• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN

B. Tinjauan Umum Tentang Perwalian

Masalah perwalian anak tidak lepas dari suatu perkawinan, karena dari hubungan perkawinanlah lahirnya anak atau anak-anak dan bila pada suatu ketika terjadi perceraian, salah satu orang tua atau kedua orang tua meninggal dunia maka dalam hal ini akan timbul masalah perwalian, dan anak-anak akan berada dibawah lembaga perwalian. Wali merupakan orang yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap kepentingan anak-anak tersebut baik mengenai diri si anak maupun harta benda milik anak tersebut.

Sebelum perwalian timbul maka anak-anak berada dibawah kekuasaan orang tua yang merupakan kekuasaan yang dilakukan oleh ayah atau ibu, selama ayah atau ibu masih terikat dalam perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Kekuasaan itu biasanya dilakukan oleh si ayah, namun jika si ayah berada diluar kemungkinan untuk melakukan kekuasaan tersebut maka si ibu yang menjadi wali.

Pada umumnya kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak yang belum dewasa, meskipun orang tua dari anak yang belum dewasa tersebut kehilangan hak menyelenggarakan kekuasaan orang tua atau menjadi wali, hal itu tidak membebaskan orang tua si anak dari kewajiban untuk memberikan tunjangan untuk membayar pemeliharaan atau pendidikannya sampai anak tersebut menjadi dewasa.

Sebelum menguraikan pengertian perwalian ada baiknya terlebih dahulu mengetahui peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perwalian tersebut.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, di Indonesia terdapat beranekaragam hukum yang mengatur masalah perwalian yang berlaku bagi berbagai golongan penduduk dari berbagai daerah yaitu:

1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama islam berlaku hukum agama yang telah diresipiir ke dalam hukum adat;

2. Bagi orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat;

3. Bagi orang Indonesia asli yang beragama kristen berlaku hukum Huwelijke Ordonantie Christin Indonesiers (S.1933 nomor 74);

4. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya, dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

5. Bagi orang-orang Eropa dan keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.49

49 Yudhi Marza, 2013, Tanggung Jawab Wali Terhadap Anak Yang Berada Di Bawah

Perwaliannya (Suatu Penelitan Di Kota Banda Aceh), Tesis pada Mkn, FH. USU, Medan, hlm. 43

Ketentuan tersebut diatas berlaku sebelum lahirnya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan dalam Pasal 66 seperti berikut :

“Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan Undang ini, maka dengan berlakunya Undang-Undang ini ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ordonantie Christen Indonesiers (S.’1933 no. 74), peraturan perkawinan campuran Regeling Op de gemengde huwelijken (S. 1898 no.158) dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.”50

50Ibid, hlm. 44

Berdasarkan penjelasan dan dasar hukum yang telah disebutkan diatas maka terdapat beberapa ketentuan mengenai perwalian yaitu sebagai berikut :

1. Menurut Undang-Undang Perkawinan

Dalam peraturan perundang-undangan, perwalian diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mulai pasal 50-54.

Pertama: Pasal 50 ayat (1) yang menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di kekuasaan wali.Perwalian tersebut juga mengenai pribadi anak yang bersangkutanmaupun harta bendanya.

Kedua: Pasal 50 sampai dengan Pasal 54 menetapkan atau mengatur tentang penunjukan wali, kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang wali.

Ketiga: Mengatur tentang larangan bagi wali untuk memindahkan hak, menggadaikan barang – barang tetap milik anak yang berada di bawah perwaliannya, bahwa terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-Undang ini.

Keempat: Mengatur tentang kewajiban wali untuk mengganti kerugian terhadap anak yang berada di bawah perwaliannya, yaitu: Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.

2. Menurut Kompilasi Hukum Islam

Perwalian bagi orang – orang beragama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 107-111. Pasal 107 mengatur bahwa perwalian hanya dapat dilakukan terhadap anak yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Dari ketentuan tersebut, dapat dipahami usia dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah kawin.

Perwalian menurut Hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaan.

Apabila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali. Pembatalan perwalian lama dan penunjukan perwalian baru ini adalah atas permohonan kerabat tersebut. Untuk menjadi wali

sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut, atau orang lain. Syarat menjadi wali adalah harus sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. Disamping orang perorangan, Badan Hukum juga dapat menjadi wali.51

Menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengangkatan wali dapat juga terjadi karena adanya wasiat dari orang tua si anak, yang mewasiatkan kepada seseorang atau Badan Hukum tertentu untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.52Selanjutnya pasal 109 menentukan, bahwa Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau Badan Hukum dan memindahkannya kepada Pihak lain.53

Pasal 110 mengatur kewajiban wali untuk mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, wali wajib memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya kepada anak yang berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya atau merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan.

