Erwinia carotovora subsp carotovora
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Phalaenopsis
Indonesia sebagai salah satu negara tropis di kawasan Asia memiliki kekayaan flora yang tersebar di seluruh wilayah kepulauannya. Di antara ragam kekayaan flora tersebut, tanaman anggrek merupakan komoditas yang paling penting
dan bernilai ekonomi tinggi. Sebagian besar spesies anggrek belum termanfaatkan dan masih berada di hutan belantara dataran rendah maupun dataran tinggi sebagai habitat alamnya. Dari berbagai jenis anggrek yang tumbuh di alam Indonesia, Phalaenopsis merupakan salah satu yang paling populer di dunia. Sebagian besar spesies Phalaenopsis yang dikenal di dunia diketahui berasal dari Indonesia, sedang sebagian kecil berasal dari Semenanjung Malaya, Filipina, Thailand, dan Birma (Djaafarer 2002).
Beberapa spesies yang sangat populer dan terus diburu yaitu Phalaenopsis gigantea (anggrek bulan raksasa) yang berasal dari Kalimantan, dan sangat potensial sebagai induk silangan. Phalaenopsis amboinensis yang juga terkenal sebagai cikal bakal lahirnya Phalaenopsis berbunga kuning. Salah satu yang berbunga kupu-kupu putih, Phalaenopsis amabilis dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan Indonesia, seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Buru, Timor, Papua dan Jawa, mendapat julukan "Puspa Pesona". Phalaenopsis lain yang merupakan bahan induk silangan berpotensi yaitu Phalaenopsis cornucervi dikenal sebagai anggrek bulan loreng merupakan sumber genotip anggrek hibrida bercorak loreng (Djaafarer 2002).
Semua tanaman Phalaenopsis memiliki batang yang pendek dan merupakan tanaman monopodial. Berbeda dengan anggrek monopodial berbatang panjang (seperti Arachnis, Renathera), batang anggrek Phalaenopsis dapat dikatakan hampir tidak ada. Jarak antara daun sangat pendek, dan apabila terjadi pemanjangan internode biasanya merupakan pengecualian pertumbuhan. Ciri batang yang pendek menandakan bahwa tanaman ini membutuhkan intensitas cahaya matahari cukup rendah. Siklus hidup Phalaenopsis secara alami terjadi selama 2-3 tahun dari fase vegetative hingga fase reproduktif (Christenson 2001).
Phalaenopsis memiliki tiga jenis akar: akar udara, akar epifit dan akar substrat. Akar udara silindrik dan tidak bercabang, besar, memanjang pada ujungnya berpigmen ungu atau hijau seperti pigmentasi pada daun. Pigmentasi ini kemungkinan merupakan pola pewarisan alel tunggal. Akar epifit, atau akar yang berpangkal pada batang dan tidak menempel pada substrat atau tidak tertutupi oleh substrat, bentuknya tipikal pipih dan menyerupai pita. Akar substrat berbentuk silindrik berdiameter lebih besar dari pada akar udara dan biasanya ujung akarnya tidak berpigmen. Pada setiap tanaman memiliki satu atau dua jenis akar tersebut tergantung lingkungannya. Hormon yang terdapat di ujung akar mampu menginisiasi
mitosis sehingga jaringan ini cocok digunakan untuk pembentukan plb (protocorm like bodies) dan berpeluang untuk menginduksi mutasi (Christenson 2001).
Ketebalan daun bervariasi dari spesies yang satu dengan spesies yang lain. Namun, tekstur dan morfologinya semua hampir sama dalam satu genus Phalaenopsis. Semua jenis daun ini sukulen dan mengkilap. Secara normal daun bersifat evergreen, beberapa kadang-kadang menunjukkan variasi pigmentasi. Pada Phalaenopsis daun kadang-kadang tampak keperakan kaya dengan spot-spot ungu. Pola pewarnaan daun tampaknya berhubungan erat dengan tanda-tanda khusus untuk pengenalan spesies. Pada spesies dengan daun yang tidak memiliki ciri, ada atau tidaknya warna ungu di bagian bawah permukaan daun adalah bervariasi dan dikontrol oleh satu sistem alel (Christenson 2001).
