidak jelas unsur barangnya dan islam sudah menjelaskan bahwa jual beli gharar ini

termasuk jual beli yang dilarang oleh syariat islam.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, rahmat, serta karuniaya, untuk dapat memahami dan membuka tabir misteri cakrawala ilmu pengetahuan.

Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada Nabi SAW, yang telah membawa umat manusia untuk memahami ilmu pengetahuan yang begitu luasnya.

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Progaram Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (muamalah) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, dengan judul: “Jual Beli Tagak Ditinjau Dari Fikih Muamalah ( Studi Kasus Nagari Gunung Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur).

Penghargaan dan cinta kasih yang sangat besar teruntuk kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Suharman dan Ibunda Siti Akmar yang telah membesarkan dan mendidik penulis dari kecil dengan kasih sayang serta untaian doa yang tulus untuk kesuksesan penulis dalam mencapai cita-cita. Selanjutnya kepada saudara-saudara penulis Febri Sukarta, Hengki Adinata, Febri Maulidi Segita Eka Puta, Meirikiswan Tomi, Suryadi Desmayanto yang selalu memberikan arahan terbaik dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Selanjutnya saya sampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah member kesempatan kepada penulis untuk belajar ilmu pengetahuan. Segenap komponen kampus yang telah membantu penulis secara langsung atau tidak.

2. Ibunda Dr. Ridha Ahida, M.Hum, selaku Rektor beserta Staff.

(7)

3. Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag, Selaku Dekan Fakultas Syari’ah beserta Staff.

4. Bapak Beni Firdaus, S.HI, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) beserta Staffnya.

5. Bapak H. Phil. Aidil Alfin, M.Ag selaku pembimbing Akademik.

6. Ibu Dra. Hj. Nuraisyah, M.Ag selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu da fikiran untuk memberikan arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Wali Nagari Gunung Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Kabupaten Padang Pariaman

beserta jajaran yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian didaerah tersebut.

8. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) periode 2018/2019 yang telah banyak memberikan pebelajaran dan pengalaman kepda penulis.

9. Keluarga besar Hukum Ekonimi Syari’ah (Muamalah) angkatan 2016 yang telah memberikan banyak motivasi kepada penulis.

10. Kepada sahabat Sajes, Jhainisyis, kapalo suku dan teristemewa kepada Joni Syaputra yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11. Para Sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Atas bantuan, saran, bimbingan yang telah diberikan, penulis doakan pada Allah SWT,

kiranya apa yang telah diberikan dapat diterima sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran

serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini

(8)

bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya bagi masyarakat yang mengikuti kegitan jual beli tagak. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca.

Terima kasih.

Bukittinggi, 16 juli 2020 Penulis,

Susi Fajriatul Fitri

NIM. 1216.015

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN ORISINALITAS

HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian D. Penjelasan Judul

E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II: LANDASAN TEORI

A. Pengertian Jual Beli dan Dasar Hukum Jual Beli B. Rukun dan Syarat Jual Beli

C. Etika Jual Beli

D. Bentuk – Bentuk Jual Beli Terlarang Dalam Islam E. Jual Beli Di Minangkabau

BAB III: HASIL PENELITIAN

A. Monografi Tentang Di Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur B. Pratek Jual Beli Tagak Di Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur C. Hukum Jual Beli Tagak Nagari Gunung Padang Alai, Kec. V Koto Timur

BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR KEPUSTAKAAN

(10)

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(11)

JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIKIH MUAMALAH ( Studi Kasus Di Nagari Gunung Padang Alai Kecamatan V Koto Timur )

BAB I SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syari’ah

Oleh:

SUSI FAJRIATUL FITRI 1216.015

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M/1441 H

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan manusia. Secara substantif ajaran Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammmad SAW terbagi menjadi tiga pilihan pokok yaitu Aqidah, Akhlak, maupun Muamalah. Salah satu dari substasi dari ajaran Islam terebut adalah bidang muamalah yaitu hubungan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain.

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat.Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu sama yang lain, didasari atau tidak untuk mencukupkan kebutuhan kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan huungannya dengan orang-orang lain itu disebut muamalah.

1

Muamalah secara umum ialah hukum yang berkaitan dengan harta, hak milik, perjanjian, jual beli, hutang piutang, sewa-menyewa, atau hukum yang mengatur kewenangan serta harta yang merupakan hubungan manusia dengan manusia lainnyabaik individu maupun bermasyarakat.

Dalam persoalan muamalah syariat islam lebih banyak memberikan pola-pola, prisip-prinsip, dan kaidah-kaidah umum dibandingkan memberikan jenis dan bentuk muamalah secara terperinci. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fikih yaitu “al-ashlu fi al

1

Ahmad Azhar, asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogjakarta: UII Pres, 2000) hal. 11

(13)

al-muamalah al ibahah illa maa dalla’ala tarmihi” (hukum asal dalam muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya).

2

Jual beli selain bagian dari kehidupan yang memenuhi kebutuhan masyarakat, tentunya harus sesuai dengan kaidah agama Islam. Manusia dalam bertransaksi jual beli, hendaklah terlebih dahulu harus mengetahui apa itu jual beli. Secara terminologi jual beli disebut dengan al- ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dan menurut pasal 2 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’I adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.

Selain itu ada juga jual beli yang dilarang, jual beli dilarang dibagi menjadi dua:

Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa factor yang menghalangi kebolehan jual beli.

3

Berdasarkan definisi diatas, maka pada intinya jual beli itu adalah tukar-menukar barang. Hal ini dipraktikan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar manukar barang, yaitu dengan sistem barter yang terminologi disebut dengan bai al muqayyadah. Tetapi sekarang barter ini sudah di tinggalkan dengan diganti dengan uang, akan tetapi terkadang esensi jual beli itu masih berlaku, sekalipun untuk menetukan jumlah barang yang ditukar tetapi diperhitungkan dengan nilai mata uang tertentu.