Permohonan untuk itu diajukan oleh kerabatnya, dengan alasan wali tersebut; pemabuk, penjudi, pemboros, gila, dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan yang berada di bawah perwaliannya.

54

51 Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, Cetakan II, PT. Citra Aditya Bakti, Malang, hlm.

122.

52 Lihat Pasal 108 Kompilasi Hukum Islam

53 Lihat Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam

54 Lihat Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam

Untuk itu wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang

berada di bawah perwaliannya dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya.

Dalam menjalankan tugasnya wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan – perubahan harta benda anak atau anak – anak itu.

Apabila anak yang berada di bawah perwalian telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun, maka wali berkewajiban menyerahkan seluruh hartanya kepadanya.55 Dan setelah masa perwalian ini berakhir, Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan anak yang berada di bawah perwaliannya, tentang harta yang diserahkan kepadanya. Namun, wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma’ruf kalau wali itu fakir.56

Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata : 3. Menurut KUH Perdata

Landasan hukum tentang perwalian dalam KUH Perdata telah disebutkan pada Bab XV dalam Pasal 331 sampai dengan Pasal 418.

Dalam KUH Perdata juga mengatur tentang perwalian bagi seorang perempuan. Dalam Pasal 332 b (1) ditentukan bahwa : “perempuan bersuami tidak boleh menerima perwalian tanpa bantuan dan izin tertulis dari suaminya.” Namun jika suami tidak memberikan izin, maka bantuan dari pendamping (bijstand) itu dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.

55 Lihat Pasal 111 Kompilasi Hukum Islam

56 Lihat Pasal 112 Kompilasi Hukum Islam

“Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin atau apabila ia kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si perempuan tadi menurut Pasal 112 atau Pasal 114 dengan kuasa dari hakim telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan-tindakan perdata berkenaan dengan perwalian tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau tindakan-tindakan itupun bertanggung jawab pula”.

Selain perwalian dalam bentuk perorangan, KUHPerdata juga mengatur tentang perwalian yang dilakukan oleh badan hukum. Dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata dinyatakan bahwa badan hukum tidak dapat diangkat menjadi wali.

Tetapi berkaitan dengan hal tersebut, sebuah perwalian yang dilaksanakan oleh badan hukum harus diperintahkan oleh pengadilan.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 365 a (1) KUH Perdata bahwa dalam hal badan hukum diserahi perwalian maka panitera pengadilan yang menugaskan perwalian itu memberitahukan putusan pengadilan itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan.

Akan tetapi jika pengurus badan hukum tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai wali, maka badan tersebut dapat dicabut kewenangannya sebagai wali. Selain itu, pasal 379 KUH Perdata mengatur tentang golongan orang tidak dapat menjadi wali yaitu :

1. Mereka yang sakit ingatan (krankzninngen);

2. Mereka yang belum dewasa (minderjarigen);

3. Mereka yang berada di bawah pengampuan (curatele);

4. Mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian, namun yang demikian hanya anak – anak yang belum dewasa, yang mana dengan ketetapan hakim mereka telah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian;

5. Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, juru buku dan agen Balai Harta Peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak tiri mereka sendiri.

Wali merupakan orang selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau yang belum akil baliq dalam melakukan perbuatan hukum atau “orang yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap si anak.57

Menurut Hukum Indonesia, “Perwalian didefinisikan sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan, atau atas nama anak yang orang tuanya telah meninggal, atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum atau suatu perlindungan hukum yang diberikan pada seseorang anak yang belum mencapai umur dewasa atau tidak pernah kawin yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.”58

Sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 : bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali.59

57 Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

58 Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, 2004, Hukum Perkawinan Dan Keluarga di Indonesia, cet. 2, Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta, hlm. 147.

59 Lihat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Perwalian itu mengenai pribadi anak yang

bersangkutan maupun harta bendanya.60

Adapun yang dimaksudkan dengan perwalian dalam terminologi para Fuqaha (Pakar Hukum Islam) yang di formulasikan dalam istilah Wahbah Al- Zuhayli ialah “kekuasaan otoritas yang dimiliki seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tampa harus bergantung (terikat) atau seizin orang lain.

Ketentuan ini adalah bertujuan untuk menghindarkan adanya dua perwalian, yaitu : Perwalian mengenai pribadi si anak dan perwalian mengenai harta bendanya, yang mana hal itu ada dikenal dalam hukum islam.

61

Di dalam sistem perwalian menurut KUH Perdata ada dikenal beberapa asas, yakni:

4. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan yang dilakukan melalui penetapan pengadilan. Wali yang ditunjuk harus seagama dengan si anak, dan wali wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan, sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 33 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002.

