• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tipografi 1.Definisi Tipografi

Dalam dokumen 2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI (Halaman 70-80)

“Tipografi berasal dari bahasa Yunani: tupos yang berarti diguratkan dan graphoo yang berarti tulisan” (Ensiklopedi Indonesia 6 3562). “Tipografi dikatakan sebagai visual language, yang berarti bahasa yang dapat dilihat”

(Wijaya, vol.1). Tipografi adalah suatu sarana untuk menerjemahkan kata-kata yang terucap ke halaman yang dapat dibaca. Peran dari tipografi adalah untuk mengkomunikasikan ide atau informasi dari halaman tersebut ke pengamat.

“Tipografi adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca tetapi masih memiliki nilai desain” (Canadi, vol.1).

Berikut ini merupakan definisi tipografi menurut Danton Sihombing MFA:

Tipografi adalah suatu disiplin ilmu seni yang mempelajari tentang huruf. Huruf sendiri merupakan bagian terkecil dari struktur bahasa tulis dan merupakan elemen dasar untuk membangun sebuah kata atau kalimat.

Rangkaian ini tidak hanya dapat mengacu pada suatu obyek atau gagasan, tetapi kadang juga memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu kesan atau citra secara visual (3).

Sebelum mesin mempermudah hidup manusia, termasuk di bidang desain, buku ditulis sacara manual, ini menjadikannya sebagai benda yang eksklusif dan cukup mahal. Tetapi ketika perguruan tinggi pertama berdiri di Eropa, di awal millennium kedua, buku menjadi sebuah tuntutan yang

sangat tinggi. Perkembangan media dan tipografi mengalami kemajuan pesat saat Johan Gensfleisch Zum Guttenberg dari Jerman menciptakan mesin cetak dengan system moveable type di tahun 1450. Dengan hampir 50.000 type mood atau cetakan bentukan huruf, pekerjaan mencetak menjadi jauh lebih mudah, terutama untuk kepentingan produksi massal.

Dengan Textura Blackletter Script, Guttenberg mencetak Alkitab dengan 42 baris tiap halamannya (6-10).

2.1.8.2.Sejarah Tipografi

Sedangkan sejarah terciptanya tipografi mengacu pada halaman website yang disponsori oleh Logoesource:

Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking, Norwegia dan Indian Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang dikenal dengan nama Hieroglyphe pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulins dengan menggunakan pena khusus. Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunanai dan akhirnya menyebar ke seluruh Eropa.

Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad ke-8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya.

Kerena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga terbentuk huruf-huruf Romawi.

Perkembangan tipografi saat ini mengalami kemajuan dari fase penciptaan dengan tangan (hand draw) hingga mengalami komputerisasi.

Fase komputerisasi membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan lebih cepat dengan jenis huruf yang ratusan jumlahnya (“Tipografi”).

2.1.8.3.Klasifikasi Tipografi

Berikut ini adalah beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh James Craig berdasarkan bentuk huruf tersebut, antara lain:

1. Roman

Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.

2. Egyptian

Adalah jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama.

Kesan yang ditimbulkan adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.

3. Sans Serif

Pengertian San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini ridak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.

4. Script

Hurus script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkan adalah sifat probadi dan akrab.

5. Miscellaneous

Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen atau garis-garis dekoratif.

Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.

Secara umum, jenis-jenis huruf tersebut kemudian dikelompokkan menjadi empat jenis, yang biasa kita kenal dengan sebutan serif, san serif, script dan dekoratif.

Gambar 2.43. Contoh Jenis-jenis Font

Dari kiri ke kanan; serif (Times New Roman), san serif (Verdana), script (English 111 Vivace BT) dan dekoratif (Curlz MT).

Ab Ab Ab Ab

Menurut Danton Sihombing, karakter font juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sejarah perkembangannya. Berdasarkan pembagian ini, karakteristik huruf dibagi menjadi 5 yaitu old style, diwakili oleh font Garamond (1617), transitional dengan contoh Baskerville (1757), modern yang tampak pada font Bodoni (1788), Egyptian/Slab Serif dicontohkan dengan font Century Expanded (1895) dan Contemporary/Sans Serif yang ditandai dengan lahirnya font Helvetica (1957) (39).