Tangkai bunga Phalaenopsis umumnya pendek, jumlah bunga sedikit. Tetapi ada spesies yang tangkai bunganya bercabang sehingga hasil silangan- silangannya hingga kini menghasilkan hibrid multiflora. Pangkal tangkai bunga Phalaenopsis biasanya beruas 3-5 ruas dan masing-masing ruas terdapat mata tunas yang diselubungi pelepah berukuran kecil. Setelah ruas-ruas tersebut, terdapat kuntum-kuntum bunga. Kadang-kadang pada ruas tangkai bunga muncul keiki atau tunas anakan (Djaafarer 2002).
Selama ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa anggrek Phalaenopsis spesies hanya dapat tumbuh di daerah dataran tinggi. Padahal sebenarnya anggrek dapat tumbuh di sembarang ketinggian, dataran rendah, menengah sampai tinggi, selama kondisi ekologinya optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, Phalaenopsis merupakan jenis anggrek epifit atau litofit. Di alam anggrek ini epifit pada batang kayu atau dinding bebatuan dengan akar menempel kuat. Di alam, Phalaenopsis hidup di tiga macam habitat antara lain daerah kering, daerah dingin dan dan daerah yang memiliki kelembaban udara tinggi secara terus-menerus. Di daerah yang mempunyai kondisi ekstrim akan memacu sistem adaptasi tanaman terhadap lingkungan tersebut. Salah satu sistim adaptasi ialah adaptasi terhadap kondisi xerofitik dengan cara meningkatkan kesukulenannya. Hal ini sering dijumpai pada Phalaenopsis cornucervi dan kerabatnya yang memiliki daun lebih tebal. Beberapa spesies seperti Phalaenopsis gigantea hidup di daerah berkanopi lebih tinggi dan agak lebih terbuka. Jenis seperti ini, memiliki daun yang amat keras untuk menghindari pengeringan dan lebih toleran terhadap level cahaya yang tinggi dari pada spesies lain.
Phalaenopsis mudah ditanam di bawah kondisi buatan selama masih sesuai dengan ekologi aslinya. Beberapa unsur ekologi yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan Phalaenopsis adalah, kelembaban, intensitas cahaya, suhu, air dan sirkulasi uadara. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan Phalaenopsis berkisar antara 26-30 °C dengan suhu ideal 28 °C. Pada siang hari merupakan saat kritis bagi Phalaenopsis karena pada saat itu membutuhkan lebih banyak air untuk mengurangi risiko dehidrasi.
Gambar 3 Morfologi tanaman Phalaenopsis sp (a) akar substrat (b) daun (c) calon bunga.
Semua spesies Phalaenopsis memiliki 38 kromosom (2n = 2x=38) kecuali Phalaenopsis buyssoniana yang menjadi tetraploid secara alami memiliki kromosom 2n=4x=76 (Christenson 2001; Kao et al. 2007). Kromosom di dalam satu genus ini dapat berbeda ukuran maupun morfologi. Pada seksi Phalaenopsis memiliki kromosom terpendek dalam satu genus ini. Anggrek populer seperti Phalaenopsis spp memiliki ukuran genome yang besar yaitu berkisar antara 1 x 109 hingga 6 x 109 bp (Lin et al. 2001) dan beberapa kultivar komersial ini multiploid. Seperti genom tanaman lainnya, genom Phalaenopsis terdiri atas genom inti, chloroplas (cpDNA) dan mitokondria (mtDNA). Pada Phalaenopsis aphrodite Reichbf diketahui memiliki
b
c
genom chloroplas yang merupakan molekul sirkuler berukuran 148.964 bp (Chang et al. 2006).
Pemuliaan Tanaman Phalaenopsis
Pemuliaan anggrek terutama Phalaenopsis dapat dilakukan secara persilangan konvensional, mutasi dan transformasi gen. Persilangan konvensional mencakup persilangan intraspesies, interspesies maupun intergenerik antara genus berbeda misalnya persilangan antara Vanda dan Phalaenopsis yang disebut Vandopsis, Aranthera dan Vanda menjadi Aranda, Ascocentrum dan Vanda menjadi Ascosenda dan sebagainya (Tanaka & Kamemoto 1961). Metode pemuliaan anggrek yang diperbanyak secara vegetatif, antara lain dapat dilakukan melalui teknik rekayasa genetik (Semiarti et al. 2007) dan teknik induksi keragaman somaklonal atau mutasi induksi.
