• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS

2.2 Teori tentang Penerjemahan

Dalam dunia penerjemahan terdapat 3 istilah yang tidak dapat dipisahkan keberadaanya antara satu dengan yang lain. Istilah tersebut adalah, penerjemahan, penerjemah dan terjemahan. Ketiga istilah tersebut akan secara otomatis muncul jika salah satu di antaranya muncul. Hal tersebut selaras dengan pendapat Machali (2009:7): Penerjemahan berasal dari kata terjemah yang jika kata tersebut muncul maka kata penerjemah, terjemahan dan penerjemahan akan secara bersamaan muncul. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ini akan dijelaskan ketiga istilah tersebut.

2.2.1 Penerjemahan

Penerjemahan, penerjemah dan terjemahan itu, pada hakekatnya berasal dari satu kata dasar verba yakni “terjemah”. Seperti yang tercantumkan dalam

buku Livre Blanc de la Traduction yang tercantum pada situs :

" Traduction vient du verbe traduire consiste à faire passer un texte ou un discours d'une langue à une autre. Autrement dit, pour traduire un texte, deux éléments sont indispensables : la parfaite compréhension du texte source, et la connaissance de la formulation équivalente dans la langue cible, qui doit être la langue maternelle du traducteur – car la règle d’or en traduction est que l’on ne traduit que vers sa langue maternelle."

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa, penerjemahan berasal dari kata kerja menerjemahkan, yang terdiri atas kegiatan memadankan suatu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lainnya. Dengan kata lain dalam melakukan penerjemahan setidaknya harus ada dua unsur penting yaitu; kesempurnaan pemahaman isi dari teks sumber, dan pengetahuan tentang reformulasi kalimat yang sepadan baik isi maupun tata bahasa ke dalam bahasa sasaran yang sebaiknya merupakan bahasa ibu penerjemah karena itu akan menjadikan terjemahan lazim, berterima dan akurat.

Hal ini selaras dengan pendapat Larrousse (2014:789):

"Traduction est une action de

langue, une énonciation dans une autre langue (ou langue cible) de ce qui a été énoncé dans une langue (la langue source), en conservant les équivalences sémantiques et stylistiques.

Yang artinya adalah penerjemahan itu adalah suatu aksi dari kata "terjemah", dimana suatu kalimat ditransposisikan ke dalam bahasa lain, yang maksudnya adalah sebuah pernyataan dalam satu bahasa yang disebut bahasa sumber dipandankan ke dalam bahasa lain yang disebut bahasa sasaran dengan tetap

menjaga bentuk makna dan gaya bahasa sumbernya. Dalam bahasa Prancis teks atau bahasa sumber disebut dengan "la langue source" dan teks atau bahasa sasaran disebut "la langue cible". Rochard (2014 :13) juga menyatakan hal yang hampir sama dengan Larrousse yakni:

"La traduction est donc bien un exercice de compréhension et de

réexpression d’un discours. Cet exercice suppose la mobilisation de connaissances linguistiques et thématiques, mais alors que la compréhension peut être relativement passive, la réexpression nécessite une maîtrise active des discours équivalents (modalités d’expression de la langue d’arrivée, adaptation à la terminologie et à la phraséologie du domaine de travail). C’est la raison pour laquelle on traduit généralement vers sa langue maternelle."

Artinya, penerjemahan adalah kegiatan pemahaman dan penuangan kembali ekspresi dalam bahasa sasaran. Kegiatan tersebut membutuhkan pemahaman yang baik mengenai aspek linguistik dan tema teks yang akan diterjemahkan, namun pemahaman tersebut merupakan hal yang mungkin saja bersifat pasif, tetapi hal yang terpenting adalah ketika menuangkan kembali makna yang dikandung bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran penerjemah harus memiliki kemampuan aktif untuk dapat diaplikasikan dalam menemukan dan melakukan pemadanan antara kedua bahasa tersebut (penggunaan modalitas, adaptasi yang tepat pada penggunaan istilah dan perumusan kata dalam kalimat). Hal inilah yang menyebabkan bahwa seorang penerjemah harus melakukan penerjemahan ke dalam bahasa ibunya.

Pendapat berikutnya, dinyatakan oleh ahli penerjemah yang sangat populer

yakni Newmark (1988:30) menyatakan bahwa: “Translation is rendering the

meaning of the text into another language in the way that the author intended the text.” Penerjemahan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan maksud pengarang.