Tabel 2.2. Perkembangan Klasifikasi Font berdasarkan sejarah perkembangannya.

Klasifikasi Pertemuan stem dengan serif

Tebal tipis stroke Contoh font Old Style Sudut melengkung Sedikit kontras Garamond Transitional Sudut lengkung,

umumnya lebar keduanya sama

Sedikit kontras Baskerville

Modern Sudut lengkung Kontras Bodoni

Egyptian Sudut siku Ekstrim Century

exp Contemporary Tidak memiliki serif Umumnya sama

besar

Helvetica

Sumber : diolah dari Tipografi dalam Desain Grafis.

Old Style

Garamond

Transitional

Baskerville

Egyptian

Century Expanded

Modern

Bodoni

Gambar 2.44. Contoh Font

Fungsi utama dari huruf adalah menjadi simbol-simbol yang membawa pesan tertentu bagi orang yang membacanya. Namun lebih dari itu, masing-masing huruf juga memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Sifat dan karakter tersebut dapat muncul melalui bentuk fisik huruf tersebut atau dari nuansa yang ditimbulkannya. Kita dapat menilai apakah suatu huruf bersifat humoris, lembut kekanak-kanakan, kadang terlihat kaku dan sebagainya. Sifat tersebut muncul dari persepsi kita terhadap pesan yang disampaikan melalui huruf tersebut, kadang sifat itu juga diasosiasikan dari perusahaan, produk atau orang yang menggunakan huruf tersebut. Dengan pemilihan huruf yang tepat, kadang pembaca dapat menangkap maksud dari pesan atau nuansa yang ingin disampaikan, bahkan sebelum pesan tersebut terbaca. Sebagai contoh adalah penggunaan huruf pada produk minyak wangi untuk wanita, jarang menggunakan jenis huruf Egyptian karena berkesan kuat dan keras, tetapi lebih cenderung menggunakan huruf bernuansa klasik dan lembut sehingga cocok dengan karakter minyak wangi dan wanita.

2.1.8.4.Prinsip-Prinsip Tipografi

Prinsip-prinsip pokok tipografi adalah sebagai berikut (Wijaya, vol.1):

1. Legibility

Kualitas pada huruf yang membuat huruf tersebut dapat terbaca 2. Readibility

Penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan huruf lain sehingga terlihat jelas. Huruf-huruf yang digunakan mungkin sudah legible, tetapi bila pembaca merasa cepat capai dan kurang dapat membaca teks tersebut dengan lancar, maka teks tersebut dikatakan tidak readability. Teks yang spasinya sangat rapat akan terasa menguasai bidang

Contemporary

Helvetica

dalam suatu bentuk, sedangkan teks yang berjarak sangat jauh akan terasa lebih seperti tekstur.

3. Visibility

Kemampuan suatu huruf, kata atau kalimat dalam suatu karya desain komunikasi visual dapat terbaca dalam jarak baca tertentu. Setiap karya desain memiliki suatu target jarak baca dan huruf-huruf yang digunakan dalam desain tipografi harus dapat terbaca dalam jarak tersebut sehingga suatu karya desain dapat berkomunikasi dengan baik.

4. Clarity

Kemampuan huruf-huruf yang digunakan dalam suatu karya desain dapat dibaca dan dimengerti oleh target audience yang dituju. Beberapa unsur desain yang dapat mempengaruhi clarity adalah visualisasi, warna, pemilihan type dan lain-lain.

2.1.9. Tinjauan Unsur Komposisi 2.1.9.1.Layout

Dalam mendesain sebuah buku dikenal istilah tata letak/layout.

Kata ini didefinisikan sebagai menyatukan elemen-elemen menjadi satu dalam suatu area untuk menciptakan suatu interaksi satu sama lain sehingga mengkomunikasikan pesan dalam suatu konteks. Pesan tersebut dapat disampaikan atau bahkan dimanipulasi melalui permainan elemen-elemen tersebut dengan pertimbangan yang matang. Elemen-elemen-elemen ini dapat berupa kata-kata, fotografi, ilustrasi, grafik, digabungkan dengan kombinasi kuat hitam, putih dan warna ( Swann 11).