Induksi mutasi telah digunakan dalam peningkatan kemampuan genetik pada beberapa tanaman, tetapi jumlah tanaman hasil induksi mutasi masih lebih kecil dibandingkan dengan hasil pemuliaan melalui hibridisasi dan seleksi. Aspek yang paling menjanjikan dari penerapan induksi mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif adalah adanya kemungkinan untuk memperbaiki sedikit karakter, tanpa mengubah secara mendasar susunan gen lain yang telah baik. Pada anggrek Phalaenopsis, metode pemuliaan vegetatif seperti transformasi genetik, ataupun melalui induksi variasi somaklonal belum banyak didapatkan, khususnya di Indonesia. Pada saat ini di Indonedia, belum ditemukan varitas atau kultivar Phalaenopsis yang merupakan hasil dari pengembangan metode transformasi ataupun variasi somaklonal.
Pemuliaan Melalui Persilangan Konvensional
Persilangan anggrek telah dilakukan orang sejak tahun 1849 hingga saat ini telah didaftarkan ribuan jenis baru termasuk di antaranya multigenerik, intragenerik dan intergenerik. Dalam daftar persilangan intergenerik sendiri diketahui bahwa ada 589 macam yang bersifat intergenerik, 62 intergenerik di antaranya telah dihasilkan mengandung tetua Phalaenopsis dan atau Vanda (Anonim 2006). Beberapa contoh
disajikan dalam tabel 1. Hasil persilangan intergenerik antara Phalaenopsis dengan Renanthera disebut Renanthopsis memiliki penampilan tanaman berbatang pendek, berdaun dan berbunga menyerupai bunga Renanthera (Gambar 4a). Demikian juga hasil persilangan intergenerik Phalaenopsis dan Vandopsis menghasilkan turunan berbunga tidak menyerupai Phalaenopsis maupun Vandopsis (Gambar 4b).
Sumber : (a) Florzinha de Estufa (2009) dan (b) Pineland Orchid Society (2006) Gambar 4. Anggrek hasil silangan intergenerik (a) Renanthopsis Mildred Jameson,
(b) Phalaendopsis Arizona Star’Jim Turnbow’
Tabel 1 Beberapa nama intergenerik yang melibatkan tetua persilangan Phalaenopsis dan Vanda.
No Nama
Intergenerik Tetua asal intergenerik
1 Bogardara Bgd Ascocentrum xPhalaenopsisxVanda x Vandopsis
2 Bokchoonara Bkch Arachnis x Ascocentrum xPhalaenopsis xVanda
3 Deveneauxara Dvra Ascocentrum x Phalaenopsis xVanda
4 Himoniara Hmra Ascocentrum xPhalaenopsisx Rhynchosyllus xVanda
5 Aeridopsis Aerps Aerides xPhalaenopsis
6 Arachnopsis Arnps Arachnis xPhalaenopsis
7 Asconopsis Ascps Ascocentrumx Phalaenopsis
8 Doriotaenopsis Dtps Doritis x Phalaenopsis
9 Moirara Moir Phalaenopsisx Renanthera xVanda
10 Lutherara Luth Phalaenopsisx Renanthera x Rhynchostilis
11 Phalandopsis Phdps PhalaenopsisxVandopsis
12 Renanthopsis Renps Phalaenopsisx Renanthera
13 Rhynchonopsis Rhynps Pha laenopsis x Rhynchostilis
14 Vandopsis Vdps Phalaenopsis xVanda
15 Yapara Yapr Phalaenopsis x Rhynchostilis xVanda
Sumber : Royal Horticultural Society (2006).
Persilangan dari kelompok Sarcanthine termasuk di antaranya vandaceous telah dikembangkan oleh Thailand, Singapura, Malaysia dan Hawaii pada akhir