Berkaitan dengan hal ini Nida & Taber (1982:17) juga menyatakan bahwa: “Penerjemahan merupakan penuangan kembali makna kalimat ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan padanan kata yang dirasakan paling berterima dan lazim dengan bahasa sumber agar hasil terjemahan tersebut sempurna, baik dari aspek sintaksis, semantik, gaya bahasa dan pragmatik.”

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat diketahui bahwa penerjemahan adalah proses pemadanan makna kata, frasa, klausa atau kalimat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan gaya bahasa, unsur sintaksis, dan pragmatik yang disampaikan secara natural, baik, benar dan berterima dalam bahasa sasaran.

2.2.2 Jenis-jenis penerjemahan

Jenis-jenis penerjemahan yang dikemukakan oleh Jakobson dalam Munday (2001:5): Penerjemahan terdiri atas 3 kategori yaitu: penerjemahan intralingual, interlingual, dan intersemiotika. Penerjemahan intralingual adalah penerjemahan bahasa verbal yang diterjemahkan dengan bahasa verbal dalam bahasa yang sama. Misalnya kata “observer” (mengamati) dalam bahasa Prancis kemudian diterjemahkan menjadi “regarder avec l’intention” masih dalam bahasa yang sama yakni bahasa Prancis yang artinya menjadi melihat sesuatu dengan perhatian penuh. Penerjemahan jenis yang kedua yaitu penerjemahan interlingual yang merupakan penerjemahan satu kata, frasa, kalimat atau teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yakni antara dua atau lebih bahasa yang berbeda misalnya kalimat:

Tsu. : "Tu fais pas chier à la décoration Pron. Verbe Adv. Verbe Inf. Pré Art. Nom ." Tsa1. : "Lupakan dekorasi."

Tsa2. : “Forget the decoration.”

(Comme un Chef: 00:02:24,429 --> 00:02:27,922 ) Pada contoh di atas, teks sumbernya adalah bahasa Prancis yang kemudian diterjemahkan ke dalam dua bahasa sasaran yang berbeda yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Contoh penerjemahan yang dicantumkan pada contoh di atas, merupakan jenis penerjemahan interlingual, yakni, teks yang berasal dari satu bahasa sumber diterjemahkan ke dalam bahasa lain yang merupakan bahasa dari negara yang berbeda dengan negara asal bahasa sumbernya yang dalam hal ini adalah negara Indonesia dan Inggris.

Selanjutnya penerjemahan jenis yang ketiga adalah penerjemahan intersemiotika yaitu penerjemahan yang berasal dari bahasa non-verbal seperti, warna, gambar, simbol, suara yang bukan berasal dari manusia, atau mimik dan sebagainya. Misalnya: bunga mawar merah biasanya melambang tanda cinta, bendera merah, kuning atau putih biasanya melambangkan kematian. Suara burung gagak biasanya melambangkan akan adanya berita kemalangan dsb.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa jenis penerjemahan itu muncul karena tahapan bagaimana perwujudan proses penerjemahan itu direalisasikan, dan bukan hanya pada bahasa verbal saja tetapi juga pada bahasa non-verbal. Hal ini karena pada hakekatnya bahasa itu bukan hanya yang diucapkan atau yang dituliskan tetapi juga yang disimbolkan melalui gerak-gerik, bentuk, suara dan sebagainya.

Hal ini selaras dengan pendapat Delatour et Jennepin (2000) : “La langue se divise en 4 grandes parties, la langue orale, langue écrite, langue gestuelle et langue symbolique." Yang maksudnya adalah bahasa itu dibagi dalam 4 kategori yaitu bahasa lisan, tulisan bahasa tubuh dan bahasa simbol.

2.2.3 Prasyarat seorang Penerjemah

Seorang penerjemah sebaiknya merupakan sosok yang memiliki pengetahuan linguistik, dan budaya yang hampir sempurna dalam dua bahasa yang diterjemahkannya, dan syarat berikutnya adalah penerjemah merupakan sosok yang berwawasan luas dan mengetahui kaedah-kaedah penulisan dalam bahasa yang digelutinya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Dubois dalam www.a4traduction.com (2014 :1):

“Les traducteurs sont des professionnels diplômés, spécialisés dans une ou plusieurs disciplines d’un domaine (par exemple, un traducteur médical peut être uniquement spécialisé en cardiologie).