Seperti diilustrasikan bahwa mendesain tata letak adalah ibarat membuat sup, dimana dibutuhkan banyak bahan. Tetapi hanya bahan yang tepat dalam jumlah yang tepat sajalah yang dapat menghasilkan sup yang nikmat. Demikian juga dalam tata letak, setiap elemen adalah bagian yang harus dipelajari mendalam dan digunakan dengan tepat untuk menghasilkan sebuah desain yang baik, menarik, dan efektif dalam menyampaikan pesannya (Rutter 6).

Dalam mengerjakan sebuah tata letak yang baik, dikenal istilah visual hirarki. Visual Hirarki dapat diartikan sebagai urutan-urutan tingkat kepentingan elemen-elemen visual dalam sebuah bidang kertas atau bidang layout. Seorang desainer grafis dituntut memiliki kemampuan untuk mengatur atau menarik pandangan arah mata manusia dari elemen yang terpenting menuju elemen yang lainnya tanpa menimbulkan kebosanan. Dengan pemanfaatan visual hirarki yang baik, seluruh informasi dapat disampaikan dengan baik dan efektif.

Benda yang memiliki ukuran lebih besar cenderung terlihat lebih dahulu dibandingkan benda dengan ukuran yang lebih kecil. Begitu pula dengan warna, penggunaan warna yang mencolok akan membuat benda terlihat lebih dahulu.

Benda atau elemen desain yang merupakan elemen terpenting umumnya digunakan sebagai penarik perhatian atau penekanan yang dikenal dengan istilah focal point, yaitu titik yang mampu menarik perhatian lebih awal dibanding elemen-elemen lainnya.

Hukum layout menurut Frank Jefkins (qtd. Bedjo Riyanto 33):

• The Law of Unity (kesatuan), adalah cara pengorganisasian yang membentuk kesatuan diantara unsur-unsur pendukung layout

• The Law of Variety (variasi), untuk menghindari kesan monoton / membosankan, salah satu unsur dapat ditampilkan lebih menonjol dari unsur lainnya sebagai focus.

• The Law of Balance (keseimbangan), suatu keseimbangan dalam layout dapat dicapai bila unsur-unsurnya disusun secara sepadan, serasi, dan selaras atau dengan pengertian lain jika bobot setiap elemen layout itu jika diorganisir menghasilkan kesan yang mantap. Terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu:

o Formal Balance (simetris), apabila unsur-unsur bentuknya sama posisinya pada kedua belah sisi dari garis poros / tengah ruang layout.

o Informal Balance (asimetris), apabila unsur-unsur pendukung bentuk layout pada kedua belah sisinya sedikit tidak sama dari garis poros ruang layout. Keseimbangan asimetris diperoleh bukan karena persamaan visual kedua bidang tetapi karena

manipulasi berat. Dimana seolah-olah berat disisi yang satu sama dengan sisi yang lain tetapi berbeda secara visual.

Gambar 2.45. Keseimbangan Asimetris Sumber: Design Basic 5th ed, hal. 88

Keseimbangan asimetris juga dapat diperoleh dengan memanipulasi dua elemen dalam suatu bentuk, misalnya warna yang gelap akan lebih berat dibandingkan warna yang terang, tetapi bila warna yang gelap mempunyai ukuran yang lebih kecil, maka kesan yang diperoleh adalah suatu komposisi yang seimbang (gambar 2.33).

Dibandingkan dengan keseimbangan simetris, keseimbangan asimetris memberikan kesan dinamis dan bergerak. Secara umum, kondisi ini lebih menarik bagi manusia dibandingkan kondisi yang statis.

Gambar 2.46. dan 2.47. Keseimbangan Asimetris (ukuran dan warna berbeda) dan Keseimbangan Asimetris (ukuran dan bentuk berbeda).

Sumber: Design Basic 5th ed, hal. 86

• The Law of Rhythm (ritme atau irama), irama perlu diperhatikan dalam perancangan sebuah layout, sebab suatu irama diperlukan untuk mencapai kesatuan. Irama dapat dicapai dengan:

o kesamaan pengulangan penempatan unsur-unsur layout o pengulangan bentuk / unsur-unsur layout

o pengulangan warna

• The Law of Harmony (harmoni), keselarasan atau keserasian antara unsur-unsur layout yang memberikan kesan kenyamanan dan keindahan.

• The Law of Proportion (proporsi), merupakan suatu perbandingan yang menunjukkan hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya serta hubungan antara unsur layout dengan dimensi ruang layoutnya atau bidang gambar.

• The Law of Scale (kontras), merupakan perpaduan antara warna gelap dan terang, hitam dan putih, besar dan kecil dari unsur-unsur layout dalam suatu hubungan yang tidak seimbang (kontras).

Selama lebih dari ratusan tahun, banyak orang berusaha menciptakan suatu komposisi yang ideal. Vitruvius, seorang arsitektur ahli dari Romawi melakukan sebuah pendekatan matematis untuk sebuah komposisi yang dianggapnya ideal. Perhitungan ini kemudian dikenal dengan nama the golden mean atau the golden section. Kemudian teori ini banyak digunakan sebagai pedoman bagi pelukis dan desainer-desainer awal untuk meletakkan focal point dalam bidang. Tujuan dasar golden mean adalah membagi garis ratio mendekati 8:13 dan menarik garis di masing-masing sisi untuk mendapatkan sebuah titik (Ambrose, Gavin &

Haris 44).

Seperti yang digambarkan pada gambar 2.36., sebuah garis AB dibagi sama panjang (garis AB tersebut merupakan garis di setiap sisi bidang gambar). Dengan jangka yang berpusat pada B, bentuk ¼ lingkaran menuju bagian atas B. Titik ini akan menjadi titik C. tarik garis untuk membentuk garis AC, perpotongan garis AC dengan 1/4/ lingkaran yang berpusat pada B tadi menghasilkan titik D. Kemudian dengan berporos pada titik A, tarik jangka dari titik D menuju AB untuk mendapatkan E.

perpanjangan juring AD akan membentuk garis baru menuju sisi bawah A yaitu garis AF. Proyeksikan titik E lurus ke bawah. Kemudian dengan poros di E tarik lingkaran dengan titik di B hingga berpotongan dengan proyeksi E. Titik inilah yang menjadi titik ideal peletakan focal point jika

diumpamakan bisang adalah ABB’F. Untuk mempermudahnya, seringkali posisi ini disederhanakan menjadi posisi pertigaan. Dimana titik tadi diumpamakan berada di bagian 1/3 panjang garis bidang (Swann 65).

Gambar 2.48. The Golden Mean

Sumber: How to understand and use Design and Layout, hal. 65

Gambar 2.49. Posisi Pertigaan (The Visual Center)

Sumber: Colour. How to Use Colour in Art and Design, hal. 72-73

2.1.9.2.Grid

Grid dapat diartikan sebagai garis khayalan atau semu yang membagi-bagi bidang desain dalam jumlah dan ukuran tertentu. Grid ini umumnya digunakan sebagai sebagai garis bantu sebagai pedoman peletakkan elemen-elemen desain dalam tata letak, termasuk didalamnya adalah teks sebagai bodycopy. Dengan bantuan grid system tampilan tata letak dapat diolah menjadi menarik dan lebih teratur. Pada umumnya grid ini digunakan bila seorang desainer merancang sebuah tata letak dengan jumlah halaman banyak seperti buku atau brosur, agar terdapat keutuhan dalam desain.

Grid sebagai struktur fondasi dasar tata letak memiliki beberapa fimgsi sebagaimana dikemukakan oleh Josef Muller-Brockman, desainer dari Zurich yang cukup dikenal dengan kontribusinya dalam penyusunan sistem grid (qtd. Ambrose & Haris 49):

• Untuk membangun argumen secara obyektif dalam komunikasi visual

• Untuk membangun dan menyusun teks dan materi inistratif secara sistematis dan logis

• Untuk menyusun teks dan ilustrasi dalam susunan yang rapi, padat dan memiliki irama tersendiri

• Untuk menyatukan materi-materi visual agar dapat terbaca dengan jelas dalam struktur yang padat juga

Grid merupakan susunan baris yang cukup fleksibel bukan mengikat.

Sifatnya adalah panduan atau pedoman bukan aturan baku dalam menyusun tata letak buku. Dengan variasi penyusunan yang berbeda satu kerangka grid dapat menghasilkan berbagai jenis tata letak yang berbeda-beda. Karenanya tiap desainer dapat menciptakan susunan grid-nya sendiri sesuai dengan kebutuhan.

Dalam dokumen 2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI (Halaman 70-80)

Dokumen terkait