Aktivitas jual beli bagi umat sudah menjadi lumrah dan biasa dilakukan sehari hari. Selain jual beli kegiatan lainnya seperti ( pinjam meminjam, utang piutang, sewa

2

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakara: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014) hal.6

3

Abdul Rahman, dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012) hal. 80

(14)

menyewa dan lain sebagainya), Juga sering dilakukan. Dalam memahami dan sistem jual beli dan bentuk-bentuk muamalah lainya yang Islami ternyata bukan hanya manfaat bagi kaum muslimin secara individu, tetapi juga komunal, berguna untuk menghindari bala’(ujian yang buruk), musibah, fitnah, dan meraih kesuksesan didunia dan diakhirat.

Orang yang melakukan aktivitas jual beli wajib mempelajari hukum-hukum jual beli.Terlebih bagi pedagang dia harus mengetahui halal dan haram.

4

Islam adalah agama yang sempurna yang menitik beratkan pada masalah aqidah dan syari’ah. Sebagaimana dijelaskan pada hubungan hamba dengan Rabbnya, hubungan Rabb dengan hamba- hamba nya dan adab-adabnya, maka ia juga menjelaskan berbagai macam aturan hidup, termasuk didalamnya mua’malah dan system perekonomian, khususnya jual beli. Yang aturannya sesuai dengan syar’I yang bedasarkan Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ serta sesuai dengan pembahsan ulama yang senantiasa menempuh jalan keselamatan.

Dengan ditetapkan aturan dari Allah SWT, terkandung penjelasan bahwa Islam mendorong agar beramal danmencintai pekerjaan dengan berbagaimacam profesiyang dibolehkan, sebagai upaya untuk menjaga jiwa dan memakmurkan alam ini. Islam menetapkan mua’malah, sistem dan adab-adabnya, juga memberikan hak kepada setiap orang yang berhak secara adil, Mengarahkan setiap orang menuju pekerjaan yang sesuai dengan tabi’atnya, dalam rangka memakmurkan alamini dengan berbagai jalan kehidupan yang dibolehkan.

5

Usaha yang dilakukan untuk mencari rezki yang halal dengan jalan bermuamalah, dalam hal ini bermuamalah penulis maksud disini adalah jual beli. Jual beli adalah akad

4

Syekh Abdurrahman As-Sa’di, dkk, Fiqih Jual Beli, ( Jakarta Selatan: Senayan Publishing, 2008). Hal. 1

5

Syekh Ahmad bin ‘Abdurrazaq ad-Duwaisy, Fatma-Fatwa Jua Beli,(Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’I,

2008). Hal 1

(15)

mu’awadhah, yaitu akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerhahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.

Ketentuan tentang jual beli dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an antara lain terdapat dalam Qs. An-Nisa’ ayat 29 yaitu:

⧫❑⧫◆

❑➔→⬧⬧◆❑→⧫

⧫❑⬧⧫

⧫⧫⬧◆❑➔⬧

→⧫

☺◆

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Dalam hadis lain berkenaan dengan jual beli bahwa Rasuliullah SAW bersabda لج رلا لمع( : لق ؟ بيطأ بسكلا يئ أ : لئس ملس و هيلع الله يلص يبنلا نا هنع الله يض ر عفا ر نب ةع اف ر نع

.مكاحلا هححص و زا ذبلا هاور )ر و ربم عيب لك و هديب

Artinya : “Rifa’I ibnu Rifa’I ra. Telah menceritakan bahwa nabi pernah ditanya

mengenai usaha yang baik, maka dalam sabdanya be;iau menjawab,”usaha seorang

(16)

dengan jerih payahnya sendiri dan setiap jual beli bersih.” Hadis riwayat Al Bazzar dan dinilai sahih oleh hakim.Hadis ini Shahih manurut Syaik NAshiruddin Al- Albani.”

6

Dalam penjelasan hadis menjadi pegangan bagi umat Islam dalam memperoleh rezki yang halal dan baik, sehingga pada dasarnya jual beli itu membawa keuntungan kepada masing-masing para pihak pembeli dan penjual.

Dalam sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk di perjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli.Samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya masa pembayaranya maupun ketidakjelasan barang lainnya.Jual beli yang dilarang karena samar-samar yaitu jual beli buah-buahan yang belum Nampak hasilnya.Misalnya, menjual putik mangga untuk dipetik kalau sudah tua atau masak nanti.Termasuk dalam kelompok ini adalah larangan menjual pohon secara tahunan.

Di Nagari Gunung Padang Alai terjadi jual beli yang mirip dengan jual beli tahunan. Masyarakat Nagari Gunung Padang Alai biasanya melakukan kegiatan jual beli kulit manis dipasar Padang Alai pada hari Jumat, tetapi terkadang juga ada dilakukan dirumah pemilik kebun.Dengan demikian sebagian besar masyarakat di Nagari Gunung Padang Alai dalam memenuhi kebutuhan hidupnya diperoleh dengan bercocok tanam, hasilnya digunakan untuk kebutuhan dan keperluan lainnya

7

Kegiatan jual beli kulit manis ini dilakukan dengan cara melihat bibit anak kulit manis yang berumur 1 atau 2 tahun, dengan mempertimbangkan bobot dari lahan tersebut.