Yang artinya adalah penerjemah adalah merupakan seorang yang profesional, ahli dalam sebuah atau beberapa bidang ilmu misalnya penerjemah dalam bidang kesehatan bahkan sebaiknya juga mengambil spesialis misalnya khusus penerjemah teks kesehatan yang berhubungan dengan jantung misalnya. Ibrahim dalam kuliah umum tentang Types & Processes of Interpreting menyatakan

bahwa (2012:4): “Translators need to be familiar with the rules of written

language and be competent writers in the target language”. Artinya adalah seorang penerjemah harus memahami dengan baik tatacara dan sistematika penulisan serta menulis teks dalam bahasa sasaran dengan sangat baik.

Dari uraian di atas, dapat diperoleh intisari bahwa prasyarat seorang penerjemah itu terdiri atas tiga aspek utama yakni seorang ahli yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam baik pada bidang kebahasaan, budaya, dan keterampilan dalam menulis dalam bahasa yang diterjemahkannya.

2.2.4 Budaya dan Penerjemahan

Menurut Bell (2012:4): ”Translation is a multilevel; linguistic, cognitive, social and cultural.” Maksudnya adalah penerjemahan itu meliputi segala aspek kebahasaan, kognitif, kehidupan sosial dan kultural. Hal tersebut disampaikan oleh Bell pada saat kuliah umum di Pascasarjana Program Studi Linguistik tanggal 5 oktober 2012 dalam bentuk power point. Jika pendapat ini dijabarkan maka dapat dijelaskan bahwa dalam penerjemahan, keempat aspek tersebut saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa penerjemahan itu melibatkan unsur yang disebut bahasa dan bahasa berkembang sesuai dengan kehidupan dan perkembangan budaya dimana bahasa itu berada.

Menurut Newmark (1988:95): penerjemahan yang menyangkut gejala kebudayaan dapat dikategorikan berdasarkan hal-hal berikut ini:

a. Ekologi misalnya: ‘causse’ yang berarti dataran tinggi batu kapur di selatan Prancis.

b. Benda-benda budaya:

- Makanan : ‘kolak’, ‘rendang’, ‘blanquette’ (makanan

khas Prancis sejenis makanan daging yang sangat populer), ‘fois gras’ (hati angsa) dsb.

- Pakaian : ‘gerita’, ‘blangkon’ ‘saroel’ (celana khas Prancis)…

- Transportasi : ‘rakit’, ‘getek’, ‘sado’, dan ‘becak’

c. Sosial budaya : Mémé (nenek), opung boru, ‘meresek’,

intox’ (April mop), dsb.

Lebih lanjut akan diberikan contoh ilustrasi berikut ini. Misalnya, untuk mengatakan “topi, pada masyarakat Eropa khususnya memiliki beberapa kata untuk menyebutkan jenis-jenis “topi”. Prancis yang merupakan salah satu negara di benua Eropa yang mengenal 4 musim. Pada umumnya di setiap musim tersebut terdapat perbedaan cuaca yang sangat ekstrim, sehingga, untuk mengatakan topi saja dikenal beberapa istilah yakni: “une toque”, “un bonnet”, un “chapeau”, “une casquette”. Keempat jenis topi ini digunakan dalam suasana yang berbeda. Contoh lain yaitu, untuk mengatakan baju hangat, dalam bahasa Prancis baju hangat diucapkan dengan beberapa istilah, misalnya: “un pull", "un blouson”, "un impermeable", dan "un anorak", dan yang lebih kompleksnya lagi, untuk “un pull” masih dapat dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu "un pull over en V", "un pull ras du coup", et "un pull col rolé". Perbedaan jenis pakaian yang hanya dipadankan dengan satu kata dalam bahasa Indonesia ini, dikarenakan perbedaan musim antara Indonesia dan Prancis. "Un bonnet" atau "un toque", serta "un anorak" dan "un pull" biasanya hanya dikenakan pada musim dingin (salju). Sementara dalam budaya Indonesia tidak terdapat musim salju sehingga untuk

mengatakan “une toque”, “un bonnet”, “un chapeau”, “une casquette”, cukup

dengan satu kata saja yaitu topi, dan begitu juga dengan baju hangat tadi. Jika diambil contoh kekayaan budaya Indonesia dapat diperoleh juga contoh yang

sama yakni misalnya untuk mengatakan kata "saya" dapat diungkapkan dengan "aku", "hamba", dan "daku" sementara dalam bahasa Prancis kata tersebut hanya dinyatakan dengan satu kata yaitu "Je". Hal ini disebabkan oleh keberadaan bahasa daerah yang memang cukup variatif dan kaya di Indonesia namun dalam bahasa Prancis tidak demikian adanya (Gregoire:1998).

Dokumen terkait