2. Asas-Asas Perwalian

62

60Ibid

61 Muhammad Amin Summa, Op.cit, hlm. 137

62 Sunarto Ady Wibowo, 2004, Perwalian Menurut KUHP Perdata dan UU No. 1 Tahun 1974, Medan

1. Asas Tak Dapat Dibagi-bagi (Ondeelbaarheid)

Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam pasal 331 KUH Perdata. Asas tak dapat dibagi-bagi ini mempunyai pengecualian dalam 2 hal, yaitu:

a. Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (Langs Tlevendeouder), maka kalu ia kawin lagi suaminya menjadi medevoogd atau wali serta, pasal 351 KUH Perdata.

b. Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (Bewindvoerder) yang mengurus barang-barang minderjarige diluar Indonesia didasarkan pasal 361 KUH Perdata.

2. Asas Persetujuan Dari Keluarga.

Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak keluarga kalau tidak 50 ating sesudah diadakanpanggilan dapat dituntut berdasarkan pasal 524 KUH Perdata

3. Macam-Macam Perwalian

Perwalian ditinjau dari segi pengangkatannya terdiri atas tiga macam, yaitu:63

1. Perwalian oleh suami/istri yang hidup paling lama;

2. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri;

, hlm. 2.

63 Mustofa Hasan, Loc. cit.

3. Perwalian yang diangkat oleh hakim. Dalam hal perwalian oleh suami/istri yang hidup paling lama, tercantum dalam pasal 345 BW. yang mengatakan bahwa orang tua terlama hidup dengan sendirinya menjadi wali.

Setelah terjadi perceraian, ayah menjadi wali dari anak tersebut. Apabila ayah meninggal dunia, ibu dengan sendirinya menjadi wali atas anak yang dimaksud.

Dalam hal perwalian yang dilakukan oleh bapak dan ibu tidak terdapat perbedaan yang prinsipiil, tetapi ada dua perbedaan seperti berikut ini:64

1. Kurator pasal 348 BW., yaitu jika waktu bapak meninggal dan pada saat yang sama, ibu sedang mengandung, Balai Harta Peninggalan menjadi pengampu (curator) atas anak yang berada dalam kandungan dengan cara-cara seperti yang telah ditetapkan dalam pengangkatan wali. Kalau anak itu lahir, ibu dengan sendirinya (menurut hukum) menjadi wali, sedangkan Balai Harta Peninggalan (pengampu) menjadi wali pengawas;

2. Pada pernikahan baru, dalam hal ibu menikah lagi, suaminya yang baru itu dengan sendirinya (menurut hukum) menjadi medevoogd (wali peserta) dan bersama isrinys (wali ibu) bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan setelah pernikahan itu berlangsung.

64 Mustofa Hasan, Op. cit., hlm. 279

4. Syarat Untuk Menjadi Wali

Menurut undang-undang, bahwa setiap orang dapat menjadi wali, tetapi ada pengecualian-pengecualiannya. Dimana pengecualian tersebut merupakan golongan orang-orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali dalam perwalian.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang wali adalah :

1. Wali harus seorang yang sehat pikirannya.

Orang yang sakit ingatannya tidak dapat mengurus dirinya sendiri, oleh karena itu orang yang tidak sehat pikirannya adalah di bawah pengampuan, dan segala tindakannya dalam hukum diwakili oleh si pengampu, maka keadaanya sama seperti yang masih di bawah umur.

2. Wali harus orang yang dewasa.

Seorang dikatakan sudah dewasa jikalau ia telah berumur 21 tahun atau jika ia belum mencapai umur 21 tahun tetapi ia sudah kawin. Hanya orang yang sudah dewasa boleh melakukan perbuatan-perbuatan hukum, sedangkan orang yang masih di bawah umur tidak diperbolehkan bertindak sendirian tetapi harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya.

3. Wali itu tidak berada di bawah pengampuan.

Seseorang yang sudah dewasa dapat ditaruh di bawah pengampuan, misalnya karena ia menghambur-hamburkan harta kekayaannya atau karena ia kurang cerdas pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingan-kepentingannya. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi wali,

sebab mereka harus diwakili dalam melakukan tindakan-tindakannya, sehingga dengan sendirinya ia tidak dapat mengurus diri sendiri apalagi untuk mengurus diri orang lain.

5. Tugas dan Kewajiban Wali

Berdasarkan Pasal 383 KUH Perdata tugas wali adalah sebagai berikut : 1. Pengawasan atas diri pupil (orang yang memerlukan perwalian). Wali

harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan anak yang belum dewasa sesuai dengan kekayaan si yang belum dewasa itu sendiri.