6

Al-Hafiz Ibnu Hajar Al ‘asqalani Terjemahan Bulughul Maram, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,2009), Hal. 267

7

Hengki, Perangkat Nagari, Wawancara

(17)

Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis dapatkan 3 orang pembeli (agen atau toke) dan 6 orang pemilik kebun kulit manis yang pernah melakukan transaksi jual beli kulit manis. Salah satu bentuk kegiatan dari transaksi yang terjadi dilapangan yaitu ketika seorang masyarakat Nagari Gunung Padang Alai sipenjual menjual anak kulit manisnya yang berumur 1 tahun di perkebunan pada tahun 2000 kepada Pembeli dengan harga Rp. 16.500.000 jumlah anak kulit manis 400 batang. Pembeli membeli anak kulit manis tersebut dengan cara menangguhkan penebangan kulit manis diperkebunan sipemilik kebun selama 20 tahun, selama 20 tahun tersebut pembeli boleh melakukan penerbangan pohon kapan ia suka, dan sipemilik kebun diperbolehkan mengambil hak milik atas tanahnya, tetapi selama 20 tahun itu si penjual dan pembeli tidak diperbolehkan untuk menanami perkebunan itu.

Masyarakat di Gunung Padang Alai biasannya menyebutkan dengan jual beli

tagak karna yang diperjualbelikan itu masih berada di kebun pemilik, dan terlalu lama

ditangguhkan di kebun sipenjual maka dinamakan jual beli tagak, jual beli tagak ini

hanya digunakan untuk jual beli kulit manis dan kenyataan yang terjadi, berbeda dengan

kenyataan yang tertulis karna diakta jual beli masyarakat menggunakan akta jual beli

kebun kulit manis dan pada kenyataan dimasyarakat disana yang dijual belikan adalah

anak kulit yang berada dikebun pemilik. Akad yang dilakukan yaitu akad jual beli,

dimana sipenjual menjual kulit manis yang masih berumur 2 tahun dikebunnya dan

sipembeli membeli dengan menagguhkan kulit manis tersebut selama 20 tahun, karna jual

beli tahunan itu terlalu lama dan maka penduduk disana membuat akta dengan jual beli

(18)

kebun kulit manis, jual beli seperti ini sudah lama terjadi dan bahkan sudah menjadi kebiasaan warga setempat.

8

Berdasarkan bentuk transaksi jual beli yang terjadi di Nagari Gunung Padang Alai yang digambarkan secara umum terlihat kesamaran dalam objek siperjual belikan pada umumnya dalam melaksanakan jual beli, pembeli membeli barang yang sudah siap untuk dipanen tidak membeli barang masih kecil dan tidak tahu keberadaannya pada masa akan datang. Namun pada jual beli tagak yang terjadi di Nagari Gunung Padang Alai melakukan transaksi jual beli yang masih kecil dan penebangannya ditangguhkan kepada pemilik lahan dengan jangka waktu yang cukup lama yaitu 20 tahun, setelah 20 tahun si pemilik lahan barulah bisa mengolah lahannya kembali.

Seperti yang dijelaskan dalam hadis Nabi SAW :

.رامحت ئتح لق وا يه زت ئتح ر امثلا عيب نع ئهن ملس و الله ئلص الله ل وس ر نأ هنع الله يض كل ام نب ا سنأ نع )هيلع قفتم(

Artinya “ Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasululllah SAW melarang menjual buah- buahan sehingga tampak dan matang (Hadist ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim)”

Jadi hadis ini menjelaskan Nabi SAW melarang mejual buah yang belum Nampak, karena di takutkan mengandung gharar di dalamnya. Oleh sebeb itu nabi melarang jual beli seperti ini.

)دواد وبأو ملسم هاور( نينسلا عيب لق و ةم و اعملاىنع ئهن ملس و هيلع الله ئلص يبنلا نا الله دبع نبا رب اج نع

8

Mardanis, Urang Tuo, Wawancara

(19)

Artinya “Dari Jabir bin Abdillah bahwasannya Nabi SAW melarang jual beli tahunan”

(HR. Muslim dan Abu Dawud)

9

Jika dilihat jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi salah satunya dari segi benda yang dijadikan objek jual beli, dikemukakan oleh imam Taquiddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk.

10

Pertama, jual beli benda yang kelihatan ialah jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli, hal ini lazin dilakukan masyarakat banyak seperti jual beli beras dipasar boleh dilakukan.

Kedua, jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam berjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasan pedagang, salam adalah jual beli tidak tunai, salam awalnya berarti meminjam barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

Ketiga, jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang di larang oleh agama Islam, karena barang itu masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang tersebut dapat menimbulkan kerugian antara salah satu pihak atau kedua pihak. Sedangkan merugikan dan menghancurkan harta benda milik orang lain tidak diperolehkan.

Dengan hal demikian seolah jual beli yang terjadi di Nagari Gunung Padang Alai hampir sama dengan jual beli putik dan gadai , dimana jual beli putik merupakan jual beli yang dilarang karna hasilnya masih samar-samar atau memiliki unsur gharar, maka jual

9

Abdullah bin Abdurrahman, Kitab Jual Beli, (Jakata: Pustaka Sunnah, 2009), Hal. 75-77

10

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakata: Raja Grafinda Persada, 2002), Hal. 75-77

(20)

beli tahunan ini hampir sama dengan jual beli putik, karna jual beli tahunan ini si pembeli membeli kebun kulit manis dengan jangka waktu ysang begitu lama dan penebangannya ditangguhkan kepada si pemelik lahan, dan gadai yaitu menahan barang jaminan yang bersifat materi, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dan bernilai ekonomis, sehingga para murtahin memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai tersebut. Jadi karena masyarakat disana takut akan riba yang dilakukan maka ia membuat perjanjian jual beli. apakah kedua belah pihak saling menguntungkan atau salah satu pihak yang dirugikan, dan apakah tanaman itu masih hidup selama kesepakan itu terjalan atau tidaknya.Jual beli yang terjadi ini menimbulkan pertanyaan dikalangan masyarakat apakah jual beli seperti itu diperbolehkan dalam islam?.

Berdasarkan masalah diatas membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang jual beli tagak yang dilakukan dimasyasrakat Nagari Gunung Padang Alai dengan judul:“ JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIQIH MUAMALAH (Studi Kasus Di Nagari Gunung Padang Alai Kecamatan V Koto Timur)”

B. Rumusah Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan yang akan dibahas dalam proposal ini adalah:

1. Bagaimana sistem jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai?

2. Bagaimana hukum Pelaksanaan jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai di tinjau dari fikih muamalah.?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(21)

Adapun tujuan penulis untuk masalah ini adalah untuk mengetahui:

a. bagaimana sistem jual beli dan pelaksanaan jual belitagak pada masyarakat Nagari Gunung Padang Alai

b. untuk mengetahui tinjauan fikih muamalah mengenai jual beli tagak.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) pada Institut Agama Negeri Islam (IAIN) Bukittinggi.

b. Menambah dan memperkaya perngetahuan ataupun wawasan penulis terhadap materi penelitian yang dibahas.

c. Sebagai acuan dan referensi bagi berbagai kalangan yang membutuhkan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang jual beli tagak pada kulit manis.

D. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami judul skripsi ini dan untuk mendekatkan kepada pemahaman awal, maka penulis perlu menjelaskan beberapa kata yang terdapat dalam judul tersebut yaitu:

Jual beli : Menukar barang dengan uang atau yang menilai lainya dengan jalan melepaskan hal milik dari satu kepada yang lain atas dasar merelakan.

11

Tagak : Istilah masyarakat dalam objek jual beli yang masih hidup. Jual beli tagak ini biasanya digunaakan untuk kulit manis yang masih dikebun.

11

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,…Hal .67

(22)

Fikih muamalah : Aturan-aturan Allah SWT yang mengatur manusia dalam kaitanya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.

12

Nagari Gunung Padang Alai: Nagari Gunung Padang Alai yang terletak geografisnya

berada pada salah satu Nagari terluas yang posisinya terletak berada pada bagian Utara Kabupaten Padang Pariaman. Secara Adminisratif Luas Nagari Gunung Padang Alai adalah 13.675 Ha yang terdiri dari 9 Korong.

secara geografis Nagari Gunung Padang Alai pada dasarnya sangat potensial untuk dikembangkan sebagai daerah pekebungan dan perdagangan karena posisi strategisnya berada pada pusat kecamatan V Koto Timur dan berdampingan engan Kabupaten Agam tidak jauh dari Kota Pariaman.

13

Yang penulis maksud dengan judul jual beli tagak ditinjau dari Fiqih muamalah adalah bentuk jual beli tukar-menukar barang terhadap pembelian kebun kulit manis yang didasarkan ketentuan atau aturan-aturan jual beli yang ada dalam fiqih muamalah.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk tinjauan yang mendalam tentang pelaksanaan jual beli tagak ini maka penulis melakukan penelitian yang mempunyai referensi dangan masalah yang menjadi objek penelitian. Berikut ini yang membahas tentang jual beli adalah skripsi Rahman Nurhidayat (BP. 1210. 006) tahun 1435 H/2014 M dengan judul “Jual Beli Kulit Manis Ditinjau dari Fiqih Muamalah (Studi kasus Di Nagari Koto Rantang Kec. Palupuh).

12

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah ,…Hal. 5

13Profil Nagari Gunung Padang Alai, tahun 2019

(23)

Dalam kasus ini penulis memaparkan bagaimana cara jual beli kulit manis di Nagari Koto Rantang Kec. Palupuh, kesimpulan dari skiripsi tersebut adalah adanya kesamaran dalam objek yang diperjualbelikan. Yang terjadi di Nagari Koto Rantang pembeli mengeluarkan tenaga dan biaya untuk mengambil kulit manis tersebut. Seangkan kulit manis yang diambil oleh toke kulit manis nantinya akan dijual kembali. Sehingga terjadi kesamaran dalam jual beli tersebut.

Selanjutnya skripsi Mutia Utari( (BP. 1213. 014) tahun 2017M/1438H dengan judul “Pelaksanaan Jual Beli Bersyarat Di Nagari Baringin menurut Fikih Muamalah”.

Dalam kasus ini penulis memaparkan bagaimana kasus yang terjadi di Nagari Baringin.

Kesimpulan dari ksripsi tersebut adalah jual beli yang dilakukan masyarakat di nagari baringin yang melakukan jul beli yang dibumbuhi dengan syarat. Yang mana seseorang yang akan menjual harta khususnya harta yang barupa bangunan, member syarat dalam memperjualbelikan harta mereka. Syarat dalam menjual tersebut adalah penjual menjual bangunannya kepada pembeli dengan syarat penjual masih tetap tinggal atau menggunakan bangunan tersebut sampai ia meninggal dunia.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan peneliti lapangan (field research), yang dilakukan di

Nagari Gunung Padang Alai. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan peristiwa serta menggali secara detail mengenai

tinjauan fiqih muamalah terhadap pelaksanaan jual beli tagak di Nagari Gunung

Padang Alai.

(24)

2. Sumber Data a. Data primer

Data yang didapat dari sumber pertama yaitu petani yang melakukan jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai, dengan wawancara secara langsung kepada pihak pembeli dan penjual anak kulit manis.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan di sajikan baik oleh pihak mengumpul data primer atau pihak yang lainya. Data sekunder meliputi informasi lain yang ada di Nagari itu yang juga mengetahui peristiwa jual beli dan buku-buku yang berkaitan dengan jual beli, pendapat ahli hukum dan laporan hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum yang relevan dengan penulisan skripsi ini tentunya.

3. Metode Pengumpulan Data.

a. Wawancara

Metode ini penulis gunakan untuk mencari data-data yang dibutuhkan dalam penulisan dalam penulisan yang bersumber dari masyarakat Nagari Gunung padang Alai pada pihak yang terkait dalam pelaksanaan tersebut yaitu kepada tokoh-tokoh masyarakat, Alim Ulama, Urang Tuo, ataupun masyarakat yang melakukan transaksi jual beli kabun kulit manis dengan tujuan untuk mengetahui bentuk kegiatan masyarakat Nagari Gunung Padang Alai dalam jual beli anak kulit manis.

b. Dokumentasi

(25)

Mengumpulkan data dengan cara mengambil data-data dari catatan yang dibutuhkan oleh penulis. Dalam hal ini dokementasi diperoleh melalui dokumen dan arsip-arsip yang ada di Nagari Gunung Padang Alai..

4. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dilakukan setelah data terkumpul berupa data kualitatif merupakan data dalam bentuk kata-kata atau symbol. Data kualitatif karena berupa kata-kata atau simbol maka dapat diperoleh melalui wawancara. Metode dengan menggunakan analisa kualitatif yaitu menganalisa dengan jalan mengkualifikasi data-data berdasarkan ketegori atas dasar persamaan dari jenis data- data tentang masalah yang akan diteliti.

5. Sistematika Penulisan

Supaya penulisan skripsi ini mempunyai hubungan yang kuat antara keseluruhan pembahasan perlu dibuat sistematika penulisan yaitu :

Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, metode penelitian tinjauan pustaka dan sistematika penulisan,

Bab II jual beli, bab ini akan mengulas tentang pengertian jual beli dan dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, etika jual beli, bentuk bentuk jual beli terlarang dalam Islam, ketentuan jual beli menurut adat minangkabau.

Bab III praktek jual beli tagak di Nagari Gunung Padang Alai, bab ini membahas

mengenai monografis Pasar Padang Alai, Praktek Jual Beli Tagak dan hukum jual beli di

Nagari Gunung Padang Alai Kec.V Koto Timur dari fiqih muamalah.

(26)

Bab IV penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Disini akan dijelaskan

bagaiamana penyelesaian dari persoalan-persoalan yang dikemukakan dalam rumusan

masalah.

(27)

JUAL BELI TAGAK DITINJAU DARI FIKIH MUAMALAH ( Studi Kasus Di Nagari Gunung Padang Alai Kecamatan V Koto Timur )

BAB II SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syari’ah

Oleh:

SUSI FAJRIATUL FITRI 1216.015

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M/1441 H

(28)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Dasar Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama yang lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, perusahaan yang lain, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemashalatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyrakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain pun menjadi teguh. Akan tetapi sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri dan supaya hak masing- masing jangan sampai tersia-sia. Oleh karena itu teraturnya muamalat agar kehidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga perbantahan dan dendam tidak terjadi.

14

Jual beli dalam fiqih disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, menukar sesuatu dengan sesuatuyang lain. Lafal al-bai’dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli) dengan demikian, kata al- bai’ berarti jual, tetap, sekaligus juga berarti beli.

15

Walaupun dalam bahasa arab kata jual ( عيبلا ) dan kata beli ( ءارشلا ) adalah dua kata yang berlawan artinya, namun orang arab biasa menggunakan ungkapan jual beli dengan satu kata yaitu ( عيبلا ). Untuk kata ( ءارشلا ) sering digunakan devisi kata jual yaitu ( ع اتبا ). Secara arti kata ( عيبلا ) dalam penggunaan sehari-sehari

14

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru, 2017), Hal. 278

15

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media. 2000), Hal. 111

(29)

mengandung arti “saling tukar” atau tukar menukar. Jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyariatkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.

Hukumnya adalah boleh, kebolehannya ini terdapat dalam al-Qur’an dan hadis Nabi.

16

Jual beli atau perdagangan secara istilah fiqih disebut al-bai’yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti.

17

Wahbah al-Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan

“menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”. Kata bai’ dalam arab terkadang untuk pengertian lawannya, yaitu al-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.

18

Secara terminologi jual beli disebut dengan al-Bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bai’ dalam terminologi fiqh terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal al-Syira yang berarti membeli.

Dengan demikian, al-bai’mengandung arti menjual sekaligus membeli atau jual beli.

Menurut Hanafiah pengertian jual beli secara denitif yaitu tukar-menukar harta benda sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabillah, bahwa jual beli yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk perpindahan milik dan kepemilikan.

19

Jual beli secara umum adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu

16

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih,,(Jakarta: Kencana, 2003), Hal. 193

17

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kecana Prenada Media Grop, 2012), Hal.67

18

Wahbah Zuhaily,al-fiqih al-Islami Wa Adillatuhu,Penterjemah Luthfi arif, Aditya Warman dan Fakhruddin,(Beirut: Dar al-Fikr, 1409), Juz IV, Hal. 3304

19

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah,(Jakarta: Kencana, 2013), Hal. 103

(30)

penjual dan pembeli. Sedangkan jual beli khusus adalah jual beli akad mu’awadhah atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang.

Pengertian jual beli secara syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan. Sebagian ulama memberi pengertian jual beli adalah tukar menukar harta meskipun masih ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap. Kedua pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain:

a. Jual beli dilakukan oleh dua orang (dua sisi) yang saling melakukan tukar-menukar.

b. Tukar-menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.

c. Sesuatu yang berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjuabelikan.

d. Tukar menukar tersebut hukumnya tetap, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan ketetapan jual beli dengan kepemilikan yang abadi.

20

Dari beberapa definisi diatas yang dikemukakan oleh para ulama dalam jual beli, dapat penulis simpulkan bahwa jual beli merupakan perpindahan harta yang terjadi karena adanya perbedaan kebutuhan yang dilakukan antara pihak penjual dan pembeli. Perpindahan harta tersebut untuk mengambil barang milik orang lain menggantinya dengan sesuatu yang berharga atau bernilai. Perpindahan harta tersebut dilakukan atas dasar kerelaan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan serta memenuhi syarat tertentu yang telah diatur dalam Islam.

20

Syekh Abdurrahman as-sa’di, Fiqih Jual Beli (Jakarta selatan: Maktabah Madinah, 2008), Hal. 143

(31)

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an, sunnah Rasulullah SAW, dan ijma’ yang berbicara tentang jual beli, antara lain:

a. Al- Qur’an

1) Qs. al- Baqarah ayat 275

⧫❑➔→⧫❑⧫

⧫❑❑→⧫☺❑→⧫

⧫⧫⬧

▪☺⬧

❑⬧☺⧫

❑⧫◆

⧫⧫▪◆❑⧫

☺⬧◼◆⬧→❑⧫

◼▪⧫⬧⬧⬧⧫

◼◼◆◼⧫

◆⧫⬧⬧⬧

➔→



Artinya:“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya.”

Pada ayat di atas menjelaskan riba adalah haram, dan jual beli adalah halal.

Dalam ayat di atas secara jelas dan ditegaskan perbedaan antara jual beli dan riba.

Riba merupakan perbuatan seseorang memakan atau mengambil harta dengan cara

yang dilarang oleh agama Islam. Allah SWT telah menegaskan bahwa orang yang

(32)

memakan harta riba bahwa mereka tidak berdiri melainkan seperti orang yang keserupan karena penyakit gila. Sedangkan jual beli merupakan perbuatan yang diperbolehkan oleh Allah SWT.

2) Qs. al-Baqarah ayat 198

▪⬧→◼⧫❑⧫

⬧⬧→◼▪⬧⬧

⬧⬧⧫⧫→⬧

➔☺⧫⬧

◼→◆☺→

◆→⬧

☺⬧⧫

Artinya:“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharamdan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.”

3) Qs. al- Nisa’ ayat 29

⧫❑⧫◆

❑➔→⬧⬧◆❑→⧫

⧫❑⬧

⧫⧫⧫⬧◆

❑➔⬧→⧫

☺◆

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

21

Ayat ini mennjelaskan bentuk dari peniagaan atau transaksi muamalah yang dilakukan secara batil. Makna pada kata batil secara bahasa berarti sia-sia dan kerugian. Menurut secara syara’ batil adalah mengambil harta tanpa ada

21

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah,....Hal. 113

(33)

ganti/imbalan yang ditetapkan dan juga tidak berdasarkan kerelaan orang-orang yang mengambil hartanya, atau juga menafkahkan hartanya yang secara substansi tidak dapat manfaatnya. Termasuk juga batil yang memperoleh harta dengan cara undian, kicuhan, tipuan, riba dan menafkahkan harta dengan cara-cara yang diharamkan. Dari pengertian tersebut ayat ini dapat dipahami agar terhindar dari perbuatan batil yang dapat merugikan.

22

b. Sunnah

1) Hadis yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’

ب لج رلا لمع:لاقف ؟بيطا بسكلا يا :ملسو هيلع الله ىلص ىبنللاىس عيب لكو هدي

)مكاحلاورازبلاهاور(.روربم

Artinya: “Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah SAW menjawab “usaha tangan manusia dan setiap jual beli yang diberkat.” (HR. Al-Bazzar dan Al- Hakim).

23

Dalam hadis diatas kata روربم yang berarti “jual beli terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain”. Dimana dalm hadis di atas telah menerangkan dengan jelas bahwa jua beli yang mabrur ialah jual beli yang dilakukan oleh satu orang atau lebih asalkan saling meridhoi dan tidak ada unsur untuk menipu. Karena dengan adanya unsur penipuan dalam jual beli maka secara otomatis jual beli yang dilakukan akan menjadi batal, karena penipuan (gharar) adalah jual beli yang dilarang dalam syariat.

2) Hadis dari al-Baihaqi, Ibn Majahdan Ibn Hibban, Rasulullah SAW menyatakan:

)يقهيبلا هاور( ضارت نع عيبلا امنا:لاق ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر نا يردخلا ىبا نع

22

Arsal, Tafsir Ayat Ekonomi, (Bukittinggi: STAIN Syeh M Djamil Djambek Bukittinggi, 2009), Hal. 111

23

Imam Al-Hafidz ibnu Hajar Al-‘Asqalany, Bulughul Maram Five in One,penterjemah Lutfi Arif, dkk

(Jakarta Selatan: PT Mirzan Publika, 2012), Hal. 456

(34)

Artinya: “Dari Abi Sa’id Al qudri bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:jual beli itu didasarkan atas suka sama suka”(hadis riwayat baihaqi).

24

3) Hadis yang diriwayatkan al-Tarmizi, Rasulullah SAW bersabda:

)يقهيبلا هاور( ضارت نع عيبلا امنا

Artinya: “Pedagang yang jujur dan tepercaya sejajar (tempatnya disurga dengan para nabi, shadiqin dan syuhada.”

25

4) Ijma’

Salah satu sumber hukum islam yaitu ijma’. Ijma’ adalah kesepakatan para ulama atas suatu masalah.

26

Dalam masalah jual beli ini, Ulama sepakat bahwa jual beli diperbolekan dengan alasan, bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

27

B. Rukun dan Syarat Jual Beli 1. Rukun Jual Beli

Arkan adalah bentuk jamak dari rukn. Rukun berarti sisinya yang paling kuat, sedangkan Arkan adalah hal yang harus ada untuk terwujudnya satu akad dari sisi luar.

28

Sehingga jual beli harus mempunyai rukun dan syarat yang dipenuhi sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh Syara’.

Rukun jual beli ada tiga, yaitu:

a. Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli b. Objek transaksi, yaitu harga dan barang

24

Abdul Ishaq al-syatibi, Al-muawakat fi ushul al-Syariah,(Beirut: Dar al-Ma’rifah,1975,Jilid II), Hal. 56

25

Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah. (Bandung: Cv puastaka setia, 2001) Hal.69-70

26

Nasrun Haroen, Ushul fiqih I, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1996), Hal. 51

27

Rahcmat Syafe’I, Fiqih muamalah,… Hal. 75

28

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fikih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 28

(35)

c. Akad transaksi, segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.

29

Sedangkan menurut Hanafi, rukun jual beli adalah Ijab-kabul yang menunjukan adanya maksud untuk saling menukar atau sejenisnya. Adapun mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa jual beli memiliki empat rukun yaitu penjual, pembeli, pernyataan kata(Ijab-Kabul), dan barang. Pendapat mereka ini berlaku pada semua transaksi. Ijab menurut Hanafi, adalah menetapkan perbuatan khusus yang menunjukan kerelaan yang terucap pertama kali dari perkataan salah satu pihak, baik dari penjual maupun dari pembeli.

Sedangkan qabul adalah apa yang dikataan kali kedua dari salah satu pihak.

30

Akan tetapi, Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).

b. Ada shighat (lafal ijab dan qabul) c. Ada barang yang dibeli

d. Ada nilai tukar pengganti barang.

31

2. Syarat Jual Beli

Syarat adalah sesuatu yang harus terpenuhi agar akad jual beli di pandang sah menurut syara’. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka akad jual beli menjadi batal.

Dikalangan ulama sendiri banyak perbedaan pendapat mengenai syarat dalam jual beli.

a. Syarat orang yang berakad

29

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah,….Hal. 102

30

Wahbah Zuhaily, al-fiqih al-Islami Wa Adillatuhu,Penterjemah Abdul Ayiie al-Kattani, dkk(Jakarta:

Gema Insani, 2007), Jilid 5, Hal. 28-29

31

Abdul Rahman, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat,… Hal.67

(36)

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat:

1) Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, menurut ulama Hanafiah, apabila akad yang dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan harta kepada orang lain, mewakafkan, atau menghibahkannya, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan.

2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual, sekaligus pembeli.

b. Syarat yang terkait dengan ijab dan Kabul

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab qabul yang dilangsungkan. Apabila ijab dan qabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemmilik semula. Barang yang dibeli berpindahtangan menjadi milik pembeli, dan nilai tukar/uang bepindah tangan kepada penjual. Jadi syarat menurut ulama fiqih yaitu orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal, Qabul sesuai dengan ijab, Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya, kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.

32

c. Syarat barang yang diperjualbelikan (Ma’qud’alaih)

32

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah,…Hal. 115-116

(37)

Syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai berikut:

1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu.

2) Dapat dimanfaatkan dab bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar, dan darah tidak sah menjadi objek jual beli, karena dalam pandangan syara’ benda-benda seperti ini tidak bermanfaat bagi muslim.

3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan dilaut dan emas dalam tanah, karena ikan dan emas ini belum dimiliki penjual.

4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

d. Syarat nilai tukar (harga barang)

Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk jaman sekarang adalah uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini para ulama fiqih membedakan al-tsaman dengan al-si’r. Menurut mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara actual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima pedagang sebelun dijual kekonsumen (pemakai). Para ulama fiqih mengemukakan syarat al-tsaman diantaranya:

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.

2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti

pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar

kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.

(38)

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al- muqayadhah) maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda ini ridak bernilai menurut syara’.

33

C. Etika Dalam Jual Beli

Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap pelaku bisnis terutama dalam hal kepribadian, tindakan dan prilakunya. Etika adalah teori tentang prilaku perbuatan manusi, dipandang dari nilai baik dan buruk, sejauh yang dapat diakali, perkataan etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos, yang dalam bentuk jamaknya (taetha) berarti kebiasaan. Secara etimologi etika identik dengn moral, karena telah umum diketahui bahwa istilah moral berasal dari kata (mos) dalam bentuk tunggal dan (mores) dalam bentuk jamak, dalam bahasa latin yang artinya kebiasaan atau cara hidup.

Etika lebih bersifat teori, moral bersifat praktik. Yang pertama, membicarakan bagaimana seharusnya, sedangkan yang kedua, bagaimana adannya. Etika menyelidiki, memikirkan dan mempertimbangkan yang baik dan yang buruk, moral menyatukan ukuran yang baik tentang tindakan manusia secara universal, moral secara tempatan, moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan moral itu. Moral sesungguhnya dibentuk oleh etika.

34

Jual beli itu merupakan bagian dari ta’awun (saling menolong). Bagi pembeli menolong penjual yng membutuhkan uang (keuntungan), sedangkan bagi penjual juga berarti menolong pembeliyang sedang membutuhkan barang. Karenanya, jual beli itu merupakan perbuatan yang mulia dan pelakunya mendapat keridhaan Allah SWT bahkan Rasulullah SAW menegaskan

33

Abdul Rahman, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat,… Hal. 75-77

34

A. Kadir MH, Hukum Bisnis Syari’ah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah,2013), Hal. 47

(39)

bahwa penjual yang jujur dan benar kelak di akhirat akan ditempatkan bersama nabi akan ditempat bersama nabi, syuhada, dan orang yang saleh. Hal ini menunjukan tingginya derajat penjual yang jujur dan benar. Jadi usaha yang baik dan jujur itu yang paling menyenangkan yang akan mendatangkan keberuntungkan, kebahagian, dan sekaligus keridhaan Allah SWT.

35

Jual beli memiliki beberapa etikadiantaranya sebagai berikut:

1. Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan. Penipuan dalam jual beli yang berlebihan di dunia dilarang dalam semua agama karena hal sepeti itu termasuk penipuan yang diharamkan oleh agama. Namun penipuan kecilyang tidak bisa dihindarkan oleh seseorang adalah sesuatu yang boleh. Sebab kalo dilarang maka tidak terjadi tansaksi jual beli.

2. Berinteraksi dengan jujur, yaitu dengan menggambarkan barang dagangan sebetulnya tanpa ada unsure kebohongan ketika menjelaskan macam, jenis, sumber, dan biayanya.

3. Bersikap toleran dalam berinteraksi, yaitu penjual bersikap mudah dalam menentukan harga dengan cara menguranginya, begitu pula pembeli tidak terlalu keras dalam menentukan syarat-syarat penjualan dalam memberikan harga lebih.

4. Menghindari sumpah meskipun pedagang itu benar. Dianjurkan untuk menghindari sumpah dengan nama Allah SWT dalam jual beli, karena itu termasuk cobaan bagi nama Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya dalam QS. Al- Baqarah ayat 224:

◆❑➔➔→

☺⬧❑→⬧◆

❑⬧➔◆✓⧫

◆⧫

Artinya: “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusiadan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

35

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Insan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat,… Hal.89

(40)

5. Memperbanyak sedekah. Disunahkan bagi seseorang untuk memperbanyak sedekah sebagai penebus dari sumpah, penipuan, penyembunyikan cacat barang.

6. Mencatat utang dan mempersaksikannya. Dianjurkan untuk mencatat transaksi dan jumlah utang, begitu juga mempersaksikan jual beli yang akan dibayar di belakang dan catatan utang.

36

Dalam QS. Al- Baqarah ayat 282:

⧫❑⧫◆

⬧⧫⬧◼

◼❑⬧◆

◆◆➔

◆⧫⧫☺

☺⧫◆⬧☺

◆◼⧫⬧

◆◆◆◆▪⧫

⬧⧫

◼⧫⬧

➔⧫☺◆❑➔

☺⬧◆➔

⧫◆

→⬧⧫❑⧫

✓◼◆⧫⬧⬧◆

☺⧫❑⬧

⬧☺◼⧫⬧

☺◼⧫◆⧫

⬧⧫❑

◆❑☺⧫⬧◼❑⬧

◼

⬧◆❑

◆◆

❑⬧⬧❑⬧⧫

◆⧫◼⧫➔→

⧫▪◼⬧◼⧫◆

❑⬧◆⬧

➔⧫⧫⬧◆▪◆

◆❑➔➔⬧

36

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillautuhu,… Hal. 27-28

(41)

⬧❑➔→❑→◆

→☺➔◆◆

→⧫

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.

jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, Islam mempunyai etika dalam berdagang:

1. Menegakkan larangan dan memperdagangkan barang-barang yang diharamkan 2. Bersikap benar, amanah, dan jujur

3. Menegakan keadilan dan mengharamkan bunga

4. Menerapkan kasih saying dan mengharamkan monopoli 5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan

6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju akhirat.

37

37

Mardani, Hukum Bisnis Syariah,(Jakarta: Prenada media Group, 2014), Hal 27

(42)

Jual beli dianjurkan di hadapan saksi, berdasarkan firman Allah SWT QS. Al- Baqarah ayat 282 “ persaksikanlah apabila kalian berjual beli”. Dengan demikian ini karena jual beli yang dilakukan dihadapan saksi dapat menghindarkan terjadinya perselelisihan dan menjauhkan diri dari sikap yang menyangkal. Oleh karena itu, lebih baik dilakukan, khususnya bila barang dagangan tersebut mempunyai nilai yang sangat penting (mahal). Bila barang dagangan itu nilainya sedikit, maka dianjurkan mempersaksikanya. Ini adalah pendapat Imam Syafi’I, Hanfiah, Ishak, dan Ayub.

38

Al-Qur’an memandang jual beli sebagai pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan, al-Qur’an sering kali mengungkapkan bahwasannya pekerjaan berdagang adalah perkerjaan yang paling menanarik, al-Qur’an bukan hanya memperbolehkan dan mendorong segala bentuk kerja produktif, namun ia menyatakan bahwa bagi seorang muslim hal tersebut merupakan kewajiban.

39

Hal ini senada dengan firman Allah SWT Al-Nur ayat 37 yang berbunyi:

➔⧫◆⧫

⧫⬧◆❑◼

⧫◆❑⧫❑➔⬧⬧

❑⧫⬧⧫⬧❑➔→

◆

Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat.

mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Juga firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 24 yang berbunyi:

➔⧫⧫⧫◆→⧫

◆◆❑◆◆◆

➔◆⧫◆◆❑◆❑☺◆

⧫⧫◆⧫❑⧫

⧫◆⧫❑⬧→

38

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah,…Hal. 205

39

Muhammad dan Lukman Fauroni, Visi Misi Al-Qur’an, (Jakarta: Selemba Diniyah, 2002), Hal 23

Referensi

Dokumen terkait

Dalam KHI pasal 171 poin (c) dijelaskan bahwa yang menjadi ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan

Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan akan memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah memberikan masukan dan informasi terhadap perusahaan

Pengertian, Obyek, dan Urgensi Fiqh Muamalah, Harta benda (amwal), Hak perjanjian (akad), Jual beli (ba’i), Hak pilih dalam jual beli (khiyar), Bai’ murabahah, Bai’ bidhamanil

Class discussion Mahasiswa melakukan diskusi kelompok untuk menganalisis teks berbahasa inggris dalam bidang

Inspektur Pendidikan Pertanian; 3.Bahan-bahan yang diujikan disusun oleh Kepala Jawatan Pertanian Rakyat Propinsi Jawa-Barat c.q Inspektur Pendidikan Pertanian berdasarkan

Menyerahkan 1 (satu) examplar hardcopy, dan mengunggah Laporan Penelitian yang telah disahkan oleh Prodi/Fakultas dan LP3M dalam format pdf dengan ukuran file maksimum 5

Jadi, secara umum, strategi jemput zakat pada BAZNAS Kabupaten Jepara bisa dikatakan efektif dalam meningkatkan penghimpunan dana zakat dan juga muzakki, meskipun

Berdasarkan Tabel Analisis SWOT diatas dapat dilihat bahwa kekuatan yang dimiliki oleh Toko ADN Konveksi yaitu produksi seragam sekolah yang berkualitas, produk