2. Mewakili pupil dalam melakukan semua perbuatan hukum dalam bidang perdata.

3. Mengelola harta benda pupilnya sebagai bapak rumah tangga yang baik (Pasal 385 KUH Perdata).

Adapun kewajiban Wali:

Setiap wali mempunyai kewajiban terhadap anak-anak yang berada di bawah perwaliannya. Kewajiban wali secara umum yaitu terdiri atas :

1. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaanya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.

2. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak-anak itu.

3. Wali harus bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.

4. Wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang – barang tetap yang dimiliki anak yang berada di bawah perwaliannya kecuali apabila kepentingan anak tersebut menghendakinya.

5. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 368 KUHPerdata) dengan sanksi bahwa wali dapat dipecat (ontzet) dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya, ongkos-ongkos, dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan.

6. Kewajiban untuk mengadakan jaminan (zekerheid) Pasal 335 KUHPerdata.

7. Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

8. Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (pasa1 335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

6. Hak Seorang Wali

Tugas sebagai seorang wali sangatlah berat dengan tanggung jawab yang besar dan resiko yang harus dihadapi. Hal tersebut dikarenakan dalam perwalian mengandung tuntutan agar wali tersebut berbuat sejalan dengan apa yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dari tugas yang berat tersebut seorang wali

dapat mengambil sebagian dari harta kekayaan si anak, dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 41 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:

1. Tiga perseratus dari semua pendapatan 2. Dua perseratus dari segala pengeluaran

3. Satu setengah perseratus dari jumlah modal yang diterima

Dalam hal menikmati hasil–hasil kekayaan tersebut terdapat larangan untuk menikmati harta kekayaan anak. Menurut Pasal 313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata penikmatan hasil itu tidak meliputi:

1. Barang-barang yang diperoleh anak berdasar pekerjaan yang dilakukan sendiri terlepas dari pekerjaan orang tua

2. Barang-barang yang dihadiahkan atau diwariskan kepada anak dengan ketentuan bahwa orang tuanya tak boleh menikmati hasilnya.

3. Dalam hal anak mewaris atas kekuatan sendiri suatu warisan yang tidak berhak diwarisi oleh orang tuanya

4. Tabungan pos

7. Cara Pengangkatan Wali

Mengenai cara pengangkatan wali, dalam Pasal 51 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa wali dapat ditunjuk oleh salah satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau secara lisan dihadapan dua orang saksi, dengan ketentuan ayat 2 bahwa wali yang ditunjuk sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil,

jujur dan berkelakuan baik.65

1. Untuk anak-anak yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan orang tua:

Hal tersebut diatur juga dalam Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa pengangkatan wali oleh orang tua atau orang yang melakukan kekuasaan orang tua dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris yang dibuat khusus untuk kepentingan tersebut.

Cara pengangkatan wali tersebut berlaku bagi anak-anak yang sebelumnya ada di bawah kekuasaan orang tua, sedangkan bagi yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, dan yang diatur perwaliannya secara sah maka wali akan ditunjuk dan diangkat oleh pengadilan setelah hakim mendengar keluarga sedarah atau semenda. Sebagaimana diatur dalam Pasal 359 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Berdasarkan peraturan yang ada cara pengangkatan wali dapat dilakukan dengan:

a) Tertulis dengan surat wasiat.

b) Lisan dihadapan dua orang saksi

c) Tertulis dengan akta notaris yang khusus dibuat untuk kepentingan tersebut.

2. Untuk anak yang sebelumnya tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan tidak diatur perwaliannya secara sah, cara pengangkatan wali adalah dengan ditunjuk dan diangkat oleh hakim di pengadilan.

65 Lihat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

8. Mulai Berlakunya Perwalian

Menyangkut dengan mulai berlaku suatu perwalian Martiman Prodjohamidjojo mengatakan sutau perwalian itu berlaku :

1. Sejak perwalian itu diangkat oleh hakim dan bila pengangkatan itu dilakukkan namun dalam tidak kehadirian si wali maka saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya maka berlangsung lah perwalian tersebut;

2. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari orang tua sianak pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya, memperoleh suatu kekuatan untuk berlaku dan yang dianggap sebagai wali menyatakan kesanggupan menerima pengangkatan itu;

3. Jika seorang perempuan bersuami diangkat sebagai wali , baik oleh hakim Maupun oleh salah satu orang tua dari kedua orang tuanya pada saat ia dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau dengan kuasa dari hakim menyatakan kesanggupanya menerima pengangkatan itu;

4. Jika suatu perhimpunan yayasan atau lembaga amal atas permintaan atau kesanggupan sendiri diangkat menjadi wali pada saat mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu;

5. Jika seorang menjadi wali karena hukum, pada saat terjadi peristiwa yang mengakibatkan perwalianya;

6. Jika ditunjuk oleh seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang

6. Jika ditunjuk oleh seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang